Anda di halaman 1dari 14

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini mneyatakan bahwa:


Nama

Mohd Fadzely bin Jaafar

NIM

C 111 11 833

Judul referat

Diagnosis dan Penatalaksanaan Pityriasis


Rosea

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan


klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar,

November 2015

Mengetahui,
Co-Ass

Mohd Fadzely bin Jaafar

Pembimbing

dr.

Asvina Anis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
A.
B.
C.
D.
E.
F.

DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
PATOLOGI
GEJALA KLINIS
DIAGNOSIS

G.

8
PEMERIKSAAN PENUNJANG

H.
I.
J.

9
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
PROGNOSA

4
4
4
5
6

9
11

11
BAB III
KESIMPULAN

12

DAFTAR PUSTAKA

14

BAB I
PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan
gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian
diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.1
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan
pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
(rosea).2
Insiden tertinggi pada usia antara 15 40 tahun. 3 Wanita lebih sering
terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.2
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Pitiriasis Rosea bisa didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu
makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal
dan lesi di kulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti Pitiriasis
Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya.1

BAB II
PITIRIASIS ROSEA
A. DEFINISI
Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya
papuloskuamosa yang dapat hilang dengan sendirinya, umumnya
menyerang anak-anak dan dewasa muda yang sehat, walaupun sebenarnya
dapat ditemukan pada semua umur. Pityriasis Rosea ditandai dengan erupsi
kulit yang khas dan gejala konstituinal yang minimal. (2)
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert
Willan pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada
tahun 1860, Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama
berwarna merah muda (rosea).(1)
B.

EPIDEMIOLOGI
Pityriasis Rosea dapat menyerang semua jenis ras yang ada di
dunia. Rata-rata insidens tahunan dicatatkan sekitar 0.16% (158.9 kasus
per 100,000 manusia-tahun). Meskipun begitu, Pityriasis Rosea selalunya
terjadi pada musim luruh dan musin semi pada negara 4 musim dan negara
bersuhu tropika. Kebanyakan studi menyatakan perempuan lebih sering
menderita Pityriasis Rosea berbanding laki-laki dengan perbandingan
1.5:1 dan mengena pada umur 10 hingga 35 tahun. Pityriasis Rosea jarang
mengena pada anak-anak baik laki-laki atau perempuan dibwah usia 2
tahun dan orang tua pada umur diatas 65 tahun. Rekurensi kejadian
Pityriasis Rosea sangat jarang berlaku menandakan adanya respon imun

yang diperoleh dari infeksi kali pertama. (1)


C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui,
walaupun sudah dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya
4

penyakit ini. Sudah lama dipikirkan bahwa virus sebagai penyebab


timbulnya penyakit ini, karena adanya gejala prodromal yang biasa
muncul pada infeksi virus bersamaan dengan munculnya bercak
kemerahan di kulit. Human herpes virus 7 telah dikemukakan sebagai
penyebabnya, namun beberapa penelitian telah gagal menunjukkan buktibukti yang meyakinkan.Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus
pada peranan HHV-6 dan HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatu
penelitian, partikel HHV telah terdeteksi pada 71% pasien penderita
pitiriasis rosea. Partikel-partikel virus ini ditemukan dalam jumlah banyak
diantara serat-serat kolagen dan pembuluh-pembuluh darah pada lapisan
dermis atas dan bawah. Partikel virus ini juga berada selang-seling
diantara keratinosit dekat dengan perbatasan dermal-epidermal. Pada
penilitian juga didapatkan HHV-7 lebih banyak berbanding HHV-6 tetapi
sering ditemukan keduanya. HHV-8 juga merupakan kausa penyebab dari
terjadinya Pityriasis Rosea tetapi kebanyakan studi dan penilitian tidak
mengkonfirmasikan keberadaan virus tersebut. (2)
Ada juga penilitian menunjukkan gejala Pityriasis Rosea akibat
penggunaan obat-obatan. Ruam yang terjadi dapat berakibat dari
penggunaan arsenic, bismuth, emas, lithium dan methopromazine dapat
menyebabkan reaksi lichenoid atipikal. Penggunaan obat lain seperti
metronidazole,

barbiturates,

clonidine,

captopril,

ketotifen

dan

adalimumab dapat menyebabkan berlakunya Pityriasis Rosea. (2)


D. PATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi sangat membantu dalam meyingkirkan
diagnosa banding. Gambaran histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:
Akantosis ringan
Parakeratosis fokal
Ekstravasasi eritrosit ke lapisan epidermis
Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut
Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada
dermis.3

Gambar 1. Gambaran Histopatologis Pitiriasis Rosea

E. GEJALA KLINIS
Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa
makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm,
berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis. Lesi yang
pertama

muncul

ini

disebut

dengan

Herald

patch/Mother

plaque/Medalion. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka


skuama cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal
ini disebut dengan Hanging curtain sign. Herald patch ini akan
bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai
hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculuan dan menyebar
dengan cepat.3 Namun kemunculan dan penyebaran efloresensi yang lain
dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga sampai 3 bulan.
Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran
0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Sumber lain yang menyebut
erupsi kulit akan menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.3
Setelah selang 5-15 hari atau mungkin sesingkat bebrapa jam atau
selama 2 bulan, erupsi umum mulai muncul di badan pada interval 2
hingga 3 hari seminggu atau 10 hari. Lesi baru terus mengembang selama
beberapa minggu. Bentuk klasik dari erupsi ini dapat berupa lesi berbentuk
oval diskrit, berwarna merah muda kusam dan dilapisi dengan sisik
6

berwarna abu-abu. Bagian tengah dari lesi ini bersih dan terdapat keriput,
penampilan atrofi, berwarna kuning kecoklatan dengan terdapat sisik yang
melekat pada bagian tepi dari lesi tersebut. Lesi berbentuk garis panjang
yang mengikuti alur dari sela iga yang membentuk seperti pohon pine
dapat dilihat pada bagian dada dan punggung atas. Lesi bersisik pada
umunya terkait dengan macula merah muda dari berbagai ukuran dan
berbentuk makula. (2)
Lokasinya yang sering ditemukan di lengan atas dan paha atas.
Lesi-lesi yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah,
tungkai bawah, dan wajah. Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah
tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi berupa
bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung dengan tepi yang tidak
rata sehingga sangat mirip dengan Tinea corporis. Gatal ringan-sedang
dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul gejala.3 Gatal merupakan
hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi parah pada 25%
pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah,
berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Ekskoriasi jarang
ditemukan.3

(a)
(b)
Gambar 2: (a) Lesi Herald-Patch; (b) Gambaran lesi Herald-Patch pada dada
kanan dan lesi sekunder pada bagian badan.

F.

DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis

Anamnesis

dibutuhkan

untuk

mendukung

penegakan diagnosis PR yaitu:


a. Pada
PR
klasik,
pasien

biasanya

menggambarkan onset dari timbulnya lesi


kulit tunggal pada daerah badan, beberapa
hari

sampai

minggu

kemudian

diikuti

timbulnya berbagai lesi kecil.1


b. Gatal hebat dirasakan pada 25% pasien PR
tanpa komplikasi, 50% lainnya merasakan
gatal dari yang ringan sampai sedang, dan
25% lainnya tidak mengeluhkan rasa gatal.1
c. Sebagian kecil pasien menunjukkan gejala
prodromal

seperti

gejala

flu,

demam,

malaise, arthralgia, dan faringitis.1,4


2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan terlihat:
a. Kelainan berupa bercak berskuama dengan
batas

tegas

berbentuk

oval

atau

bulat

(herald patch) yang meluas ke perifer,


terlihat

erupsi

makulopapular

berwarna

merah-coklat berukuran 0,5-4 cm.1,4


b. Bagian tepi lesi terlihat lebih aktif, meninggi,
eritematosa dengan bagian tengah berupa
central clearing.4
c. Terlokalisasi pada badan, leher, dan daerah
poplitea atau pada area yang lembab dan
hangat misalnya di area lipatan kulit.1,4
d. Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer,
berbentuk pola pohon natal atau pola pohon
cemara.1,4
Biopsi biasanya tidak selalu diindikasikan untuk
menggevaluasi pasien dengan suspek PR. Karena
bisa terjadi kesalahan untuk beberapa penyakit

kulit, diagnosis klinis PR mungkin kadang-kadang


sulit, terutama di varian atipikal.4
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini jarang diperlukan dalam kasus PR.
Pemeriksaan fisik, hitung darah sel, biokimia dan
analisis urin dalam rentang normal, kadang ditemukan
leukositosis, neutrophilia, basophilia dan limfositosis. 4
Tes VDRL dan uji fluorescent antibody trepenomal
dilakukan untuk menyingkirkan adanya sifilis.4
2. Biopsi kulit
Superfisial peri infiltrasi vaskular dengan limfosit,
histiosit, dengan eosinofil jarang terlihat. Sel epidermis
menunjukkan

sel

darah

merah

diskeratosis

dan

ekstravasasi RBCs dapat dilihat.4


H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup:
1. Sifilis stadium II
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun
biasanya pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan,
telapak kaki, membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata
atau alopesia. Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada
alat genital. Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama jika
gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.(1)
2. Tinea corporis
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat
menyerupai tinea corporis. Tinea corporis juga memiliki lesi
papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan
central healing. Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul,
skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi
jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau

pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. Tinea


corporis jarang menyebar luas pada tubuh.(1, 3)
3. Psoriasis gutata
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang
meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan
merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah
menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis,
kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut
sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi Streptococcus di
saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada
anak dan dewasa muda.(1)
4. Dermatitis numularis
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat
menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan
predileksi tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang
terdapat lesi pada pitiriasis rosea.(1)
5. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan
ini.Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi
timbulnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang
sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan
skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan
adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada
mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi
kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama
dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.(1,3)
I. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi khusus untuk mengobati Pityriasis Rosea. Pada
dasarnya Pityriasis Rosea adalah penyakit self-limiting jinak yang sembuh
tanpa gejala sisa. Pengobatan simptomatik merupakan terapi yang sering
diberikan kepada pasien. Pasien dengan gatal sedang atau berat harus
diinstruksikan untuk menghindari panas, mandi dengan air yang hangat
dan bukannya panas, menjaga kebersihan pakaian tidur dan tempat tidur
10

dan buat sementara hindari aktivitas yang dapat meningkatkan suhu tubuh.
Sinar ultraviolet dapat menekan dan memperpendek masa erupsi. Pasien
yang mempunyai lesi yang luas dapat disarankan untuk berjemur bagi
mendapat sinar ultraviolet dari matahari atau paparan ultraviolet B.
Penggunaan krim salep steroid golongan poten sedang seperti Menthol
0,025% dapat ditambahkan untuk terapi bantuan. Penggunaan steroid tidak
akan berpengaruh pada penampilan atau durasi lesi menghilang. (5)
J. PROGNOSA
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting
illnes yang akan menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu. Namun
pada beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan. Dapat sembuh
tanpa meninggalkan bekas. Relaps dan rekuren jarang ditemukan.(1-4)

BAB III
KESIMPULAN
Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan
dermatosis papuloeritroskuamosa

yang sering ditemukan, sifatnya akut, self

limiting disease, tidak menular, dan biasanya didapatkan pada anak-anak dan
dewasa muda. Etiologinya masih belum diketahui, namun dalam suatu penelitian,
partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Dimana
virus-virus ini memang ditemukan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada
pada fase laten. Namun apa yang menjadi penyebab reaktivasi virus ini belum
diketahui. Ada juga beberapa jenis obat yang menimbulkan erupsi kulit mirip

11

dengan pitiriasis rosea, antara lain barbiturate, captopril, senyawa emas, clonidine
dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan.
Erupsi kulit pada pitiriasis rosea memiliki ciri khas tertentu, dimana lesi
primernya ialah lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem yang nantinya
akan membesar hingga kira-kira berukuran 2-10 cm berbentuk oval, berwarna
kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di tepinya. Lesi primer
ini disebut sebagai Herald patch/Mother plaque/Medalion. Satu sampai dua
minggu setelah lesi primer timbul akan diikuti dengan munculnya lesi-lesi lain
berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna
kemerahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang
berkulit gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya.
Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh,
kemudian juga di lengan atas dan paha atas. Beberapa kasus menunjukkan lesi
menyebar hingga ke leher, aksila dan sela paha. Namun jarang menyebar hingga
ke wajah, lengan bawah dan tungkai bawah. Penyebaran lesi pada batang tubuh
sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi
tersebar membentuk gambaran pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) atau huruf V terbalik, sedangkan pada daerah dada dan perut
penyebaran lesi membentuk huruf V. Lesi kulit ini dapat menghilang secara
spontan dalam waktu 3-8 minggu, namun ada juga yang bertahan hingga 3-5
bulan, dan biasanya tidak ada keluhan dari penderita kecuali gatal ringan sampai
sedang.
Pitiriasis rosea memiliki berbagai macam varian, dapat dibedakan
berdasarkan predileksi tempatnya serta efloresensi yang dominan, contohnya
pitiriasis rosea inversa, giganta, irritate, vesicular, papular dan lain sebagainya.
Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea. Pemeriksaan
laboratorium yang biasa dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan diagnosa
banding sifilis sekunder karena keduanya cukup sulit untuk dibedakan terutama
pada tipe pitiriasis rosea yang atipikal (tidak khas).

12

Beberapa penyakit yang menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea selain


sifilis sekunder diantaranya pitiriasis versikolor, tinea korporis, psoriasis,
dermatitis seboroik, erupsi obat, lichen planus, dan lain sebagainya. Pemeriksaan
histopatologi sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosa banding. Diagnosa
pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis, pada
anamnesa harus dicari ada tidaknya riwayat prodormal sebelum timbulnya erupsi
kulit.
Umumnya pengobatan yang diberikan untuk pitiriasis rosea hanya bersifat
simptomatis, karena erupsi kulitnya akan menghilang secara spontan. Namun
pemberian obat dapat memberikan keuntungan karena mempersingkat lamanya
perjalanan penyakit karena erupsi akan hilang dengan lebih cepat. Untuk keluhan
gatal yang ringan sampai sedang dapat diberikan kortikosteroid topikal, bedak
yang mengandung asidum salisilikum, serta antihistamin. Namun bila gatalnya
sangat mengganggu dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Selain pemberian
obat-obatan, penatalaksanaan pitiriasis rosea dengan fototerapi hanya bermanfaat
untuk mengurangi gejala klinis yang berat saja, namun tidak dapat mengurangi
rasa gatal yang timbul dan tidak mempercepat penyembuhan erupsi kulit.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea. Dalam: Dermatology in General Medicine


Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008: 362-65.
2. Sterling, J.C. Viral Infections. Dalam: Rooks textbook of dermatology; edisi ke-7.
2004: 79-82.
3. James William D, Berger Timothy G, Elston Dirk M. Andrews Disease of The Skin
Clinical Dermatology; edisi ke-10. Philadelphia, USA: Elsevier. 2006: 208-9.
4. Ermertcan AT, zgven A, Ertan P, Bila C, Temiz P, eds. Childhood
pityriasis rosea inversa without herald patch mimicking cutaneous
mastocytosis. Iranian Journal of Pediatrics, Jun 2010;20(2):237241
5. Daniel J. Trozak, MD, Dan J. Tennenhouse, MD,JD, John J. Russel, MD.

Dermatology Skills for Primary Care. Philadelphia, USA. 2006: 77-82

Anda mungkin juga menyukai