: I (SATU)
NAMA/NIM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebakaran besar yang melanda tangki Pertamina di kilang Cilacap, Jawa
Tengah, yang membakar sejak Sabtu dini hari, belum sepenuhnya bisa dipadamkan
petugas. Ironisnya, insiden kebakaran ini sudah beberapa kali terjadi di areal kilang
minyak Cilacap. Ada apa dengan kilang minyak Cilacap. Kenapa tangki-tangki
penampung minyak tersebut rentan olah api. Seberapa besar pengaruh kebakaran ini
terhadap pasokan minyak untuk masyarakat.
Kebakaran besar kembali menghanguskan sejumlah tangki minyak di kilang
minyak Pertamina Cilacap, Jawa Tengah. Kebakaran yang terjadi sejak Sabtu dini
hari lalu, bermula dari tangki di kilang 31 T2 Refinery Unit Empat Cilacap. Dari
tujuh tangki dalam cluster tersebut, sedikitnya tiga tangki hangus oleh kobaran api.
Tangki-tangki yang terbakar tersebut berisi high octane mogas component
atau minyak ringan, yang berfungsi untuk meningkatkan oktan pada bahan bakar.
Kebakaran ditandai dengan ledakan keras, yang terdengar hingga radius beberapa
kiklometer.
Hingga Senin malam, kobaran api masih terlihat di kilang 31. Petugas juga
masih terus berupaya memadamkan kobaran api yang masih menyala di kilang 31
tangki 7. Menurut Manajer Media PT Pertamina, Wianda Pusponegoro, sejak Senin
sore, pemadaman api dilakukan menggunakan terminator
karena kencangnya tiupan angin, membuat kerja alat kurang optimal. Terlebih dari
dua alat yang didatangkan, baru satu yang dioperasikan.
Wianda menambahkan, dari tiga tangki yang terbakar, saat ini tinggal satu
tangki yang masih terbakar. Petugas kini memfokuskan pada pemadaman tangki 7,
dan melakukan upaya pendinginan pada tangki 104.
Meski kobaran api menghanguskan sejumlah tangki di kilang pertamina
Cilacap, namun Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, memastikan, insiden
ini tidak akan mempengaruhi pasokan BBM di masyarakat. Baik untuk wilayah
Jawa Tengah apalagi nasional.
Optimisme Dirut Pertamina ini dikuatkan oleh Menko Perekonomian, Hatta
menurut Hatta, kebakaran kali ini hanya melanda tangki penampung minyak, bukan
kilang.
Insiden kebakaran di lingkungan kilang minyak milik Pertamina ini bukanlah
yang pertama kalinya. Bahkan kebakaran di Kilang Cilacap sendiri, sudah terjadi
beberapa kali.
Pada 9 Maret 2008, kebakaran hebat juga melanda kilang minyak Cilacap,
hingga menewaskan 4 orang karyawan. Kebakaran terjadi area kilang FOC satu.
Setahun kemudian, tepatnya 3 Juni 2009, kebakaran kembali melanda kilang
minyak Cilacap, yakni di areal unit pengolahan 4. Kebakaran lainnya terjadi di
kilang Balikpapan, tepatnya di area Refinary Unit Lima, Balikpapan, Klimantan
Tmur, pada 17 januari 2010. Penyebab kebakaran adalah bocornya pipa reboiler
debutanizer yang berisi gas bertekanan tinggi.
Kebakaran besar juga pernah terjadi di Depo Plumpang, Jakarta. Kebakaran
terjadi pada hari Minggu 18 Januari 2010. Hingga saat ini, penyebab pasti kebakaran
yang sempat menimbulkan sejumlah ledakan, belum ditemukan.
Begitu rapuhkah sistem pengamanan tangki di kilang-kilang milik Pertamina.
Menteri BUMN, Mustafa Abu Bakar, memastikan, banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya kebakaran. Terkait kebakaran di Cilacap, Mustafa menduga, salah satu
pemicunya adalah usia tangki yang sudah cukup tua. Meski Mustafa memastikan,
tangki tersebut masih memenuhi standar kelayakan. Karena itu, Menteri BUMN
mengharapkan, pembuatan tangki pada waktu mendatang, harus menggunakan
teknologi modern, dengan jarak antar tangki yang lebih di per lebar.
Insiden ini tidak luput dari perhatian Anggota DPR. Rencananya, Komisi
Tujuh DPR RI, yang membidangi masalah energi, akan meminta penjelasan kepada
pemerintah dan pihak Pertamina. Mereka juga akan menuntut tanggung jawab
pemerintah, karena insiden ini sudah berulang kali terjadi.
Selain mengancam keselamatan warga di sekitar lokasi kejadian, insiden
kebakaran ini juga menimbulkan persoalan baru, yakni terjadinya pencemaran
lingkungan. Sejumlah warga kini mengeluhkan sumur mereka yang tercemar
minyak, atau asap hitam yang menebarkan kotoran di pemukiman warga.
Kobaran api akibat terbakarnya tangki minyak di kilang Cilacap, kini
memang sudah berkurang. Bahkan warga yang semula mengungsi, kini sudah mulai
berdatangan untuk meyaksikan sisa kobaran api yang masih menyala. Tentu saja,
kehadiran mereka bukan untuk menikmati peristiwa yang tidak diinginkan ini, tapi
lebih untuk memastikan, petugas bekerja dengan benar, sehingga kobaran api bisa
benar-benar dipadamkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1.
Penggunaan minyak bumi saat ini terus berkembang dan semakin meningkat.
Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang masih digunakan,
terutama untuk pembangkit tenaga listrik dan sebagai bahan bakar untuk berbagai
jenis mesin. Konsumsi minyak bumi terus meningkat terutama untuk keperluan
dalam negeri, diantaranya mencapai 34% sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk
kebutuhan pulau Jawa. Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan
Negara dan UU No.44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka
pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN
Pertamina dan PN Permina, yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan dan pemasaran/distribusi.
Pada tahun 1971, terbit UU No.8/1971 yang menetapkan penggabungan
kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam
pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah no. 31 th.2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU no. 22 th 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT (PERSERO) PERTAMINA yang
dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pengalihan Badan Hukum serta
pengalihan Direksi dan Komisaris. Untuk itu, perlu dibangun unit pengolahan
minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut. Dalam usaha
tersebut, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk
mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain
untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak
pelumas dan aspal.
Pembangunan kilang minyak di Cilacap merupakan salah satu dari unit-unit
pengolahan yang ada di Indonesia. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap berada di
bawah tanggung jawab Direktorat Pengolahan Pertamina. Refinery Unit IV Cilacap
ini merupakan unit pengolahan terbesar dan terlengkap hasil produksinya.
Pembangunan kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang
Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang
SRU.
Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina terbagi
atas 7 lokasi yaitu :
I
II
VII
III
VI
IV
Mixed Crude
(domestic&
import)
230 MBSD
LPG
Gasoline
Kerosene
Avtur
ADO/IDO
IFO
LSWR
FOC II
LPG menghasilkan
Kilang Minyak Cilacap didirikan dengan maksud untuk
Paraxylene
Raffinate
118 MBSD
selalu meningkat
dan mengurangi ketergantungan terhadap suplai
BBM dari luar
Heavy-Aromate
FOC I
Paraxylene
Toluene
negeri. Pembangunan kilang minyak di RU IV Cilacap dilaksanakan
dalam
dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene,
Debottlenecking Project, dan Kilang SRU. Secara umum diagram proses di PT.
Pertamina RU IV ditunjukkan oleh gambar 1.2:
Long residue
LOC I/II/III
Base Oil
Parafinic
Minarex
Aspal
Slack Wax
IFO
2. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup
dalam dan tenang karena terlindung pulau Nusakambangan.
3. Terdapatnya jaringan pipa Maos - Yogyakarta dan Cilacap - Padalarang
sehingga penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah.
4. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai
pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut, maka dengan adanya areal tanah yang tersedia dan
memenuhi persyaratan untuk pembangunan Kilang minyak, maka Refinery Unit IV
dibangun di Cilacap dengan luas area total yang digunakan adalah 526,71 ha.
2.3 DESKRIPSI PROSES
Unit unit yang berpengaruh dalam proses:
1. Unit Distillation and Hydro Treating Complex(DHC)
Pada unit ini terdiri dari Distillatioan Treating Unit (DTU), Atmosferis Residu
Hydrodemetalization Unit (AHU) dan Hydro Treating Unit (HTU)
LPG treatment, Gasoline Treatment Unit, Propylene Recovery dan Catalytic Condensation
Unit
Pada Unit Residu Katalitik Kompleks, terdiri dari residu catalytic cracker unit,
unsaturated gas plant, LPG treatment, gasoline treatment unit, propylene recovery, dan
catalytic condensation unit.
Residu Catalytic Cracker
Unit ini berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut (secondary processing) untuk
mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu yang merupakan campuran dari DMAR
produk ARDHM dan AR produk CDU dengan cara perengkahan memakai katalis.
Reduced crude sebagai umpan RCC adalah campuran dari paraffin, olefin, naphtene, dan
aromatik yang sangat kompleks merupakan rangkaian fraksi mulai dari gasoline dalam
jumlah kecil sampai fraksi berat dengan jumlah atom C panjang.
Di dalam RCC terdapat reaktor, regenerator, catalyst condenser, main air blower,
cyclone, catalyst system, dan CO boiler. Unit ini berkaitan erat dengan Unsaturated Gas
Plant Unit yang akan mengelola produk puncak main column RCC Unit menjadi
stabilized gasoline, LPG dan non condensable lean gas.
Produk-produk yang dihasilkan antara lain:
- Liquified Petroleum Gas (LPG)
- Gasoline dari fraksi naphta
- Light Cycle Oil (LCO)
- Decant Oil (DCO)
Sedangkan stream yang tidak diproduksi antara lain:
- Heavy naphta
- Heavy Cycle Oil (HCO)
RCC dirancang untuk mengolah Treated Atmospheric Residue yang berasal dari unit
AHU dengan desain 29500 BPSD (35,5 % vol) dan Untreated Atmospheric Residu yang
berasal dari unit CDU dengan desain 53.000 BPSD (64,5 % vol). Kedua jenis residu ini
kemudian dicampur. Kapasitas terpasang adalah 83.000 BPSD.
Reaksi yang terjadi di unit ini adalah reaksi cracking (secara katalis dan thermal).
Thermal cracking terjadi melalui pembentukan radikal bebas, sedangkan catalytic cracking
melalui pembentukan ion carbonium tersier. Reaksi cracking merupakan reaksi
eksotermis. Katalis yang digunakan terdiri atas zeolit, silica, dan lain-lain. Salah satu
fungsi bagian asam dari katalis adalah untuk memecah molekul yang besar.
Persamaan reaksi cracking antara lain:
Parafin terengkah menjadi olefin dan paraffin yang lebih kecil
CnH2n+2 CmH2m + CpH2p+2
dimana n = m + p
paraffin
olefin parafin
Olefin terengkah menjadi olefin yang lebih kecil
CnH2n CmH2m + CpH2p
dimana n = m + p
olefin
olefin
olefin
Perengkahan rantai samping aromatik
Aromatik CnH2n-1 Aromatik CmH2m-1 + CmH2m+2
dimana n = m + p
Naphtene (cycloparaffin) terengkah menjadi olefin
Cyclo-CnH2n Cyclo + CmH2m + CpH2p
dimana n = m + p
olefin olefin
Jika sikloparafin mengandung sikloheksana
Cyclo-CnH2n C6H12 + CmH2m + CpH2p
dimana n = m + p
sikloheksana olefin olefin
Tahapan Proses:
- Reactor-Regenerator System
Umpan untuk RCC unit ini disebut raw oil dan biasanya reduced crude. Raw oil
berasal dari campuran Treated Atmospheric Residue dan Untreated Atmospheric
Residu yang berasal dari unit AHU, CDU, dan storage. Campuran tersebut dicampur
di surge drum (15-V-105) dengan syarat tertentu dan dipompakan ke riser sambil
melewati beberapa heat exchanger untuk dipanaskan oleh produk bottom main column
dan produk bottom stripper sampai. Syarat campuran tersebut antara lain kandungan
logam Ni, V, dan MCRT. Logam-logam tersebut akan menjadi racun dan perusak
katalis RCC. MCRT yang diijinkan adalah 5,6%-v.
Sebelum mencapai riser, raw oil panas di atomize (dikabutkan) oleh steam
berdasarkan perbedaan tekanan dan masuk ke dalam reaktor dengan metode tip and
plug. Pada reaksi ini diperlukan katalis. Katalis yang digunakan terdiri atas zeolit,
silika, dan zat lain. Pengontakan katalis dengan feed dilakukan dengan cara
mengangkat regenerated catalyst dari regenerator ke riser menggunakan lift steam dan
lift gas dari off-gas hasil Gas Concentration Unit. Lift gas juga berfungsi sebagai
nickel vasivator. Katalis kemudian kontak dengan minyak dan mempercepat reaksi
cracking, selain itu katalis juga memberikan panas pada hidrokarbon (raw oil)
sehingga lebih membantu mempercepat reaksi cracking yang terjadi. Katalis dan
hidrokarbon naik ke bagian atas riser karena kecepatan lift steam dan lift gas yang
sangat tinggi. Aliran katalis ke riser ini diatur untuk menjaga suhu reaktor.
Setelah reaksi terjadi di bagian atas riser (reaktor) maka katalis harus dipisahkan
dari hidrokarbon untuk mengurangi terjadinya secondary cracking sehingga rantai
hidrokarbonnya menjadi lebih kecil dan akhirnya membentuk coke. Pada bagian atas,
sebagian besar katalis akan terpisah dari atomized hidrocarbon dan jatuh ke seksi
stripping, selain itu katalis juga dipisahkan pada cyclone dekat reaktor dengan
memafaatkan gaya sentrifugal sehingga katalis terpisah dari atomized hidrocarbon
berdasarkan perbedaan densitasnya dan jatuh ke seksi stripping. Steam diinjeksikan ke
stripping untuk mengambil hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan spent
catalyst. Atomized hidrocarbon yang terkumpul di plenum chamber keluar dari top
riser mengalir ke main column (15-C-101) pada seksi fraksinasi.
Regenerator dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Dari
stripping, spent catalyst turun ke regenerator (15-R-101) pada bagian upper
regenerator. Spent catalyst diregenerasi dengan membakar coke yang menempel pada
permukaan katalis dengan mengalirkan udara pada katalis. Coke terjadi akibat reaksi
cracking dan tidak bisa diambil oleh steam pada stripping sehingga mengurangi
aktivitas katalis. Pada bagian upper regenerator terjadi partial combustion, dimana
coke akan dibakar menjadi CO. Coke yang dibakar hanya 80%. Sedangkan pada
bagian lower regenerator terjadi total combustion, dimana semua sisa coke dibakar
menjadi CO2.
Gas CO dari upper regenerator ini tidak langsung dibuang karena dapat mencemari
lingkungan, tetapi dibakar terlebih dahulu pada CO boiler menjadi CO2. Hal ini
dilakukan dengan melewatkan fuel gas yang mengandung CO tersebut ke dalam
cyclone terlebih dahulu untuk mengambil partikel katalis yang terikut. Tekanan fuel
gas yang keluar dikurangi dengan memanfaatkan panas hasil pembakaran CO menjadi
CO2 dalam. CO boiler untuk memproduksi steam tekanan tinggi. Biasanya electostatic
presipitator digunakan untuk mengambil debu katalis yang masih ada sebelum keluar
dari stack, namun saat iniRCC belum dilengkapi alat tersebut.
Setelah dibakar di upper regenerator, katalis dialirkan ke lower regenerator. Aliran
katalis ini diatur untuk mengontrol level lower regenerator, temperatur lower
regenerator slide valve, dan catalyst cooler slide valve. Kelebihan udara dalam lower
regenerator digunakan untuk membakar coke yang tersisa pada katalis dan diarahkan
pembakarannya menjadi CO2. Katalis panas dari lower generator dialirkan ke riser
melalui regenerated slide valve untuk kembali beroperasi, tetapi sebelumnya
didinginkan dengan catalyst cooler terlebih dahulu. Catalyst cooler (15-V-501)
mengambil kelebihan panas dari regenerator oleh boiler feed water (BFW) dan diubah
menjadi steam.
fraksionator untuk dipisahkan menjadi Decant Oil / Slurry Oil (DCO), Heavy Cycle
Oil (HCO), Light Cycle Oil (LCO), naphta, unstabilized gasoline, dan wet gas.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
1.
kiloliter. Tangki yang berdiameter 20-24 meter dengan tinggi 17 meter tersebut berisi
bahan pencampur nilai oktan pada premium. (HMOC).
Terdapatnya kepulan asap hitam dan debu-debu yang membumbung tinggi
keangkasa. pada saat yang bersamaan arah mata angin pun mempengaruhiterbangnya
kepulan asap hitam tersebut, yang jika asap tersebut dihirup olehbanyak manusia,
metabolisme
otot
dan
fungsi
enzim
intra-seluler
juga
dapat
NO
dengan
dosis
yang
sangat
tinggi,
memperlihatkan
nitrogen
seperti
NO
dan
NO2
berbahaya
bagi
manusia.
Penelitianmenunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama
inibelum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkankematian.
Diudara ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasimenjadi NO2 yang
bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yangdipajankan NO dengan
dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejalakelumpuhan sistim syarat dan
kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwatikus yang dipajan NO sampai 2500
ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7menit, tetapi jika kemudian diberi udara
segar akan sembuh kembali setelah 4 6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada
kadar tersebut berlangsung selama 12
menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua tikus yangdiuji akan
mati.
2.
Resiko Keselamatan
Bahaya
keselamatan
jiwa
diklasifikasikan :
1. Bahaya langsung
a. Tersengat temperatur yang tinggi
b. Keracunan asap
2. Bahaya tidak langsung
a. Terluka
manusia
pada
peristiwa
kebakaran
dapat
b. Terjatuh
c. Terserang sakit
d. Mengalami shock/serangan psikologis
3. Resiko Lingkungan
Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kebakaran kilan minyak diarea 31
tangki T2 dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu dampak terhadap lingkungan udara
dan dampak terhadap lingkungan air. Dampak yang timbul meliputi meningkatnya
konsentrasi pencemar konservatif yang meliputi
Partikulat (debu)
Perubahan kualitas udara perkotaan telah diamati secara menerus dibeberapa
kota baik oleh Bapedalda maupun oleh BMG.Secara tidak langsung, kebakaran akan
memberikan dampak terhadaplingkungan air terutama melalui air buangan (limbah)
dari sisa-sisa prosesindustri yang telah tercemar katalis yang diberikan pada proses
pembuatanbensin oktan tinggi di kilang minyak T2 di area 31.
3.3 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan menggunakan metode Dows Fire and Explosion
Index. Dows Fire and Explosion Index merupakan salah satu instrumen process
hazard analysis, yaitu proses evaluasi terhadap besarnya risiko bahaya kebakaran,
ledakan, dan reaktifitas dari peralatan proses beserta isinya secara objektif dan
realistis pada suatu unit proses Dows Fire and Explosion Index merupakan suatu
cara pendekatan yang konsisten untuk mengenal dan mengevaluasi potensi bahaya.
Index tersebut diturunkan dan diperoleh dari studi banyak kecelakaan. Selain
itu, dalam pelaksanaannya tidak memerlukan banyak tenaga [6]. Menurut Ozog dan
Mahlem, Dows Fire and Explosion Index merupakan panduan yang pertama dan
paling populer digunakan dalam dunia industri [7]. Menurut Hendershot, Dows Fire
and Explosion Index dan Dow Chemical Exposure Index (CEI) merupakan dua
alatnyang umum digunakan dalam mengukur process inherent safety characteristics.
Dows Fire and Explosion Index adalah salah satu alat untuk mengukur potensi
bahaya pada berbagai proses dalam dunia industri yang relatif sederhana,
perhitungannya mudah, dapat dihitung secara manual, sehingga banyaknya unit
proses tidak akan menjadi masalah untuk dievaluasi dalam waktu yang cepat [8].
Menurut Suardin, Dows Fire and Explosion Index telah digunakan secara luas
dan telah membantu para engineer untuk memperhatikan bahaya di setiap unit proses
ketika membuat keputusan penting dalam mengurangi keparahan dan/atau
kemungkinan potensi insiden [9].
Berdasarkan Pedoman Dows Fire and Explosion Index, dalam menentukan
unit proses yang akan diteliti, maka unit proses yang dipilih adalah unit proses yang
diperkirakan memiliki potensi bahaya yang besar dan dapat menimbulkan kerugian
yang besar jika terjadi kebakaran dan ledakan. Selain itu, unit proses minimal
menangani 5.000 pounds atau sekitar 600 gallons flammable, combustible, atau
reactive material. Depot X memiliki sembilan tangki timbun Premium.
Dari Tabel 1, terlihat bahwa kapasitas aman tangki terkecil adalah kapasitas
Tangki Nomor 23 yaitu sebesar 9.871 KL (setara dengan 2.607.918,2 gallons karena
1 liter = 0.2642 gallons (US)). Oleh karena itu, semua tangki Premium yang ada di
Depot X telah memenuhi syarat untuk dapat diteliti karena menangani lebih dari 600
gallons flammable material.
Dari Tabel 1, terlihat pula bahwa dari sembilan tangki Premium yang ada,
Tangki Nomor 07 memiliki kapasitas aman yang terbesar. Selain itu, Tangki Nomor
07 dibuat pada tahun 1972 dan belum pernah mengalami upgrade pondasi. Oleh
karena itu, dari sembilan tangki premium yang ada, tangki yang akan menjadi unit
proses (objek penelitian) adalah Tangki Nomor 07.
Tangki Nomor 07 merupakan fixed cone roof tank yang dilengakapi bundwall
dari beton dengan ketinggian 1,5 meter. Berdasarkan hasil fire risk assessment Depot
X Tahun 2002, kontruksi bundwall telah memenuhi standar NFPA 30 (Pertamina,
2002) [3]. Antar tangki dalam satu area bundwall belum dilengkapi dengan
intermediate wall. Sistem drainase Tangki Nomor 07 dibuat terintegrasi dengan
seluruh area tangki. Sistem drainase juga menampung air hujan yang mengalir
menuju oil catcher. Tersedia tujuh buah tangga yang dapat digunakan sebagai akses
menuju ke Tangki Nomor 07. Tangki juga dilengkapi dengan deluge spay dan foam
system.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan Pedoman Dows Fire
and Explosion Index, langkah langkah penilaian potensi bahaya kebakaran dan
ledakan dimulai dari memilih unit proses, menentukan MF, mentukan F3 dengan
menghitung F1 dan F2, sampai menentukan F&EI [4,5]. MF adalah nilai yang
menggambarkan potensi energi yang dibebaskan saat kebakaran dan ledakan, yang
dihasilkan dari pembakaran atau reaksi kimia lainnya. MF diperoleh dari Nf dan Nr
yang masing masing menggambarkan nilai flammability dan reactivity (atau
instability).
Berdasakan NFPA Hazard ID dalam MSDS Premium, diketahui bahwa
Premium memiliki nilai Health = 1, Flamability = 3, Reactivity = 0 (Pertamina) [10].
Oleh karena itu, Premium memiliki nilai MF sebesar 16 karena memiliki nilai Nf = 3
dan Nr = 0. Dalam Pedoman Dows Fire and Explosion Index, F1 dan F2 merupakan
gambaran process hazard yang dikuantifikasi dengan penalti sebagai faktor dalam
perhitungan. Tidak semua penalti dapat digunakan untuk proses yang sedang
dievaluasi. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan yang matang dan jika
dibutuhkan perlu didiskusikan dengan para ahli [4-6, 9].
F1 adalah faktor utama yang berperan dalam menentukan besarnya kerugian
dari insiden. General process hazards meliputi enam item yaitu exothermic chemical
reactions, endothermic processes, material handling and transfer, enclosed or
indoor process units, access, dan drainage and spill control.
Dari Tabel 2, terlihat bahwa F1 pada Tangki Nomor 07 adalah sebesar 2,35.
Nilai tersebut diperoleh dari penjumlahan seluruh nilai penalti dari setiap item yang
ada dalam general process hazards dan penalti dari base factor (1,00), sebagai
berikut:
a. Reaksi Eksotermis
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun sehingga
tidak terdapat reaksi eksotermis.
b. Reaksi Endotermis
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun sehingga
tidak terdapat reaksi endotermis.
c. Pemindahan dan Penanganan Material
Mendapat penalti 0,85 karena unit proses merupakan tangki timbun atau tempat
penyimpanan berbentuk silinder yang berisi Premium yang merupakan flammable
liquid dengan Nf = 3.
d. Unit Proses Tertutup
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun yang tidak
dalam keadaan tertutup.
e. Access (Jalan)
Tangki Nomor 07 memiliki diameter sebesar 36,569 m dan memiliki luas
permukaan bawah tangki sebesar 1049,774 m2. Berdasarkan observasi peneliti,
diketahui bahwa tersedia tujuh buah tangga yang dapat digunakan sebagai akses
menuju ke Tangki Nomor 07. Oleh karena itu, walaupun luas permukaan bawah
tangki lebih dari 925 m2, pada tangki terdapat akses yang cukup untuk operasi
pemadaman pada tangki (lebih dari dua akses). Berdasarkan hal tersebut, maka pada
item ini tidak terdapat penalti (0,00).
f. Saluran Pembuangan dan Pengendalian Tumpahan
Mendapat penalti 0,50 karena tangki dikelilingi dengan tanggul dari beton. F2
adalah faktor yang dapat meningkatkan probabilitas potensi insiden. F2 merupakan
kondisi proses yang spesifik yang berdasarkan sejarah berkontribusi menjadi
penyebab utama insiden kebakaran dan ledakan.
Dari Tabel 2, terlihat bahwa F2 pada Tangki Nomor 07 adalah sebesar 3,16. Nilai
tersebut diperoleh dari penjumlahan seluruh nilai penalti dari setiap item yang ada
dalam special process hazards dan penalti dari base factor (1,00), sebagai beikut:
a. Material Beracun
Mendapat penalti 0,20 karena pada item ini penalti ditentukan dengan mengalikan
Nh material dengan 0,20. Berdasarkan NFPA Hazard ID, Premium memiliki Nh =
1(Pertamina) [10]. Oleh karena itu, besarnya penalti pada item ini adalah: Penalti =
0,20 x Nh Material = 0,20 x 1 = 0,20
b. Tekanan Bawah Atmosfir
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses adalah tangki timbun yang merupakan
atmosferic storage tank, yaitu tangki yang dioperasikan pada atau sedikit di atas
tekanan atmosfir.
Temperatur Operasi pada atau Dekat Flammable Range
Premium merupakan flammable liquid dan memiliki Nf = 3 (Pertamina) [10]. Pada
saat pengisian Premium ke dalam tangki, Premium yang masuk akan mendorong uap
di atasnya sehingga semakin tinggi cairan maka ruang uap akan semakin sedikit.
Oleh karena itu, sebagian uap akan terdorong ke luar melalui lubang vent atau PV
Valve. Sedangkan saat Premium keluar dari tangki, cairan akan menurun sehingga
ruang uap bertambah besar yang memungkinkan udara/oksigen masuk ke dalam
tangki [3]. Berdasarkan hal tersebut, maka pada item ini penalti yang diperoleh
sebesar 0,50.
d. Ledakan Debu
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses adalah tangki timbun yang berisi
flammable liquid sehingga tidak berhubungan dengan debu.
e. Tekanan Pelepasan
Tangki Nomor 07 merupakan atmosferic storage tank sehingga memiliki tekanan
operasi normal sebesar 1 atm (0 psig). Premium merupakan flammable liquid dengan
titik nyala dibawah 100oF. Penalti ditentukan dengan memasukkan besarnya nilai
tekanan operasi (0 psig) ke persamaan untuk flammable and combustible liquids
dengan titik nyala di bawah 140oF(60oC) yang terdapat dalam Pedoman Dows Fire
and Explosion Index. Berdasarkan perhitungan, didapatkan hasil sebesar 0,16109.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada item ini mendapat penalti sebesar 0,16.
f. Temperatur Rendah
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun yang terbuat
dari carbon steel dengan temperatur transisi (uctile/brittle) sebesar -20 0 oC.
Sedangkan rata rata temperatur operasional di tangki sekitar 32 oC [3,11].
g. Jumlah Material
Penalti sebesar 1,00 pada item ini didapat dengan perhitungan sebagai berikut:
Volume Bersih Tangki = 11.508.463 liter [11]
Massa Jenis Premium pada 32 oC = 0,800 g/ml= 0,800 kg/liter [11]
yang dapat dikatagorikan berdasarkan tingkat bahaya. F&EI didapat dari hasil
perkalian antara F3 dan MF.
Dari Tabel 2, terlihat bahwa nilai F&EI adalah sebesar 118,82. Bedasarkan
Pedoman Dows Fire and Explosion Index, diketahui bahwa unit proses dengan
kisaran F&EI sebesar 97 127 masuk dalam klasifikasi tingkat bahaya intermediate.
Oleh karena itu, tingkat bahaya pada Tangki Nomor 07 masuk dalam klasifikasi
tingkat bahaya intermediate. Menurut Nedved, apabila kategori tingkat bahaya
berdasarkan nilai F&EI adalah moderat atau lebih buruk, maka unit proses tersebut
memerlukan perhatian keamaan secara khusus [14]. Berdasarkan hal tersebut, maka
diperlukan perhatian keamanan secara khusus pada Tangki Nomor 07. F&EI
berdasarkan pada worst case, dimana hanya material yang paling berbahaya yang
dievaluasi pada satu waktu dalam tahapan operasi yang spesifik [4,5].
BAB IV
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Tangki-tangki yang terbakar tersebut berisi high octane mogas component
atau minyak ringan, yang berfungsi untuk meningkatkan oktan pada
DAFTAR PUSTAKA
Arlene, Ariestya. 2009. POTENSI BAHAYA KEBAKARAN DAN LEDAKAN PADA
TANGKI TIMBUN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PREMIUM DI
DEPOT X TAHUN 200). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Katolik Parahyangan. Simposium Nasional Rapi Viii.