Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN

KUNJUNGAN
LAPANG KE
PERKEBUNAN K
AKAO
Diposkan pada 2 Maret 2016 oleh ayuningkarimah
I. PEN
DAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kakao merupakan tanaman tahuna yang diambil bijinya untuk dimanfaatkan
menjadi bahan olahan makanan seperti cokelat. Meski bukan tanaman asli
Indonesia, tanaman kakao sudah berkembang di Indonesia. Perkebunan kakao yang
ada di Indonesia sebagian besar di kelola oleh perkebunan rakyat.

Meskipun sebagian besar perkebunan kakao di kelola oleh rakyat, produktifitas dan
kualitas kakao masih kurang baik. Hal tersbut dapat disebabkan karena
pemeliharaan yang kurang terjadwal, dan pengolahan pasca panen yang belum
baik. Meskipun begitu, tidak semua perkebunan rakyat menghasilkan kakao yang
kurang baik dan tidak berkualitas.

Beberapa faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan panen kakao adalah benih
atau bibit yang ditanam, proses pemeliharaan yang dilaksanakan. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi kualitas kakao olahan adaah pengolahan pasca penen,
misalnya proses fermentasi dan pengeringannya.

Dalam laporan ini akan dibahas mengenai budidaya kakao mulai dari penyiapan
bahan tanam, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, panen
hingga pasca penen kakao.

B. TUJUAN
Tujuan kunjungan lapang ini adalah:

1. Mengenal tanaman kakao secara nyata.


2. Mengetahui proses budidayanya yang meliputi persiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan sampai dengan pemanenan dan penanganan pasca
panen.
3. Mengetahui struktur organisasi perkebunan dan pemasaran hasilnya.
II. TINJ
AUAN
PUSTAKA
Theobroma cacao ialah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh
Linnaeus pada tahun 1753. Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis
Theobroma, suku sterculiaceae yang diusahakan secara komersil. Sedangkan biji
kakao dapat diolah menjadi cokelat. Menurut Tjitrosoepomo (1998) dalam PPKKI
(2010), sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophita

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Steruliaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L.


Beberapa jenis tanaman kakao yang bijinya paling banyak diolah menjadi coklat
tiga macam yaitu:

1. Jenis Criollo, yang terdiri atas Criollo Amerika Tengan


dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji yang mutunya baik
dan dikenal sebagai cokelat mulia, fine flavor cocoa, choied cocoa, edel
cocoa. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-
bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran
besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Keunggulan
kakao jenis ini terletak pada kompleksitas rasa namun lembut, dengan rasa
klasik yang rendah, tetapi sangat kaya pada secondary note dengan jejak
yang bertahan lama di mulut. Negara penghasil kakao Criollo antara lain:
Venezuela, Equador, Trinidad, Grenada, Srilangka, Indonesia, Samoa,
Jamaika, Suriname dan sebagian kecil West
2. Jenis Forastero, dapat dikatakan kakao jenis ini merupaka pohon kakao
industri, karena lebih tahan terhadap lingkungan ekstrim. Jenis ini mudah
ditemui di daerah beriklim tropis. Varietas ini juga cukup produktif.
Buahnya berwarna hijau dengan kulit yang tebal. Buah kakao jenis ini
memiliki karakter rasa khas coklat sangat kuat. Namun ada juga beberapa
varietas dari Forastero yang memiliki karakter rasa yang sangat komplek,
seperti arriba dan national. Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya
berwarna ungu pada waktu basah. Kakao jenis ini berasal dari Brazil,
Amelonado (Afrika Barat) Equador.
3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hybrid dari jenis Criollo dengan
jenis Forastero secara alami sehingga kakao jenis ini sangat heterogen.
kakao jenis ini menghasilkan biji yang termasuk fine flavor cocoa dan ada
yang termasuk bulk cocoa. buanya berwarna hijau atau merah dan
bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Sunanto,
1992; Kristanto, 2013).
Morfologi tanaman kakao antara lain

1. Batang dan Cabang


Batang kakao memiliki sifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya keatas disebut ortotrop (atau tunas air
(wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang pertumbuhannya ke samping disebut
plagiotrop/ cabang kipas/ fan.

Tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji, setelah mencapai 0,9-1,5 meter
akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket (jorquette). Jorket merupakan tempat
perubahan pola percabangan dari tipe ortotrop ke plagiotrop. Pembentukan jorket
didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrop karena ruas-ruasnya
tidak memanjang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3-6 cabang
yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk 0-60º dengan arah
horizontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrop).
Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral (fan)
sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun.
Jika dibudidayakan di kebun, pada umur tiga tahun, tinggi tanaman ini dapat
mencapai 1,8-3 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5-7 m. Tinggi
tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan dan faktor-faktor
tumbuh yang tersedia.

2. Daun
Helai daun tanaman kakao dapat berbentuk bulat memanjang (oblongus), ujung
daun meruncing (acuminatus) dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan tulang
daun menyirip dan menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata,
daging daun tipis tetapi kuat. Warna daun dewasa hijau tua tergantung pada
kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. permukaan daun
licin dan mengkilap.

Daun kakao juga bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daun
panjangnya 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya
sekitar 2,5 cm. Tangkai daun berbentuk silinder dan bersisik halus. Salah satu sifat
khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di
pangkal dan ujung tangkai daun.
Pertumbuha daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi berkala.
Masa tumbuh tunas-tunas baru dinamakan pertunasan atau flushing. Setiap tunas
membentuk 3-6 lembar daun sekaligus. Setelah masa bertunas selesai, kuncup-
kuncup daun kembali dorman (istirahat) selama periode tertentu. Kuncup-kuncup
akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan.
3. Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya segian besar akar
lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah pada kedalaman (jeluk)
0-30 cm. Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat , laju
pertumbuhannya kemudian melambat dan untuk mencapai panjang 50 cm
diperkirakan memakan waktu 2 tahun. 56% akar lateral kakao tumbuh pada jeluk
0-10 cm, 26% pada jeluk 1-20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm dan 4% tumbuh pada
jeluk di atas 30 cm dari permukaan tanah. jangkauan jelajah akar lateral jauh di
luar proyeksi tajuk. Ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya
ruwet.
4. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari
bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin memebesar dan menebal atau bisa disebut dengan bantalan
bunga (chusion). Bunga kakao mempunyai rumus . Artinya, bunga kakao disusun
oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari
tetapi hanya 1 lingkaran yang fertile dan 5 daun buah yang bersatu.
Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat
pada benang dari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar.
Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). daun mahkota panjangnya 6-8 mm,
terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binantang dan
biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa lembaran tipis, fleksibel
dan berwarna putih.

5. Buah
Buah yang ketika muda berwarna hijau ketika masak berwarna kuning. Ada juga
varietas kakao yang apabila muda kulit buahnya berwarna merah, ketika masak
berwarna orange. Buah kakao akan masak setelah berumur 5-6 bulan. Warna
kotiledon kakao ada yang berwarna putih (pada jenis Criollo) dan ada yang
berwarna ungu (pada enis forester).
Kulit buah kakao memeiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-
seling. Pada tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal
tetapi lunak dan permukaannya kasar. Pada tipe forastero, permukaan kulit buah
umumnya halus, kulitnya tipis tetapi keras dan liat.

6. Biji
Jumlah biji kakao dalam satu buah beragam, yaitu berkisar 20-50 butir. Biji
tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jika dipotong melintang,
tampak bahwa biji disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian
pangkalnya menempel di poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih
untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forstero.
Biji kakao dibungkus oleh daun buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam
manis dan mengandung zat penghambat perkecambahan. Disebelah dalam daging
buah terdapat kulit biji yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji
kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat
penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam
buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya telah kering (Puslitkoka,
2010).

Sedangkan fisiologi pada tanaman kakao diantaranya yaitu kakao memiliki laju
fotorespirasi tinggi yaitu 20%-50% dari hasil total fotosintesis. Fotorespirasi
meningkat seiring naiknya laju suhu udara. Tidak seperti fotosintesis, fotorespirasi
tidak menghasilkan energy bermanfaat bagi tanaman. Sehinga tidak dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Upaya menekan laju fotorespirasi fotorespirasi identic
dengan upaya meningkatkan produktivitas.

Pemberian penaung pada tanaman kakao dapat menekan laju fotorespirasi,


sekaligus mengurangi frekuensi pertunasan. Seringkali pentil buah berkompetisi
dengan perkembangan tunas. Pentil yang tidak mampu berkompetisi akan
mengalami kelayuan. Hal ini yang mendasari salah satu rekomendasi
pemangkasan, bahwa pemangkasan tidak dilaksanakan pada saat tanaman dalam
kondisi pentil banyak. Pemangkasan akan menurunkan kandungan asam absisic
(ABA) dan meningkatkan kandungan sitokinin pada cabang. Kandungan sitokinin
yang meningkat akan memacu pertumbuhan flush.Tunas daun muda belum
memiliki klorofil sehingga bukan penghasil asimilat tetapi sebagai pengguna
asimilat. Tunas daun muda memiliki potensi berkompetisi asimilat dengan pentil
buah (Disbun Jatim, 2009). Syarat tumbuh kakao dilehat dari faktor iklimnya
adalah sebagai berikut:
Tanaman kakao menghendaki curah hujan rata-rata 1.500-2.000 mm/th. Pada tanah
yang mengandung pasir diperlukan curah hujan yang lebih tinggi dari 2.000
mm/th. Pada daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.500 mm/th masih
dapat ditanami kakao bila tersedia air irigasi, dan lama bulan kering maksimum
adalah tiga bulan (Poedjiwidodo, 1996 dalam Ardiansyah, 2009).
Suhu ideal pertanaman kakao, untuk suhu maksimum berkisar antara 30º-32º C dan
suhu minimum berkisar antara 18º-21º C. namun, pada kondisi dan kultivar
tertentu, kakao masih dapat tumbuh baik pada suhu minimum 15º C. sedangkan
rata-rata suhu bulanan 26,6 º C merupakan suhu yang cocok untuk pertumbuhan
tanaman kakao (Syamsulbahri, 1996 dalam Ardiansyah, 2009).

III. MET
ODE
PRAKTIKUM
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam kunjungan lapang ke perkebunan kakao ini adalah
pertanaman kakao dan pabrik pengolahan kakao.

Alat yang digunakan yaitu berupa alat tulis.

B. PROSEDUR KERJA
Prosedur kerja dalam kunjungan lapang ke perkebunan kakao ini adalah:

1. Disiapkan alat tulis.


2. Dibuat dan disusun daftar pertanyaan terkait teknik budidaya tanaman kakao
mulai dari pembibitan hingga pengolahan pasca panen.
3. Mahasiswa berkunjung ke perkebunan kakao, dengan meninjau beberapa
tahapan kegiatan mulai dari teknik pembibitan, pengolahan tanah,
pemeliharaan pelindung beserta tanaman kakaonya, pemanenan dan
pengolahan hasil.
4. Dilakukan pengamatan dan wawancara dengan tenaga kerja lapang
perkebunan dan diambil foto-foto kegiatan di lokasi kunjungan.
5. Dikumpulkan data sekunder dan struktur organisasinya.
IV. HASI
L DAN
PEMBAHASAN
A. HASIL
Diperkebunan tersebut biasanya rutin melakukan pemangkasan. Pemangkasan
yang sering dilakukan ada tiga yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan
pemeliharaan dan pemangkasan produksi. Pangkas bentuk dilakukan setahun sekali
untuk membuat percabangan kokoh dan simetris serta kuat. Pangkas pemeliharaan
dilakukan empat kali setahun yaitu pada Januaru, Maret, Juli, September.
Sedangkan pangkas produksi hanya dilakukan sekali pada November atau
Desember setelah panen raya. Karena biasanya setelah panen raya, pohonnya agak
rusak maka dilakukan pemangkasan yang bertujuan untuk memaksimalkan
produksi.

Batang atau cabang yang dipangkas adalah cabang yang sudah tidak produktif lagi.
Pemangkasan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan posisi
percabangan yang rusak supaya sempurna kembali. Sedangkan tunas air dipelihara
untuk mengganti percabangan yang rusak. Untuk pewiwilan, dilakukan setiap
bulan sebanyak dua rotasi yaitu pada awal bulan hingga pertengahan dan
pertengahan bulan hingga akhir bulan.

Varietas yang digunakan oleh perkebunan kakao ini adalah varietas criollo dan
varieatas forestero. Criollo mempunyai ciri-ciri berwarna merah ketika masih
muda dan ketika sudah matang berwarna jingga. Daging buahnya lebih tipis dan
produksinya lebih tinggi dari pada forestero. Varietas ini kurang tahan terhadap
hama dan penyakit. Sedangkan forestero kulit buahnya berwarna hijau ketika
masih muda dan buah yang sudah matang, kulit luarnya berwarna kuning. Dan
kulit buahnya tebal. Sebenarnya ada juga varietas trinitario yang merupakan hasil
persilangan forester dan criollo, namun jumlahnya sangat sedikit.
Pada mulanya bibit kakao di perkebunan ini diperoleh dari Longsum Sumatera
yang merupakan benih/bibit turunan pertama. Penyemaian di perkebunan ini
dilakukan pada tahun 1992.

Untuk teknik penyemaiannya, langkah pertama yaitu memilih buah yang akan
dijadikan benih. Buah yang dipilih adalah buah yang berada di dekat cabang
primer. Selanjutnya bagian biji yang akan disemai dipotong. Buah kakao dipotong
di bagian ujung dan pangkal masing-masing sepertiga bagian, dan biji pada bagian
tengah yang akan dipakai sebagai benih. Kemudian biji digosok dengan abu gosok
lalu dan dibuang kulit arinya lalu disemai.

Benih disemai di atas karung yang sudah dairi baru kemudian benih diletakkan di
atas karung tersebut. Setelah itu, benih ditutp karung lagi. Selanjutnya ketika sudah
mucul akar dan berkecambah, bibit dipindah ke polybag. Sebelum dipindah, tanah
di dalam polybag harus dalam keadaan lembab baru di tanam setengahnya dalam
tanah di polybag. Selama dalam di polybag, dilakukan penyiraman dua kali sehari
pemeliharaan sebanyak dua kali sebulan. Biasanya hama yang sering terdapat pada
tanaman kakao di fase ini adalah belalang, semut, tungau, rayap dan lain-lain.
Setelah disemai, bibit dipindah dengan kriteria yaitu tingginya sudah mencapai 50
cm sampai 1 m, tidak dalam kondisi plus, bebas hama penyakit. Sebelum menanam
di bentuk pancang lubang berukuran 2m x 2,5 m atau 2 m x 3 m, 3 x 3 atau 4 x 4
disesuaikan luas lahannya.

Penyulaman biasanya dilakukan apabila ada bibit yang tidak tumbuh. Maka, pada
saat pembibitan jumlah benih yang ditanam di persemaian harus dilebihkan sekitar
5% dari jumlah benih yang akan ditanam untuk mengantisipasi adanya bibit yang
tidak tumbuh dengan baik atau mati. Kegiatan penyulaman biasanya dilakukan
pada saat bibit berumur 5 bulan sampai 1 tahun.

Penyiangan dilahan ada 2 macam yang pertama yaitu hiding atau penyiangan
secara manual dengan cara dicabut atau menggunakan cangkul, sabit, parang dan
sebagainya. Penyiangan biasanaya dilakukan sebulan setelah penanaman di lahan.
Penyiangan ini rutin dilakukan setiap bulan. Penyiangan yang kedua yaitu
penyiangan secara chemisatau secara kimia menggunakan herbisida berbahan
kimia. Penyiangan secara kimia ini dilakukan sebelum pemupukan. Untuk gulma
berdaun sempit seperti alang-alang, herbisida yang digunakan adalah round up, top
star. Sedangkan untuk gulma berdaun lebar menggunakan herbisida jeis biosap.
Dalam kegiatan pemupukan, pupuk yang digunakan adalah pupuk pabrikan, bukan
pupuk organik seperti Urea, MOP, RP atau dolomit. Dalam setahun, pemupukan
dilakukan sebanyak dua kali yaitu awal bulan (Januari, Februari atau Maret) dan
akhir tahun (misalnya November). Dosis pemupukan disesuaikan dengan dosis
anjuran yang tertera dalam kemasan pupuk.
Hama penyakit yang meyerang selama tanaman berada di lahan yaitu Helopeltis
(penghisap buah), siosera, phitoptorak, koletrotikum, kalpesium, apogonia dan
beberapa hama sepert, tikus yang menyebabkan hasil buah menjadi menurun
kualitasnya.

Tanaman kakao ini baru dapat berproduksi setelah berumur 4 tahun setelah tanam.
Dalam setahun, untuk dapat berbuah, tanaman kakao membutuhkan waktu selama
enam bulan. Pada umumnya panen raya kakao terjadi sekitar bulan Juli, Agustus
atau September. Pada masa-masa ini, kakao dapat dipanen tujuh hari sekali.
Sedangkan panen terendah terjadi sekitar Desember, Januari atau Februari. Interval
waktu panen pada saat low crop yaitu 10 hari. Luas lahan perkebunan kakao ini
sekitar 227 hektar. 110 hektar merupakan lahan konservasi artinya tanahnya dapat
ditanami tanam berkayu seperti pohon jati atau mahoni dan sebagainya. Sisanya
yaitu berupa lahan produktif dengan luas sekitar 111,6 hektar.
Dalam satu tahun, perkebunan kakao ini mampu menghasilkan Biji Cacao Basah
(BCB) sebanyak 31 ton. Namun jumlah ini termasuk kurang maksimal karena
banyak pohon yang terserang hama, sehingga produktivitas pohon berkurang.

Cara pemanenan kakao yaitu dengan cara memotong tangkai dimana kakao
melekat, bukan dengan cara diuntir atau diputar menggunakan tangan. Namun
tangkai yang dipotong tersebut harus disisihkan artinya tidak dipotong semua. Hal
tersebut bertujuan agar tangkai yang terpotong tersebut bisa menjadi bakal tumbuh
tunas baru sehingga setelah panen tangkai tetap terawat dan tidak rusak atau mati.
Pemotongan kakao pada tangkai dilakukan menggunakan pisau panen, semakin
tinggi posisi kakao yang harus diambil, maka pisau panennya juga semakin
panjang ada yang berukuran 2 m; 2,5 m; 3 m; 3,5m dan 4 m sesuai dengan tinggi
pohon.
Rendemen kakao biasanya sekitar 25%. Sedangkan pada musim kemarau
rendemennya berkisar antara 30%-35%. Rendemen kakao ketika musim kemarau
biasanya tinggi. Sedangkan pada musim hujan rendmennya turun. Pada bulan
basah biasanya hasil buahnya lebih jelek dari pada hasil di musim kemarau, karena
kadar airnya tinggi.

Pemupukan diberikan di sekitar tajuk tanaman dengan cara dibenam. Kulit kakao
yang dikupas dibiarkan saja. Biasanya ada petani yang mengambil untuk pakan
ternak, sedangkan cangkangnya digunakan untuk kayu bakar.

Sensus produksi biasanya dilakukan setiap bulan, setiap minggu, atau bahkan
harian. Kegiatan tersebut sebelumnya sudah dirapatkan terlebih dahulu oleh
pimpinan. Setiap bulan dilakukan pewiwilan, pangkas bentuk, pangkas
pemeliharaan dan panen.

Untuk proses pengendalian hama dan penyakit misalnya tupai atau tikus dilakukan
dengan cara diburu, ditembak atau secara manual. Untuk cara kimia, menggunakan
obat racun atau menggunakan umpan seperti layaknya menggunakan racun tikus di
rumah.

Untuk pengendalian Helopeltis, pengendalian secara teknis yaitu menjaga sanitasi


lingkungan. Helopeltis biasanya menyerang buah size satu, dua dan tiga. Mereka
menghisap cairan buah sambil mengeluarkan racun. Dampak fatalnya, hama ini
bisa menyebabkan kematian pada buah size dua dan tiga. Helopeltis biasanya
muncul di musim kemarau maupun penghujan, namun lebih dominan ketika pada
bulan basah atau penghujan seperti Desember Januari Februari dan Maret.
Serangan hama tersebut umumnya menyerang biji dan menyebabkan buah menjadi
kering dan bermotif totol-totol. Pengendalian secara kimia menggunakan obat
decis / matador / asodril / resotin. Obat tersebut bersifat kontak langsung, sehingga
pemakaiannya harus mengenai sasaran yaitu pada buah yang terkena serangan.
Pengendalian secara teknisn yaitu dengan menjaga saitasi lingkungan.
Pengendalian secara manual dengan cara dimatikan.

Dahulu, pengendalian Helopeltis sempat menggunakan semut hitam dengan cara


menggantungkan polybag yang diberi res-resan sehingga semut terpancing dan
akhirnya membuat sarang. Setiap buah yang dikelilingi semut biasanya bebas
Helopetis dan hama penyakit. Tetapi pengendalian dengan semut hitam memakan
waktu lama disbanding dengan penyemprotan dengan bahan kimia. Ketika
dilakukan penyemprotan pestisida dan obat semprot kimia lainnya untuk
memberantas hama, semut hitam ikut musnah atau mati.
Hama Apogonia umumnya menyerang daun kakao dan keluar ketika malam hari.
Daun kakao dimakan seperti bekas gigitan belalang. Hama ini dikendalikan
menggunakan rizotin dan harus terkena sasaran. Hama ini dapat dikendalikan
dengan dua cara yaitu kontak dan sitemik (hanya terkena satu bagian hama bisa
langsung mati) kontak (semua bagian harus terkena semua).

Hama selnjutnya yaitu penggerek batang. Pengendalain secara manual dengan cara
dicari lalu dibunuh. Pengendalian secara kimia dengan di suntik lalu lubang
tersebut ditutup menggunakan kapas yang sudah diberi obat, sehingga hama
tersebut mati didalam batang.

Penyakit Fitoptora juga sering menyerang areal perkebunan. Penyakit tersebut


merupakan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh cendawan. Penyakit ini
biasanya menyerang buah size empat dan dua. Pencegahan terhadap penyakit ini
yaitu dengan menjaga sanitasi lingkungan dan rutin melakukan pemangkasan.
Sedangkan pengendalian kimia penyakit ini menggunakan fungisida diotin 45
dengan interval sebulan adalah 3-4 kali jika serangannya berat, jika serangan
ringan penyemprotan dilakukan sebulan dua kali.
Setelah dipanen dan dikupas, biji kakao harus melalui beberapa tahap pasca panen
seperti penimbangan yang bertujuan untuk mengetahui julah produksi yang masuk
pada hari itu. Biji kakao setelah panen ini tidak perlu dicuci terlebih dahulu tetapi
langsung ditimbang, jika dicuci warna nya akan menjadi jelek. Setelah ditimbang,
dilakukan analisa terhadap placenta, biji muda, biji terserang fitoptora. Cara
menghitungnya yaitu dengan mengambil sampel secara acak, misalnya 5 kg dari
250 kg biji yang masuk. Hasil analisa yaitu seumpama placentanya 10 gram, 10
gram / 5 kg (5000 gram) x 100%= 0,2% x Biji Cacao Basah (BCB) yang masuk
hari itu sehingga di dapat prosentasenya.

Analisa jumlah atau prosentase placenta, biji muda dan biji yang terserang
fitoptora (penyakit) dalam satu kali panen.

 Placenta =
 Biji muda =
 Biji yg terserang fitptora (penyakit)
=

Setelah ditimbang dan dianalisa, biji dimasukkan ke box fermentasi yang


berukuran 1m x 2m dengan kapasitas 1,3 ton. Box fermentasi tersebut terbuat dari
kayu dan dibuat secara susun dengan tujuan untuk mempermudah pembalikan.
Dalam box fermentasi terdapat lubang dengan jarak antar lubang 10 cm. Lubang
tersebut berguna untuk mengalirkan air dan sirkulasi udara. Ketebalan BCB dalam
kotak fermentasi tersebut idealnya adalah 40 cm kemudian ditutup dengan daun
pisang dan karung goni. Daun pisang tersebut berfugsi sebagai penghantar panas
sedangkan karung goni berfungsi agar panas tersebut tidak menyebar.

Selama proses fermentasi, terjadi perubahan kimia antara zat gula dan asam yang
akan menghasilkan yeas atau ragi. Pembalikan pada saat fermentasi dilakukan
menggunakan sekop kayu sebanyak dua hari sekali. Suhu fermentasi yang
dibutuhkan di hari pertama yaitu 30ºC-40ºC, di hari kedua suhunya 40ºC-45ºC, dan
hari ketiga 45ºC-50ºC serta di hari keempat 35ºC-45ºC. Suhu di hari keempat
menurun, karena sudah terjadi fermentasi dengan sempurna.
Fermentasi pada biji kakao ada dua, yaitu fermentasi eksternal dan fermentasi
internal. Fermentasi eksternal adalah fermentasi yang bertujuan untuk
menghancurkan fluk/flup pada biji kakao. Sedangkan fermentasi internal
merupakan fermntasi yang bertujuan untuk mematikan biji kakao artinya biji sudah
tidak bisa dijadikan benih untuk dibudidayakan. Pada dasarnya dengan
dilakukannya fermentasi akan menambah aroma khas cokelat jika diolah nantinya.
Fermentasi bisa diakhiri apabila kadar air sudah turun sampai 50% dan biji
berwarna keungu-unguan.

Setelah difermentasi, proses selanjutnya adalah penjemuran dibawah sinar


matahari. Biji kakao tersebut diletakkan di atas sun drier selama dua hari.
Pembalikan dilakukan dua kali sehari. Tujuan penjemuran adalah untuk
menurunkan kadar air pada biji kakao dan efisiensi terhadap penggunakan kayu
bakar. Ketebalan Biji Cacao Fermentasi (BCF) dalam anjang-anjang atau tempat
penjemuran adalah 3 cm. proses pengeringan di sun drier bisa diakhiri manakala
suhunya sudah mencapai 50%.
Setelah melalui pengeringan tahap awal, kemudian masuk ke tahap berikutnya
yaitu drier (alat pengering). Biji kakao hasil fermentasi atau pengeringan awal
dipindah ke drier. Biji dimasukkan secara hati-hati dan dihamparkan secara merata
disesuaikan dengan kapasitas alat. Alat tersebut berukuran 3m x 9 m dengan
kapasitas sebanyak 2 ton biji kering. Proses pengeringan pada samuan drier ini
biasanya memakan waktu 70 jam atau 3 hari 3 malam. Selama pengeringan akhir,
pembalikan dilakukan satu jam sekali menggunakan sekop kayu. Jika dalam sehari
atau beberapa hari panas matahari tidak terlalu terik, maka proses di samuan drier
akan memakan waktu lebih lama dan penggunaan kayu bakar juga akan
bertambah. Pengeringan pada taha ini, dapat diakhiri apabila kadar airnya sudah
mencapai 75% dan biji mudah pecah apabila ditekan.

Setelah kering, dilakukan analisa yaitu muldi (jamur) dan sleti (biji yang tidak
terfermentasi dengan sempurna). Caranya yaitu biji dibelah, jika terdapat warna
keputih-putihan berarti biji tersebut terkena muldi. Jika berwarna keungu-unguan
maka biji terkena sleti.

Langkah selanjutnya yaitu mencari rendemen atau prosentase biji basah ke kering.
Standar rendemen kakao adalah 38% jika keatangan saat pemetikan diatas 60%.
Apabila kematangan sat pemetikan dibawah 60% maka rendemennya akan turun,
sehingga harus membuat resume penyebab endemen tersebut turun, kenapa harus
dipetik dibawah 60% apakah karena pengaruh curah hujan dan lain-lain. Cara
mencari rendemen kakao yaitu kering:basah x 100%.

Jika rendemen sudah dihitung, kakao disortasi secara manual berdasarkan


kualitanya. Kakao dengan kualitas 1A, dalam 100 gram kakao bingkonnya sekitar
85-100, biasanya kakao dengan kualitas 1A, ukuran bijinya besar. Biji kakao
dengan kualitas 1C ukuran bijinya lebih kecil dari 1A, dalam 100 gram kakao
terdapat 125-135 bingkon. Sedangkan kualitas dibawah standar atau under
grade tidak ada hitungannya karena sudah berada dibawah standar.
Kemudian biji di kemas dengan karug goni karena karung goni dapat menahan
panas. Berat biji kakao dalam satu karung adalah 62,5 kg. setelah itu kakao
dimasukkan ke gudang dengan diberi alasi kayu atau palet supaya tidak lembab
dan suhunya stabil. Kakao yang disimpan digudang biasanya bertahan sampai 2-3
bulan. Namun biasanya hanya dalam waktu setengah bulan, kakao sudah terjual.
Penjualan kakao dilakukan apabila sudah ada pemesanan dari konsumen. Kakao
dengan kualitas 1A biasanya diekspor hingga ke Singapura, Taiwan dan negara
sekitarnya. Sedangkan kualitas 1C dan Under Grade dijual di dalam negeri. Saat
ini permintaan kakao dari luar negeri baru berkisar 30%. Sehingga dapat dikatakan
prospek budidaya ini bagus untuk kedepannya. Harga biji kakao kering di
tengkulak saat ini mencapai Rp. 25.000,00 per kg.
B. PEMBAHASAN
Sejarah, Syarat Tumbuh dan Perbedaan Varietas Tanaman Kakao
Tanaman kako pertama kali dibudidayakan serta digunakan sebagai bahan
makanan dan minuman cokelat oleh Suku Maya dan Suku Astek. Suku Indian
Maya adalah suku yang dulunya hidup di wilayah yang kini disebut Guatemala,
Yucatan dan Honduras (Amerika Tengah). Pada saat itu orang-orang Indian
mengolah biji kakao dengan cara mengeringkannya dibawah sinar matahari dan
selanjutnya disangrai di dalam pot yang terbuat dari tanah, lalu digerus dan
setelahnya dicampur jagung dan rempah-rempah.

Kedatangan bangsa Eropa ke Suku Maya dan Astek, memberikan peningkatan


perkembangan tanaman kakao secara signifikan. Bangsa Spanyol memperkenalkan
tanaman kakao ke bangsanya sendiri pada tahun 1528. Pada tahun 1525, orang-
orang Spanyol juga tercatat sebagai penanam pertama kakao di Trinidad. Negara
yang juga tercatat sebagai perintis penanaman kakao di Asia.

Pada awal tahun 1550, penanaman kakao semakin meluas hingga keseluruh
dataran Eropa. . Beberapa pabrik kemudian berdiri, seperti di Lisbon (Portugal),
Genoa, Turin (Italia) dan Marseilles (Prancis). Selanjutnya, perdagangan biji kakao
di Amerika dan Eropa menjadi berkembang pesat.

Bangsa Spanyol juga memperkenalkan kakao di Indonesia yakni di tahun 1560


tepatnya di Celebes (sekarang Sulawesi), Minahasa. Ekspor kakao diawalai dari
pelabuhan Manado ke Manila pada tahun 1825-1838 dengan jumlah ekspor sekitar
92 ton. Sedangkan penanaman kakao di Jawa baru dimulai sekitar tahun 1880.
Beberapa perkebunan kopi di Jawa Tengah milik orang-orang Belanda dan
perkebunan di Jawa Timur mulai melakukan percobaan menanam kakao. Hal ini
disebabkan pada saat itu tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan berat akibat
penyakit karat daun.

Pada tahun 1888, Henri D. MacGilavry-orang yang mengenal sifat-sifat baik kakao
dari Venezuela, terutama mengenai mutunya- mendatangkan puluhan semaian
kakao jenis baru dari Venezuela, tetapi yang bertahan hidup hanya satu pohon.
Pada saat tanaman kakao tersebut mulai menghasilkan, hasil buahnya kecil, berbiji
gepeng dan warna kotiledonnya ungu. Namun, setelah biji-biji yang dihasilkan
tersebut ditanam kembali dapat menghasilkan tanaman yang sehat dengan kondisi
buah dan biji yang besar. Keunggulan lainny adalah tanaman yang dihasilkan tidak
disukai hama Hellopeltis sp. dan penggerek buah kakao (PBK). Dari hasil tanaman
tersebut, kemudian dipilih beberapa pohon sebagai pohon induk yang kemudian
dikembangkan secara klonal. Upaya ini dilakukan di Perkebunan Djati Runggo
(dekat Salatiga, Jawa Tengah) dan telah menghasilkan klon-klon yang diberi nama
DR atau kependekan dari Djati Runggo. Dengan penemuan klon-klon DR (DR 1,
DR 2 dan DR 38) tersebut, perkebunan kakao dapat bertahan hingga akhirnya
berkembang di Jawa Timur dan Sumatera.
Perkebunan kakao di Indonesia terus berkembang, Indonesia tercatat sebagai salah
satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia dan termasuk negara
penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana dengan nilai
produksi tahunannya mencapai 572 ribu ton. (Wahyudi, 2008).
Hingga kini, perkebunan kakao di Indonesia terus mengalami perkembangan yang
cukup signifikan mulai tahun 2010 hingga 2014 berturut-turut adalah 1.650.356 ha,
1.732.641 ha, 1.774.463 ha, 1.852.944 ha dan 1.944.663 ha, sehingga rata-rata
pertumbuhan perkebunan kakao di Indonaesia sebesar 4,15% per tahun
(Kementerian Pertanian, 2015).

Di daerah tempat asalnya (Amerika Selatan), tanaman kakao tumbuh subur di


hutan-hutan dataran rendah dan hidup dibawah naungan pohon-pohon yang tinggi.
Kesuburan tanah, kelembaban udara, suhu dan curah hujan berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Menurut Susanto (1994) mengatakan
bahwa kakao mempunyai persyaratan tumbuh sebagai berikut : curah hujan 1.600
– 3.000 mm tahun-1 atau rata-rata optimalnya 1.500 mm tahun-1 yang terbagi
merata sepanjang tahun (tidak ada bulan kering), garis lintang 20° LS sampai 20°
LU, tinggi tempat 0 s/d 600 m dpl, suhu yang terbaik 24°C s/d 28°C dan angin
yang kuat (lebih dari 10 m detik-1) berpengruh jelek terhadap tanaman kakao.
Kecepatan angin yang baik bagi tanaman kakao adalah 2-5 m detik-1 karena dapat
membantu penyerbukan, kemiringan tanah kurang dari 45% dan tekstur tanah
terdiri dari 50% pasir, 10% – 20% debu dan 30% – 40% lempung. Tekstur tanah
yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat
berpasir.

Jenis kakao yang terbanyak dibudidayakan menurut Sunanto, dalam Jurniati (2013)
adalah jenis:

1. Criollo (Criollo Amerika Tengah dan Amerika Selatan), yang menghasilkan


biji kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine
flavour cocoa, choiced cocoa atau edel cocoa. Criollo memiliki ciri – ciri
sebagai berikut :
2. Pertumbuhan tanaman kurang kuat dan produksinya relatif rendah dan tunas
– tunas muda umumnya berbulu.
3. Masa berbuah lambat.
4. Agak peka terhadap serangan hama dan penyakit.
5. Kulit buah tipis dan mudah diiris.
6. Terdapat 10 alur yang letaknya berselang – seling, dimana lima alur agak
dalam dan lima alur agak dangkal.
7. Ujung buah umumnya berbentuk tumpul, sedikit bengkok dan tidak
memiliki bottle neck.
8. Tiap buah berisi 30 – 40 biji yang bentuknya agak bulat sampai bulat.
9. Endospermnya berwarna putih.
10. Proses fermentasinya lebih cepat dan rasanya tidak begitu pahit.
11. Warna buah muda umumnya merah dan bila sudah masak menjadi orange.
12. Forastero, yang menghasilkan biji kakao bermutu sedang dan dikenal
sebagai ordinary cocoa atau bulk cocoa. Jenis terdiri dari forastero
amazona dan trinitario. Tipe forastero memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
13. Pertumbuhan tanaman kuat dan produksinya lebih tinggi.
14. Masa berbuah lebih awal.
15. Umumnya diperbanyak dengan semain hibrida.
16. Relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
17. Kuat buah agak keras tetapi permukaanya halus.
18. Alur – alur pada kulit buah agak dalam.
19. Ada yang memiliki bottle neck dan ada pula yang tidak memiliki.
20. Endospermnya berwarna ungu tua dan berbentuk gepeng.
21. Proses fermentaasinya lebih lama.
22. Rasa biji lebih pahit.
23. Kulit buah berwarna hijau terutama yang berasal dari Amazona dan merah
yang berasal dari daerah lain.
24. Trinitario yang merupakan hibrida alami
dari Criollo dan Forastero sehingga menghasilkan biji kakao yang dapat
termasuk fine flavour cocoa atau bulk cocoa. Jenis Trinitario yang banyak
ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone
Hybrida (Kakao lindak: jenis trinitario yaitu:
25. Angoleta, dengan ciri–ciri sebagai berikut :
 Bentuk luar mendekati Criollo,
 Kulit luar sangat kasar, tanpa bottle neck, buah besar, beralur dalam.
 Endosperm/bijinya berwarna ungu.
1. Cundeamor, dengan ciri–ciri sebagai berikut :
 Bentuk buah seperti Angoleta, kulit buah kasar, bottle neck jelas dan alur
tidak dalam.
 Bijinya gepeng dan mutu superior.
 Endosperm ungu gelap.
1. Amelonado, dengan ciri–ciri sebagai berikut :
 Bentuk buah bulat telur, kulit sedikit halus, ada yang memiliki bottle
neck ada pula yang tidak, dan alur – alurnya jelas.
 Bijinya gepeng, mutu ada yang sedang dan ada yang superior.
 Endosperm berwarna ungu.
1. Calaba cillo, dengan ciri–ciri sebagai berikut :
 Buahnya pendek dan bulat, kulitnya sangat halus dan licin, tanpa bottle
neck, sedangkan alur – alur buahnya dangkal.
 Bijinya gepeng dan rasanya pahit.
 Endosperm berwarna ungu.
Budidaya Tanaman Kakao (Persiapan Lahan-Pasca Panen)
Persiapan Lahan
Beberapa hal utama dalam kegiatan persiapan lahan yaitu:

 Membersihkan alang-alang dan gulma lainnya


 Menanam tanaman penutup tanah (cover crop) terutama jenis polong-
polongan seperti Peuraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium
mucunoides dan caeraleum untuk mecegah pertumbuhan gulma terutama
jenis rumputan.
 Menanam tanam pelindung seperti Lamtoro, Gleresidae dan Albazia,
tanaman ini ditanam setahun sebelum penanaman kakao dan pada tahun
ketiga jumlah tanaman pelindung dikurangi hingga tersisa satu pohon
pelindung untuk tiga pohon kakao (1:3).
Selain itu dalam persiapan lahan ada beberapa poin yang harus diperhatikan dan
dilaksanakan , diantaranya:

1. Pembukaan lahan
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, lahan perkebunan juga perlu
disiapkan agar kakao dapat tumbuh dengan baik. Jika lahan yang akan digunakan
sebagai pertanaman kakao merupakan bekas areal hutan ataupun pertanaman lain
maka hal-hal yang perlu dilakukan antara lain:

1. Memotong pohon-pohon, perdu dan membersihkan gulma


2. Membersihkan lahan dengan memindahkan kayu-kayu yang telah ditebang
di pinggir kebun
 Jika terdapat alang-alang dapat dikendalikan secara perebahan. Daun dan
batang alang-alang yang telah direbahkan akan kering dan mati dan dapat
berfungsi sebagai mulsa.
1. Pengendalian alang-alang juga dapat dilakukan dengan pengolahan tanah
dan penebasan. Penebasan dapat mengurangi persaingan alang-alang dengan
tanaman pokok nanatinya, namun penebasan harus diulangi minimal sebualn
sekali.
2. Pembuatan jalan-jalan serta saluran drainase
3. Pembuatan teras-teras pada lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 15%

1. Penanaman tanaman naungan


Persiapan penanaman tanaman naungan idealnya dilakukan satu tahun sebelum
tanaman kakao ditanam, sehingga pada saat bibit kakao ditanam, tanaman penaung
di lapangan sudah tumbuh dengan baik dan berfungsi sebagi penaung kakao.
Beberapa contoh tanaman penaung seperti Mogharia macrophyta (mahoni) untuk
dataran rendah dan Tephrosia candida untuk dataran tinggi. Selain itu tanaman lain
yang cukup baik sebagai penaung pohon kakao yaitu Gliricidae sp (tanaman
gamal), Leucaena sp (Lamtoro), Crotalaria anagyroides, C. usaramoensis, dan
Tephrosia vagelii.
Syarat-syarat jenis tanaman penaung sementara yang tepat adalah:

 Tumbuhnya menyemak, tetap tegak.


 Tumbuhnya cepat, tetapi tahan dipangkas untuk menghasilkan banyak bahan
organik.
 Perakarannya tidak dalam dan melebar agar tidak terlalumenjadi pesaing
kakao.
 Mudah dibongkar.
 Biasanya tanaman penaung sementara banyak berasal dari suku
Leguminocae.
Sedangkan untuk penaung tetap, pohon yang dipilih adalah pohon yang tajuknya
lebih tinggi dari pohon kakao, pertumbuhannya cepat, mudah dipangkas, tidak
mudah patah, penerusan sinar secara difusi dan bukan merupakan tanaman inang
hama penyakit kakao.

Sebagai tanaman penaung sementara, Mogharia macrophyta ditanam dengan


menggunakan benih sekitar 20-30 kg/ha. Tanaman ini ditanam sebagai barisan arah
utara-selatan dengan jarak antar barisan sesuai dengan jarak tanam kakao. Pada
saat tanaman kakao berumur 4 tahun atau pada saat tajuk kakao sudah saling
menutup, tanaman penaung Mogharia macrophyta di cabut seluruhnya.
Sebagai tanaman penaung tetap Gamal (Gliricidae sp) atau Lamtoro (Leucaena sp)
ditanam bersamaan dengan saat tanam naungan sementara, yaitu satu tahun
sebelum tanam kakao. Awalnya tanaman penaung tetap ditanam dengan jarak
sesuai dengan jarak tanam kakao dan selanjutnya populasinya dikurangi secara
sistematis dan bertahap. Pada saat tanaman kakao berumur 4 tahun tanaman
penaung ini di dongkel 25% dan pada saat kakao berumur 5 tahun dicabut lagi
25%.
1. Pemanfaatan tanaman lain sebagai penaung
Tanaman-tanaman produktif dan mempunyai nilai ekonomis yang mempunyai
tajuk lebih tinggi daripada tanaman kakao, mempunyai kesamaan persyaratan
lahan dengan tanaman kakao, serta tidak bersifat kontradiktif dengan tanaman
kakao, dapat dimanfaatkan untuk tanaman penaung kakao. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemanfaatan tanaman bernilai ekonomis tersebut adalah
pengaturan tata tanam agar persaingan antara tanaman kakao dengan tanaman
penaung tersebut dapat memberikan naungan yang cukup untuk tanaman kakao.

Tanaman pisang (Musa pardisiaca) dapat dimanfaatkan sebaga tanaman penaung


sementara dengan jarak tanam 6 x 3. Tanaman pisang dapat ditanam 6-12 bulan
sebelum tanam kakao. Selanjutnya rumpun pisang diatur dengan memelihara 2-3
anakan saja. Tanaman pisang dapat dipelihara sampai tahun keempat sesuai dengan
kebutuhan dengan memeperhatikan tingkat penaungannya untuk tanaman kakao.
Tanaman kelapa juga dapat digunakan sebagai tanaman penaung tetap untuk
tanaman kakao. Dengan jarak tanam kelapa 10 x 10 m dan jarak tanam kakao 4 x 2
m dapat diperoleh populasi tanaman kakao 1000 pohon per hektar dan kelapa 100
pohon per hektar. Fungsi penaungan tanaman kelapa diatur dengan melakukan
pemangkasan pelepah bila penaungannya terlalau gelap.

Selain tanaman pisang dan kelapa, tanaman kayu-kayuan seperti tanaman jati
(Tectona grandis) dan Sengon (Albisia falcata) dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman tepi kebun atau tanaman sela pada pertanaman kakao. Pada pertanaman
kakao tersebut tetap dimanfaatkan penaung lamtoro atau gamal, sedangkan jati dan
sengon ditanam dalam double row 3 x 2 m dengan jarak antar barisan jati atau
sengon 24-30 m. yaitu sebagai berikut (Agussalim, et al,. 2009).
xxoo.oo++oo.ooxxoo.oo++

xxoo.oo++oo.ooxxoo.oo++

xxoo.oo++oo.ooxxoo.oo++

xxoo.oo++oo.ooxxoo.oo++

xxoo.oo++oo.ooxxoo.oo++

GAMBAR 1.
TATANAN
PETANAMAN
KAKAO
DENGAN
PENAUNG
TANAMAN
KAKAO DAN
TANAMAN
KAYU-KAYUAN

Keterangan:

Jarak tanam kakao (3 x 3) m O = Kakao

Jarak tanam jati/sengon (3 x 2) m x 24-30 m X = Kelapa

Jarak tanaman kelapa (10 x 10) m + = Sengon /Jati


1. Pembuatan lubang tanam
Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang
optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia maupun secara biologi. Ukuran
lubang tanam kakao umumnya (60 x 60 x 60) cm sudah dianggap memadai untuk
mendukung adaptasi perakaran bibit, namun tanah dengan tekstur tanah yang lebih
berat ukuran lubang tanam perlu diperbesar. Disamping itu, saat tanah dalam
keadaan sangat basah sebaiknya dihindari karena tanah dalam kondisi dinding
lubang tanam basah dan cenderung melumpur saat digali dan memadat saat
mengering. Hal ini menyebabkan lengas tanah bertambah dan aerasi tanah
menurun yang dapat menghambat perkembangan perakaran bibit.

Lubang tanam dibuat kurang lebih 6-3 bulan sebelum tanam dengan membiarkan
tanah galian teronggok di sekitar lubang 2-3 bulan. Hal ini bertujuan agar unsur-
unsur yang bersifat racun berubah menjadi tidak meracuni. Sebulan sebelum tanam
tanah galian dikembalikan ke dalam lubang, agar kondisi tanah berada dalam
keseimbanangan dengan kondisi lingkungan disekitarnya. (Wahyudi, 2008).

1. Pembuatan rorak
Rorak adalah galian yang dibuat di sebelah pokok tanaman untuk menempatkan
pupuk organik dan sebagai lubang drainasi. Rorak dapat diisi seresah tanaman
kakao dan sisa hasil pangkasan dan gula kemudian ditutup tanah. lalu dibuat rorak
baru disebelah lain pokok tanaman . Apabila rorak sudah terisi penuh dengan
pupuk organik dan sisa-sisa tanaman, maka rorak baru dapat dibuat disis lain
pokok tanaman selain sisi luar poko tanaman pada bibir teras untuk mencegah
terjadinya longsor. Rorak dapat dikatakan sebagai tindakan konservasi tanah dan
air di perkebunan kakao. Pada waktu hujan deras rorak dapat berfungsi sebagai
lubang drainasi untuk mempercepat penyusutan air hujan yang menggenang di atas
permukaan tanah. Pada lahan miring pembuatan rorak dapat menekan erosi karena
dapat mengurangi aliran permukaan yang dapat menekan erosi. (Wahyudi, 2008)

Pembibitan
Sebelum dikecambahkan, benih kakao harus dibersihkan terlebih dahulu daging
buahnya dengan abu gosok atau pasir. Biji kakao yang akan dijadikan benih
diambil dari buah kakao bagian tengahnya yang sudah masak, sehat dan berasal
dari tanaman yang sudah cukup umur. Lalu untuk pengecambahannya
menggunakan karung goni dalam ruangan, dan setelahnya dilakukan penyiraman
dua kali sehari.
Setelah menyiapkan polybag berukuran 30 x 20 cm dan tebal 0,8 cm sebagai
tempat pembibitan, selanjutnya yaitu menyiapkan media tanah yang dicampur
pupuk kandang dan pasir lalu dimasukka ke dalam polybag. Tinggi naungan
buatan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga sinar matahari yang masuk tidak
terlalu banyak. Penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari. Sedangkan penyiangan
dilakukan secara kondisional melihat areal pembibitan. Pemupukan saat
pembibitan menggunakan pupuk N P K (2 : 1 : 2). Saat bibit berumur 1 bulan
dosisnya sebanyak 1 gr/bibit, saat bibit berumur 2 bulan dosisnya 2 gr/bibit, umur
3 bulan dosisnya 3 gr/bibit dan umur 4 bulan dosisnya 4 gr/bibit. Pemupukan
dilakukan dengan cara ditugal. Penjarangan atap naungan dimulai umur 3 bulan
dihilangkan 50% sampai umur 4 bulan (Agussalim, et al., 2009).

Penanaman
Pada saat bibit kakao ditanam, pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan
naungan sementara sudah berumur 1 tahun. Bibit kakao ditanam apabila pohon
penaung berfungsi baik dengan kriteria intensitas cahaya yang diteruskan penaung
30-40% dari cahaya langsung. Penanaman kakao yang baik dilakukan pada awal
musim hujan. Kriteria bibit yang siap dipindah ke kebun yaitu sudah berumur 4-5
bulan, tingginya 40-60 cm, jumlah daun minimal 12 helai dan diameter batang
sekitar 0,7-1,0 cm.

Alat yang harus disiapkan untuk menanam bibit kakao adalah cangkul, pisau besar
yang tajam, keranjang, alat angkut untuk mengangkut bibit. Bibit yang sudah
diangkut dan diecer harus selesai ditanam hari itu juga. Bibit mati yang kerdil
segera disulam dan dilakukan sampai umur 1 tahun setelah tanam. Setelah itu
bagian dasar /kantong plastik dipotong. Kantong plastik dimasukkan ke dalam
lubang tanam yang digali seukuran volume tanah dalam kantong plastik. Salah satu
sisi kantong di sayat dari bawah ke atas, lalu lubang tanam diisi dengan tanah
kembali hingga pemuh dan bibit berdiri tegak. Kemudian kantong plastik ditarik
keatas kemudian tanah dipadatkan. Pada waktu memadatkan tanah, sebaiknya
dihindari pecahnya tanah kantong plastik. (Agussalim, 2009)

Pemeliharaan tanaman
Beberapa kegiatan pemeliharaan yaitu penyiraman, pemupukan, pemangkasan,
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman tanaman sewaktu masih
bibit dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/ pohon.

Pemupukan
Pemberian pupuk anorganik melalui tanah dengan meletakkan pupuk di sekitar
tajuk tanaman mengelilingi pohon dengan kedalaman 30 cm kemudian ditutup
kembali dengan tanah setebal 5 cm untuk menghindari kehilangan pupuk melalui
penguapan. Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur
nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup (Agussalim, 2009).

Dosis pemberian pupuk pada tanaman kakao berbeda-beda tergantung umur


tanaman dan gejala kekahatan yang ditimbulkan. Tanaman kakao yang mempunya
gejala kahat nitrogen dosis pupuknya akan berbeda dengan tanaman yang tumbuh
normal. Dosis pemupukan tanaman kakao berdasarkan umur tanaman yaitu sebagai
berikut:

TABEL 1. DOSIS
PEMUPUKAN
TANAMAN
KAKAO
BERDASARKA
N UMUR
TANAMAN Dosis pupuk Makro (per ha)
TSP (kg)
Kieserite
UMUR (bulan) Urea MOP/KCl (kg) (MgSO4) (kg)

2 15 15 8 8

6 15 15 8 8

10 25 25 12 12

14 30 30 15 15

18 30 30 45 15

22 30 30 45 15

28 160 250 250 60

32 160 200 250 60

36 140 250 250 80

42 140 200 250 80

Dst Dilakukan analisa tanah

Sedangkan dosis pemupukan berdasarkan kekahatan unsur hara pada tanaman


dewasa yaitu sebagai berikut:

TABEL 2. DOSIS
PEMUPUKAN
TANAMAN
KAKAO
BERDASARKA
N KEKAHATAN
UNSUR HARA
GEJALA PEMUPUKAN untuk tanaman dewasa

Normal

– Ukuran daun normal


· Urea 220 g/ph/th
– Bentuk daun normal
· SP-36 280 g/ph/th
– Warna daun hijau, tanpa klorosis maupun
nekrosis · Kieserite 120 g/ph/th

Kahat Nitrogen

– Gejala terdapat pada seluruh tanaman

– Ukuran daun lebih kecil · urea 265 g/ph/th

– Internode pendek, tangkai daun · SP-36 280 g/ph/th


membentuk sudut yang kecil dengan batang
· KCl 170 g/ph/th
– Warna daun pucat atau kuning, ujung
daun tua seperti terbakar · Kieserit 120 g/ph/th

Kahat Fosfor (P)

– Gejala terdapat pada seluruh tanaman

– Pertumbuhan tanaman agak terhambat,


daun muda lebih kecil

– Internode pendek, tangkai daun muda


membentuk sudut yang kecil dengan
batang, antar tulang daun sering memucat · Urea 265 g/ph/th

– Warna daun muda memucat kearah · SP-36 280 g/ph/th


ujung daun dan tepi daun, diikuti ujung dan
tepi daun seperti terbakar, tangkai daun · KCl 170 g/ph/th
sering tetap menempel pada ranting
meskipun daun sudah gugur · Kieserit 120 g/ph/th

Kahat Kalium (K)

– Gejala lebih banayk terdapat pada daun · Urea 265 g/ph/th


tua
· SP-36 380 g/ph/th
– Bagian tulang daun yang dekat tepi daun
berwarna kuning pucat, terbentuk warna · KCl 170 g/ph/th
kuning dibagian dalam perluasan bagian
nekrotik. · Kieserit 120 g/ph/th

Kahat Magnesium (Mg)

– Gejala lebih banyak terdapat pada adaun


tua
· Urea 265 g/ph/th
– Bagian nekrotik dimulai dari anatar
tulang daun dekat tepi daun lalau · SP-36 280 g/ph/th
menyambung ke bagian tepi daun tua
· KCl 170 g/ph/th
– Daerah yang berwarna kuning terbentuk
pada daerah perluasan nekrotik · Kieserit 120 g/ph/th
Kahat Seng (Zn)

– Gejala lebih banayak terdapatpada


daun muda

– Tulang daun muda berwarna merah


gelap · Urea 265 g/ph/th

– Lebar daun lebih kecil dari · SP-36 280 g/ph/th


panjangnya
· KCl 170 g/ph/th
– Tepi daun bergelombang dan kadang-
kadang berbentuk sabit · Kieserit 120 g/ph/th

Kahat Tembaga (Cu)

– Gejala terdapat pada daun muda · Urea 265 g/ph/th

– Ranting muda sering menunjukan · SP-36 280 g/ph/th


gejala layu
· Kieserit 120 g/ph/th
– Ujung daun melipat, bagian yang
melipat awalnya berwarna hijau selanjutnya · FeSO4 0,2% melalui daun sebanyak 2
bagian tepi berwarna cokelat kali dengan interval 2 minggu

Kahat Besi (Fe)

– Gejala terdapat pada daun muda · Urea 265 g/ph/th

– Tulang daun muda berwarna hijau · SP-36 280 g/ph/th


gelap dengan helaian daun hijau pucat atau
tulang daun hijau dengan helaian daun · KCL 170 g/ph/th
kuning pucat dan hamper putih
· Kieserit 120 g/ph/th
– Ujung daun seperti terbakar dan pada
daun tua sering menunjukkan tepi dan · FeSO4 0,2% melalui daun sebanyak 2
ujung daun seperti terbakar kali dengan interval 2 minggu

(Dinas Perkebunan Jawa Timur, 2009)

Pemangkasan
Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang yang seimbang dan
pertumbuhan vegetative yang baik. Pohon pelindung/penaung juga dilakukan
pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik (Agussalim,
2009). Pemangkasan dalam budidaya tanaman kakao juga bertujuan untuk
mencapai efisiensi pemanfaatan sinar matahari, sehingga tanaman mampu mencapi
produktivitas yang tinggi (Abdoellah dan Soedarsono, 1996) dalam Ika Wulan
Ermayasari, 2010).
Berdasarkan tanaman yang akan di pangkas, pemangkasan dalam budidaya kakao
ada 2 macam yaitu pemangkasan tanaman pokok dan pemangkasan tanaman
penaung (ACIAR, 2009).

1. Pemangkasan Tanaman Pokok (Kakao)


Dalam teknik pemangkasan tanaman kakao, ada empat komponen pemangkasan
diantaranya:

1. Pemangkasan Bentuk, dilakukan melalui pemangkasan pucuk dan


pemangkasan bentuk tajuk. Tujuan pemangkasan bentuk adalah membentuk
tanaman dan tajuk kakao sehingga memacu perkembangan cabang sekunder
yang menghasilkan banyak buah. Pemangkasan bentuk dilakukan melaui
dua tahap yaitu:
2. Pemangkasan Pucuk
Dilakukan pada waktu 3-6 bulan setelah tanam dengan cara memotong ujung titik
tumbuh yang dominan untuk memacu pertumbuhan cabang samping ke atas lebih
banyak. Cabang-cabang yang menggantung juga dipangkas untuk memacu
pertumbuhan cabang-cabang yang kuat pada umur-umur awal.

1. Pemangkasan Bentuk Tajuk


Dilakukan pada waktu 6-9 bulan setelah tanam dengan prosedur sebagai berikut:

 Memotong cabang-cabang lateral 40-60 cm di atas tanah untuk merangsang


cabang utama.
 Memangkas cabang yang rendah dan mnggantung untuk membentuk tajuk
yang melingkar.
 Menyisakan empat atau lima cabang utama dengan jarak yang sama dari
titik keluarnya cabang kipas pada batang utama untuk memacu penutupan
tajuk.
1. Pemangkasan Pemeliharaan atau tunas air (wiwilan)
Pada tanaman muda, pemangkasan tunas vertical dilakukan untuk memperoleh
kekuatan struktur dan menghindari cabang yang berlebihan. Pada tanaman dewasa,
pemangkasan ini dilakukan untuk meningkatkan cadangan nutrisi untuk
perkembangan buah dan memperbaiki penetrasi siar matahari serta aliran udara.
Pemangkasan ini dilakukan setiap tiga bulan dengan metode sebagai berikut:
 Memangkas semua tunas setinggi dibawah lutut pada batang yang kurang
dari 40-60 cm di atas permukaan tanah.
 Memangkas sebagian besar tunas yang tumbuh kembali di dalam struktur
yang kurang terbentuk.
 Membiarkan tunas vertikal pada bagian paling bawah pohon yang roboh
atau miring agar tumbuh untuk mengganti pohon yang tua. Lalu
menghilangkan tunas vertikal yang tumbuh tegak.
1. Pemangkasan Produksi atau Sanitasi
Sanitasi atau kebersihan akan memebantu meningkatkan masuknya sinar matahari
atau aliran udara dan mencegah serta mengurangi masalah hama, penyakit dan
gulma. Pemangkasan sanitasi dilakukan dengan waktu yang sama dengan
pemangkasan structural (untuk membentuk kerangka tanaman) dan jika cabang-
cabang sakit banyak terlihat. Pemangkasan ini dilakukan stiap 5-6 bulan sekali
dengan cara:

 Memangkas cabang-cabang yang menggantung dan merunduk di bawah


ketinggian 1,2 m.
 Emnagkas tunas vertikal dan ranting-ranting kecil yang tidak produktif.
 Memangkas semua cabang yang sakit dan rusak.
 Memangkas cabang-cabang yang tumpang tindih dengan menysakan jarak
20-40 cm antar cabang.
 Memelihara cabang-canbang untuk memepertahankan tinggi tanaman 3,5 m.
 Melakukan pengirisan sentral dengan memangkas sedikit saja pada pusat
tajuk dan melakukan pengirisan samping dengan memangkas sedikit cabang
kecil pada samping tajuk untuk memebentuk jarak.
 Membuang semua buah yang mengering.
1. Pemangkasan Struktural
Pemangkasan struktural bertujuan untuk memacu perkembangan empat sampai
lima cabang utama secara kontinyu sebagai struktur/kerangka primer.
Pemangkasan ini akan merangsang penggantian cabang tua dan sakit pada tanaman
dewasa dengan pertumbuhan baru. Pemangkasan ini dilakukan 5-6 bulan dengan
cara sebagai berikut:

 Pemangkasan dilakukan untuk mengendalikan ketinggian tanaman yaitu


dengan cara memangkas cabang pada ketinggian 3,5 m agar tinggi tanaman
dapat terjangkau pada waktu panen. Pemangkasan hanya dilakukan pada
pohon yang tingginya lebih dari 3,5 m.
 Membersihkan permukaan tanah, yaitu dengan memangkas cabang-cabang
yang rendah dan merunduk agar bersih sampai ketinggian 1,2 m di atas
permukaan tanah.
 Membentuk tajuk-tengah dengan cara memangkas dengan bentuk v kecil
pada tengah-tengah tajuk pada arah timur-barat dan kemudian utara-selatan.
2. Pemangkasan Tanaman Penaung
Pada budidaya tanaman kakao diperlukan tanaman naungan, agar tanaman kakao
dapat tumbuh berkembang dengan baik. Tanaman penaung harus dilakukan
perawatan agar tidak menimbulkan masalah seperti adanya serangan hama dan
penyakit yang dapat menurunkan produktivitas tanaman kakao. Pengelolaan
penaung yang baik akan memacu pertumbuhan pohon kakao yang sehat dan
memperbaiki hasilnya. Jumlah penaung yang terlalu sedikit akan berakibat pohon
kakao tidak sehat dan munculnya masalah gulma. Jumlah penaung yang terlalu
banyak akan meningkatkan masalah hama dan penyakit. Keduanya mengakibatkan
produksi kakao rendah. Sinar yang ideal untuk tanaman kakao sekitar 75% (untuk
pohon kakao sebaiknya menerima sekitar 50%, sedangkan 25% lainnya sampai ke
tanah). Tanaman penaung yang biasa digunakan pada pertanaman kakao adalah
pohon kelapa. Waktu pelaksanaan pemangkasan pada bulan Juli dan Desember (5–
6 bulan sesudah pemangkasan struktural) dan selama putaran pemangkasan sanitasi
normal. Metode yang digunakan yaitu:

 Mengurangi tajuk, dengan cara memangkas cabang-cabang tajuk besar


untuk mengurangi bobot tajuk glirisidia.
 Membuang kulit batang, yaitu buang kulit keliling batang pada ketinggian
bahu dan potong jaringan penghubung permukaan pada tempat yang kulit
batangnya diambil.
 Pemangkasan pertumbuhan kembali, tiga bulan setelah pembuangan kulit
batang, tumbuhkan dua atau tiga tunas dan buang sisanya. Enam bulan
setelah pembuangan kulit batang, tinggalkan satu tunas pertama dan buang
kulit pada tunas sisanya. Tinggalkan dua tunas baru dari cabang utama (pilih
setelah 6 bulan) dan buang sisanya.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Agar dapat menghasilkan buah yang berkualitas, pemeliharaan tanaman kakao dari
hama dan penyakit menjadi sangat diperlukan, karena serangan hama dan penyakit
pada kakao dapat menurunkan kualitas biji dan berpengaruh terhadap produktifitas
tanaman. Menurut Hindayana et al (2002) Hama penting atau hama utama yang
paling banyak dan sering menimbulkan kerugian pada hasil dan produktifitas buah
kakao yaitu hama penggerek buah kakao, kepik pengisap buah kakao, penggerek
batang dan cabang, tikus dan tupai. Sedangkan penyakit yang sering dijumpai pada
tanaman kakao antara lain: penyakit pembuluh kayu, penyakit busuk buah, kanker
batang, antaknose, jamur akar dan jamur upas.
1. Penggerek Buah Kakao (PBK)
Conophormorpha cramerella (Snell) (Famili Gracillariidae: Ordo Lepidoptera)
menyerang tanaman kakao hampir di seluruh daerah utama penghasil kakao di
Indonesia. Hama ini menyerang buah yang masih muda sampai dengan buah yang
sudah masak. Serangga hama ini menyebabkan penurunan produksi buah kakao
hingga lebih dari 80% dan relative sulit dikendalikan. Selain itu hama ini juga
menyebabkan kualitas biji menjadi rendah (Sulisttyowati et al,
2003 dalam Siswanto dan Erlina, 2012).
Buah yang terserang PBK ditandai dengan memudarnya warna kulit buah, muncul
warna belang hijau kuning ata merah jingga. Biah yang sudah tua apabila
diguncang tidak berbunyi karena bijinya saling melekat. Stadium yang
menimbulkan kerusakan dari hama ini adalah larva/ulat yang menyerang buah
kakao berukuran 3 cm sampai menjelang masak. Larva merusak buah dengan
memakan daging buah lalu membuat saluran ke biji yang menyebabkan biji saling
melekat, berwarna kehitaman, ukurannya mengecil sehingga kualitas biji menjadi
rendah (Siswanto dan Erna, 2012).

Beberapa pengendalian hama PBK antara lain:

 Monitoring hama di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) yang bertujuan


untuk mendeteksi dini adanya serangga baru.
 Sanitasi dilakukan pada buah terserang yang baru dipanen dengan cara
menimbun buah–buah terserang tersebut ke dalam lobang tanah kemudian
ditutup tanah setebal 20 cm. Hal ini dilakukan agar PBK yang ada pada
buah tersebut mati.
 Sering melakukan pemanenan untuk memutus siklus perkembangan hama
PBK. Panen dilakukan seminggu sekali terhadap buah yang sudah masak
baik masak sempurna maupun masak awal, kemudian segera dipecah atau
diproses.
 Melakukan pangkas bentuk, dengan membatasi tinggi tanaman maksimum 4
m untuk mempermudah pengendalian dan panen. Pemotongan cabang
tanaman kakao dilakukan terhadap cabang yang arahnya ke atas. Luka bekas
potongan harus ditutupi dengan obat penutup luka. Pemangkasan juga
dilakukan untuk mengatur kondisi lingkungan pertanaman kakao agar tidak
terlalu lembab sehingga tidak mendukung perkembangan populasi PBK.
Pemangkasan dilakukan terhadap tanaman kakao maupun tanaman penaung
pada awal musim hujan.
 Pemupukan dilakukan setelah pemangkasan, untuk meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap serangan PBK dengan jenis, dosis dan waktu yang tepat.
 Membungkus atau menyelubungi buah dengan kantong plastik. yang
dilobangi bagian bawahnya agar air bisa keluar dan tidak lembab sehingga
tidak terjadi pembusukan. Penyarungan dilakukan pada saat buah berukuran
8-10 cm.
 Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan semut
predator, jamur Beauveria bassiana dan parasitoid
telur TrichogrammatoideaPeningkatan populasi semut khususnya semut
hitam dapat dilakukan dengan memasang lipatan daun kelapa kering atau
daun kakao kering dan koloni kutu putih. Penyemprotan jamur B.
bassiana sebaiknya dilakukan pada buah kakao muda dengan dosis
 50-100gram spora/ha sebanyak 5 kali.Penyemprotan insektisida terutama
golongan sintetik piretroid antara lain: Deltametrin (Decis 2,5 EC),
Sihalotrin (Matador 25 EC), Esfenvalerat (Sumialpha 25 EC), dengan
konsentrasi formula berturut-turut 0,6%, 0,06%, 0,20% dan 0,20%.
Penymprotan menggunakan alat semprot knapsack sprayer, volume semprot
250 liter/ha, frekuensi 10 hari sekali, sasaran semua buah dan cabang
horizontal. (Disbun Jatim, 2009; Siswanto dan Erna, 2012).
1. Kepik Pengisap Buah (Helopeltis sp)
Jenis Helopeltis yang menyerang tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies,
yaitu H. antonii, H. theivora dan H. claviver. Stadium yang merusak dari hama ini
adalah nimfa (serangga muda) dan imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah
muda dengan cara menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian
mengisap cairan di dalamnya. Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga
mengeluarkan cairan yang bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan
yang ada di sekitar tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang pucuk dan daun
muda (Karmawati et al., 2010).
Serangan pada buah muda akan menyebabkan terjadinya bercak yang akan bersatu
sehingga kulit buah menjadi retak, buah menjadi kurang berkembang dan
menghambat pekembangan biji. Serangan pada buah tua menyebabkan terjadinya
bercak-bercak cekung berwarna coklat muda, yang selanjutnya akan berubah
menjadi kehitaman. Serangan pada daun menyebabkan daun timbul bercak-bercak
berwarna coklat atau kehitaman. Sedangkan serangan pada pucuk menyebabkan
terjadinya layu, kering dan kemudian mati (Siswanto dan Erna, 2012).

Beberapa tindakan pengendalian hama helopeltis antara lain:

 Pengendalian biologis yaitu dengan menggunakan semut hitam


(Dolichoderus thoracichus). Semut hitam mengganggu Helopeltis Semut ini
pada permukaan buah menyebabkan Helopeltis sehingga tidak bisa
meletakkan telur atau mengisap buah karena diserang oleh semutsemut
tersebut. Peningkatan populasi semut dapat dilakukan dengan meletakkan
lipatan daun kelapa (Siswanto dan Erna, 2012).
 Pengendalian dengan menggunakan semut rangrang (Oecophylla
smaragdina) yang berwarna merah coklat. Untuk menghadirkan semut
rangrang dapat dilakukan dengan menempatkan atau memindahkan koloni
semut rangrang dari tempat lain atau dengan menaruh bangkai binatang
pada pohon untuk menarik semut rangrang. Pemanfaatan semut hitam dan
semut rangrang dalam pengendalian Helopeltis spp telah diaplikasikan pada
tanaman jambu mete dan hasilnya cukup memuaskan (Karmawati et al.,
2004 dalam Siswanto dan Erna, 2012).
 Pengendalian hama ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan
jamur bassiana. Isolat yang digunakan adalah Bby – 725 dengan dosis 25-
50 gram spora/ha. Dengan penyemprotan ini Helopeltis akan mati setelah 2-
5 hari (Sulistyowati et al,2003 dalam Siswanto dan Erna, 2012).
 Menggunakan insektisida pada areal yang terbatas dan didasarkan atas
pengamatan Sistem Peringatan Dini (SPD). Pngendalian SPD dilakukan
apabila tingkat serangan Helopeltis kurang dari 15%. Jika tingkat serangan
lebih dari 15%, penyemprotan dilakukan secara menyeluruh (Disbun Jatim,
2009)
1. Hama Penggerek Batang atau Cabang
Hama penggerek batang atau Zeuzera coffeae biasanya menyerang tanaman muda
(TBM). Gejala serangan baru terdapat pada lubang gerekan pada batang atau
cabang, pada permukaan lubang sering terdapat campuran kotoran Z.
coffeae dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan larva, bagian tanaman di atas
lubang gerekan layu, kering dan mati. Pengendalian hama ini dapat dilakukan
dengan cara mekanis, biologi dan kimia. Mekanisme pengendalian ketiga cara
tersebut berturut-turut adalah Memotong batang yang terserang 10 cm kearah
pangkal kemudian dibakar, menyemprotkan suspense koloida jamur Beauveria
bassiana ke dalam lubang gerekan dengan konsentrasi 1,18 x 107 konidia/ml air
dan menginjeksikan insektisida racun nafas ke dalam lubang gerekan. (Disbun,
Jatim, 2009)
1. Tikus dan Tupai/Bajing
Buah kakao yang terserang hama ini akan berlubang dan rusak atau busuk karena
kemasukkan air hujan dan bahkan bisa terserang bakteri atau jamur. Tikus
menyerang buah kakao yang masih muda dan memakan biji beserta dagingnya.
Sedangkan tupai memakan buah yang sudah masak dengan memakan daging
buahnya saja tidak beserta bijinya (Hindayana et al, 2002).
Pengendalian tikus dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan, melepaskan
predator seperti burung hantu dan tyto alba atau dengan memberikan rodentisida
(Disbun Jatim, 2009).

1. Penyakit pembuluh kayu


Penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) disebabkan
oleh Oncobasidium theobromae, Kelas Basidiomycetes, Ordo Uredinales. Penyakit
ini dapat menyerang tanaman sejak pembibitan sampai tanaman dewasa. Pada
tanaman yang terserang, daun-daun menjadi kuning lebih awal dengan bercak
warna hijau dan gugur sehingga terdapat ranting tanpa daun. Bila permukaan bekas
menempelnya daun diiris tipis, akan terlihat gejala bintik 3 kecoklatan. Permukaan
kulit ranting kasar dan belang, bila diiris memanjang tampak jaringan pembuluh
kayu yang rusak berupa garis-garis kecil (streak) berwarna kecoklatan. Penyebaran
penyakit melalui spora yang terbawa angin dan bahan vegetatif tanaman.
Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh kelembaban. Embun dan cuaca basah
membantu perkecambahan spora. Penyakit menyebar melalui basidiospora yang
terbang oleh angina pada malam hari (Hindayana, 2002).
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara:

 Untuk pencegahan, tidak menggunakan bahan tanaman kakao dari kebun


yang terserang VSD, dan menanam klon kakao yang tahan atau toleran
terhadap VSD.
 Memotong ranting/cabang terserang sampai 30 cm pada bagian yang masih
sehat kemudian dipupuk NPK 1,5 kali dosis anjuran.
 Melakukan pemangkasan bentuk yang sekaligus mengurangi kelembaban
dan memberikan sinar matahari yang cukup. Pemangkasan dilakukan pada
saat selesai panen sebelum muncul flush.
 Membuat parit drainase untuk menghindari genangan air dalam kebun pada
musim hujan.
 Melakukan penanaman menggunakan benih hibrida yang tahan terhadap
penyakit misalnya DR 1 x sca 6, DR 1 x sca, ICS 6 x sca 6. (Hindayana,
2002; Disbun Jatim, 2009).
1. Penyakit busuk buah
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora, Famili Pythiaceae,
Ordo Pythialesyang dapat menyerang buah muda sampai masak. Gejala yang
ditimbulkan penyakit ini adalah nampak bercak bercak coklat kehitaman, biasanya
dimulai dari pangkal, tengah atau ujung buah. Apabila keadaan kebun lembab,
maka bercak tersebut akan meluas dengan cepat ke seluruh permukaan buah,
sehingga menjadi busuk, kehitaman dan apabila ditekan dengan jari terasa lembek
dan basah (Hindayana, 2002).
Penyebaran penyakit dibantu oleh keadaan lingkungan yang lembab terutama pada
musim hujan. Buah yang membusuk pada pohon juga mendorong terjadinya
infeksi pada buah lain dan menjalar kebagian batang/cabang. Patogen ini
disebarkan oleh angin dan air hujan melalui spora. Pada saat tidak ada buah, jamur
dapat bertahan di dalam tanah. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada
daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, kelembaban udara dan tanah yang
tinggi terutama pada pertanaman kakao dengan tajuk rapat (Hindayana, 2002).

Pengendalian penyakit busuk buah dapat dilakukan dengan cara:

 Penanaman klon yang tahan penyakit misalnya klon DRC 16, sca 12, ICS 6
dan hibrida DR1 x sca 12 DRC 16 x sca 6 dan DRC 16 x sca 12.
 Menjaga sanitasi kebun yaitu dengan memetik semua buah yang busuk,
kemudian membenam di dalam tanah sedalam 30 cm.
 Kultur teknis yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan pemangkasan
tanaman kakao sehingga kelembaban di dalam kebun turun.
 Pengendalian secara kimia yaitu dengan penyemprotan buah-buah secara
preventif dengan fungisida berbahan aktif tembaga (Copper Sandoz,
Cupravit, Vitigran blue, Cobox, dll) dengan onsentrasi formulasi 0,3% dan
selang waktunya 2 minggu (Disbun Jatim, 2009)
1. Kanker Batang
Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang sama dengan penyebab penyakit busuk
buah. Gejala kanker diawali dengan adanya bagian batang/cabang menggembung
berwarna lebih gelap/ kehitam-hitaman dan permukaan kulit retak. Bagian tersebut
membusuk dan basah serta terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak
seperti lapisan karat. Jika lapisan kulit luar dibersihkan, maka akan tampak lapisan
di bawahnya membusuk dan berwarna merah anggur kemudian menjadi coklat
(Hindayana, 2002).
Penyebaran penyakit kanker batang sama dengan penyebaran penyakit busuk buah.
Penyakit ini dapat terjadi karena pathogen yang menginfeksi buah menjalar
melalui tangkai buah atau bantalan bunga dan mencapai batang/cabang. Penyakit
ini berkembang pada kebun kakao yang mempunyai kelembaban dan curah hujan
tinggi atau sering tergenang air (Hindayana, 2002).

Pengendalian pada penyakit kanker batang antara lain:

 Mengupas kulit batang yang busuk sampai batas kulit sehat.


 Luka kupasan selanjutnya dioles dengan fungisida tembaga (Copper
Sandoz) dengan konsentrasi 5%.
 Apabila serangan pada kulit batang sudah hamper melingkar maka tanaman
dipotong atau dibongkar. (Disbun Jatim, 2009).
1. Antraknose
Penyakit antraknose disebabkan oleh jamur Colletotrichum
gloeosporioides, Famili Melanconiacea, Ordo Melanconiales yang menyerang
buah, pucuk/daun muda dan ranting muda. Pada daun muda nampak bintik-bintik
coklat tidak beraturan dan dapat menyebabkan gugur daun. Ranting gundul
berbentuk seperti sapu dan mati. Pada buah muda nampak bintik-bintik coklat yang
berkembang menjadi bercak coklat berlekuk (antraknose). Buah muda yang
terserang menjadi layu, kering, dan mengeriput. Serangan pada buah tua akan
menyebabkan gejala busuk kering pada ujungnya (Hindayana, 2002).
Penyakit ini tersebar melalui spora yang terbawa angin ataupun percikan air hujan.
Penyakit cepat berkembang terutama pada musim hjan dengan cuaca panas dan
kelembaban tinggi (Hindayana, 2002).

Pengendalian antraknose dapat dilakukan melalui beberapa cara berikut:

 Penanaman klon tahan penyakit, misalnya sca 6, sca 12 ata hibridanya.


 Memperbaiki kondisi tanaman dengan pemupukan ekstra.
 Memperbaiki kondisi lingkungan dengan memberikan pohon penaung
secukupnya.
 Menjaga sanitasi lingkungan dengan menghilangkan ranting-ranting yang
telah kering dan buah-buah busuk.
 Eradikasi, yaitu membongkar tanaman yang terserang antraknose berat.
 Menyemprotkan fungisida untuk melindungi flush yang tumbuh. Fungisida
yang digunakan berbahan aktif mankozeb (Dithane M 45) dengan 0,5%
formulasi atau menggunakan Prokloras (Sportak 450 EC) 0,1% formulasi.
(Disbun Jatim, 2002).
1. Jamur Upas
Jamur upas atau Corticium salmonicolor Penyakit jamur upas dapat menyerang
tanaman kakao, karet, kopi, teh, kina dan lain-lain. Infeksi jamur ini pertama kali
terjadi pada sisi bagian bawah cabang ataupun ranting. Apabila menyerang ranting
dan cabang kecil umumnya tidak menimbulkan kerugian yang berarti, karena
dengan memotong ranting/cabang kecil yang terserang cukup untuk
mengendalikan jamur ini dan tumbuhnya bunga pada ranting dan cabang kecil
tidak kita harapkan.
Serangan dimulai dengan adanya benangbenang jamur tipis seperti sutera,
berbentuk sarang laba-laba. Pada fase ini jamur belum masuk ke dalam jaringan
kulit. Pada bagian ujung dari cabang yang sakit, tampak daun-daun layu dan
banyak yang tetap melekat pada cabang, meskipun sudah kering. Jamur ini
menyebar melalui tiupan angin atau percikan air. Keadaan lembab dan kurang
sinar matahari sangat membantu perkembangan penyakit ini.

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan secara mekanis dan kultur teknis. Cara
mekanis, yaitu memotong cabang/ranting sakit sampai 15 cm pada bagian yang
masih sehat; membersihkan /mengeruk benangbenang jamur pada gejala awal dari
cabang yang sakit, kemudian diolesi dengan fungisida. Cara kedua adalah dengan
kultur teknis, yaitu pemangkasan pohon pelindung untuk mengurangi kelembaban
kebun sehingga sinar matahari dapat masuk ke areal pertanaman kakao.
(Hindayana, 2002)

1. Jamur akar
Ada tiga jenis penyakit jamur akar pada tanaman kakao, yaitu: (1) Penyakit jamur
akar merah; (2) Penyakit jamur akar coklat; (3) Penyakit jamur akar putih.
Penyakit jamur akar merah disebabkan jamur Ganoderma pseudoforeum.
Penularannya melalui kontak akar yang sakit dengan tanaman yang sehat. Penyakit
akar cokelat disebabkan jamur Fomes lamaoensis. Penularan jamur melualui
kontak langsung antara akar yang sakit dan sehat tetapi penularannya sangat
lambat. Sedangkan penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Fomes lignosus.
Penularannya melalui perantara rhizomorf yang dapat menjalar bebas di dalam
maupun di atas tanah.
Umumnya penyakit akar terjadi pada pertanaman baru bekas hutan. Pembukaan
lahan yang tidak sempurna, karena banyak tunggul dan sisa-sisa akar sakit dari
tanaman sebelumnya tertinggal di dalam tanah akan menjadi sumber penyakit.
Ketiga jenis penyakit ini mempunyai gejala: daun menguning, layu dan gugur,
kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Untuk mengetahui penyebabnya,
harus melalui pemeriksaan akar.

Pengendalian penyakit tersebut dapat dilakukan dengan cara:

 Membuat parit isolasi sedalam 80 cm dengan lebar 30 cm pada daerah satu


baris diluar tanaman yang mati untuk mencegah penyebaran penyakit ke
tanaman lain.
 Tanaman yang berada di sekitar tanaman yang mati diperiksa akar
tunggangnya. Pada seragan awal, tampak ada misellium atau rhizomorf pada
permukaan akar atau leher akar. Misellium tersebut dibersihkan dengan
sikat kemudian dioles dengan fungisida (Tridemorf, PCNB)
 Membongkar tanaman yang telah mati sampai ke akarnya hingga bersih.
Pada lubang bekas bongkaran diberi belerang sekitar 600 gram setiap
lubang. Lubang tersebut tidak ditanami paling tidak selama satu tahun.
Panen
Hanya buah kakao sehat yang dipanen untuk dilanjutkan ke proses fermentasi,
sedangkan buah kakao yang terserang penyakit dipisahkan atau dibuang.
Pemetikan dilakukan pada buah yang tida terlalu masak dan tidak terlalu muda.
Hal itu tidak diperkenankan karena pada buah yang sangat masak biji kakao sulit
dipisahkan dan cenderung saling lengket. Sedangkan, buah yang sangat mentah,
kadar lemak pada bijinya masih sangat rendah sehingga rendemen lemaknya
menjadi rendah dan mutu lemaknya lebih lunak dibandingkan lemak dari buah
yang telah masak penuh (Wahyudi, 2008).

Buah yang dipetik berumur 5,5 – 6 bulan dari berbunga, berwarna kuning atau
merah. Tangkai buah dipotong dengan menyisakkan 1/3 bagian tangkai buah.
Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak bantalan bunga sehingga
pembentukkan bunga terganggu dan apabila hal ini dilakukan secara terus-menerus
produksi buah akan menurun.pemetikan dilakuakan pada pagi hari dan pemecahan
buah dilakukan siang hari. Biji dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam karung
sedangkan kulit buah dimasukkan ke dalam rorak yang sudah disediakan
(Agussalim, 2009).

Interval pemanenan yang cukup lama sebaiknya dihindari. Interval pemanenan


yang cukup lama akan menyebabkan buah yang terkumpul memiliki tingkat
kemasakan yang bervariasi. (Wahyudi, 2008).

Proses Pengolahan Biji Kakao


Setelah di panen, buah kakao harus melalui berbagai tahap muali dari sortasi buah
hingga biji dikemas dan dipasarkan untuk diolah menjadi berbagai olahan makanan
maupun minuman. Secara ringkas penanganan biji kakao setelah panen hingga di
kemas dapat dilihat pada diagram berikut (Puslitkoka, 2010 dalam Dirjenbun,
2012).

GAMBAR 2.
PENANGANAN
PASCA PANEN
KAKAO
1. Buah kakao
Buah kakao yang diolah adalah buah yang dipetik tepat masak dengan kriteria
buah berwarna kekuningan untuk buah yang warna kulitnya merah pada saat masih
muda, atau berwarna kuning tua atau jingga untuk buah yang warna kulitnya hijau
kekuningan pada saat masih muda.

2. Sortasi Buah
Buah yang kualitasnya baik segera dipisahkan dengan buah yang rusak karena
hama atau penyakit. Buah yang sehat langsung diproses fermentasi sedangkan
buah yang rusak terserang hama atau penyakit segera dikupas kulitnya. Setelah
diambil bijinya, kulit buah segera ditimbun dalam tanah untuk mencegah
penyebaran hama atau penyakit ke seluruh kebun.

3. Pemeraman buah
Pemeraman buah kakao dilakukan untuk mengurangi kandungan lendir atau pulp
(sampai batas tertentu) yang melapisi biji kakao basah serta untuk memperoleh
jumlah yang sesuai untuk pengolahan.

Pemeraman baik dilakukan terutama pada saat panen rendah sambil menunggu
buah hasil panen terkumpul cukup banyak 400 – 500 buah atau setara dengan 35 –
40 kg biji kakao basah, agar jumlah minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi.
Pada tahap pemeraman ini, apabila sortasi buah tidak dilakukan dengan cermat,
maka tingkat kehilangan panen akibat busuk buah akan cukup tinggi.

Pemeraman buah dilakukan dengan menimbun buah kakao hasil panen di kebun
selama 5 – 12 hari tergantung kondisi setempat dan tingkat kematangan buah
dengan cara :

 Memilih lokasi penimbunan di tempat yang bersih, terbuka (tetapi


terlindung dari panas matahari langsung), dan aman dari gangguan hewan.
 Buah dimasukkan ke dalam keranjang atau karung goni, dan diletakkan di
permukaan tanah yang telah dipilih sebagai lokasi penimbunan dengan
dialasi daun-daunan.
 Permukaan tumpukan buah ditutup dengan daun-daun kering.
Kegiatan pemeraman bisa dilakukan pada saat panen rendah untuk mendapatkan
jumlah minimal buah dalam proses fermentasi sedangkan pada saat panen puncak
kegiatan pemeraman tidak perlu dilakukan.

4. Pemecahan Buah
Pemecahan buah kakao dilakukan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao
dari kulit buah dan plasentanya. Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati
agar tidak melukai atau merusak biji kakao. Disamping itu juga harus dijaga agar
biji kakao tetap bersih atau tidak tercampur dengan kotoran dan tanah. Dalam
pemecahan buah kakao hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

 Pemecahan buah kakao sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau


memukulkan buah satu dengan buah lainnya.
 Apabila pemecahan buah menggunakan golok atau sabit maka harus
dilakukan dengan hati-hati supaya biji kakao tidak terlukai atau terpotong
oleh alat pemecah, karena akan meningkatkan jumlah biji cacat dan mudah
terinfeksi oleh jamur.
 Setelah kulitnya terbelah, biji kakao diambil dari belahan buah dan ikatan
empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan tangan harus
sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk,
pestisida, minyak dan kotoran, dapat mengganggu proses fermentasi atau
mencemari produk akhirnya.
 Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran pengganggu maupun
biji cacat, kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik atau karung plastik
yang bersih untuk dibawa ke tempat fermentasi, sedang plasenta yang
melekat pada biji dibuang.
 Biji-biji yang sehat harus segera dimasukkan ke dalam wadah fermentasi
karena keterlambatan proses dapat berpengaruh negatif pada mutu akibat
terjadi pra-fermentasi secara tidak terkendali.
 Untuk penanganan pascapanen kakao dengan kapasitas besar, dapat
digunakan mesin pemecah kulit buah kakao.
5. Fermentasi Biji
Fermentasi biji kakao bertujuan untuk membentuk citarasa khas cokelat, warna
coklat dan keping bijinya berongga serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada
dalam biji kakao sehingga menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik,
serta warna coklat cerah dan bersih. Apabila diperlukan pencucian biji maka proses
fermentasi akan memudahkan pelepasan zat lendir dari permukaan kulit biji.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi biji adalah:
 Sarana fermentasi biji yang ideal adalah dengan menggunakan kotak dari
kayu yang diberi lubang-lubang. Untuk skala kecil (40 kg biji kakao)
diperlukan kotak dengan ukuran panjang dan lebar masing-masing 40 cm
dan tinggi 50 cm. Untuk skala besar 700 kg biji kakao basah diperlukan
kotak dengan ukuran lebar 100 – 120 cm, panjang 150 – 165 cm dan tinggi
50 cm. Jika peti fermentasi sulit diperoleh, dapat digantikan dengan
keranjang bambu.
 Tinggi tumpukan biji kakao minimal 40 cm agar dapat tercapai suhu
fermentasi 45º C – 48º C.
 Berat biji yang difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan
kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup sehingga proses
fermentasi biji dapat berjalan dengan baik.
 Pengadukan/pembalikan biji dilakukan setelah 48 jam proses fermentasi.
Lama fermentasi biji optimal adalah 4 – 5 hari (4 hari bila udara lembab dan 5 hari
bila udara terang). Proses fermentasi biji yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari)
menghasilkan biji ungu agak keabu-abuan sedangkan biji yang tidak terfermentasi
akan menghasilkan biji slaty dengan tekstur pejal. Proses fermentasi biji yang
terlalu lama (lebih dari 5 hari) menghasilkan biji rapuh dan berbau kurang sedap
atau berjamur. Keduanya merupakan cacat mutu.

Fermentasi biji dapat dilakukan dengan menggunakan kotak kayu atau keranjang
bambu. Cara fermentasi biji dengan menggunakan kotak kayu adalah sebagai
berikut:

 Biji kakao dimasukkan ke dalam kotak pertama (tingkat atas) sampai


ketinggian 40 cm, kemudian permukaannya ditutup dengan karung goni atau
daun pisang.
 Setelah 48 jam (2 hari), biji kakao dibalik dengan cara dipindahkan ke kotak
kedua sambil diaduk.
 Setelah 4-5 hari, biji kakao dikeluarkan dari kotak fermentasi dan siap untuk
proses selanjutnya.
Sedangkan cara fermentasi biji dengan keranjang bambu adalah sebagai berikut:

 Biji kakao dimasukkan ke dalam keranjang bambu (dengan kapasitas


minimal 40 kg) yang telah dibersihkan dan dialasi dengan daun pisang,
kemudian permukaan atas ditutup dengan daun pisang.
 Pada hari ketiga dilakukan pembalikan biji dengan cara diaduk.
 Setelah 4-5 hari, biji kakao dikeluarkan dari keranjang dan siap untuk proses
selanjutnya.
6. Perendaman dan Pencucian Biji
Perendaman dan pencucian biji bukan merupakan cara baku, namun dilakukan atas
dasar permintaan pasar. Tujuan perendaman dan pencucian adalah untuk
menghentikan proses fermentasi, mempercepat proses pengeringan, memperbaiki
penampakan biji dan mengurangi kadar kulit. Biji yang dicuci mempunyai
penampakan lebih bagus, namun agak rapuh. Pencucian yang berlebihan
menyebabkan kehilangan bobot, biji mudah pecah dan peningkatan biaya produksi.

Tahapan perendaman dan pencucian biji adalah biji direndam selama 1 – 2 jam,
kemudian dilakukan pencucian ringan secara manual atau mekanis.

Biji kakao dari buah yang sudah diperam selama 7 – 12 hari tidak perlu dicuci
karena kadar kulitnya sudah rendah.

7. Pengeringan Biji
Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao menjadi ≤ 7,5 %
supaya aman untuk disimpan. Pengeringan biji dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu :

1. Penjemuran :
2. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari langsung di
atas para-para atau lantai jemur. Saat cuaca cerah dengan lama waktu
penyinaran 7 – 8 jam per hari, untuk mencapai kadar air maksimal 7,5 %
diperlukan waktu penjemuran 7 – 9 hari.
3. Tebal lapisan biji kakao yang dijemur 3 – 5 cm (2 – 3 lapis biji atau 8 – 10
kg biji basah per m2).
 Setiap 1- 2 jam dilakukan pembalikan.
1. Alat penjemur sebaiknya dilengkapi dengan penutup plastik untuk
melindungi biji kakao dari air hujan. Bila matahari terik, plastik dibuka dan
digulung.
2. Mekanis :
3. Dilakukan dengan menggunakan mesin pengering. Penggunaan mesin ini
sebaiknya secara berkelompok karena membutuhkan biaya investasi yang
besar.
4. Dengan pengaturan suhu 55 – 60 0C, diperlukan waktu 40 – 50 jam untuk
dapat mencapai kadar air biji kakao maksimal 7,5 %.
5. Kombinasi penjemuran dan mekanis:
6. Dilakukan penjemuran terlebih dahulu selama 1 – 2 hari (tergantung cuaca)
sehingga mencapai kadar air 20 – 25 %.
7. Setelah biji kakao dijemur, dimasukkan ke dalam mesin pengering. Dengan
cara ini, diperlukan waktu di mesin pengering selama 15 – 20 jam untuk
dapat mencapai kadar air maksimal 7,5 %.
8. Sortasi dan Pengelompokan (Grading) Biji Kering
Sortasi biji kering kakao bertujuan untuk mengelompokan biji kakao berdasarkan
ukuran, dan memisahkan dari kotoran atau benda asing lainnya seperti batu, kulit
dan daun-daunan.

Sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan atau mesin sortasi yang


memisahkan biji kakao berdasarkan ukuran. Sesuai dengan SNI biji kakao No 24
2323:2008/ Amd 1:2010, biji kakao dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kriteria
ukuran yaitu : 1. Mutu AA : jumlah biji maksimum 85 per 100 gram.

2. Mutu A : jumlah biji 86 – 100 per 100 gram.


3. Mutu B : jumlah biji 101 – 110 per 100 gram.
4. Mutu C : jumlah biji 111 – 120 per 100 gram
5. Mutu S : lebih besar dari 120 biji per 100 gram
9. Pengemasan dan Penyimpanan Biji
Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan atau membungkus produk dengan
memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan faktor luar
yang dapat mempengaruhi daya simpan. Pengemasan harus dilakukan secara hati-
hati agar tidak rusak.

Dalam pengemasan dan penyimpanan biji kakao yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:

 Biji yang telah disortasi kemudian dikemas dalam karung, dengan berat
bersih per karung 60 kg.
 Setiap karung diberi label yang menunjukkan nama komoditi, jenis mutu
dan identitas produsen menggunakan cat dengan pelarut non minyak.
Penggunaan cat berminyak tidak dibenarkan karena dapat mengkontaminasi
aroma biji kakao.
 Biji kakao disimpan di ruangan yang bersih, kelembaban tidak melebihi 75
%, ventilasi cukup, dan tidak dicampur dengan produk pertanian lainnya
yang berbau keras karena biji kakao dapat menyerap bau-bauan.
 Tumpukan maksimum biji kakao adalah 6 karung, tumpukan karung diberi
alas dengan palet dari papan-papan kayu setinggi 8 – 10 cm, jarak dari
dinding 15 – 20 cm. Jarak tumpukan karung dari plafon minimum 100 cm.
Jelaskan secara rinci kegiatan praktikum anda
Setelah sampai di lokasi praktikum, kami melakukan kunjungan lapang di
perkebunan yang lokasinya ada di daerah Ajibarang. Diperkebunan tersebut
biasanya rutin melakukan pemangkasan. Pemangkasan yang sering dilakukan ada
tiga yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan dan pemangkasan
produksi. Pangkas bentuk dilakukan setahun sekali untuk membuat percabangan
kokoh dan simetris serta kuat. Pangkas pemeliharaan dilakukan empat kali setahun
yaitu pada Januaru, Maret, Juli, September. Sedangkan pangkas produksi hanya
dilakukan sekali pada November atau Desember setelah panen raya. Karena
biasanya setelah panen raya, pohonnya agak rusak maka dilakukan pemangkasan
yang bertujuan untuk memaksimalkan produksi.

Batang atau cabang yang dipangkas adalah cabang yang sudah tidak produktif lagi.
Pemangkasan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan posisi
percabangan yang rusak supaya sempurna kembali. Sedangkan tunas air dipelihara
untuk mengganti percabangan yang rusak. Untuk pewiwilan, dilakukan setiap
bulan sebanyak dua rotasi yaitu pada awal bulan hingga pertengahan dan
pertengahan bulan hingga akhir bulan.

Varietas yang digunakan oleh perkebunan kakao ini adalah varietas criollo dan
varieatas forestero. Criollo mempunyai ciri-ciri berwarna merah ketika masih
muda dan ketika sudah matang berwarna jingga. Daging buahnya lebih tipis dan
produksinya lebih tinggi dari pada forestero. Varietas ini kurang tahan terhadap
hama dan penyakit. Sedangkan forestero kulit buahnya berwarna hijau ketika
masih muda dan buah yang sudah matang, kulit luarnya berwarna kuning. Dan
kulit buahnya tebal. Sebenarnya ada juga varietas trinitario yang merupakan hasil
persilangan forester dan criollo, namun jumlahnya sangat sedikit.

Pada mulanya bibit kakao di perkebunan ini diperoleh dari Longsum Sumatera
yang merupakan benih/bibit turunan pertama. Penyemaian di perkebunan ini
dilakukan pada tahun 1992.

Untuk teknik penyemaiannya, langkah pertama yaitu memilih buah yang akan
dijadikan benih. Buah yang dipilih adalah buah yang berada di dekat cabang
primer. Selanjutnya bagian biji yang akan disemai dipotong. Buah kakao dipotong
di bagian ujung dan pangkal masing-masing sepertiga bagian, dan biji pada bagian
tengah yang akan dipakai sebagai benih. Kemudian biji digosok dengan abu gosok
lalu dan dibuang kulit arinya lalu disemai.

Benih disemai di atas karung yang sudah dairi baru kemudian benih diletakkan di
atas karung tersebut. Setelah itu, benih ditutp karung lagi. Selanjutnya ketika sudah
mucul akar dan berkecambah, bibit dipindah ke polybag. Sebelum dipindah, tanah
di dalam polybag harus dalam keadaan lembab baru di tanam setengahnya dalam
tanah di polybag. Selama dalam di polybag, dilakukan penyiraman dua kali sehari
pemeliharaan sebanyak dua kali sebulan. Biasanya hama yang sering terdapat pada
tanaman kakao di fase ini adalah belalang, semut, tungau, rayap dan lain-lain.
Setelah disemai, bibit dipindah dengan kriteria yaitu tingginya sudah mencapai 50
cm sampai 1 m, tidak dalam kondisi plus, bebas hama penyakit. Sebelum menanam
di bentuk pancang lubang berukuran 2m x 2,5 m atau 2 m x 3 m, 3 x 3 atau 4 x 4
disesuaikan luas lahannya.

Penyulaman biasanya dilakukan apabila ada bibit yang tidak tumbuh. Maka, pada
saat pembibitan jumlah benih yang ditanam di persemaian harus dilebihkan sekitar
5% dari jumlah benih yang akan ditanam untuk mengantisipasi adanya bibit yang
tidak tumbuh dengan baik atau mati. Kegiatan penyulaman biasanya dilakukan
pada saat bibit berumur 5 bulan sampai 1 tahun.

Penyiangan dilahan ada 2 macam yang pertama yaitu hiding atau penyiangan
secara manual dengan cara dicabut atau menggunakan cangkul, sabit, parang dan
sebagainya. Penyiangan biasanaya dilakukan sebulan setelah penanaman di lahan.
Penyiangan ini rutin dilakukan setiap bulan. Penyiangan yang kedua yaitu
penyiangan secara chemisatau secara kimia menggunakan herbisida berbahan
kimia. Penyiangan secara kimia ini dilakukan sebelum pemupukan. Untuk gulma
berdaun sempit seperti alang-alang, herbisida yang digunakan adalah round up, top
star. Sedangkan untuk gulma berdaun lebar menggunakan herbisida jenis biosap.
Dalam kegiatan pemupukan, pupuk yang digunakan adalah pupuk pabrikan, bukan
pupuk organik seperti Urea, MOP, RP atau dolomit. Dalam setahun, pemupukan
dilakukan sebanyak dua kali yaitu awal bulan (Januari, Februari atau Maret) dan
akhir tahun (misalnya November). Dosis pemupukan disesuaikan dengan dosis
anjuran yang tertera dalam kemasan pupuk.

Hama penyakit yang meyerang selama tanaman berada di lahan yaitu Helopeltis
(penghisap buah), siosera, phitoptorak, koletrotikum, kalpesium, apogonia dan
beberapa hama sepert, tikus yang menyebabkan hasil buah menjadi menurun
kualitasnya.

Tanaman kakao ini baru dapat berproduksi setelah berumur 4 tahun setelah tanam.
Dalam setahun, untuk dapat berbuah, tanaman kakao membutuhkan waktu selama
enam bulan. Pada umumnya panen raya kakao terjadi sekitar bulan Juli, Agustus
atau September. Pada masa-masa ini, kakao dapat dipanen tujuh hari sekali.
Sedangkan panen terendah terjadi sekitar Desember, Januari atau Februari. Interval
waktu panen pada saat low crop yaitu 10 hari. Luas lahan perkebunan kakao ini
sekitar 227 hektar. 110 hektar merupakan lahan konservasi artinya tanahnya dapat
ditanami tanam berkayu seperti pohon jati atau mahoni dan sebagainya. Sisanya
yaitu berupa lahan produktif dengan luas sekitar 111,6 hektar.
Dalam satu tahun, perkebunan kakao ini mampu menghasilkan Biji Cacao Basah
(BCB) sebanyak 31 ton. Namun jumlah ini termasuk kurang maksimal karena
banyak pohon yang terserang hama, sehingga produktivitas pohon berkurang.

Cara pemanenan kakao yaitu dengan cara memotong tangkai dimana kakao
melekat, bukan dengan cara diuntir atau diputar menggunakan tangan. Namun
tangkai yang dipotong tersebut harus disisihkan artinya tidak dipotong semua. Hal
tersebut bertujuan agar tangkai yang terpotong tersebut bisa menjadi bakal tumbuh
tunas baru sehingga setelah panen tangkai tetap terawat dan tidak rusak atau mati.
Pemotongan kakao pada tangkai dilakukan menggunakan pisau panen, semakin
tinggi posisi kakao yang harus diambil, maka pisau panennya juga semakin
panjang ada yang berukuran 2 m; 2,5 m; 3 m; 3,5m dan 4 m sesuai dengan tinggi
pohon.
Rendemen kakao biasanya sekitar 25%. Sedangkan pada musim kemarau
rendemennya berkisar antara 30%-35%. Rendemen kakao ketika musim kemarau
biasanya tinggi. Sedangkan pada musim hujan rendmennya turun. Pada bulan
basah biasanya hasil buahnya lebih jelek dari pada hasil di musim kemarau, karena
kadar airnya tinggi.
Pemupukan diberikan di sekitar tajuk tanaman dengan cara dibenam. Kulit kakao
yang dikupas dibiarkan saja. Biasanya ada petani yang mengambil untuk pakan
ternak, sedangkan cangkangnya digunakan untuk kayu bakar.

Sensus produksi biasanya dilakukan setiap bulan, setiap minggu, atau bahkan
harian. Kegiatan tersebut sebelumnya sudah dirapatkan terlebih dahulu oleh
pimpinan. Setiap bulan dilakukan pewiwilan, pangkas bentuk, pangkas
pemeliharaan dan panen.

Untuk proses pengendalian hama dan penyakit misalnya tupai atau tikus dilakukan
dengan cara diburu, ditembak atau secara manual. Untuk cara kimia, menggunakan
obat racun atau menggunakan umpan seperti layaknya menggunakan racun tikus di
rumah.

Untuk pengendalian Helopeltis, pengendalian secara teknis yaitu menjaga sanitasi


lingkungan. Helopeltis biasanya menyerang buah size satu, dua dan tiga. Mereka
menghisap cairan buah sambil mengeluarkan racun. Dampak fatalnya, hama ini
bisa menyebabkan kematian pada buah size dua dan tiga. Helopeltis biasanya
muncul di musim kemarau maupun penghujan, namun lebih dominan ketika pada
bulan basah atau penghujan seperti Desember Januari Februari dan Maret.
Serangan hama tersebut umumnya menyerang biji dan menyebabkan buah menjadi
kering dan bermotif totol-totol. Pengendalian secara kimia menggunakan obat
decis / matador / asodril / resotin. Obat tersebut bersifat kontak langsung, sehingga
pemakaiannya harus mengenai sasaran yaitu pada buah yang terkena serangan.
Pengendalian secara teknisn yaitu dengan menjaga saitasi lingkungan.
Pengendalian secara manual dengan cara dimatikan.

Dahulu, pengendalian Helopeltis sempat menggunakan semut hitam dengan cara


menggantungkan polybag yang diberi res-resan sehingga semut terpancing dan
akhirnya membuat sarang. Setiap buah yang dikelilingi semut biasanya bebas
Helopetis dan hama penyakit. Tetapi pengendalian dengan semut hitam memakan
waktu lama disbanding dengan penyemprotan dengan bahan kimia. Ketika
dilakukan penyemprotan pestisida dan obat semprot kimia lainnya untuk
memberantas hama, semut hitam ikut musnah atau mati.
Hama Apogonia umumnya menyerang daun kakao dan keluar ketika malam hari.
Daun kakao dimakan seperti bekas gigitan belalang. Hama ini dikendalikan
menggunakan rizotin dan harus terkena sasaran. Hama ini dapat dikendalikan
dengan dua cara yaitu kontak dan sitemik (hanya terkena satu bagian hama bisa
langsung mati) kontak (semua bagian harus terkena semua).

Hama selnjutnya yaitu penggerek batang. Pengendalain secara manual dengan cara
dicari lalu dibunuh. Pengendalian secara kimia dengan di suntik lalu lubang
tersebut ditutup menggunakan kapas yang sudah diberi obat, sehingga hama
tersebut mati didalam batang.
Penyakit Fitoptora juga sering menyerang areal perkebunan. Penyakit tersebut
merupakan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh cendawan. Penyakit ini
biasanya menyerang buah size empat dan dua. Pencegahan terhadap penyakit ini
yaitu dengan menjaga sanitasi lingkungan dan rutin melakukan pemangkasan.
Sedangkan pengendalian kimia penyakit ini menggunakan fungisida diotin 45
dengan interval sebulan adalah 3-4 kali jika serangannya berat, jika serangan
ringan penyemprotan dilakukan sebulan dua kali.
Setelah dijelaskan mengenai kegiatan budidaya di lahan dengan pekerja di areal
perkebunan, selanjutnya kami melakuka dijelaskan terkait proses pengolahan biji
kakao hingga siap di ekspor.

Berdasarkan keterangan dari Pak Darsono yang melakukan dan mengawasi proses
pasca panen kakao, setelah dipanen dan dikupas, biji kakao harus melalui beberapa
tahap pasca panen seperti penimbangan yang bertujuan untuk mengetahui julah
produksi yang masuk pada hari itu. Biji kakao setelah panen ini tidak perlu dicuci
terlebih dahulu tetapi langsung ditimbang, jika dicuci warna nya akan menjadi
jelek. Setelah ditimbang, dilakukan analisa terhadap placenta, biji muda, biji
terserang fitoptora. Cara menghitungnya yaitu dengan mengambil sampel secara
acak, misalnya 5 kg dari 250 kg biji yang masuk. Hasil analisa yaitu seumpama
placentanya 10 gram, 10 gram / 5 kg (5000 gram) x 100%= 0,2% x Biji Cacao
Basah (BCB) yang masuk hari itu sehingga di dapat prosentasenya.

Analisa jumlah atau prosentase placenta, biji muda dan biji yang terserang
fitoptora (penyakit) dalam satu kali panen.

 Placenta =
 Biji muda =
 Biji yg terserang fitptora (penyakit)
=

Setelah ditimbang dan dianalisa, biji dimasukkan ke box fermentasi yang


berukuran 1m x 2m dengan kapasitas 1,3 ton. Box fermentasi tersebut terbuat dari
kayu dan dibuat secara susun dengan tujuan untuk mempermudah pembalikan.
Dalam box fermentasi terdapat lubang dengan jarak antar lubang 10 cm. Lubang
tersebut berguna untuk mengalirkan air dan sirkulasi udara. Ketebalan BCB dalam
kotak fermentasi tersebut idealnya adalah 40 cm kemudian ditutup dengan daun
pisang dan karung goni. Daun pisang tersebut berfugsi sebagai penghantar panas
sedangkan karung goni berfungsi agar panas tersebut tidak menyebar.

Selama proses fermentasi, terjadi perubahan kimia antara zat gula dan asam yang
akan menghasilkan yeas atau ragi. Pembalikan pada saat fermentasi dilakukan
menggunakan sekop kayu sebanyak dua hari sekali. Suhu fermentasi yang
dibutuhkan di hari pertama yaitu 30ºC-40ºC, di hari kedua suhunya 40ºC-45ºC, dan
hari ketiga 45ºC-50ºC serta di hari keempat 35ºC-45ºC. Suhu di hari keempat
menurun, karena sudah terjadi fermentasi dengan sempurna.
Fermentasi pada biji kakao ada dua, yaitu fermentasi eksternal dan fermentasi
internal. Fermentasi eksternal adalah fermentasi yang bertujuan untuk
menghancurkan fluk/flup pada biji kakao. Sedangkan fermentasi internal
merupakan fermntasi yang bertujuan untuk mematikan biji kakao artinya biji sudah
tidak bisa dijadikan benih untuk dibudidayakan. Pada dasarnya dengan
dilakukannya fermentasi akan menambah aroma khas cokelat jika diolah nantinya.
Fermentasi bisa diakhiri apabila kadar air sudah turun sampai 50% dan biji
berwarna keungu-unguan.

Setelah difermentasi, proses selanjutnya adalah penjemuran dibawah sinar


matahari. Biji kakao tersebut diletakkan di atas sun drier selama dua hari.
Pembalikan dilakukan dua kali sehari. Tujuan penjemuran adalah untuk
menurunkan kadar air pada biji kakao dan efisiensi terhadap penggunakan kayu
bakar. Ketebalan Biji Cacao Fermentasi (BCF) dalam anjang-anjang atau tempat
penjemuran adalah 3 cm. proses pengeringan di sun drier bisa diakhiri manakala
suhunya sudah mencapai 50%.
Setelah melalui pengeringan tahap awal, kemudian masuk ke tahap berikutnya
yaitu drier (alat pengering). Biji kakao hasil fermentasi atau pengeringan awal
dipindah ke drier. Biji dimasukkan secara hati-hati dan dihamparkan secara merata
disesuaikan dengan kapasitas alat. Alat tersebut berukuran 3m x 9 m dengan
kapasitas sebanyak 2 ton biji kering. Proses pengeringan pada samuan drier ini
biasanya memakan waktu 70 jam atau 3 hari 3 malam. Selama pengeringan akhir,
pembalikan dilakukan satu jam sekali menggunakan sekop kayu. Jika dalam sehari
atau beberapa hari panas matahari tidak terlalu terik, maka proses di samuan drier
akan memakan waktu lebih lama dan penggunaan kayu bakar juga akan
bertambah. Pengeringan pada taha ini, dapat diakhiri apabila kadar airnya sudah
mencapai 75% dan biji mudah pecah apabila ditekan.

Setelah kering, dilakukan analisa yaitu muldi (jamur) dan sleti (biji yang tidak
terfermentasi dengan sempurna). Caranya yaitu biji dibelah, jika terdapat warna
keputih-putihan berarti biji tersebut terkena muldi. Jika berwarna keungu-unguan
maka biji terkena sleti.

Langkah selanjutnya yaitu mencari rendemen atau prosentase biji basah ke kering.
Standar rendemen kakao adalah 38% jika keatangan saat pemetikan diatas 60%.
Apabila kematangan sat pemetikan dibawah 60% maka rendemennya akan turun,
sehingga harus membuat resume penyebab endemen tersebut turun, kenapa harus
dipetik dibawah 60% apakah karena pengaruh curah hujan dan lain-lain. Cara
mencari rendemen kakao yaitu kering : basah x 100%.

Jika rendemen sudah dihitung, kakao disortasi secara manual berdasarkan


kualitanya. Kakao dengan kualitas 1A, dalam 100 gram kakao bingkonnya sekitar
85-100, biasanya kakao dengan kualitas 1A, ukuran bijinya besar. Biji kakao
dengan kualitas 1C ukuran bijinya lebih kecil dari 1A, dalam 100 gram kakao
terdapat 125-135 bingkon. Sedangkan kualitas dibawah standar atau under
grade tidak ada hitungannya karena sudah berada dibawah standar.
Kemudian biji di kemas dengan karug goni karena karung goni dapat menahan
panas. Berat biji kakao dalam satu karung adalah 62,5 kg. setelah itu kakao
dimasukkan ke gudang dengan diberi alasi kayu atau palet supaya tidak lembab
dan suhunya stabil. Kakao yang disimpan digudang biasanya bertahan sampai 2-3
bulan. Namun biasanya hanya dalam waktu setengah bulan, kakao sudah terjual.
Penjualan kakao dilakukan apabila sudah ada pemesanan dari konsumen. Kakao
dengan kualitas 1A biasanya diekspor hingga ke Singapura, Taiwan dan negara
sekitarnya. Sedangkan kualitas 1C dan Under Grade dijual di dalam negeri. Saat
ini permintaan kakao dari luar negeri baru berkisar 30%. Sehingga dapat dikatakan
prospek budidaya ini bagus untuk kedepannya. Harga biji kakao kering di
tengkulak saat ini mencapai Rp. 25.000,00 per kg.
Setelah kegiatan kunjungan lapang selesai kami beristirahat dan diberi suguhan
berupa air minum dan kacang rebus. Setelah dijelaskan budidaya kakao dan pasca
penen lalau kami dijelaskan mengenai budidaya karet. Setelah selesai kami pun
kembali ke kampus.

V. KESI
MPULAN
Berdasarkan hasil praktikum budidaya tanaman kakao, dapat disimpulkan bahwa:

1. Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan atau tanaman perkebunan


yang diambil bijinya untuk diolah menjadi berbagai olahan makanan
misalnya cokelat.
2. Proses budidaya tanaman kakao umumnya sama dengan tanaman tahunan
lainnya. Perbedaan tanaman kakao dengan komoditas lainnya adalah
penanganan pasca panen. Biji kakao yang telah di panen harus melalui
proses fermentasi dan pengeringan baru kemudian digudangkan.
3. Pemasaran hasil kakao di perkebunan di daerah Darmakradenan, untuk biji
kakao kualitas 1A di ekspor ke Negara tetangga seperti Singapura, Taiwan
dll. Sedangkan biji kakao kualitas 1C di jual di dalam negeri.
DAFTAR
PUSTAKA
Agussalim, Teguh Wijanarko, Entis Sutisna. 2009. Petunjuk Teknis Budidaya dan
Pasca Panen Kakao Mendukung Rebcana Usaha Bersama Program Usaha
Agribisnis Pedesaan.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara,
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian serta Departemen Pertanian. Sulawesi Tenggara.
Ardiansyah. 2009. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao. L)
terhadap Lumpur Kering Limbah Domestik dan Pupuk NPK pada Tanah
Subsoil. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. 2009. Pedoman Teknis Budidaya
Kakao. http://disbun.jatimprov.go.id/pustaka/phocadownload/pedoman%20teknis
%20budidaya%20kakao.pdf. Diakses tanggal 9 Desember 2015.
Direktorat Pasca Panen dan Pembinaan Usaha, Direktorat Jenderal Perkebunan.
2012. Pedoman Teknis Penanganan Pasca Panen Kakao. Kementerian Pertanian.
Jakarta.
Ermayasari, Ika W. 2010. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Kakao (Theobroma
cacaoL.) di Kebun Rumpun Sari Antan I, PT Sumber Abadi Tirtasantosa, Cilacap,
Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Hindayana, Dadan, dkk. 2002. Musuh Alamui, Hama dan Penyakit Tanaman
Kakao, Edisi Kedua. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan
Rakyat. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi
Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Jurniati. 2013. Pola Persebaran Karakteristik Fisik Biji Kakao (Theobroma Cacao
L.) Berdasarkan Posisi Buah Pada Pohon. Skripsi. Program Studi Keteknikan
Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Makasar.
Karmawati, E. 2006. Peranan faktor lingkungan terhadap populasi Helopeltis spp
dan Sanunus indecora pada jambu mete. Jurnal Littri 12 (4) : 129-134.
Karmawati, E. 2010. Pengendalian hama Helopeltis spp pada tanaman jambu
mete berdasarkan ekologi; Strategi dan implementasinya. Pengembangan Inovasi
Pertanian 3 (2) : 102-119.
Karmawati, E., Siswanto dan E.A. Wikardi. 2004. Peranan semut (Occophylla
smaragdinapengendalian Helopeltis spp dan Sanunus indecora pada jambu
mete. Jurnal Littri 10 (1) : 1-40.
Konam J., Namaliu Y., Daniel R. dan Guest D.I. 2009. Pengelolaan Hama dan
Penyakit Terpadu untuk Produksi Kakao Berkelanjutan; Panduan Pelatihan untuk
Petani dan Penyuluh. Monograf ACIAR No. 131a, 36 hal.
Kristanto, Aji. 2013. Panduan Budidaya Kako: Raih Sukses Dengan Bertanam
Kakao. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budi Daya Kakao.
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Siswanto dan Erlina Karmawati. 2012. Pengendalian Hama Utama Kakao
Conopomorpha cramerella dan Helopeltis sp.) dengan Pestisida Nabati dan Agen
Hayati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 11 No.2 Hlm 105.
Sunanto, Hatta. 1992. Cokelat: Budidaya, Pengo;ahan Hasil dan Aspek
Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta.
Wahyudi, T., T.R Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Lada adalah sejenis rempah-rampah yang juga sering punya sebutan lain yaitu merica.
Bagian yang diambil dari tanaman lada adalah bijinya. Biji lada ini punya fungsi yang sangat penting
untuk membuat bumbu penyedap dari berbagai jenis masakan. Rasanya sedikit pedas namun bisa
membuat lezat dan nikmat masakan. Yang istimewa dari lada ini adalah, hampir semua jenis
masakan di dunia selalu menggunakannya.

Selain melezatkan lada juga punya fungsi yang lain bagi tubuh manusia. Yaitu bisa
membantu kelancaran peredaran darah, menghangatkan tubuh dan lain-lain. Maka tidak
mengherankan bila sejak jaman dulu banyak orang yang melakukan budidaya tanaman lada ini di
kebun atau ladang yang mereka miliki. Bahkan pada masa lalu, lada menjadi salah satu komoditas
hasil bumi yang sangat berharga. Karena nilai jualnya sangat tinggi terutama di negara-negara
Eropa. Hal inilah yang menjadi penyebab dari penjelajahan bangsa Eropa ke Asia, Afrika dan
sebagian Amerika. Dari sini pula permulaan sejarah penjajahan atau kolonialisasi dimulai.

Potensi Budidaya Tanaman Lada


Meski masa kolonial atau penjajahan sudah berlalu, namun lada hingga saat ini masih
menjadi barang dagangan yang nilainya juga tetap tinggi. Maka tidak ada salahnya bagi yang suka
dengan dunia agrobisnis danpertanian atau perkebunan untuk terjun dalam usaha budidaya
tanaman lada. Karena banyak potensi yang bisa diharapkan dari industri ini. Beberapa diantaranya
adalah :

1. Potensi Pasar

Dari jaman dulu sampai sekarang, lada tetap menjadi primadona di dunia perdagangan hasil
bumi terutama untuk rempah-rempah. Karena nilai transaksi dagangnya terus mengalami
peningkatan. Ini suatu pertanda bila pangsa pasar hasil budidaya tanaman lada tetap bagus,
sehingga tidak perlu membuat khawatir. Bahkan menurut kabar terakhir, pada tahun-tahun
mendatang permintaan lada juga cenderung naik.

2. Potensi Tenaga Kerja

Karena pangsa pasarnya sangat luas, maka kita juga mesti berani untuk meningkatkan
kapasitas produksi serta perluasan budidaya tanaman lada ini. Sehingga mau tidak mau kita juga
harus menambah tenaga untuk mengolahperkebunan serta hasil panennya. Tentu akan menjadi
suatu hal yang membanggakan bila kita bisa membantu para pencari tenaga kerja agar mereka bisa
memperoleh panghasilan.

3. Potensi Devisa Negara

Saat ini negara pengekspor terbesar biji lada adalah negara Vietnam. Sementara Indonesia
berada di urutan kedua. Kenapa kita tidak bisa menjadi yang nomor satu? Karena jumlah produksi
kita juga masih terbatas.

Jangankan untuk ekspor, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja kadang masih
kurang. Ini merupakan tantangan bagi kita untuk bisa meningkatkan kapasitas produksi dari
budidaya tanaman lada, sehingga nilai ekspornya juga bisa meningkat. Maka pemasukan negara dari
hasilekspor untuk sektor perkebunan juga bisa lebih tinggi.

4. Potensi Lingkungan

Proses produksi hasil budidaya tanamanlada sampai saat ini selalu bersifat alami. Jadi bisa
dikatakan bila industri perkebunan tanaman lada itu ramah lingkungan karena tidak menimbulkan
pencemaran, kerusakan lingkungan dan hal-hal lain yang merugikan kehidupan alam dan ekosistem
di dalamnya.

b. Tujuan Dan Kegunaan

- Tujuan

Tujuan dari kegiatan fieldtrip ini adalah untuk mengetahui dan malihat secara langsungteknik
budidaya tanaman lada dilapangan.

- Kegunaan
Setelah kegiatan fieldtrip ini dilakukan mahasiswa dapat mengetahui teknik yang digunakan
secara dalam budidaya tanaman lada mulai baik dari segi pemeliharaan secara umum maupun dari
pengolahan pada pasca panen.

BAB II

METODOLOGI

a. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum lapng ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2012 yang berlokasi di
perkebunan lada kelompok tani di kabupaten Bulukumba.

b. Alat yang digunakan

Dalam kegiatan fieldtrip ini alat yang digunakan adalah alat tulis menulis.

c. Metode Pelaksanaan

Kegiatan fieldtrip ini berlangsung dengan melakukan pengamatan secara langsung


dilapangan dan mendengarkan pengarahan dan penjelasan dari penyuluh pertanian yang ada
ditempat itu dilanjutkan dengan kegiatan Tanya jawab secara langsung.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

Kegiatan fieldtrip ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung dilapangan pada salah
satu perkebunan lada kelompok tani Kab. Bulukumbai. Dikebun ini kita mengamati pertanaman lada
yang berumur 8 tahun dan salah satu varietasnya adalah varietas lampung. Dalam kebun tersebut
terdiri dari beberapa jenis tanaman budidaya seperti tanaman vanili, pisang dan beberapa jenis
tanaman tahunan yang dibudidayakan, akan tetapi dikebun tersebut Proses budidaya tanaman lada
yang dilakukan petani mulai dari pembibitan, bahan tanam yang digunakan yaitu stek yang diambil
dari sulur tanah, sulur cabang dan sulur gantung yang memiliki kelebihan masing – masing.
Pengolahan tanah dilakukan dengan melakukan kegiatan sanitasi disekitar areal yang akan ditanami
lada kemudian dilakukan pengajiran dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 meter. Pada umumnya petani
menggunakan pohon hidup sebagai pohon yang digunakan untuk panjatan tanaman lada yaitu
gamal yang ditanam 1 tahun sebelum penanaman lada. Tiga bulan sebelum penanaman dilakuakan
pembuatan lubang tanam 30 x 30 cm pada ajir, setelah itu dilakukan pemupukan dasar dengan
menggunakan pupuk kandang.

b. Pembahasan

Tanaman lada adalah merupakan tanaman tahunan yang banyak di budidayakan di


Indonesia termasuk daerah Sulawesi selatan khususnya Kbupaten Bulukumba.dalam teknik
pembudidayaannya, membutuhkan teknik yang agak rumit karena tanaman ini bukan merupakan
tanaman berkayu seperti tanaman budidaya tahunan lainnya. Tanaman lada ini membutuhkan
pohon panjatan atau pohon tajar. proses budidaya tanaman lada yang dilakukan petani dimulai dari
pembibitan. Bahan tanam yang digunakan yaitu stek yang diambil dari sulur tanah/sulur cacing, sulur
cabang dan sulur gantung yang memiliki kelebihan masing – masing. Pengolahan tanah dilakukan
dengan melakukan kegiatan sanitasi disekitar areal yang akan ditanami lada kemudian dilakukan
pengajiran dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 meter. Pada umumnya petani menggunakan pohon hidup
sebagai pohon yang digunakan untuk panjatan tanaman lada yaitu gamal yang ditanam 1 tahun
sebelum penanaman lada. Tiga bulan sebelum penanaman dilakuakan pembuatan lubang tanam 30
x 30 cm pada ajir, setelah itu dilakukan pemupukan dasar dengan menggunakan pupuk kandang.

Setelah dilakukan penanaman lada selanjutnya dilakukan pemeliharaan tanaman yaitu


penyiangan rumput dilakukan secara manual disekitar piringan tanaman lada atau dengan
menggunakan herbisida kontak. Pemupukan dilakukan 2 kali setahun awal dan akhir musim hujan
dengan menggunakan pupuk NPK sebanyak 200 – 300 gram per tanaman dan biasanya para petani
menggunakan pupuk gandasil dengan cara disemprotkan langsung ke daun tanaman. Cara
pemupukan yang dilakukan dengan cara melingkar tetapi pada umumnya petani memupuk dengan
cara larikan diantara tanaman lada. Pemeliharaan pohon naungan yaitu dengan memangkas pohon
naungan sebelum dilakukan pemupukan tetapi,pemangkasan tidak dilakukan pada musim kemarau,
hasil pangkasan dari pohon pelindung diletakkan diantara tanaman lada Karena dapat terurai
menjadi pupuk organik.

Tanaman lada akan mulai berproduksi pada umur 2,5 tahun tetapi bunga pertama
dikelurkan atau dilakukan perompesan bunga. Setelah tiga tahun lada bisa berproduksi dengan baik
dan puncak produksi pada tahun kelima sampai tahun ke lima belas dan umur tanaman sampai
mencapai produksi maksimal yaitu 30 tahun setelah itu dilakukan peremajaan tanaman dengan
menggunakan sulur dari tanaman itu sendiri selanjutnya dipelihara kembali.

Proses panen dilakukan secara bertahap dengan memilih buah yang sudah layak panen
dengan melihat buah 2 – 3 buah yang masak dalam satu tandan maka dilakukan pemanenan atau
dengan melihat buah yang sudah tua berwarna hijau tua atau hijau kekuning – kuningan. proses
pasca panen yang dilakukan tergantung tujuan yaitu apabila yang akan dijual diolah menjadi lada
putih proses pasca panenya mulai dari perendaman buah dalam karung pada air mengalir selama 14
hari. Selanjutnya dilakukan pemisahan biji dari kulit biji dengan cara dirontok, kemudian dicuci
dengan air bersih. Setelah itu dilakukan penjemuran hingga diperolah hasil lada putih.

BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan

Setelah kegiatan fieldtrip ini dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa budidaya
tanaman lada tidak begitu mudah harus membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang tinggi,
tetapi semuanya itu akan terasa mudah jika dibandingkan dengan tingkat harga tanaman lada di
pasar lokal maupun internasional.

b. Saran

Dalam kegiatan fieldtrip ini sebaiknya mahasiswa lebih aktif dan lebih memperhaitkan
penjelasan mengenai teknis budidaya tanaman lada.

Anda mungkin juga menyukai