1 Konsep Matematika Dalam Kimia
1 Konsep Matematika Dalam Kimia
(i) Matriks
Seri
0
1
0
1
2
Kalah
0
1
2
2
2
Memasukkan Gol
16
15
16
18
10
Kemasukan Gol
2
6
5
11
7
Nilai*
24
19
18
16
14
Tabel atau daftar tersebut dapat disusun lebih sederhana dengan menghilangkan
judul baris dan judul kolom sehingga tanmpil sebagai berikut
8
8
8
8
8
8
6
6
5
4
0
1
0
1
2
0
1
2
2
2
16
15
16
18
10
2
6
5
11
7
24
19
18
16
14
Jika susunan bilangan-bilangan itu ditulis di dalam tanda kurung biasa atau kurung
siku, akan berbentuk sebagai berikut:
16
24
15
19
16
18
18
11
16
10
14
2
Susunan bilangan tersebut disebut sebagai matriks, secara umum matriks dapat
didefenisikan sebagai berikut:
Suatu matriks biasanya diberi nama dengan huruf kapital seperti A, B, C atau yang
lainnya. Secara umum matriks A yang mempunyai i baris dan j kolom dapat ditulis
dalam bentuk umum berikut ini
A=
a11
a12
a1j
a21
a22
a2j
ai1
ai2
aij
(ii)
banyak baris pada matriks A adalah i buah, dan banyak kolom pada
matriks A adalah j buah
(iii)
INTEGRAL
Integral merupakan anti diferensial (anti turunan) atau sebagai invers dari diferensial
maka
pengintegralan
ditulis
sebagai
berikut:
f ' ( x)dx f ( x) k
Ada 2 (dua) jenis integral:
1. Integral tak tentu
Integral ini adalah proses untuk menentukan bentuk umum anti turunan dari suatu
fungsi yang diberikan. Dapat pula dikatakan bahwa hasil pengintegralan f (x) masih
mengandung konstanta k sembarang (kadang juga digunakan simbol C (English :
constant).
f ' ( x)dx f ( x) k
atau
f ' ( x)dx
f ( x) C
2. Integral tentu
Integral tentu adalah jika hasil pengintegralan f (x) sudah memiliki konstanta tertentu
atau operasi integral dibatasi pada interval tertentu dari a hingga misalnya,
dinyatakan dengan:
4
Misalnya untuk kasus reaksi orde nol:
A P maka persamaan laju dalam bentuk diferensial adalah
dA
kA 0 k
dt
(1)
dimana A adalah konsentrasi reaktan pada saat t dan k adalah tetapan laju reaksi.
dA
dt k
dA kdt
A kt C
Untuk menentukan nilai C dapat dilakukan dengan menentukan nilai A pada saat t =
0, yaitu A0, yang tidak lain adalah konsentrasi reaktan mula-mula. Nilai ini bisa
diketahui pada setiap eksperimen.
Jadi pada saat t = 0 A = A0
- A0 = k (0) + C C = - A0
Sehingga:
- A = kt + (-A0)
Jika masing-masing sisi dikali dengan 1 akan menjadi:
A = A0 kt
(2)
5
Persamaan (2) disebut sebagai persamaan laju terintegrasi (integrated rate laws)
yang diperoleh melalui proses pengintegralan persamaan (1).
Persamaan laju dalam bentuk diferensial dapat dikonstruksi sebagai sebagai berikut:
A
dA
dt k
A0
A
(3)
dA kdt
A0
t0
Batas integral yang diambil adalah dari A0 hingga A, karena konsentrasi reaktan
diukur pada konsentrasi mula-mula (A0) pada saat t0 dan konsentrasi A pada saat t. t
adalah waktu akhir eksperimen/percobaan.
Penyelesaian integral di atas adalah sebagai berikut:
A ( A0 ) k (t t 0 )
A A0 k (t t 0 )
(4)
(5)
Nilai (t t0) adalah waktu yang dibutuhkan oleh reaktan untuk berubah dari A0
menjadi A. Nilai ini kadang ditulis saja sebagai t dengan defenisi seperti yang
dituliskan sebelumnya (t0 = 0). Sehingga persamaan (5) menjadi:
A - A0 = - k (t t0)
A - A0 = - k t
A = A0 - k t
6
DIFERENSIAL
Diferensial merupakan anti integral atau sebagai invers dari integral. Pada operasi
pendiferensialan, jika y = f(x) + k dengan k konstanta, maka turunan pertama y
terhadap x adalah y = f (x). Untuk fungsi dengan dua peubah, Z = f (x,y), cara
penurunannya agak berbeda. Kita mengenal istilah diferensial parsial dan diferensial
total, karena fungsi Z harus diturunkan masing-masing terhadap x dan y.
Z = f (x,y)
Z
Z
dy
dZ
dx
x y
y x
Keterangan:
dZ = diferensial total terhadap Z
Menurut hukum Boyle, hukum Avogadro dan hukum Charles-Gay Lussac bahwa
volum suatu gas ideal merupakan fungsi dari jumlah mol n, tekanan P dan
temperatur T. Secara matematika bisa dituliskan sebagai berikut:
V = f (n, P, T)
Persamaan ini dapat diferensiasi(diturunkan) dengan metode diferensial parsial:
V
V
V
dV
dn
dP
dT
n P ,T
P n ,T
T n, P
(a0)
d dibaca de biasa sedangan dibaca dho, d adalah diferensial total dan adalah
diferensial parsial. Falsafah mudahnya adalah jika V diturunkan terhadap n maka
paramater yang lain, dalam hal ini P dan T, dijaga tetap. Demikian juga jika V
diturunkan terhadap paramater P, maka n dan T dijaga konstan, dan seterusnya.
Menurut hukum Avogadro, volume gas , pada tekanan (P) dan temperatur (T) tetap,
berbanding lurus dengan jumlah mol (n) gas:
V = k1 n (P, T tetap)
(a)
(b)
7
Turunan parsial V terhadap n, pada P dan T tetap, ditulis sebagai berikut:
k1
n P ,T
(c)
persamaan c
Persamaan c bisa juga ditulis menjadi
V /n
n P,T
(d)
(e)
Atau V = k2/P
(f)
k
PV
V
V
22 2
P
P
P
P n ,T
(g)
( n, P tetap)
(h)
Atau
k3 = V/T
(i)
k3
T n, P
(j)
Jika nilai k3 pada persamaan j disubstitusi dengan nilai k3 dari persamaan (i), maka
persmaan j menjadi:
V
V
T n, P T
(k)
dV
V
V
V
dn dP dT
n
P
T
(l)
Jika ruas kiri dan ruas kanan persamaan (l) dibagi dengan V akan menjadi
dV 1
1
1
dn dP dT
V
n
P
T
(m)
Jika persamaan m diintegrasi dengan metode integral tak tentu akan diperoleh:
dV
1
1
1
dn dP dT
n
P
T
ln V = ln n ln P + ln T + ln R
(n)
ln V ln
nTR
P
(o)
nTR
atau
P
PV = n.R.T
(p)
Persamaan p adalah persamaan keadaan gas ideal yang diturunkan dari hukum
Avogadro, hukum Boyle dan hukum Charles Gay Lussac.