Hama dan penyakit tanaman kakao yang juga merupakan hama utama bagi
para petani kakao adalah hama penggerek batang yang disebabkan oleh sejenis
serangga yang dalam bahasa latinnya Zeuzera coffeae Nietn dan Glenea spp.
Hama ini dialami hampir semua petani kakao kita, apalagi bila sanitasi lahan
jarang dilakukan dan member peluang untuk hama ini berkembang biak dnegan
baik dan secara perlahan dan pasti akan merusak batang kakao sehingga menjadi
salah satu penyebab menurunnya produktivitas kakao petani (Hidayat, 2008).
Botani Tanaman
Menurut Sihotang (2010) Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) di
klasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae; Divisio : Spermatophyta; Sub
Divisio : Angiospermae; Kelas : Dicotyledoneae; Ordo : Malvales; Family :
Sterculiceae; Genus : Theobroma; Spesies : Theobroma cacao L.
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon
pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta
kelembapan tinggi dan relatif sama. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan
tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika di budidayakan di kebun,
tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 3,0 meter dan pada umur 12 tahun
dapat mencapai 4,50 7,0 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi
oleh intensitas naungan serta faktor faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao
bersifat dimorsisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang
arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan ortotrop atau tunas air
(Sitompul, 2008).
Akar tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah akar tunggang (radix
primaria). Pertumbuhan akar kakao bisa sampai delapan meter kearah samping
dan lima belas meter kearah sumber air. Tanaman kakao (Theobroma cacao L.)
yang
diperbanyak
secara
vegetatif
pada
awal
pertumbuhannya
tidak
tanaman
kakao
yang
diperbanyak
melalui
biji
akan
dan tulang daun menonjol kepermukaan helai daun. Tepi daun rata, daging daun
tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada
kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm, permukaan daun
licin dan mengkilap (Suhaidi, 2005).
Bunga tanaman kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak
(calyx) sebanyak 5 helai, dan benang sari (androecium) sejumlah 10 helai.
Diameter bunga 1,5 cm. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2-4
cm. Tangkai bunga tersebut tumbuh dari bantalan bunga pada batang atau cabang.
Bantalan bunga pada cabang akan menumbuhkan bunga ramiflora sedangkan
bantalan bunga pada batang akan menumbuhkan bunga cauliflora, yang diameter
serbuk sarinya hanya 2-3 mikron (Sihotang, 2010).
Buah kakao yang masih muda disebut cherelle, dan sampai 3 bulan pertama
sejak perkembangannya akan terjadi cherelle wilt, yaitu buah muda menjadi
kering dan mengeras. Kehilangan buah dapat mencapai 80% dari seluruh buah
yang semula berkembang. Buah yang sudah masak disebut pod atau tongkol,
warnanya bermacam-macam dan ukurannya antara 10-30 cm. Buah yang sudah
masak pada umumnya memiliki 2 macam warna (Sunanto, 2002).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang dapat
tumbuh di berbagi tempat, asalkan sifat fisik dan kimiawi dapat dipenuhi. Batas
geografis penanaman kakao yaitu 200LU dan 200LS, tetapi daerah kakao yang
paling baik terbatas pada 100LU dan 100LS. Tanaman kakao dapat tumbuh baik
pada suhu 180C-320C dengan suhu rata-rata 250C, suhu rata-rata bulanan terdingin
tidak boleh kurang dari 150C. Pengaruh suhu terhadap kakao erat kaitannya
dengan kertersediaan air, sinar matahari dan kelembapan. Pada suhu rendah sering
kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun
tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black pods)
(Sihotang, 2010).
Tanah
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
adalah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur
hara mikro dan makro tanah, kejenuhan basa, kapasitas tukar kation (KTK), pH
atau keasaman tanah, dan kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki dengan
teknologi yang ada. Sementara itu, sifat tanah yang meliputi tekstur, struktur,
konsistensi, kedalaman efektif tanah (slum), dan akumulasi endapan suatu
(konkresi) relatif sulit diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya telah ada
(Suhaidi, 2005).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kakao mempunyai pH
berkisar antara 6.0-7.0, kandungan bahan organik tanah lebih dari 4%, KTK lebih
dari 24 me/100gr, dan kejenuhan basa rata-rata lebih dari 50% (Oktaviani, 2008).
Kakao terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu Criollo, Forastero, dan
Trinitario. Criollo dalam tata niaga kakao termasuk kelompok kakao mulia
(fine- flavoured), Forastero termasuk kakao lindak (bulk), dan Trinitario
merupakan hibrida Criollo dengan Forastero (PPKKI, 2004).
buah
muda
berwarna
hijau
saat
masak
menjadi
kuning
dengan bentuk buah pendek dan bulat, alur buah dangkal, biji gepeng, rasa
pahit, endosperm ungu (Susanto, 1994).
Tanaman kakao memiliki tinggi mencapai 1.8-3.0 meter pada umur tiga
tahun dan mencapai 4.5 7.0 meter pada umur 12 tahun yang bergantung pada
intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao
bersifat dimorfisme yaitu mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Pada Gambar 1
dapat dilihat bahwa tunas ortotrop memiliki arah pertumbuhan ke atas contohnya
tunas air, dan tunas plagiotrop yang pertumbuhannya mengarah ke samping
contohnya cabang kipas (PPKKI, 2004).
Tanaman kakao asal biji setelah mencapai tinggi 0.9-1.5 meter akan
berhenti
tumbuh
dan
membentuk
jorket
(jorquette)
yaitu
pergantian
lateral
a)
b)
Gambar 1. Pembentukan Tunas dan Sudut Cabang Primer Tanaman
Kakao. (a) Tunas Ortotrop dan Tunas Plagiotrop pada Tanaman
Kakao. (b) Cabang Primer. Cabang primer ditunjukkan oleh huruf
a dan jorket ditunjukkan oleh huruf j
(PPKKI, 2004)
dasar
dalam
melakukan
tindakan
pemangkasan
yang
benar
Pada dasarnya,
pemangkasan
kakao
dimaksudkan
untuk
memperoleh angka ILD optimal agar hasil bersih fotosintesis maksimal. Nilai
ILD optimal pada tanaman kakao adalah 3-5 yang setara dengan hasil
2
fotosintesis 3.5 5.0 mg bahan kering/dm /hari atau 12.8 18.2 ton/ha/tahun
(PPKKI, 2004).
Kegiatan pemangkasan tanaman kakao dimaksudkan agar tunas-tunas liar
yang tumbuh dihilangkan, sehingga dapat membantu pembentukan buah. Tujuan
akses
saat
penyemprotan
atau
pemanenan,
membantu
bentuk
dilakukan
agar
tanaman
kakao
memiliki
dari
bahan
tanam
plagiotrop.
Tanaman
kakao
asal
cabang
10
Habitus
yang
pendek
memudahkan dalam
11
wiwilan,
dilakukan
yaitu
secara
kegiatan
manual
dengan
membuang
tunas
menggunakan
air.
tangan.
Wiwilan
bisa
Pemangkasan
produksi
bertujuan
untuk
mengatur
keseimbangan
tetap merata, aerasi baik dan mendapatkan produksi tinggi. Pemangkasan jenis
ini diterapkan pada tanaman kakao produktif yang telah mengalami
pemangkasan bentuk dan pemangkasan pemeliharaan (Roesmanto, 1991).
Pemangkasan
produksi
dilakukan
secara
periodik
pada
tanaman
menghasilkan untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah yang tumbuh sekitar
12
enam bulan setelah pemotongan cabang yang tumbuh meninggi (lebih dari 3-4
m), serta ranting dan daun dipangkas hingga 25 50 %. Pemangkasan produksi
dilakukan dua kali setahun, yaitu pada akhir musim kemarau-awal musim hujan
serta pada akhir musim hujan (PPKKI, 2004). Selain itu, untuk mengurangi
bagian tanaman yang rimbun, cabang yang sakit, overlapping, dan menggantung
untuk mencapai efisiensi pemanfaatan sinar matahari sebanyak-banyaknya pada
pertanaman agar indeks luas daun (ILD) optimum dan produktivitas tinggi
karena tidak semua daun yang tumbuh produktif (Abdoellah dan Soedarsono,
1996).
Alat Pangkas
Penggunaan alat pangkas yang tepat berpengaruh terhadap kondisi
tanaman setelah pemangkasan dan keberhasilan pemangkasan. Alat pangkas
harus dalam keadaan tajam agar luka merata dan teratur serta tidak
merusak kulit cabang atau ranting. Alat pangkas yang digunakan berbeda sesuai
dengan besar kecilnya cabang seperti pada cabang yang berukuran kecil
(ranting) pemotongan menggunakan gunting pangkas atau pisau pangkas.
Cabang lebih besar dapat dipotong dengan gergaji pangkas dan ranting yang
tinggi letaknya dapat dipotong dengan sabit bergalah (Soedarsono, 1996).
Penggunaan alat pangkas bergantung pada jenis pemangkasan yang akan
dilakukan. Pemangkasan pemeliharaan menggunakan galah pangkas, gunting
pangkas bergalah, dan golok sedangkan untuk pemangkasan produksi
menggunakan galah pangkas, gergaji pangkas, gunting pangkas, gunting pangkas
bergalah dan golok . Pemangkasan dengan menggunakan gergaji pangkas dan
13
14
Pemangkasan yang salah atau penggunaan alat pangkas yang tidak tepat
dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman kakao. Kerusakan yang
terjadi salah satunya adalah banyaknya cabang-cabang besar (diameter lebih
dari 2.5 cm) yang terpotong. Cabang besar yang terpotong mengakibatkan
rusaknya kerangka tanaman, dan memerlukan waktu lama serta energi yang
banyak untuk pembentukannya kembali. Selain itu, pemotongan cabang besar
juga mendorong pertumbuhan tunas air lebih banyak ((Arifin, 2007)).
Oleh karena itu, kriteria keberhasilan pemangkasan dapat dilihat dari
beberapa indikator antara lain, pada siang hari di lantai kebun terdapat bercakbercak cahaya matahari, tetapi gulma tidak tumbuh lebat. Proporsi cahaya
langsung maksimum yang sampai pada lantai kebun 25 % dari luas areal
sehingga suasana dalam kebun tidak terlalu gelap dan tidak terlalu terang.
Pertumbuhan diameter batang kakao sama antara yang di tengah dan di pinggir
kebun. Bunga dan buah merata di batang pokok dan cabang-cabangnya, serta
merata di semua penjuru kebun (PPKKI, 2004).
Hubungan Pemangkasan dengan Iklim Mikro dan Kesuburan Tanah
Pemangkasan yang optimum dapat dilakukan dengan pendekatan aspek
iklim mikro dan kesuburan tanah, karena dua aspek tersebut berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Peran yang diharapkan dari
pemangkasan terhadap iklim mikro adalah fungsinya untuk mengatur
intensitas dan lama penyinaran matahari, suhu, kelembaban udara, dan gerakan
udara di sekitar pohon kakao (Arifin, 2007).
Pengaruh pemangkasan terhadap intensitas dan lama penyinaran matahari
adalah agar sebagian besar daun menerima sinar matahari sampai titik jenuhnya
15
dan dalam waktu yang sama sehingga produksi asimilat oleh setiap daun
mencapai maksimum. Hubungan dengan suhu udara, pemangkasan dapat
mengurangi perbedaan suhu udara di dalam dan di luar tajuk pohon kakao.
Pemangkasan juga dapat mengurangi kelembaban udara di dalam tajuk tanaman
karena kelembaban yang tinggi dapat memacu perkembangan jamur-jamur
parasit. Selain itu, gerakan udara di dalam tajuk juga menjadi lebih leluasa
akibat pemangkasan (FAO, 2010).
Pemangkasan juga berpengaruh terhadap kesuburan tanah. Brangkasan
hasil pemangkasan dapat berguna sebagai mulsa atau cadangan hara bagi
tanaman. Adanya mulsa melindungi permukaan tanah, menjadikan struktur
tanah dan konsistensi tanah menjadi lebih baik, menekan erosi, meningkatkan
kemampuan tanah mengikat air, serta menjaga agar perbedaan suhu tanah tidak
terlalu besar. Serasah hasil pemangkasan juga merupakan tempat yang disukai
serangga penyerbuk bunga kakao Forcipomyia sp. untuk bersarang dan berbiak
(Abdoellah dan Soedarsono, 1996).
Iklim Mikro dan Kesuburan Tanah yang Ideal bagi Tanaman Kakao
Menurut Abdoellah dan Soedarsono (1996), iklim mikro dan kesuburan
tanah yang ideal untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kakao adalah pada
intensitas sinar matahari sebesar 30 sampai 60 % sinar matahari penuh. Selain
itu, curah hujan 1 500 2 000 mm/tahun dengan jumlah bulan dengan curah
hujan kurang dari 100 mm/tahun tidak lebih dari tiga bulan. Suhu maksimum
30-32C dan suhu minimum 18-21C. Kecepatan angin kurang dari 4 m/detik
dan tidak berlangsung terus menerus.
16
Sedangkan kondisi tanah yang baik adalah dengan kedalaman solum lebih
dari 1.5 m agar tidak menghambat pertumbuhan akar, mengandung pasir 50 %,
debu 10 20 %, lempung 30 40 %, dan bahan organik 3.5 %, pH netral, nisbah
C/N > 9, kapasitas tukar kation >12 me/100 g, kejenuhan basa > 35 %,
kejenuhan Al kurang dari 30 %, dan tidak mengandung unsur racun (FAO, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, S., dan Soedarsono. 1996. Penaung dan pemangkasan kakao, suatu
tinjauan dari aspek iklim mikro dan kesuburan tanah. Warta Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao 12(3):153-160.
Arifin. 2007. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
di Kebun PT Rumpun Sari Antan I, PT Sumber Abadi Tirtasantosa,
Cilacap, Jawa Tengah. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
FAO.
Cocoa
Beans.
17
Nasriaty ; Firdausil, A.B. ; dan Yani, A. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balitbang
Peranian. Jakarta. http://www.deptan.go.id/ diakses pada tanggal 19 Mei
2012 pukul 14.30 wib
Oktaviani, W. 2008. Peningkatan Produksi Buah Kakao (Theobroma cacao L.)
Melalui Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Paclobutrazol pada Berbagai
Konsentrasi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Prawoto, A. A. 1993. Prospek Indonesia sebagai produsen kakao dunia. Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 14:1-8.
PPKKI. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. PT Agromedia Pustaka.
Jakarta. 328 hal.
Roesmanto, J. 1991. Kakao : Kajian Sosial Ekonomi. Aditya medika.
Yogyakarta. 210 hal.
Santoso, B. 2007. Mekanisme Budidaya Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
pada Lahan eks PT Perkebunan Nusantara XI dengan Teknik Tumpang
Sari. diakses dari http://repository.its.ac.id/ pada tanggal 19 Oktober 2014
Pukul 19.30 wib
Sihotang, B. 2010. Kakao [Artikel-Budidaya Tanaman]. Bogor Agriculture
Institute e-repository. diakses dari http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal
18 Mei 2012 pukul 20.00 wib.
Sitompul, A.G. 2008. Analisis Pertanaman Kakao (Theobroma cacao L.) dengan
Perlakuan Berbeda di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor. Diakses
http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 19 Oktober 2014 pukul 17. 20 wib
Soedarsono. 1996. Cara pemangkasan pada tanaman kakao. Warta Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao 12(3):178-186. 62
Suhaidi, E. 2005. Pengembangan Budidaya Kakao dan Pengolahan Kakao.
diakses http://www.scribd.bertanamkakao/0r994889 pada tanggal 19 Mei
2012 pukul 18.20 wib
Sunanto, H. 2002. Cokelat, Budidaya, Pengolahan Hasil Studi dan Aspek
Ekonominya. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Susanto, F. X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius.
Yogyakarta. 185 hal.
Winarsih, S., dan Zaenudin. 1996. Dasar-dasar fisiologi pemangkasan tanaman
kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 12(3):148-152.