Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PROSES INDUSTRI KIMIA


KEBAKARAN PT PERTAMINA UNIT IV CILACAP
KELOMPOK

: I (SATU)

NAMA/NIM

: 1. JOKO MULYA PRATAMA


/ 110405041
2. MUHAMMAD ASHARI/130405008
3. AZHARI BAHARSYAH
GAJAH / 130405016
4. LATPAH HANNAH LUBIS
/ 130405028

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebakaran besar yang melanda tangki Pertamina di kilang Cilacap, Jawa
Tengah, yang membakar sejak Sabtu dini hari, belum sepenuhnya bisa dipadamkan
petugas. Ironisnya, insiden kebakaran ini sudah beberapa kali terjadi di areal kilang
minyak Cilacap. Ada apa dengan kilang minyak Cilacap. Kenapa tangki-tangki
penampung minyak tersebut rentan olah api. Seberapa besar pengaruh kebakaran ini
terhadap pasokan minyak untuk masyarakat.
Kebakaran besar kembali menghanguskan sejumlah tangki minyak di kilang
minyak Pertamina Cilacap, Jawa Tengah. Kebakaran yang terjadi sejak Sabtu dini
hari lalu, bermula dari tangki di kilang 31 T2 Refinery Unit Empat Cilacap. Dari
tujuh tangki dalam cluster tersebut, sedikitnya tiga tangki hangus oleh kobaran api.
Tangki-tangki yang terbakar tersebut berisi high octane mogas component
atau minyak ringan, yang berfungsi untuk meningkatkan oktan pada bahan bakar.
Kebakaran ditandai dengan ledakan keras, yang terdengar hingga radius beberapa
kiklometer.
Hingga Senin malam, kobaran api masih terlihat di kilang 31. Petugas juga
masih terus berupaya memadamkan kobaran api yang masih menyala di kilang 31
tangki 7. Menurut Manajer Media PT Pertamina, Wianda Pusponegoro, sejak Senin
sore, pemadaman api dilakukan menggunakan terminator

canon foam. Namun

karena kencangnya tiupan angin, membuat kerja alat kurang optimal. Terlebih dari
dua alat yang didatangkan, baru satu yang dioperasikan.
Wianda menambahkan, dari tiga tangki yang terbakar, saat ini tinggal satu
tangki yang masih terbakar. Petugas kini memfokuskan pada pemadaman tangki 7,
dan melakukan upaya pendinginan pada tangki 104.
Meski kobaran api menghanguskan sejumlah tangki di kilang pertamina
Cilacap, namun Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, memastikan, insiden
ini tidak akan mempengaruhi pasokan BBM di masyarakat. Baik untuk wilayah
Jawa Tengah apalagi nasional.
Optimisme Dirut Pertamina ini dikuatkan oleh Menko Perekonomian, Hatta

Rajasa, saat meninjau lokasi

kebakaran di Cilacap, hari Minggu lalu. Karena

menurut Hatta, kebakaran kali ini hanya melanda tangki penampung minyak, bukan
kilang.
Insiden kebakaran di lingkungan kilang minyak milik Pertamina ini bukanlah
yang pertama kalinya. Bahkan kebakaran di Kilang Cilacap sendiri, sudah terjadi
beberapa kali.
Pada 9 Maret 2008, kebakaran hebat juga melanda kilang minyak Cilacap,
hingga menewaskan 4 orang karyawan. Kebakaran terjadi area kilang FOC satu.
Setahun kemudian, tepatnya 3 Juni 2009, kebakaran kembali melanda kilang
minyak Cilacap, yakni di areal unit pengolahan 4. Kebakaran lainnya terjadi di
kilang Balikpapan, tepatnya di area Refinary Unit Lima, Balikpapan, Klimantan
Tmur, pada 17 januari 2010. Penyebab kebakaran adalah bocornya pipa reboiler
debutanizer yang berisi gas bertekanan tinggi.
Kebakaran besar juga pernah terjadi di Depo Plumpang, Jakarta. Kebakaran
terjadi pada hari Minggu 18 Januari 2010. Hingga saat ini, penyebab pasti kebakaran
yang sempat menimbulkan sejumlah ledakan, belum ditemukan.
Begitu rapuhkah sistem pengamanan tangki di kilang-kilang milik Pertamina.
Menteri BUMN, Mustafa Abu Bakar, memastikan, banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya kebakaran. Terkait kebakaran di Cilacap, Mustafa menduga, salah satu
pemicunya adalah usia tangki yang sudah cukup tua. Meski Mustafa memastikan,
tangki tersebut masih memenuhi standar kelayakan. Karena itu, Menteri BUMN
mengharapkan, pembuatan tangki pada waktu mendatang, harus menggunakan
teknologi modern, dengan jarak antar tangki yang lebih di per lebar.
Insiden ini tidak luput dari perhatian Anggota DPR. Rencananya, Komisi
Tujuh DPR RI, yang membidangi masalah energi, akan meminta penjelasan kepada
pemerintah dan pihak Pertamina. Mereka juga akan menuntut tanggung jawab
pemerintah, karena insiden ini sudah berulang kali terjadi.
Selain mengancam keselamatan warga di sekitar lokasi kejadian, insiden
kebakaran ini juga menimbulkan persoalan baru, yakni terjadinya pencemaran
lingkungan. Sejumlah warga kini mengeluhkan sumur mereka yang tercemar
minyak, atau asap hitam yang menebarkan kotoran di pemukiman warga.
Kobaran api akibat terbakarnya tangki minyak di kilang Cilacap, kini

memang sudah berkurang. Bahkan warga yang semula mengungsi, kini sudah mulai
berdatangan untuk meyaksikan sisa kobaran api yang masih menyala. Tentu saja,
kehadiran mereka bukan untuk menikmati peristiwa yang tidak diinginkan ini, tapi
lebih untuk memastikan, petugas bekerja dengan benar, sehingga kobaran api bisa
benar-benar dipadamkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1.

Sejarah Singkat Pertamina Unit IV Cilacap

Penggunaan minyak bumi saat ini terus berkembang dan semakin meningkat.
Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang masih digunakan,
terutama untuk pembangkit tenaga listrik dan sebagai bahan bakar untuk berbagai
jenis mesin. Konsumsi minyak bumi terus meningkat terutama untuk keperluan
dalam negeri, diantaranya mencapai 34% sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk
kebutuhan pulau Jawa. Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan
Negara dan UU No.44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka
pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN
Pertamina dan PN Permina, yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan dan pemasaran/distribusi.
Pada tahun 1971, terbit UU No.8/1971 yang menetapkan penggabungan
kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam
pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah no. 31 th.2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU no. 22 th 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT (PERSERO) PERTAMINA yang
dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pengalihan Badan Hukum serta
pengalihan Direksi dan Komisaris. Untuk itu, perlu dibangun unit pengolahan
minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut. Dalam usaha
tersebut, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk
mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain
untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak
pelumas dan aspal.
Pembangunan kilang minyak di Cilacap merupakan salah satu dari unit-unit
pengolahan yang ada di Indonesia. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap berada di
bawah tanggung jawab Direktorat Pengolahan Pertamina. Refinery Unit IV Cilacap
ini merupakan unit pengolahan terbesar dan terlengkap hasil produksinya.
Pembangunan kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang
Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang
SRU.
Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina terbagi
atas 7 lokasi yaitu :

1. RU I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara), sudah tidak beroperasi sejak tahun


2006.
2. RU II Dumai dan Sungai Pakning (Riau), kapasitas 170.000 barrel/hari
3. RU III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan ), kapasitas 135.000
barrel/hari.
4. RU IV Cilacap (Jawa Tengah), kapasitas 348.000 barrel/hari.
5. RU V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas 270.000 barrel/hari.
6. RU VI Balongan (jawa Barat), kapasitas 125.000 barrel/hari.
7. RU VII Kasim (Papua Barat), kapasitas 10.000 barrel/hari

I
II
VII

III
VI
IV

Mixed Crude
(domestic&
import)
230 MBSD

LPG
Gasoline
Kerosene
Avtur
ADO/IDO
IFO
LSWR

FOC II

Gambar 2.1 Lokasi Refinerry Unit Pertamina Seluruh Indonesia


Naphta

LPG menghasilkan
Kilang Minyak Cilacap didirikan dengan maksud untuk
Paraxylene

produk BBM dan non-BBM guna memenuhi kebutuhan dalam


negeri yang
Benzene
Crude

Raffinate

118 MBSD
selalu meningkat
dan mengurangi ketergantungan terhadap suplai
BBM dari luar
Heavy-Aromate
FOC I

Paraxylene

Toluene
negeri. Pembangunan kilang minyak di RU IV Cilacap dilaksanakan
dalam

dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene,
Debottlenecking Project, dan Kilang SRU. Secara umum diagram proses di PT.
Pertamina RU IV ditunjukkan oleh gambar 1.2:
Long residue
LOC I/II/III

Base Oil
Parafinic
Minarex
Aspal
Slack Wax
IFO

Gambar 2.2 Diagram Proses Sederhana PT. Pertamina RU IV

2.2 Tata Lokasi


Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran
perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian halnya dalam menentukan
lokasi kilang. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, biaya
operasi, dampak sosial, kebutuhan bahan bakar minyak, sarana, studi lingkungan dan
letak geografis.
Pertamina RU IV Cilacap terletak di desa Lomanis, Kecamatan Cilacap
Tengah, Kabupaten Cilacap, Jawa tengah. Beberapa pertimbangan dipilihnya Cilacap
sebagai lokasi kilang adalah:
1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumsi terbesar adalah
penduduk pulau Jawa.

2. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup
dalam dan tenang karena terlindung pulau Nusakambangan.
3. Terdapatnya jaringan pipa Maos - Yogyakarta dan Cilacap - Padalarang
sehingga penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah.
4. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai
pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut, maka dengan adanya areal tanah yang tersedia dan
memenuhi persyaratan untuk pembangunan Kilang minyak, maka Refinery Unit IV
dibangun di Cilacap dengan luas area total yang digunakan adalah 526,71 ha.
2.3 DESKRIPSI PROSES
Unit unit yang berpengaruh dalam proses:
1. Unit Distillation and Hydro Treating Complex(DHC)
Pada unit ini terdiri dari Distillatioan Treating Unit (DTU), Atmosferis Residu
Hydrodemetalization Unit (AHU) dan Hydro Treating Unit (HTU)

Unit Residu Catalytic Complex


Pada unit ini terdiri dari Residu Catalytic Cracker Unit, Unsaturated Gas Plant,

LPG treatment, Gasoline Treatment Unit, Propylene Recovery dan Catalytic Condensation
Unit
Pada Unit Residu Katalitik Kompleks, terdiri dari residu catalytic cracker unit,
unsaturated gas plant, LPG treatment, gasoline treatment unit, propylene recovery, dan
catalytic condensation unit.
Residu Catalytic Cracker
Unit ini berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut (secondary processing) untuk
mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu yang merupakan campuran dari DMAR
produk ARDHM dan AR produk CDU dengan cara perengkahan memakai katalis.
Reduced crude sebagai umpan RCC adalah campuran dari paraffin, olefin, naphtene, dan
aromatik yang sangat kompleks merupakan rangkaian fraksi mulai dari gasoline dalam
jumlah kecil sampai fraksi berat dengan jumlah atom C panjang.

Di dalam RCC terdapat reaktor, regenerator, catalyst condenser, main air blower,
cyclone, catalyst system, dan CO boiler. Unit ini berkaitan erat dengan Unsaturated Gas
Plant Unit yang akan mengelola produk puncak main column RCC Unit menjadi
stabilized gasoline, LPG dan non condensable lean gas.
Produk-produk yang dihasilkan antara lain:
- Liquified Petroleum Gas (LPG)
- Gasoline dari fraksi naphta
- Light Cycle Oil (LCO)
- Decant Oil (DCO)
Sedangkan stream yang tidak diproduksi antara lain:
- Heavy naphta
- Heavy Cycle Oil (HCO)
RCC dirancang untuk mengolah Treated Atmospheric Residue yang berasal dari unit
AHU dengan desain 29500 BPSD (35,5 % vol) dan Untreated Atmospheric Residu yang
berasal dari unit CDU dengan desain 53.000 BPSD (64,5 % vol). Kedua jenis residu ini
kemudian dicampur. Kapasitas terpasang adalah 83.000 BPSD.
Reaksi yang terjadi di unit ini adalah reaksi cracking (secara katalis dan thermal).
Thermal cracking terjadi melalui pembentukan radikal bebas, sedangkan catalytic cracking
melalui pembentukan ion carbonium tersier. Reaksi cracking merupakan reaksi
eksotermis. Katalis yang digunakan terdiri atas zeolit, silica, dan lain-lain. Salah satu
fungsi bagian asam dari katalis adalah untuk memecah molekul yang besar.
Persamaan reaksi cracking antara lain:
Parafin terengkah menjadi olefin dan paraffin yang lebih kecil
CnH2n+2 CmH2m + CpH2p+2
dimana n = m + p
paraffin
olefin parafin
Olefin terengkah menjadi olefin yang lebih kecil
CnH2n CmH2m + CpH2p
dimana n = m + p
olefin
olefin
olefin
Perengkahan rantai samping aromatik
Aromatik CnH2n-1 Aromatik CmH2m-1 + CmH2m+2
dimana n = m + p
Naphtene (cycloparaffin) terengkah menjadi olefin
Cyclo-CnH2n Cyclo + CmH2m + CpH2p
dimana n = m + p
olefin olefin
Jika sikloparafin mengandung sikloheksana
Cyclo-CnH2n C6H12 + CmH2m + CpH2p
dimana n = m + p
sikloheksana olefin olefin

Tahapan Proses:
- Reactor-Regenerator System
Umpan untuk RCC unit ini disebut raw oil dan biasanya reduced crude. Raw oil
berasal dari campuran Treated Atmospheric Residue dan Untreated Atmospheric
Residu yang berasal dari unit AHU, CDU, dan storage. Campuran tersebut dicampur
di surge drum (15-V-105) dengan syarat tertentu dan dipompakan ke riser sambil
melewati beberapa heat exchanger untuk dipanaskan oleh produk bottom main column
dan produk bottom stripper sampai. Syarat campuran tersebut antara lain kandungan
logam Ni, V, dan MCRT. Logam-logam tersebut akan menjadi racun dan perusak
katalis RCC. MCRT yang diijinkan adalah 5,6%-v.
Sebelum mencapai riser, raw oil panas di atomize (dikabutkan) oleh steam
berdasarkan perbedaan tekanan dan masuk ke dalam reaktor dengan metode tip and
plug. Pada reaksi ini diperlukan katalis. Katalis yang digunakan terdiri atas zeolit,
silika, dan zat lain. Pengontakan katalis dengan feed dilakukan dengan cara
mengangkat regenerated catalyst dari regenerator ke riser menggunakan lift steam dan
lift gas dari off-gas hasil Gas Concentration Unit. Lift gas juga berfungsi sebagai
nickel vasivator. Katalis kemudian kontak dengan minyak dan mempercepat reaksi
cracking, selain itu katalis juga memberikan panas pada hidrokarbon (raw oil)
sehingga lebih membantu mempercepat reaksi cracking yang terjadi. Katalis dan
hidrokarbon naik ke bagian atas riser karena kecepatan lift steam dan lift gas yang
sangat tinggi. Aliran katalis ke riser ini diatur untuk menjaga suhu reaktor.
Setelah reaksi terjadi di bagian atas riser (reaktor) maka katalis harus dipisahkan
dari hidrokarbon untuk mengurangi terjadinya secondary cracking sehingga rantai
hidrokarbonnya menjadi lebih kecil dan akhirnya membentuk coke. Pada bagian atas,
sebagian besar katalis akan terpisah dari atomized hidrocarbon dan jatuh ke seksi
stripping, selain itu katalis juga dipisahkan pada cyclone dekat reaktor dengan
memafaatkan gaya sentrifugal sehingga katalis terpisah dari atomized hidrocarbon
berdasarkan perbedaan densitasnya dan jatuh ke seksi stripping. Steam diinjeksikan ke
stripping untuk mengambil hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan spent
catalyst. Atomized hidrocarbon yang terkumpul di plenum chamber keluar dari top
riser mengalir ke main column (15-C-101) pada seksi fraksinasi.

Regenerator dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Dari
stripping, spent catalyst turun ke regenerator (15-R-101) pada bagian upper
regenerator. Spent catalyst diregenerasi dengan membakar coke yang menempel pada
permukaan katalis dengan mengalirkan udara pada katalis. Coke terjadi akibat reaksi
cracking dan tidak bisa diambil oleh steam pada stripping sehingga mengurangi
aktivitas katalis. Pada bagian upper regenerator terjadi partial combustion, dimana
coke akan dibakar menjadi CO. Coke yang dibakar hanya 80%. Sedangkan pada
bagian lower regenerator terjadi total combustion, dimana semua sisa coke dibakar
menjadi CO2.
Gas CO dari upper regenerator ini tidak langsung dibuang karena dapat mencemari
lingkungan, tetapi dibakar terlebih dahulu pada CO boiler menjadi CO2. Hal ini
dilakukan dengan melewatkan fuel gas yang mengandung CO tersebut ke dalam
cyclone terlebih dahulu untuk mengambil partikel katalis yang terikut. Tekanan fuel
gas yang keluar dikurangi dengan memanfaatkan panas hasil pembakaran CO menjadi
CO2 dalam. CO boiler untuk memproduksi steam tekanan tinggi. Biasanya electostatic
presipitator digunakan untuk mengambil debu katalis yang masih ada sebelum keluar
dari stack, namun saat iniRCC belum dilengkapi alat tersebut.
Setelah dibakar di upper regenerator, katalis dialirkan ke lower regenerator. Aliran
katalis ini diatur untuk mengontrol level lower regenerator, temperatur lower
regenerator slide valve, dan catalyst cooler slide valve. Kelebihan udara dalam lower
regenerator digunakan untuk membakar coke yang tersisa pada katalis dan diarahkan
pembakarannya menjadi CO2. Katalis panas dari lower generator dialirkan ke riser
melalui regenerated slide valve untuk kembali beroperasi, tetapi sebelumnya
didinginkan dengan catalyst cooler terlebih dahulu. Catalyst cooler (15-V-501)
mengambil kelebihan panas dari regenerator oleh boiler feed water (BFW) dan diubah
menjadi steam.

Main Column Section


Atomized hidrokarbon hasil reaksi cracking dialirkan dari reaktor ke column

fraksionator untuk dipisahkan menjadi Decant Oil / Slurry Oil (DCO), Heavy Cycle
Oil (HCO), Light Cycle Oil (LCO), naphta, unstabilized gasoline, dan wet gas.

Atomized hidrocarbon masuk ke bottom kolom dan didinginkan sebelum pemisahan


terjadi.
Pendinginan ini dilakukan dengan sirkulasi sebagian DCO dari bottom kolom yang
melalui steam generator (15-E-104) dan beberapa heat exchanger. Sirkulasi DCO
dingin dikembalikan ke kolom sebagai refluks. Sebagian DCO masuk ke stripper
untuk dipisahkan dari fasa gas nya, kemudian melalui beberapa exchanger untuk
memanaskan feed dan masuk ke tangki produk.
Dari seksi DCO terjadi penguapan / fraksinasi pertama, yaitu seksi HCO. HCO
tidak diambil dan hanya digunakan sebagai refluks pendingin, pengatur penguapan dan
pemanas untuk raw oil preheater dan debutanizer reboiler di dalam gas concentration
section. HCO digunakan untuk menjaga temperatur kolom bagian bawah tempat
masuknya feed yang panas agar tetap dibawah 350oC sehingga mencegah
terbentuknya coke. Net HCO kadang-kadang diambil untuk bahan bakar pada torch
oil.
Dari seksi HCO, penguapan terus terjadi dan masuk ke seksi LCO. Sebagian
produk LCOdikirim ke sponge absorber dalam Gas Concentration Unit (Unit 16).LCO
akan mengabsorp C3, C4, dan beberapa C5 dan C6 yang terikut dari material sponge
gas dan dikembalikan ke main column. Kandungan CO diambil melalui LCO stripper
column (15-C-103) untuk mengatur flash point. Sebelum LCO masuk ke storage,
panasnya digunakan untuk raw charge preheater, Gas Concentration Unit, dan stripper
reboiler debutanizer.
Produk atas main column lainnya adalah heavy naphta. Heavy naphta tidak diambil
menjadi produk sama hal nya dengan HCO. Sirkulasi naphta digunakan dalam
preheater umpan atau peralatan penukar panas lain sebelum kembali ke kolom sebagai
refluks. Sebelum kembali ke kolom, heavy naphta ditambahkan wild naphta/heavy
naphta dari GO HTU dan LCO HTU untuk menambah naphta yang akan dihasilkan
RCC pada seksi teratas kolom.
Light gas dan gasoline/naphta teruapkan melalui top column (seksi teratas) dan
melewati overhead condenser untuk dikondensasikan dan dipisahkan dalam (15-V106) menjadi fraksi air, fraksi minyak, dan fraksi gas. Sebagian dari unstabilized
gasoline (fraksi minyak) dikirim kembali ke main column sebagai refluks. Sebagian
fraksi minyak dan fraksi gas dikirim ke Gas Concentration Unit untuk diproses lebih
lanjut, dan fraksi air dikirim ke SWS.

2.4 Flowsheet Process

BAB III
PEMBAHASAN
3.1
1.

Analisis Resiko Proses Industri


Resiko Kesehatan
Kebakaran terjadi di area 31 pada tangki T-2 yang berkapasitas sekitar 39.000

kiloliter. Tangki yang berdiameter 20-24 meter dengan tinggi 17 meter tersebut berisi
bahan pencampur nilai oktan pada premium. (HMOC).
Terdapatnya kepulan asap hitam dan debu-debu yang membumbung tinggi
keangkasa. pada saat yang bersamaan arah mata angin pun mempengaruhiterbangnya
kepulan asap hitam tersebut, yang jika asap tersebut dihirup olehbanyak manusia,

dapat menyebabkan gangguan pernafasan karena asap yangdiakibatkan kebakaran


tersebut mengandung Carbon Monoksida.
Beberapa Individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya.
Kelompok masyarakat yang paling terpajan olehCO termasuk polisi lalu lintas atau
tukang pakir, pekerja bengkel mobil,petugas industri logam, industri bahan bakar
bensin (Pertamina, Chevron),industri gas kimia dan pemadam kebakaran.Tidak
seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yangberbahaya karena
mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darahyaitu haemoglobin.
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalahkemampuannya
untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merahyang mengakut
oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukankarboksihaemoglobin
(HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkanoksihaemoglobin (HbO2).
PenguraianHbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel
pigmen tersebut dalamfungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti
ini bisaberakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan.
Selainitu,

metabolisme

otot

dan

fungsi

enzim

intra-seluler

juga

dapat

terganggudengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampak keracunan CO


sangatberbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung
atausirkulasi darah periferal yang parah. Kadar CO yang tinggi dapatmenyebabkan
perubahan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi
abnormal gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darahperiferal, tidak banyak
didapatkan data tentang pengaruh pemajanan CO kadar rendah terhadap sistim
kardiovaskular.Selain itu juga dalam kepulan asap tersebut terdapat gas NOx
(NitrogenDioksida). Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10100 kali lebih
tinggidari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan
dapatmencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi
olehkepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusiaadalah
dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan olehkendaraan bermotor,
produksi energi dan pembuangan sampah.
Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang,
pembakaranminyak, pembakaran gas, dan bensin.Oksida nitrogen seperti NO dan
NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitianmenunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih

beracun daripada NO. Selama inibelum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO


yang mengakibatkankematian. Diudara ambien yang normal, NO dapat mengalami
oksidasimenjadi NO2 yang bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan
yangdipajankan

NO

dengan

dosis

yang

sangat

tinggi,

memperlihatkan

gejalakelumpuhan sistim syarat dan kekejangan. Penelitian lain menunjukkan


bahwatikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan hilang kesadarannya setelah 67menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan sembuh kembali setelah 4 6
menit.
Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut berlangsung selama 12menit,
pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua\ tikus yangdiuji akan
mati.Oksida

nitrogen

seperti

NO

dan

NO2

berbahaya

bagi

manusia.

Penelitianmenunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama
inibelum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkankematian.
Diudara ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasimenjadi NO2 yang
bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yangdipajankan NO dengan
dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejalakelumpuhan sistim syarat dan
kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwatikus yang dipajan NO sampai 2500
ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7menit, tetapi jika kemudian diberi udara
segar akan sembuh kembali setelah 4 6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada
kadar tersebut berlangsung selama 12
menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua tikus yangdiuji akan
mati.
2.

Resiko Keselamatan
Bahaya

keselamatan

jiwa

diklasifikasikan :
1. Bahaya langsung
a. Tersengat temperatur yang tinggi
b. Keracunan asap
2. Bahaya tidak langsung
a. Terluka

manusia

pada

peristiwa

kebakaran

dapat

b. Terjatuh
c. Terserang sakit
d. Mengalami shock/serangan psikologis
3. Resiko Lingkungan
Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kebakaran kilan minyak diarea 31
tangki T2 dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu dampak terhadap lingkungan udara
dan dampak terhadap lingkungan air. Dampak yang timbul meliputi meningkatnya
konsentrasi pencemar konservatif yang meliputi

Karbon monoksida (CO)

Oksida sulfur (Sox)

Oksida nitrogen (NOx)

Partikulat (debu)
Perubahan kualitas udara perkotaan telah diamati secara menerus dibeberapa

kota baik oleh Bapedalda maupun oleh BMG.Secara tidak langsung, kebakaran akan
memberikan dampak terhadaplingkungan air terutama melalui air buangan (limbah)
dari sisa-sisa prosesindustri yang telah tercemar katalis yang diberikan pada proses
pembuatanbensin oktan tinggi di kilang minyak T2 di area 31.

4. Dampak bagi kualitas udara


Gas-gas yang terdapat dalam asap kebakaran pada kilang minyak T2 diarea 31
banyak yang dapat menimbulkan kerugian, diantaranya adalah karbon dioksida,
karbon monoksida, oksida nitrogen dan oksida belerang. Berikut ini kerugian yang
ditimbulkan gas-gas tersebut:
a.Oksida nitrogen
NOx bereaksi dengan bahan-bahan pencemar lain danmenimbulkan fenomena asapkabut atau smog. Smog menyebabkan berkurangnya daya pandang, iritasi pada mata
dan saluran pernapasan, membuat tanaman layu, serta menurunkan kualitas materi.
5. Dampak Lain

Pada bagian lain, manajemen Pertamina memutuskan untuk mencopot jabatan


empat orang pegawai setingkat manager sebagai buntut dari terbakarnya kilang
minyak Cilacap tersebut. Keempat orang tersebut masing-masing adalah manager
kilang, manajer produksi, manager pemeliharaan, dan manager engineering. Ketiga
tangki di kilang Cilacap terbakar pada 2 April 2011. Tangki yang terbakar bukanlah
tangki berisi BBM melainkan berisi minyak ringan HOMC (High Octane Mogas
Component). Api yang membakar tiga tangki minyak milik Pertamina di Cilacap,
Jawa Tengah diketahui mulai merambat sejak Sabtu, 2 April 2011 pada pukul 04.55
WIB dab baru berhasil dipadamkan pada Rabu, 6 April 2011. Tangki-tangki tersebut
di antaranya tangki 31 T-2 dan tangki 31 T-3 yang sudah padam sejak Minggu, 3
April 2011 dan tangki 31 T-7 yang sebetulnya pada Selasa 5 April 2011 sempat
padam tapi kembali terbakar.

3.2 Analisa Penyebab


Api adalah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3 (tiga)
unsur yaitu: panas, udara dan bahan bakar yang menimbulkan atau menghasilkan
panas dan cahaya. Segitiga api adalah elemen-elemen pendukung terjadinya
kebakaran dimana elemen tersebut adalah panas, bahan bakar dan oksigen. Namun
dengan adanya ketiga elemen tersebut, kebakaran belum terjadi dan hanya
menghasilkan pijar. Untuk berlangsungnya suatu pembakaran, diperlukan komponen
keempat, yaitu rantai reaksi kimia (chemical chain reaction). Teori ini dikenal
sebagai Piramida Api atau Tetrahedron. Rantai reaksi kimia adalah peristiwa dimana
ketiga elemen yang ada saling bereaksi secara kimiawi, sehingga yang dihasilkan
bukan hanya pijar tetapi berupa nyala api atau peristiwa pembakaran.
CH4 + O2 + (x)panas ----> H2O + CO2 + (Y)panas
Tiga unsur Api
1. Oksigen
Sumber oksigen adalah dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar 15%
volume oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di dalam
atmosfir kita mengandung 21% volume oksigen. Ada beberapa bahan bakar yang

mempunyai cukup banyak kandungan oksigen yang dapat mendukung terjadinya


pembakaran
2. Panas
Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat
mendukung terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari,
permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis, energi
listrik, percikan api listrik, api las / potong, gas yang dikompresi
3. Bahan bakar
Bahan bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya pembakaran.
Ada tiga wujud bahan bakar, yaitu padat, cair dan gas.
Untuk benda padat dan cair dibutuhkan panas pendahuluan untuk mengubah seluruh
atau sebagian darinya, ke bentuk gas agar dapat mendukung terjadinya pembakaran.
Penyebab dari kebakaran pertamina unit IV Cilacap adalah adanya api yang terjadi
akibat konsleting listrik pada pompa yang kemudian menyambar ke pipa kemudian
ditambah lagi pipa yang bocor sehingga api bisa cepat menyambar ke tangki yang
berisi HOMC kemudian menyambar ke tangki lainya.

3.3 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan menggunakan metode Dows Fire and Explosion
Index. Dows Fire and Explosion Index merupakan salah satu instrumen process
hazard analysis, yaitu proses evaluasi terhadap besarnya risiko bahaya kebakaran,
ledakan, dan reaktifitas dari peralatan proses beserta isinya secara objektif dan
realistis pada suatu unit proses Dows Fire and Explosion Index merupakan suatu
cara pendekatan yang konsisten untuk mengenal dan mengevaluasi potensi bahaya.
Index tersebut diturunkan dan diperoleh dari studi banyak kecelakaan. Selain
itu, dalam pelaksanaannya tidak memerlukan banyak tenaga [6]. Menurut Ozog dan
Mahlem, Dows Fire and Explosion Index merupakan panduan yang pertama dan
paling populer digunakan dalam dunia industri [7]. Menurut Hendershot, Dows Fire

and Explosion Index dan Dow Chemical Exposure Index (CEI) merupakan dua
alatnyang umum digunakan dalam mengukur process inherent safety characteristics.
Dows Fire and Explosion Index adalah salah satu alat untuk mengukur potensi
bahaya pada berbagai proses dalam dunia industri yang relatif sederhana,
perhitungannya mudah, dapat dihitung secara manual, sehingga banyaknya unit
proses tidak akan menjadi masalah untuk dievaluasi dalam waktu yang cepat [8].
Menurut Suardin, Dows Fire and Explosion Index telah digunakan secara luas
dan telah membantu para engineer untuk memperhatikan bahaya di setiap unit proses
ketika membuat keputusan penting dalam mengurangi keparahan dan/atau
kemungkinan potensi insiden [9].
Berdasarkan Pedoman Dows Fire and Explosion Index, dalam menentukan
unit proses yang akan diteliti, maka unit proses yang dipilih adalah unit proses yang
diperkirakan memiliki potensi bahaya yang besar dan dapat menimbulkan kerugian
yang besar jika terjadi kebakaran dan ledakan. Selain itu, unit proses minimal
menangani 5.000 pounds atau sekitar 600 gallons flammable, combustible, atau
reactive material. Depot X memiliki sembilan tangki timbun Premium.
Dari Tabel 1, terlihat bahwa kapasitas aman tangki terkecil adalah kapasitas
Tangki Nomor 23 yaitu sebesar 9.871 KL (setara dengan 2.607.918,2 gallons karena
1 liter = 0.2642 gallons (US)). Oleh karena itu, semua tangki Premium yang ada di
Depot X telah memenuhi syarat untuk dapat diteliti karena menangani lebih dari 600
gallons flammable material.
Dari Tabel 1, terlihat pula bahwa dari sembilan tangki Premium yang ada,
Tangki Nomor 07 memiliki kapasitas aman yang terbesar. Selain itu, Tangki Nomor
07 dibuat pada tahun 1972 dan belum pernah mengalami upgrade pondasi. Oleh
karena itu, dari sembilan tangki premium yang ada, tangki yang akan menjadi unit
proses (objek penelitian) adalah Tangki Nomor 07.
Tangki Nomor 07 merupakan fixed cone roof tank yang dilengakapi bundwall
dari beton dengan ketinggian 1,5 meter. Berdasarkan hasil fire risk assessment Depot
X Tahun 2002, kontruksi bundwall telah memenuhi standar NFPA 30 (Pertamina,
2002) [3]. Antar tangki dalam satu area bundwall belum dilengkapi dengan
intermediate wall. Sistem drainase Tangki Nomor 07 dibuat terintegrasi dengan
seluruh area tangki. Sistem drainase juga menampung air hujan yang mengalir

menuju oil catcher. Tersedia tujuh buah tangga yang dapat digunakan sebagai akses
menuju ke Tangki Nomor 07. Tangki juga dilengkapi dengan deluge spay dan foam
system.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan Pedoman Dows Fire
and Explosion Index, langkah langkah penilaian potensi bahaya kebakaran dan
ledakan dimulai dari memilih unit proses, menentukan MF, mentukan F3 dengan
menghitung F1 dan F2, sampai menentukan F&EI [4,5]. MF adalah nilai yang
menggambarkan potensi energi yang dibebaskan saat kebakaran dan ledakan, yang
dihasilkan dari pembakaran atau reaksi kimia lainnya. MF diperoleh dari Nf dan Nr
yang masing masing menggambarkan nilai flammability dan reactivity (atau
instability).
Berdasakan NFPA Hazard ID dalam MSDS Premium, diketahui bahwa
Premium memiliki nilai Health = 1, Flamability = 3, Reactivity = 0 (Pertamina) [10].
Oleh karena itu, Premium memiliki nilai MF sebesar 16 karena memiliki nilai Nf = 3
dan Nr = 0. Dalam Pedoman Dows Fire and Explosion Index, F1 dan F2 merupakan
gambaran process hazard yang dikuantifikasi dengan penalti sebagai faktor dalam
perhitungan. Tidak semua penalti dapat digunakan untuk proses yang sedang
dievaluasi. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan yang matang dan jika
dibutuhkan perlu didiskusikan dengan para ahli [4-6, 9].
F1 adalah faktor utama yang berperan dalam menentukan besarnya kerugian
dari insiden. General process hazards meliputi enam item yaitu exothermic chemical
reactions, endothermic processes, material handling and transfer, enclosed or
indoor process units, access, dan drainage and spill control.
Dari Tabel 2, terlihat bahwa F1 pada Tangki Nomor 07 adalah sebesar 2,35.
Nilai tersebut diperoleh dari penjumlahan seluruh nilai penalti dari setiap item yang
ada dalam general process hazards dan penalti dari base factor (1,00), sebagai
berikut:
a. Reaksi Eksotermis
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun sehingga
tidak terdapat reaksi eksotermis.
b. Reaksi Endotermis

Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun sehingga
tidak terdapat reaksi endotermis.
c. Pemindahan dan Penanganan Material
Mendapat penalti 0,85 karena unit proses merupakan tangki timbun atau tempat
penyimpanan berbentuk silinder yang berisi Premium yang merupakan flammable
liquid dengan Nf = 3.
d. Unit Proses Tertutup
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun yang tidak
dalam keadaan tertutup.
e. Access (Jalan)
Tangki Nomor 07 memiliki diameter sebesar 36,569 m dan memiliki luas
permukaan bawah tangki sebesar 1049,774 m2. Berdasarkan observasi peneliti,
diketahui bahwa tersedia tujuh buah tangga yang dapat digunakan sebagai akses
menuju ke Tangki Nomor 07. Oleh karena itu, walaupun luas permukaan bawah
tangki lebih dari 925 m2, pada tangki terdapat akses yang cukup untuk operasi
pemadaman pada tangki (lebih dari dua akses). Berdasarkan hal tersebut, maka pada
item ini tidak terdapat penalti (0,00).
f. Saluran Pembuangan dan Pengendalian Tumpahan
Mendapat penalti 0,50 karena tangki dikelilingi dengan tanggul dari beton. F2
adalah faktor yang dapat meningkatkan probabilitas potensi insiden. F2 merupakan
kondisi proses yang spesifik yang berdasarkan sejarah berkontribusi menjadi
penyebab utama insiden kebakaran dan ledakan.
Dari Tabel 2, terlihat bahwa F2 pada Tangki Nomor 07 adalah sebesar 3,16. Nilai
tersebut diperoleh dari penjumlahan seluruh nilai penalti dari setiap item yang ada
dalam special process hazards dan penalti dari base factor (1,00), sebagai beikut:
a. Material Beracun
Mendapat penalti 0,20 karena pada item ini penalti ditentukan dengan mengalikan
Nh material dengan 0,20. Berdasarkan NFPA Hazard ID, Premium memiliki Nh =
1(Pertamina) [10]. Oleh karena itu, besarnya penalti pada item ini adalah: Penalti =
0,20 x Nh Material = 0,20 x 1 = 0,20
b. Tekanan Bawah Atmosfir

Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses adalah tangki timbun yang merupakan
atmosferic storage tank, yaitu tangki yang dioperasikan pada atau sedikit di atas
tekanan atmosfir.
Temperatur Operasi pada atau Dekat Flammable Range
Premium merupakan flammable liquid dan memiliki Nf = 3 (Pertamina) [10]. Pada
saat pengisian Premium ke dalam tangki, Premium yang masuk akan mendorong uap
di atasnya sehingga semakin tinggi cairan maka ruang uap akan semakin sedikit.
Oleh karena itu, sebagian uap akan terdorong ke luar melalui lubang vent atau PV
Valve. Sedangkan saat Premium keluar dari tangki, cairan akan menurun sehingga
ruang uap bertambah besar yang memungkinkan udara/oksigen masuk ke dalam
tangki [3]. Berdasarkan hal tersebut, maka pada item ini penalti yang diperoleh
sebesar 0,50.
d. Ledakan Debu
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses adalah tangki timbun yang berisi
flammable liquid sehingga tidak berhubungan dengan debu.
e. Tekanan Pelepasan
Tangki Nomor 07 merupakan atmosferic storage tank sehingga memiliki tekanan
operasi normal sebesar 1 atm (0 psig). Premium merupakan flammable liquid dengan
titik nyala dibawah 100oF. Penalti ditentukan dengan memasukkan besarnya nilai
tekanan operasi (0 psig) ke persamaan untuk flammable and combustible liquids
dengan titik nyala di bawah 140oF(60oC) yang terdapat dalam Pedoman Dows Fire
and Explosion Index. Berdasarkan perhitungan, didapatkan hasil sebesar 0,16109.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada item ini mendapat penalti sebesar 0,16.
f. Temperatur Rendah
Tidak ada penalti (0,00) karena unit proses merupakan tangki timbun yang terbuat
dari carbon steel dengan temperatur transisi (uctile/brittle) sebesar -20 0 oC.
Sedangkan rata rata temperatur operasional di tangki sekitar 32 oC [3,11].
g. Jumlah Material
Penalti sebesar 1,00 pada item ini didapat dengan perhitungan sebagai berikut:
Volume Bersih Tangki = 11.508.463 liter [11]
Massa Jenis Premium pada 32 oC = 0,800 g/ml= 0,800 kg/liter [11]

Massa Premium = Massa Jenis x Volume =0,800 kg/liter x 11.508.463


liter=9.206.770,400 kg = 20.297.246,02 lb (karena 1 kg = 2,2046 lb)
Premium merupakan gasoline memiliki energi (Hc) = 18,8 x 103 BTU/lb [4,5]
Total energi dalam tangki = 20.297.246,02 lb x 18,8 x 103 BTU/lb = 381,588 x 109
BTU
Nilai 381,588 x 109 BTU dimasukan ke persamaan Class I Flammable Liquids
yang terdapat dalam Pedoman Dows Fire and Explosion Index dan didapatkan hasil
penalti sebesar 1,00.
h. Korosi dan Erosi
Mendapat penalti 0,20 karena untuk menghindari kerusakan pada dinding dan atap
tangki dari proses korosif dilakukan upaya pengecatan tangki selama 2 3 tahun
sekali. Proses tersebut dilakukan pada saat tangki sedang tidak dioperasikan [12].
Pengecatan terakhir Tangki Nomor 07 dilaksanakan pada Bulan Juli 2006.
i. Kebocoran
Mendapat penalti 0,10 karena terdapat kemungkinan kebocoran baik pada pipa
penyaluran Premium maupun pada tangki [12,13].
j. Penggunaan Peralatan Pembakar
Tidak ada penalti (0,00) karena di sekitar atau pada tangki tidak terdapat peralatan
pembakar.
k. Sistem Pertukaran Minyak Panas
Pada item ini, penalti tidak diberikan untuk noncombustible hot oil atau combustible
fluid yang digunakan di bawah titik nyalanya. Premium bukan merupakan
combustible liquid melainkan flammable liquid karena titik nyalanya di bawah
100 oF. Berdasarkan hal tersebut, maka pada item ini tidak terdapat penalti (0,00).
l. Peralatan Berputar
Tidak ada penalti (0,00) karena tidak terdapat peralatan berputar seperti kompressor,
pompa, agitators (mixers) dan pompa sirkulasi. F3 merupakan ukuran degree of
hazard exposure dari unit proses dengan rentang nilai 1 8. F3 didapat dari hasil
perkalian antara F1 dan F2. Dari Tabel 2, terlihat bahwa nilai F3 adalah sebesar 7,43.
Oleh karena itu, dapat dikatakan degree of hazard exposure dari Tangki Nomor 07
cukup tinggi. F&EI merupakan gambaran potensi bahaya yang ada dalam unit proses

yang dapat dikatagorikan berdasarkan tingkat bahaya. F&EI didapat dari hasil
perkalian antara F3 dan MF.
Dari Tabel 2, terlihat bahwa nilai F&EI adalah sebesar 118,82. Bedasarkan
Pedoman Dows Fire and Explosion Index, diketahui bahwa unit proses dengan
kisaran F&EI sebesar 97 127 masuk dalam klasifikasi tingkat bahaya intermediate.
Oleh karena itu, tingkat bahaya pada Tangki Nomor 07 masuk dalam klasifikasi
tingkat bahaya intermediate. Menurut Nedved, apabila kategori tingkat bahaya
berdasarkan nilai F&EI adalah moderat atau lebih buruk, maka unit proses tersebut
memerlukan perhatian keamaan secara khusus [14]. Berdasarkan hal tersebut, maka
diperlukan perhatian keamanan secara khusus pada Tangki Nomor 07. F&EI
berdasarkan pada worst case, dimana hanya material yang paling berbahaya yang
dievaluasi pada satu waktu dalam tahapan operasi yang spesifik [4,5].

BAB IV
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Tangki-tangki yang terbakar tersebut berisi high octane mogas component
atau minyak ringan, yang berfungsi untuk meningkatkan oktan pada

bahan bakar. Kebakaran ditandai dengan ledakan keras, yang terdengar


hingga radius beberapa kiklometer.
2. Penyebab dari kebakaran pertamina unit IV Cilacap adalah adanya api
yang terjadi akibat konsleting listrik pada pompa yang kemudian
menyambar ke pipa kemudian ditambah lagi pipa yang bocor sehingga
api bisa cepat menyambar ke tangki yang berisi HOMC kemudian
menyambar ke tangki lainya.
3. Pencegahan dapat dilakukan menggunakan metode Dows Fire and
Explosion Index. Dows Fire and Explosion Index merupakan salah satu
instrumen process hazard analysis, yaitu proses evaluasi terhadap
besarnya risiko bahaya kebakaran, ledakan, dan reaktifitas dari peralatan
proses beserta isinya secara objektif dan realistis pada suatu unit proses
Dows Fire and Explosion Index merupakan suatu cara pendekatan yang
konsisten untuk mengenal dan mengevaluasi potensi bahaya.

DAFTAR PUSTAKA
Arlene, Ariestya. 2009. POTENSI BAHAYA KEBAKARAN DAN LEDAKAN PADA
TANGKI TIMBUN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PREMIUM DI
DEPOT X TAHUN 200). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Katolik Parahyangan. Simposium Nasional Rapi Viii.

Darmawan, Saptadi. 2011. Pembuatan Minyak Bumi.


Estrada, Ferek., Ruben Gusmao., Mudjijati Dan Nani Indraswati. 2007. Pengambilan
Minyak Bumi. Widya Teknik Vol. 6, No. 2, 2007 (121-130).
Hariani, Poedji Loekitowati., Fahma Riyanti Dan Mutia Riska. 2013. Pengaruh
Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak. Jurusan Kimia Fmipa, Unsri
Kampus Indralaya Ogan Ilir : Sumatera Selatan, Prosiding Semirata Fmipa :
Universitas Lampung.
Rahmaniar., Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah. 2009. Pembuatan Kompon Karet
Dengan Penambahan Minyak Bumi. Dinamika Penelitian BIPA Vol. 20 No.
35 Tahun 2009.
Siswani, Endang Dwi dan Susila Kristianingrum. 2006. PKL Pertamina Unit IV
Cilacap. J.Kim, No 1, Th, V, Juli 2006.
.

Anda mungkin juga menyukai