LAPORAN KASUS
DI SUSUN OLEH :
TRIYA YUNITA
S.10.786
IV B
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................................................
B. Tujuan....................................................................................................................
C. Manfaat .................................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................................
A. Pengertian..............................................................................................................
B. Etiologi..................................................................................................................
C. Klasifikasi .............................................................................................................
D. Gejala Klinis..........................................................................................................
E. Patofisiologi...........................................................................................................
F. Epidemiologi dan penularan TBC..........................................................................
G. Komplikasi............................................................................................................
H. Pencegahan............................................................................................................
I. Penatalaksanaan......................................................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................................
A. Subjective Data.....................................................................................................
B. Objective Data.......................................................................................................
C. Assesment..............................................................................................................
D. Planning ................................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN .........................................................................................
BAB V PENUTUP.....................................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
i
ii
1
1
2
2
3
3
3
3
4
6
7
8
8
9
15
15
18
20
20
23
25
25
26
27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih,
2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
Komplikasi penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi
seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk kawasan
dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia
meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB tertinggi
berada di Asia, di antaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima
penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Di Indonesia, angka
kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal di
seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB, dan 75 persen penderita
termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar
di dunia setelah India dan China.
Menurut Diah Erti Mustikawati, Kepala sub bidang direktorat pengendalian penyakit
Tuberkulosis Kemenkes, jumlah penderita TB paru-paru anak pada 2011 mencapai 10% hingga
12% dari seluruh jumlah kasus TB. Berdasarakan data Riskesdas 2007 (Balitbangkes, 2008),
pada 2010, Indonesia menduduki urutan ke-4 jumlah penderitaTB terbanyak didunia dengan 450
ribu kasus.
Saat ini secara epidemilogi menurut WHO terdapat lebih dari 250 ribu anak terserang TB
dengan angka kematian 100 ribu anak setiap tahunnya. Biasanya anak penderita TB yang
beresiko mengalami kematian adalah anak yang mengalami TB berat, seperti TB milier, TB
meningitis, TB usus, dan TB hati. Resiko kematian tinggi lainnya juga di alami oleh bayi berusia
kurang dari 6 bulan, anak dengan gizi buruk, serta anak yang terkena HIV atau penyakit ganas
lainnya.
Berdasarkan data yang terkumpul di poli anak RSUD. Ratu Zalecha Martapura, tercatat
493 penderita TB paru-paru mulai dari januari sampai dengan juni 2012. 72 penderita pada bulan
januari, 76 penderita pada bulan februari, 87 penderita di bulan maret, 91 penderita pada bulan
april, 85 penderita pada bulan mei, dan 82 penderita pada bulan juni. Pada kasus TB paru ini
terdapat 1,6% diantaranya berusia dibawah 6 bulan.
a.
b.
c.
d.
B. Tujuan
1. Tujuan umum.
Untuk megetahui asuhan kebidanan Anak I yang menderita TB Paru di wilayah RSUD. Ratu
Zalecha Martapura.
2. Tujuan Khusus
Untuk menjelaskan definisi TB Paru
Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya dalam
tubuh.
Untuk menjelasan cara penularan TB paru
Untuk menjelaskan pencegahan dan pengobatan TB paru
e.
Untuk menjelaskan peran bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada anak dengan TB
paru..
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui definisi TB Paru.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta
patofisiologinya dalam tubuh.
3. Uuntuk mengetahui cara penularan TB paru
4. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan TB paru.
5. Untuk mengetahui peran bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada anak
dengan TB Paru.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang,
dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2002).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Smeltzer, 2002).
Tuberkulosis atau TB ( singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC ) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis
(id.wikipedia.org ).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan
bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat
mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
B. Etiologi
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian
besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
kimia , fisik, sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigen,
dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu daerah apikal
paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis.
C. Klasifikasi
Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
1. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk
TB berat.
2. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf.
3. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan
kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
4. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
D. Gejala Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan
demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik.
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercakbercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi
karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.
E. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektorya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari satu sampai tiga basil ; gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus,
dan bakteri terus difagosit atau berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui
getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 20 hari .
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada
daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam
percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau
basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi ronggarongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai
menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut
fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
F. Epidemiologi dan Penularan TBC
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Reservoir, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoir paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif
terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai
enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau
dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi
vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
G. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal. Komplikasi
yang dapat timbul akibat tuberkulosis lainnya yaitu terjadi pada sistem pernafasan dan di luar
sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi
pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus,
meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.
H. Pencegahan
Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar
terhindar dari penyakit tersebut.
Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar
tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
I. Penatalaksanaan
1. Promotif
a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko.
c. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif
a. Vaksinasi BCG
b. Menggunakan isoniazid (INH)
c. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
d. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
3. Kuratif
a. Obat TB yang digunakan (Medika Mentosa)
1). Isoniazid
INH adalah obat antituberkulosis yang efektif saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolit aktif yaitu kuman yang sedang berkembang dan
bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel
kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal
(CSS), cairan pleura, cairan asites, jaringan caseosa dan angka timbulnya reaksi simpang
(adverse reaction) sangat rendah. Dosis harian INH biasa diberikan 5-15 mg/kgBB/hari, max 300
mg/hari, secara peroral, diberikan 1x pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam bentuk
tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml.
INH mempunyai 2 efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer, tetapi keduanya
jarang terjadi pada anak, tetapi frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Hepatotoksik
mungkin terjadi pada remaja atau anak-anak dengan tuberkulosis berat. Idealnya perlu
pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama. Hepatotoksik akan meningkat apabila
INH diberikan bersama dengan Rifampisin dan PZA. Penggunaan INH bersama dengan
fenobartbital atau fenitoin dapat meningkatkan resiko hepatotoksik. INH tidak dilanjutkan
pemberiannya pada keadaan kadar transaminase serum naik lebih dari 3x harga normal atau
terjadi manifestasi klinik hepatitis, berupa mual, muntah, nyeri perut dan kuning.
Neuritis perifer timbul akibat inhibisi kompetitif karena metabolisme piridoksin. Kadar
piridoksin berkurang pada anak yang menggunakan INH tetapi manifestasi klinisnya jarang
sehingga tidak diperlukan piridoksin tambahan. Manifestasi klinis neuritis perifer yang paling
sering adalah mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki. Piridoksin diberikan 1x sehari 2550 mg atau 10 mg piridoksin tiap 100 mg INH.
Manifestasi alergi atau hipersensitivitas yang disebabkan INH jarang terjadi. Efek samping
yang jarang terjadi antara lain pelagra, anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzim
G6PD, dan reaksi mirip lupus yang disertai ruam dan artritis.
2). Rifampisin
Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan,
dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Rifampisin
diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong, dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 1020mg/kgbb/hari, maksimal 600mg/hari dengan dosis 1 kali pemberian perhari. jika diberikan
bersama INH, dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/kgbb/hari dan dosis INH tidak melebihi
10mg/kgbb/hari. Seperti halnya INH, rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan
cairan tubuh, termasuk CSS. Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui traktus biliaris. Kadar
yang efektif juga dapat ditemukan diginjal dan urin. Efek samping rifampisin lebih sering terjadi
daripada INH.
Efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (mual dan muntah) dan
hepatotoksisitas (ikterus atau hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatan kadar
transaminase serum yang asimptomatik. Rifampisin dapat menyebabkan trombositopenia.
Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg. sehingga
kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisaran berat badan.
3). Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan
tubuh termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam,
diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Pemberian PZA secara oral dengan dosis 1530mb/kgbb/hari dengan dosis maksimal 2g/hari. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet
500mg. efek samping PZA adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi
hipersensisitivitas dan hiperurisemia jarang timbul pada anak.
4). Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Dosis
etambutol (EMB) 15-20mg/kg/hari. Maksimal 1,25g/hari dengan dosis tunggal. Ekskresi
terutama lewat ginjal dan saluran cerna. EMB tersedia dalam tablet 250mg dan 500mg. Memiliki
aktivitas bakteriostatik dan berdasarkan pengalaman, dapat mencegah timbulnya resistensi
terhadap obat-obat lain. EMB dapat bersifat bakteriosid, jika diberikan dengan dosis tinggi
dengan terapi intermiten. EMB tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan
meningitis. EMB ditoleransi dengan baik pada dewasa dan anak-anak pada pemberian oral
dengan dosis 1 atau 2 kali sehari. Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta
warna merah-hijau. Tidak terdapat laporan toksisitas optik pada anak-anak.
5). Streptomisin
Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler pada keadaan basa
atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Streptomisin dapat diberikan secara
IM dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram perhari, kadar puncak 40-50 mikrogram
permilliliter dalam waktu 1-2 jam. Streptomicin sangat baik melewati selaput otak yang
meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi
dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dieksresi melalui ginjal. Toksisitas utama
streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran
berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.
b. Panduan obat TB
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler.
Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni
1). Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 5 macam obat anti TB per hari dengan tujuan :
- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek bakterisidal )
- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut
- Mencegah timbulnya resistensi obat
2). Tahap lanjutan ( continuation phase ), denga hanya memberikan 2 macam obat per hari atau
secara intermitten dengan tujuan :
- Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi )
- Mencegah kekambuhan
Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 50 kg dan
lebih dari 50 kg.
Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :
a). Katagori I
Ditujukan terhadap :
- Kasus baru dengan sputum negative
- Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB diseminata, perikarditis, peritonitis,
pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis, kelainan paru yang luas dengan BTA negatif,
TB usus, TB genito urinarius.
Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah dua bulan BTA
menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah dua bulan masih positif, tahap
intensif diperpanjang lagi selama 2 4 minggu dengan 4 macam obat. Pada populasi dengan
resistensi primer terhadap INH rendah pada tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat yakni
RHZ.
Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3. Pasien dengan TB berat
( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan neurologis ), R dan H harus diberikan
setiap hari selama 6 7 bulan. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T ).
b). Kategori II
Ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE/1RHZE. Bila setelah tahap intensif
BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 3 bulan tahap intensif
BTA tetap positif, maka tahap intensif tersebut diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE. Bila
setelah 4 bulan BTA masih juga positif pengobatan dihentikan selama 2 3 hari, lalu diperiksa
biakan dan resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila
pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif terhadap semua
obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap lanjutan harus diawasi dengan
ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi sputum masih cukup besar. Bila data menunjukkan
resiten terhadap R dan H, maka kemungkinan keberhasilan menjadi kecil.
Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5 R3H3E3 yang perlu
diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif setelah selesai tahap lanjutan, maka
pasien tidak perlu diobati lagi.
c). Kategori III
Ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
- Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I
Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3
Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila kelainan paru lebih luas dari
10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi sempurna, maka tahap lanjutan
diperpanjang lagi dengan H saja selama empat bulan lagi. Paduan obat alternatif adalah 6 HE
(T)
d). Kategori IV
Ditujukan terhadap kasus TB kronik.
Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB
(sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu dirawat beberapa
bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang begitu efektif, lebih mahal dan
lebih toksis.
Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai dengan
sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan pemberian H seumur
hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan penularan
c. Evaluasi hasil pengobatan
Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. Diagnosis TB pada anak sulit dan tidak
jarang terjadi salah diagnosis. Apabila berespon pengobatan baik yaitu gejala klinisnya hilang
dan terjadi penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan. Apabila respon setelah 2
bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi penambahan berat badan, maka obat anti
TB tetap diberikan dengan tambahan merujuk ke sarana lebih tinggi atau ke konsultan paru anak.
Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdapat perbaikkan klinis, seperti berat badan
mengingkat, napsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya menghilang, maka pengobatan
dapat dihentikan. Jika masih terdapat kelainan gambaran radiologis maka dianjurkan
pemeriksaan radiologis ulangan.
: 05 Juli 2012
: 10.00 wita
: Poli Anak RSUD. Ratu Zalecha Martapura
A. SUBJEKTIF DATA
1. Identitas Anak
Nama
: An. I
Umur
: 1 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Orang tua
2.
AYAH
IBU
Nama
Tn.B
Ny.E
Umur
36 tahun
26 tahun
Agama
Islam
Islam
Suku/Bangsa
Jawa/Indonesia
Banjar/Indonesia
Pendidikan
SMA
SMA
Pekerjaan
Swasta
IRT
Alamat
Asam-asam Rt.18/08,
Pelaihari
Asam-asam Rt.18/08,
Pelaihari
Keluhan Utama
Ibu mengatakan tampak benjolan pada leher anak, sesak nafas, keluar keringat pada malam hari
dan ingin memeriksakan keadaan anaknya.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
Riwayat Prenatal
Kehamilan ke
:I
Tempat ANC
: Puskesmas dan bidan
Imunisasi TT
: lengkap
Obat yang pernah diminum selama hamil : Fe, Kalk, B12
Masalah yang pernah dialami sejak hamil :
4.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
No Kehamilan/masalah
UK
Tindakan
Oleh
Ket
10
Konseling & health
minggu education
bidan
Susah tidur
Riwayat Intranatal
Persalinan ke
Tempat Persalinan
Masalah saat Persalinan
Cara Persalinan
Lama Persalinan
:
Kala I
: 10 jam
Kala II
: 45 menit
Keadaan bayi saat lahir
:I
: Bidan
: tidak ada
: spontan pervaginam
- Kala III
- Kala IV
: 6 menit
: 2 jam
Keadaan Umum
Segera menangis
PB
: 49cm
BB
: 2600 gram
: baik
: ya
5. Riwayat Kesehatan
a. Anak
anak tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC dan hepatitis, penyakit menurun
seperti asma dan DM, penyakit menahun seperti jantung.
b. Keluarga
Dari pihak keluarga pernah menderita penyakit menular seperti TBC, tidak pernah menderita
hepatitis, penyakit menurun seperti asma dan DM, penyakit menahun seperti jantung.
6. Status Imunisasi
Jenis Imunisasi
Waktu Pemberian
Tempat Pelayanan
Vit. K
Bidan
Hbo
0-7 hari
Bidan
Hepatitis B1
2 bulan
Puskesmas
Hepatitis B2
3 bulan
Puskesmas
Hepatitis B3
4 bulan
Puskesmas
BCG
1 bulan
Puskesmas
Polio 1
2 bulan
Puskesmas
Polio 2
3 bulan
Puskesmas
Polio 3
4 bulan
Puskesmas
Polio 4
9 bulan
Puskesmas
DPT 1
2 bulan
Puskesmas
DPT 2
3 bulan
Puskesmas
DPT 3
4 bulan
Puskesmas
Campak
9 bulan
Puskesmas
7. Kebutuhan Biologis
a. Kebutuhan Nutrisi
Jenis yang dikonsumsi
Frekuensi
Banyaknya
b. Eliminasi
BAB
Frekuens
Konsistensi
Warna
Masalah
BAK
i
: 1x sehari
: lembek
: kuning
: tidak ada
warna
bau
frekuensi
: 4x sehari
: kuning
: pesing
masalah
: tidak ada
c.
Personal Hygiene
Mandi
: 2x sehari (dibantu orang tua)
Gosok gigi
: 2x sehari (dibantu orang tua)
Ganti pakaian
: sesuai kebutuhan
Penggunaan popok anti tembus
: tidak menggunakan
8.
a.
b.
c.
d.
B.
1.
a.
b.
c.
-
OBJEKTIF DATA
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
:Compos mentis
TTV
:- Nadi
: 99x/menit
Suhu : 36,5 0C
- Respirasi
: 37x/menit
2. Pemeriksaan Antropometri
BB
: 8 kg
PB
: 68 cm
Lingkar Kepala
: 36 cm
Lingkar Dada : 34 cm
Lila
: 11 cm
3.
Pemeriksaan Khusus
Kepala: kulit kepala bersih, pertumbuhan rambut merata, tidak ada benjolan
Muka
: tidak tampak pucat, tidak ada oedem
Mata
: simetris, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Telinga
: simetris, bersih, tidak ada pengeluaran serumen
Hidung
: simetris, tidak tampak cuping hidung, tidak tampak sumbatan jalan
nafas
Mulut
: bibir tidak tampak pucat, tidak ada sariawan, pertumbuhan gigi
merata
Leher
: tampak pembengkakan vena jugularis dan tidak tampak
pembengkakan kelenjar tiroid
Dada
: pernafasan simetris antara inspirasi dan ekspirasi,
Mamae
: simetris, tidak ada pengeluaran cairan pada putting susu
Abdomen
: tidak tampak benjolan
Ekstremitas atas
: simetris, jari tangan lengkap, tidak terdapat sindaktil dan
polidaktil
Ekstremitas bawah : simetris, tidak tampak fraktur, jari kaki lengkap, tidak terdapat
sindaktil dan polidaktil
Genetalia
: tidak dilakukan pemeriksaan
Umur pencapaian
1
2
3
4
0 bulan
3 bulan
4 bulan
10 bulan
Menangis
Mengoceh
Tertawa
Berbicara 2 kata
b.
Ex : mama, papa
Kemampuan Motorik Halus
N
o
1
2
3
4
5
6
Kemampuan
Mengenggam
Menggigit mainan
Menunjuk mainan
Mengambil mainan
Duduk
Mencoret-coret
Umur Pencapaian
4 bulan
5 bulan
7 bulan
7 bulan
8 bulan
11 bulan
Umur Pencapaian
1 bulan
3 bulan
ditelungkupkan.
3.
Tengkurap.
4.
3 bulan
4 bulan
6 bulan
8 bulan
8 bulan
Bertepuk tangan
9 bulan
9 bulan
d. Adaptasi sosial
No
Kemampuan
1.
Menangis untuk mengekspresi kan
Umur pencapaian
0 bulan
ketidaknyamanan
2
3 bulan
3.
3 bulan
4.
3 bulan
5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
- Hb
:12,7 gr%
- Jumlah leukosit
: 9700/mm3
- Jumlah trombosit
: 549.000/mm3
- LED
:
- Jumlah eritrosit
- SGOT
- SGPT
: 4,92/mm3
: 25 U/I
: 18 U/I
Radiologi
: Thorax
- Bercak infiltrat di paracardial dan perihiller dengan pemadatan limfonodi hillus minimal, curiga
e.c. spesifik proses
- Kedua sinus c.f lancip
- Konfigurasi cor normal
C. ASSESMENT
Diagnosa Kebidanan : An. I, umur 1 tahun dengan TB paru
Masalah
: Benjolan di leher belakang
Kebutuhan
: Konseling, health education dan Kolaborasi dengan dokter
D.
1.
-
PLANNING
Memberitahu orang tua pasien hasil pemeriksaan yaitu :
BB
: 8 kg
- PB
: 65 cm
Nadi
: 99x/menit
- Respirasi
: 38x/menit
Temp
:36,5 0C
- Hb
:12,7 gr%
3
Jumlah eritrosit
: 4,92/mm
- SGOT
: 25 U/I
Jumlah leukosit
: 9700/mm3
- SGPT
: 18 U/I
Jumlah trombosit
: 549.000/mm3
- LED
:
orang tua mengerti dan bersedia memberikan obat anti Tb sesuai anjuran
9. Memberitahu orang tua efek samping dari pemberian obat dan penatalaksanaan keluhan antara
lain :
Efek samping
Penyebab
Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual,
Semua OAT diminum malam
Rifamisin
sakit perut
sebelum tidur
Nyeri Sendi
Pirasinamid
Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar di
Beri vitamin B6 (piridoxin)
INH
kaki
100mg per hari
Warna kemerahan pada air seni
Tidak perlu diberi apa-apa, tapi
Rifampisin
(urine)
perlu penjelasan kepada pasien.
Berikan dulu anti - histamin,
Gatal dan kemerahan kulit
10. Menjelaskan pada orang tua bahwa anaknya di rujuk kembali ke puskesmas yang terdekat dengan
rumah untuk mempermudah proses penyembuhan anaknya.
orang tua mengerti penjelasan yang di berikan
11. Menganjurkan orang tua untuk melakukan kunjungan ulang setiap 2 bulan 1 kali untuk
mengetahui keberhasilan pengobatan yang di berikan. Dan melakukan kunjungan ulang pada
bulan ke-6 ( sebelum obat habis ) untuk evaluasi apakah ada respon baik dari pengobatan yang di
lakukan, seperti peningkatan berat badan, napsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya
menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan. Jika masih terdapat kelainan gambaran
radiologis maka anjurkan untuk melakukan pemeriksaan `laboratorium dan radiologis ulangan
Orang tua bersedia melaksanakan anjuran yang di berikan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan di bahas mengenai kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus
pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan pada an. I umur 1 tahun menderita penyakit TB Paru
di Poli Anak BLUD. Ratu Zalecha Martapura.
TB paru ini merupakan penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. Penyakit TB paru ini menular melalui udara, dahak, kontak langsung dengan
penderita TB, dan dari makanan.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis :
Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetic.
Jenis kelamin : angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi
Nutrisi: status nutrisi yang kurang.
A.
Pengumpulan data dasar merupakan proses manajemen asuhan kebidanan yang di tujukan
untuk pengumpulan informasi mengenai kesehatan fisik, psikososial maupun spiritual.
Pengumpulan data di lakukan melalui anamnese, pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium.
Menurut teori yang ada, TB paru ini merupakan penyakit infeksi pada paru yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan studi kasus An. I dengan TB paru,
maka di lakukan pengobatan secara intensif sampai 6 bulan.
B.
Merumuskan diagnosa/ masalah aktual
Dalam menegakkan suatu diagnosa atau masalah kebidanan, harus berdasarkan pada
pendekatan asuhan kebidanan yang didukung dan di tunjang oleh beberapa data, baik data
subjektif maupun data objektif serta pemeriksaan penunjang seperti Laboratorium dan
Radiologi..
Pada study kasus An. I, di peroleh diagnosa An. I umur 1 tahun dengan TB Paru ,
tampak flek-flek di paru pada hasil foto thorax.
C.
Pada manajemen asuhan kebidanan suatu rencana tindakan yang komprehensif di tujukan
pada indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien serta hubungan dengan masalah yang di
alami klien. Rencana tindakan harus di setujui oleh orang tua klien dan semua tindakan yang
diambil harus berdasarkan rasional yang relevan dan di akui kebenarannya.
Pada An. I umur 1 tahun dengan TB Paru, penulis merencanakan asuhan kebidanan
berdasarkan diagnosa yaitu inform consent, beri support pada keluarga dan klien, berikan obat
anti TB yaitu Isoniasid 50 mg 1x1 tablet/hari, Pirazinamid 150mg 1x1/hari, Rifamicin 75mg
1x1/hari, B6 (Pirodoksin) 100mg 1x1 tablet/hari
D.
Evaluasi
Evaluasi manajemen asuhan kebidanan merupakan langkah akhir dari proses manajemen
asuhan kebidanan dalam mengevaluasi pencapaian tujuan.
Pada tinjauan pustaka, evaluasi yang berhasil dilakukan adalah pemberian obat anti TB
pada klien, serta pendidikan kesehatan antara lain :
Anjuran untuk memberikan nutrisi yang cukup untuk klien
Anjuran untuk mencegah penularan
Anjuran untuk menjaga kebersihan rumah dan perbaikan ventilasi
Anjuran untuk pemberian obat anti TB sesuai dosis
Orang tua mengerti dan bersedia melaksanakan anjuran yang sudah di berikan
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TB masih merupakan masalah mortalitas dan morbiditas di negara-negara berkembang.
TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan
pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita Tb dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit
karena HIV, maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan. Diagnosis TB pada anak
sering sulit karena gambaran rontgen paru dan gambaran klinis tidak selalu khas dan sedangkan
penemuan basil TB sulit.
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic
tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium. Tanda dan Gejala:
Penurunan berat badan, Anoreksia, Dispneu, Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning, Demam,
Batuk, Sesak nafas, Nyeri dada, Malaise.
Obat anti tuberkulosis yang digunakan adalah :
Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
1. Dosis terapi
: 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
2. Dosis profilaksis
: 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
3. Dosis maksimum
: 300 mg/hari
Rifampisin ( R ) : selama 6-12 bulan
1. Dosis
: 10-20 mg/kgBB/hari sekali sehari
2. Dosis maksimum
: 600 mg/hari
Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
1. Dosis
: 25-35 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
2. Dosis maksimum
: 2 gram/hari
Etambutol (E) : selama 2-3 bulan pertama
1. Dosis
: 15-20 mg/kgBB/hari diberikan sekali atau 2 kali sehari
2. Dosis maksimum
: 1250 mg/hari
Streptomisin (S) : selama 1-2 bulan pertama
1. Dosis
: 15-40 mg/kg/hari diberikan sekali sehari intra muskular
2. Dosis maksimum
: 1 gram/hari
1.
a.
b.
c.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran :
Saran untuk tenaga kesehatan
Diharapkan seorang tenaga kesehatan agar lebih profesional dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki sehingga dapat mendeteksi dini kasus-kasus patologi khususnya dalam
kasus TB paru pada anak
Diharapkan seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya di perlukan adanya
kerjasama antar tim dan di perlukan ketersediaan dana dan prasarana yang memadai dan
meningkatkan mutu pelayanan asuhan pada klien.
Dalam mengikuti program pengobatan maka perlu kiranya petugas kesehatan perlu ditingkatkan
intensitas dalam melakukan bimbingan, pengawasan terhadap penderita (seperti istilah
menjemput bola bukan menunggu bola) secara rutin dan kontinu.
d. Untuk meningkatkan kepatuhan penderita TBC paru dalam mengikuti program pengobatan maka
perlu ditingkatkan penyuluhan baik dor to dor atau pun secara kolektif kepada penderita TBC.
2. Saran untuk Rumah Sakit
Sebaiknya pihak rumah sakit lebih meningkatkan pelayanan pada klien dengan TB paru
khususnya pada anak untuk menurunkan angka penderita TB paru pada anak yang semakin
meningkat.
3. Saran untuk institusi
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, penerapan asuhan kebidanan dalam pemecahan
masalah harus lebih di tingkatkan dan di kembangkan mengingat proses tersebut sangat
bermanfaat dalam membina tenaga kesehatan khususnya bidan dan menciptakan sumber daya
manusia yang berpotensi dan profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastyah. 2005. Perawatan Anak Sakit edisi 2. EGC : Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan.2009.Jakarta : P.T.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
http://healthblogtbcanak.blogspot.com/
http://childrengrowup.wordpress.com/2012/05/06/tuberkulosis-atau-tb-tbc-pada-anak/
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/tb-paru-pada-anak-i.html
http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/makalah-tb-paru/
http://p4bciamis.wordpress.com/2010/07/03/pengertian-tb-paru/
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/10/09/asuhan-keperawatan-tb-paru/
http://mualimrezki.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-tb-pada-anak.html