masyarakat adat dalam sesuku itu tidak akan segan-segan apabila meminta makan,
minum, karena dianggap seperti meminta kepada adik atau kakak kandung sendiri.
Penjagaan sepesukuan ini sangat ketat dalam adat bahkan apabila terjadi perkawinan
diantara sesuku ini, harus dipisah, atau dibuang dalam kampung atau dikenakan
denda adat yakni seekor kerbau. Kerbau tersebut disembelih dan
dimasak oleh pasangan suami isteri yang melangsungkan perkawinan sesuku, kemudian
diundanglah masyarakat untuk makan bersama. Dalam acara itu tokoh adat
menyampaikan kepada masyarakat bahwa si Polan membayar denda adat yang
disebabkan kawin sesuku tersebut.
Barulah pasangan itu dapat diterima berkorong kampung sesama masyarakat
lain. Setelah pertimbangan tersebut dilakukan, dan apabila ternyata ada hal-hal yang
mengganjal pada salah satu dari ketiga kriteria yang disebut terdapat pada calon
peminang, maka pertemuan itu tidak dapat menyetujui. Tetapi sebaliknya manakala
tidak ada hal yang melintangi syaratsyarat tersebut, maka proses peminangan
dilanjutkan dengan memberitahukan pada utusan untuk dipersilahkan datang pada hari
tertentu yang sudah disepakati kedua belah pihak.
PROSES MEMINANG
Setelah diadakan pertemuan awal menyimpulkan ibarat pepatah Ibarat ayam
berinduk dan ibarat serai berumpun. Maka dilanjutkan proses peminangan
yang biasanya dilakukan oleh ibu-ibu orang tua kampung (yang ditokohkan, dituakan)
dalam keluarga untuk pergi bersamasama ke rumah calon yang akan dipinang dengan
membawa tepak sirih yang berisikan sirih, gambir, kapur, pinang, tembakau, sebagai
pengantar pembuka kata. Setelah mendapat informasi dari sang gadis dan keluarga
maka dilakukan peminangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dari ibu-ibu pihak lakilaki yang datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa seperangkat tepak yang
sudah dilengkapi isinya tadi.
Pihak perempuan (yang akan dipinang) mempersilahkan tamunya untuk naik ke
rumah dan sudah disengaja untuk menunggunya sesuai dengan jam kedatangan yang
sudah ditentukan sebelumnya dan mempersilahkan duduk di tempat yang telah
disediakan secara adat dengan ketentuan, yang meminang di bendul sebelah tepi bagian
sebelah halaman, sedangkan pihak yang menanti (dipinang), di bendul sebelah tengah.
Tidak diperbolehkan salah tempat duduk. Setelah duduk maka pihak yang datang
menjelaskan maksud kedatangan diiringi dengan kata inilah sirih kami lihatlah isinya
dan makanlah, kata awal ini dapat dimulai oleh pihak yang menanti (pihak calon yang
akan dilamar) tentu saja menanyakan maksud kedatangan yakni untuk melamar /
meminang anak gadis yang ada di rumah itu dengan menjelaskan identitas seperti nama,
sekolah, umur, dan lain-lain yang pada wujudnya gadis mana yang akan dipinang. Hal
ini dimaksudkan untuk membedakan saudarasaudaranya perempuan yang lain. Agar
tidak salah pinang, manakala pihak perempuan sudah setuju biasanya tetap keluar katakata Bagi pihak kami yang menanti kurang lebar telapak tangan, niru kami tadahkan,
jawaban seperti itu sudah sangat dimengerti oleh pihak yang datang atau pihak laki-laki,
bahwa lamarannya sudah diterima. Menurut kebiasaan yang sudah membudaya dalam
adat dan berurat berakar bahkan sudah menjadi kepercayaan masyarakat dalam
pertunangan biasanya dilakukan pada bulan purnama, karena selagi terang bulan itu
dianggap memiliki langkah-langkah yang akan membawa banyak berkah atau rezeki
bagi calon suami isteri.10 Pertunangan biasanya memakan waktu yang bervariasi lama,
mulai dari 6 bulan sampai 2 tahun.
Semasa pertunangan berlaku beberapa ketentuan bagi kedua belah pihak yang
amat mengikat, antara lain keduanya sudah tidak dibolehkan melirik pria atau wanita
lainnya, bepergian dengan pria atau wanita lain kecuali kalau ada muhrimnya. Pihak
wanita pada masa-masa tertentu (akan memasuki bulan Ramadhan atau di Hari Raya)
datang menjelang (berkunjung) ke rumah calon mertua sambil membawa makanan adat
untuk calon mertua, sekalipun calon suaminya tidak ada di kampung. Selanjutnya
sebagai suatu bukti adanya tali
pertunangan dibuatlah suatu ikatan atau tanda-tanda Ibarat tampuk dapat dijinjing dan
ibarat tali dapat dipegang. Secara adat tanda itu berupa gelang kesat, tanda memiliki
arti yang sangat kuat dalam masyarakat adat, apabila terdapat pelanggaran atau
pembatalan baik dari pihak meminang atau pihak yang dipinang, maka tanda gelang
kesat ini imbalan atau tebusannya adalah seekor kerbau. Namun apabila didapati kata
sepakat disebabkan terlalu beratnya denda itu dan dirasa tidak terbayar, atas
perundingan ninik mamak kedua belah pihak dapat mengambil kebijakan lain. Jika
tidak penuh keatas, penuh kebawah, artinya apabila tidak dapat memenuhi seekor
kerbau dapat diganti dengan seekor
kambing.
Pertunangan adalah : berupa perjanjian adat pria dan wanita dengan maksud
melanjutkan ke tingkat perkawinan, setelah lamaran disampaikan oleh pihak pria.
Di Kabupaten Kampar dari zaman ninik mamak terdahulu, apa bila ada saudara
sekampung yang hendak menikah, maka keluarga dari mempelai yang hendak menikah
harus memanggil para tetangga kampung untuk membantu kegiatan memasak yang
dilakukan 3 hari ataupun sehari sebelum acara resepsi pernikahan berlangsung (hitungan
ini tergantung dari keluarga mempelai), karena masyarakat kampar sejak dulu dikenal
dengan cara bergotong royong ini pula, maka di kampar jarang sekali yang melakukan
"catering" untuk acara pernikahan
Berikut beberapa ritual dalam acara adat (budaya) resepsi pernikahan di
Kabupaten kampar (ocu)
Para ibu-ibu dan tetangga dekat sedang memasak untuk acara Resepsi
Pernikahan,
biasanya
diadakan
di
rumah
mempelai
perempuan.
Di Kabupaten Kampar dari zaman ninik mamak terdahulu, apa bila ada saudara
sekampung yang hendak menikah, maka keluarga dari mempelai yang hendak menikah
harus memanggil para tetangga kampung untuk membantu kegiatan memasak yang
dilakukan 3 hari ataupun sehari sebelum acara resepsi pernikahan berlangsung (hitungan
ini tergantung dari keluarga mempelai), karena masyarakat kampar sejak dulu dikenal
dengan cara bergotong royong ini pula, maka di kampar jarang sekali yang melakukan
"catering" untuk acara pernikahan.
Acara Shalawatan(Badiqiu)
Badiqiu merupakan suatu acara Budaya sakral yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh
dan sesepuh adat pada malam hari sebelum acara resepsi pernikahan dilakukan, agar
acara pernikahan ini berlangsung dengan hikmat dan keluarga yang baru menjadi
keluarga yang utuh hingga akhir hayat.
Dengan dentuman Rebana dari para tokoh adat ini, menambah kehikmatan nilai budaya
yang sakral pada acara pengantaran Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan, biasanya
shalawatan selalu di kumandang kan hingga akhirnya Pihak Lelaki sampai kerumah
Pihak Perempuan
Akhirnya Mempelai Lelaki sampai juga ke rumah Mempelai Perempuan, dan mereka
langsung dipertemukan kemudian di persandingkan.
Seperti adat di daerah lainnya, hantaran juga berlaku di kabupaten kampar, tetapi tidak
terlalu mengikat, "jika mempelai lelaki tidak mampu untuk memberikanhantaran, maka
ini tidak di wajibkan untuk membawa hantaran (Jambau), ini bisa kita temui di beberapa
daerah saja di kabupaten kampar.