REFERAT
URTIKARIA
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS
DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
DISUSUN OLEH :
REVY NOVIANSYAH
406080060
Urticaria
Nama
: Revy Noviansyah
NIM
: 406080060
Universitas
: Tarumanagara
Fakultas
: Kedokteran
Tingkat
Diajukan
: 30 Oktober 2008
Bagian
Judul
: Urtikaria
Ketua SMF
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Urticaria
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia, rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga referat yang berjudul Urtikaria
dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Kota Semarang periode 13 oktober 15
november 2008. Selain itu diharapkan dengan adanya referat ini dapat memberikan
pengetahuan tambahan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih yang sebesa-besarnya
atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan referat ini, kepada:
-
dr. Niken Widyah Hastuti,Mkes selaku Direktur Rumah Sakit Umum Kota
Semarang.
dr. Eko Krisnarto selaku Kepala SMF Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit kulit dan
Kelamin
dr. Retno Indrastiti selaku pembimbing Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin
Teman teman CoAss yang telah membantu dan menyelesaikan tugas ini. Serta
semua pihak yang turut mendukung dan membantu hingga terselesaikannya
referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan
tulisan ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan
yang membangun untuk penyempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Semarang, 26 September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Urticaria
PENDAHULUAN ......1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Maksud dan Tujuan .2
I.3. Manfaat.....2
BAB II.
EPIDEMIOLOGI ....3
BAB III.
ETIOLOGI ..4
BAB IV.
KLASIFIKASI 7
BAB V.
PATOFISIOLOGI ...
9
BAB VI.
BAB VII.
BAB VIII.
BAB IX.
PENATALAKSANAAN ..19
BAB X.
PROGNOSIS 21
BAB XI.
KESIMPULAN .22
BAB I
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 13 Oktober 15 November 2008
Urticaria
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi dipermukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi
halo.1 Urtikaria merupakan suatu erupsi kulit yang menimbul berbats tegas, berwarna
merah, lebih pucat pada bagian tengah dan memucat bila di tekan disertai rasa gatal.2
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering di jumpai. Dapat terjadi secara
akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita maupun untuk
dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah diketahui, ternyata
pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberikan hasil seperti yang
diharapkan. Ini disebabkan mungkin oleh kesalahan dalam menentukan penyebab dari
urtikaria tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak sekali factor-faktor yang dapat
menyebabkan urtikaria. Baik factor dari dalam tubuh berupa reaksi imunitas yang
berlebihan ataupun factor dari luar berupa penggunaan obat-obatan, makanan,
fotosensitizer, gigitan serangga dan banyak lagi yang lainnya.
Selain hal-hal diatas sangat penting diketahui mekanisme terjadimya urtikaria,
karena hal ini dapat membantu pemeriksaan yang rasional. Berawal dari permasalahanpermasalahan ini penulis akan mencoba menguraikan penyakit urtikaria ini mulai dari
penyebab, patofisiologi dan yang terpenting adalah klasifikasi utnuk dapat mengetahui
pengobatan yang tepat bagi penderita penyakit urtikaria.
I.2. Tujuan
Dalam melaksanakan penyusunan referat ini penuis mempunyai tujuan-tujuan
yang mudah-mudahan dapat tercapai. Tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Dengan adanya penyusunan referat ini dapat menerpakan ilmu-ilmu yang dimiliki
dan menambah bekal pengetahuan yang dapat berguna kelak dalam memasuki
dunia kerja di masa depan.
2. Bagi Instansi
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 13 Oktober 15 November 2008
Urticaria
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dalam rangka meningkatkan proses pelayanan dalam masyarakat.
3. Bagi Akademik
Dapat dijadikan tolak ukur bagi fakultas dalam mengetahui tingkat kemajuan
mahasiswa dalam proses kegiatan belajar dan mengajar.
I.1. Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami proses
terjadinya penyakit urtikaria, penyebab, klasifikasi sampai pengobatan yang tepat dan
rasional. Selain itu diharapkan dengan adanya referat ini dapat membantu teman-teman
dalam mengenal dan memahami penyakit urtikaria.
BAB II
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 13 Oktober 15 November 2008
Urticaria
EPIDEMIOLOGI
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak
mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. SHELDON menyatakan bahwa
umur rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tagun jarang dijumpai pada umur kurang dari
10 tahunatau lebih dari 60 tahun.1
Ditemukan 40 % bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersam angioedema, 11%
angioedema saja.1 Di amerika kira-kira sekitar 15-20% populasi penduduk pernah
menderita urtikaria.3 Untuk di Indonesia belum ada data yang pasti tentang populasi
penduduk yang menderita urtikaria. Sedangkan untuk internasional hampir sama dengan
keadaan di Amerika yaitu sekitar 15-20%.3
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang
normal, mungkin disebabkan karena factor sensitivitas terhadap antigen yang lebih tinggi
dibandingkan prang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin baik laki-laki
maupun perempuan. Umur, jabatan atau pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim
dapt
mempengaruhi
hipersensitifitas
seseorang
terhadap
antigen
yang
dapat
menyebabkan urtikaria yang diperankan oleh IgE. Penicillin tercatat sebagai obat yang
lebih sering menimbulkan urtikaria.1
Urticaria
BAB III
ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80%
Urticaria
5. Inhalan
Inhalan yang berupa serbuk sari bunga (pollen), spora jamur, debu bulu binatang,
dan aerosol umumnya lebih mudah menimbulkanurtikaria alergik (tipe I). reksi ini
sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.
6. Kontaktan
Kontakta yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,
air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan bahan kimia misalnya insect
repellent (pembasmi serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan
bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal
yang jarang sekali terjadi, karena kontak dengan antibiotic umumnya meimbulkan
dermatitis kontak.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat siakibatkan oleh factor dingin., yakni berenang atau
memegang benda dingin. Factor panas misalnya sinar matahari,sinar uv, radiasi
atau panas akibat pembakaran. Factor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat
pinggang, semprotan air, vibrasi dan tekanan berulang-ulang, contihnya pijatan
keringat, pekerjaan berat, demam, emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara
imunologik ataupun nonimunologik. Klinis biasanya terjadi di tempat yang
mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria beberapa menit atau jam setelah
digores benda tumpul. Fenomena ini disebut fenomena demografisme atau
fenomena darier.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menyebabkan urtikaria misalnya infeksi bakteri,
virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi bakteri contohnya tonsillitis, infeksi
gigi dan sinusitis. Masih merupakan pertnyaan besarapakah urtikaria timbul
karena toksin bakteri atau karena sensitisasi.
Infeksi virus hepatitis, mononucleosis dan infeksi coxsackiae pernah dilaporkan
sebagai factor penyeba. Karena itu pada urtikaria yang ideopatik harus dipikirkan
adanya infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofita sering
Urticaria
10
Urticaria
BAB IV
KLASIFIKASI
Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya
serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut apabila serangan
berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 monggu tapi berlangsung setiap
hari., bila melebihi waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut sering
terjadi pada usia muda., umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik
lebih sering pada wanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit ditemukan. Ada kecenderunga urtikaria lebih sering
diderita oleh penderita atopik.
Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya yaitu:
urtikaria popular
urtikaria gutata
urtikaria girata
urtikaria anular
urtikarai arsinar
Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena dapat dibedakan menjadi :
urtikaria local
urtikaria general
angioedema
b.
1.
2.
11
Urticaria
Urtikaria solar
Urtikaria dingin
Urtikaria dermatografisme
Urtikatia kolinergik
12
Urticaria
BAB V
PATOFISIOLOGI
Sangat penting sekali diketahui mekanisme terjadinya urtikaria, karena hal ini
akan dapat membantu pemeriksaan yang rasional. Hal yang mendasari terjadinya
urtikaria adalah triple respons dari Lewis, yaitu eritema akibat dilatasi dari kapiler,
timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantarai refleks akson saraf dan timbulnya wheal
akibat ekstravasasi cairan akibat meningkatnya permeabelitas vaskuler.2
Secara histologis urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah dermal
di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel perivaskuler,
diantaranya yang paling dominant adalah eosinofil. Kelainan ini disebabkan oleh
mediator yang lepas, terutama histamine, kibat degranulasi sel mast kutan atau subkutan,
dan leukotrien juga dapat berperan.2
Histamine akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit sehingga
kulit berwarna merah (eritema). Histamine juga menyebabkan peningkatan permeabelitas
pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah
dan mengakibatkan pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang keluar akan
merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah
yang gatal.2
13
Urticaria
Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi sel mast yang dapat terjadi
melalui mekanisme imun atau nonimun.
Histamine adalah mediator terpenting pada reaksi alergi fase cepat yang
diperantarai IgE pada penyakit atopik. Histamine terikat pada reseptor histamine yang
berbeda-beda. Terdapat 4 jenis reseptor histamine, yaitureseptor H1, H2, H3 dan H4.
masing-masing memiliki efek fisiologi yang berbeda.
Mekanisme Imun
Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen dengan
pembentukan atau adanya yang tersensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme
imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe I atau melalui aktivasi komplemen jalur
klasik. 2,3,4
Reaksi hipersensitivitas tipe I
Reaksi ini dinamakan juga reaksi tipe cepat dan terbanyak terlihat pada urtikaria
akut. Bila individu terpajan allergen tertentu akan membentuk antibodi IgE yang bersifat
homositotropik, yaitu mudah terikat pada sel sejenis (homolog), dalam hal ini adalah sel
mast. Bila individu tersebut kemudian terpajan kembali dengan allergen serupa, maka
tersebut akan berikatan dengan molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast. Bridging
dari dua molekul IgE yang ad pada permukaan sel mast oleh allergen akan
mengakibatkan perubahan konfigurasi membrane sel mast. Perubahan ini akan
mengakibatkan aktivasi enzim dalam sel sehingga sehingga terjadilah degranulasi sel
mast. Akibatnya isi granula keluar dan menimbulkan efek pada sel target, yaitu pembuluh
darah dibawah kulit.2,4
Allergen dapat berupa allergen lingkungan sepeti debu rumah, tungau, serbuk sari
tumbuhan, bulu binatang atau dapat pula allergen makanan, obat-obatan, dan bahan kimia
seperti bahan pengawet, penyedap dan zat warna.
Aktivasi komplemen jalur klasik
Adanya kompleks imun dapat mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan
akan menghasilkan peptide C3a serta C5a yang dinamakan anafilaktosin. Anafilaktosin
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 13 Oktober 15 November 2008
14
Urticaria
dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast melalui ikatan langsung dengan
reseptor pada membrane sel mast. Akibat degranulasi terjadilah pelepasan histamine
sehingga terbentuk urtikaria.
Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dapat diakibatkan oleh reaksi yipe II dan
III., misalnya pada reaksi transfuse darah, penyakit sistemik keganasan (limfoma) lupus
eritomatosus sistemik, heoatitis dan sebagainya. Penglepasan histamine melalui aktivasi
komplemen ini sering dikaitkan dengan patofisiologi urtikaria kronik. Belum jelas apakah
semua penderita yang mengalami aktivasi komplemen akan menunjukan gejala urtikaria.
Mekanisme nonimun
Liberator histamine
Beberapa macam obat, makanan, atau zat kimia dapat menginduksi degranulasi
sel mast. Zat ini dinamakan liberator histamine, contohnya kodein, morfin, polimiksin,
zat kimia, tiamin, buah murbei, tomat dan lain-lain. Sampai saat ini belum jelas mengapa
zat tersebut metangsang degranulasi sel mast hanya pada sebagian orang saja.
Factor fisik
Factor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau
tekanan (dermografisme), panas (urtikaria Panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung
menginduksi degranulasi sel mast.
Latihan jasmani
Latihan jasmani pada seseorang dapat menimbulkan urtikaria yang dinamakan
juga urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil-kecil dengan diameter 1-3 mm dan
sekitarnya berwarna merah, terdapat di tempat yang berkeringat. Diperkirakan yang
memegang peranan adalah asetilkolin yang terbentuk yang bersifat langsung dapat
menginduksi degranulasi sel mast.2,3
Zat penghambat siklooksigenase
15
Urticaria
Anafilaktosin
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 13 Oktober 15 November 2008
16
Urticaria
17
Urticaria
BAB VI
GEJALA KLINIS
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak
eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih
pucat. Eritema atau kemerahan bila ditekan akan memutih. Bentuknya dapat papular
seperti pada urtikaria sengatan serangga, bersarnya dapat lentikular, nummular, sampai
plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa
atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut
angioedema.1,2,5
Pada dermografisme lesi sering berbentuk linear di kulit yang terkena goresan
bena tumpul , timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria solar lesi
terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi akan
terlihat pada daerah yang terkena dingin dan panas. Urtikaria akibat penyinaran biasanya
pada gelombang 400-500 nm, klinis berbentuk urtikaria popular.
Lesi urtikaria kolinergik adalah kecil-kecil dengan diameter 1-3 mm dikelilingi
daerah warna merah namun dapat pula nummular dan berknfluen membentuk plakat.
biasanya terdapat pada daerah yang berkeringat. Dapat timbul pada peningkatan suhu
tubuh, emosi, makanan yang merangsang dan pekerjaan berat. Unutuk urtikaria akibat
obat atau makanan ummnya timbul secara akut dan generalisata.
18
Urticaria
BAB VII
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Secara klinis, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis urtikaria
tidaklah sulit. Penderita atau orang tua penderita sendiri pada umumnya sudah dapat
menegakkan diagnosisnya. Kesulitan pada diagnosa urtikaria adalah mencari etiologinya.
Untuk itu perlu pendekatan sebagai berikut:
Pendekatan umum
Diagnosis urtikaria berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis
harus dilakukan dengan lengkap dan teliti, serta lebih menekankan pada factor etiologi
yang dapat menimbulkan urtikaria. Gambaran lesi pada kulit kadang-kadang dapat pula
dipakai sebagai awal untuk melakukan diagnosis etiologi. Pada anamnesis perlu
ditanyakan mengenai factor etiologi, antara lain :
Makanan
Obat
Zat aditif
Pemeriksaan penunjang
I. Reaksi hipersensitfitas tipe I
Untuk reaksi hipersensitifitas alergi dan nonalergi ini dapat dilakukan
19
Urticaria
Satu tetes larutan obat 1:100 dalam larutan garam fisiologis tanpa pengawet,
harus disertai control positif dan negative.
Uji intradermal
0,02 ml larutan obat 1:1000 dalam larutan garam fisiologis, harus disertai
control positif dan negative.
Untuk reaksi anafilaksis alergi dan nonalergi ini perlu dilakukan pemeriksaan
konsentrasi tryptase serum. Apabila konsentrasi > 10 mg/ml menunjukan adanya aktivasi
dari sel mast.
II. Urtikaria Fisik
Kulit yang akan diuji :
Angioedema herediter
Dermatografisme
Gores kulit normal pada daerah volar lengan bawah dengan alat tumpul (stik
yang keras atau tounge blade/penekan lidah atau dengan kuku).
Suatu reaksi wheal dan kemerahan berbentuk garis akan timbul dalam 2-3
menit setelah digores. Intensitas puncak terjadi pada 6-7 menit dan hilang
spontan dalam 20 menit. Tipe lambat terjadi dalam 6-9 jam pada sisi yang
sama dan menetap selama 24-48 jam.
20
Urticaria
Wheal/papula yang gatal dengan diameter 1-3 mm, dikelilingi eritema yang luas
timbul dalam 2-20 menit. Episode ini akan menetap dalam 15-30 menit.
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untk mengetahui ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi atau kelainan alat dalam
21
Urticaria
BAB VIII
DIAGNOSIS BANDING
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat serta pembantu
diagnosis diatas, agaknya dapat ditegakkan diagnosis urtikaria dan penyebabnya.
Walaupun demikian hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit sistemik yang sering
dosertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura anakfilaktoid,
pitiriasis rosea bentuk popular.
22
Urticaria
BAB IX
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang paliin ideal untuk pengobatan urtikaria tentu saja mengobati factor
penyebabnya atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Urtikaria akut pada
umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang sembuh dengan sendirinya tanpa
memerlukan pengobatan. Lain halnya dengan urtikaria kronik yangsulit untuk diobati.
Namun pada prinsipnya pengobatan urtikaria dapat dijabarkan sebagai berikut :
A.
Penanganan Umum
Antihistamin
Golongan adrenergic
Kortikosteroid
B. pengobatan penyebab
C. Pengobatan topical
Pengobatan local di kulit dapat diberikan secara simptomatik misalnya
antipruritus di dalam bedak kocok atau bedak.
Antihistamin
Antihistamin bekerja menghambat histamine pada reseptor-reseptor histamine.
Berdasarkan reseptor yang dihambat digolongkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
Antihistamin 1 (AH1)
Antihistamin 2 (AH2)
Secara klinis pengobatan pada urtikaria dipercayakan pada efek antagonis histamine pada
reseptor H1, namun sering menimbulkan efek samping sedasi. Golongan ini sering
disebut antihistamin klasik. Dalam perkembangan terdapat antihistamin yang tidak
menimbulkan efek sedasi disebut sebagai antihistamin non klasik.
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 13 Oktober 15 November 2008
23
Urticaria
Kelas/nama generic
Antihistamin H1 klasik :
Nama pabrik
Etanolamin/difenhidramin
Benadril
Etilendiamin/tripelenamin
Pyrinbenzamine
Alkilamin/klofeniramid
Chlortrimethon
Piperazin/siklizin
Marezine
Fenotiazin/prometazin
Phenergen
Hidrosizin hidroklorid
Atarax
Siproheptadin
Antihistamin H1 non klasik
Periactin
Terfenadin
Astemizol
Loratadin
Mequetazin
Anthistamin H2
Cimetidin
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan pada pasien urtikaria akut dan berat
tapi tidak ada manfaatnya pada urtikaria kronik. Namun dapat juga diberikan pada pasien
yang tidak berespon terhadap antihistamin klasik. Kortikosteroid akan lebih bermanfaat
bila dikombinasikan dengan AH1.3 Preparat yang dapat digunakan adalah prednisone
atau nama dagangnya adalah deltasone atau erason. Dosis yang dapat digunakan adalah
40 mg/ hari.3
24
Urticaria
BAB X
PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,
urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. Namun secara garis
besar urtikaria mempunyai prognosis yang baik karena gejala yang timbul dapat diatasi
dengan pemberian pengobatan yang tepat.
25
Urticaria
BAB XI
KESIMPULAN
Utikaria merupakan penyakit yang sering dijumpai. Urtikaria dapat timbul akibat
berbagai macam penyebab, diduga penyebab urtikaria adalah obat, makanan, gigitan
atau sengatan serangga, fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, dan
infestasi parasit, psikis, genetic, dan penyakit sistemik. Urtikaria timbul didasari oleh
triple respons dari Lewis, yaitu eritema akibat dilatasi dari kapiler, timbulnya flare akibat
dilatasi yang diperantarai refleks akson saraf dan timbulnya wheal akibat ekstravasasi
cairan akibat meningkatnya permeabelitas vaskuler.2
Secara umum urtikaria terjadi akibat adanya degranulasi sel mast yang akan
menyebabkan pegeluaran-pengeluaran mediator terutama histamine atupun leukotrien.
Degranulasi sel mast ini bisa terjadi karena reaksi imun, nonimun ataupun ideopatik.
Sehingga untuk menegakkan diagnosa dibutuhkan beberapa pemeriksaan yang
mendukung contohnya pemeriksaan reaksi hipersensitifitas.
Penatalaksanaan urtikaria bisa dipercayakan kepada pengobatan simptomatik
berupa pemberian preparat antihistamin,kortikosteroid, ataupun preparat golongan
adrenergic yang bermanfaat bagi urtikaria kronik. Walaupun demikian tetap saja
pengobatan etiologi lebih baik atau menghindari penyebab contohnya pada urtikaria
karena alergi
26
Urticaria
LAMPIRAN
27
Urticaria
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI,2007: 169-177
2. Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N, Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak, Jakarta:
Balai Penerbit IDAI, 2007: 115-131, 224-234.
3. Wong H K, Urticaria [ home page on the internet]. c2008. [updated 2008 aug 20].
Available From :http://www.emedicine.com/derm.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006 : 235-241
5. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003 :
124-126
28