Anda di halaman 1dari 23

REVIEW JURNAL

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL


EFFECT OF Adansonia digitata GUM ON SOME PHYSICOCHEMICAL
PROPERTIES OF PARACETAMOL PEDIATRIC SUSPENSION
FORMULATIONS

OLEH
KELOMPOK IV
Ni Komang Dewi Triastuti

(1308505012)

I Gusti Agung Ayu Santhi Rahmaryani

(1308505014)

Ni Nyoman Abigail Triastuti

(1308505021)

Made Ririn Sutharini

(1308505024)

Made Irma Widiastari

(1308505060)

Wayan Shelia Deviana

(1308505061)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sedian obat yang beredar dipasaran terdiri dari banyak bentuk sediaan,
seperti tablet, sirup, suspense dll. Banyak orang mengalami kesulitan dalam menelan
bentuk sediaan padat sehingga diperlukan sediaan obat yang mudah ditelan dan
mudah terdispersi yaitu bentuk sediaan cair. Jika zat aktif suatu obat tidak larut atau
kurang larut dalam pelarut yang sesuai maka, obat tersebut biasanya diformulasikan
dalam bentuk sediaan suspensi (Ogaji dan Hoag, 2012). Dalam waktu penyimpanan,
fase internal sediaan suspensi akan mengalami pengendapan (sedimentasi).
Tingkatan sedimentasi yang terjadi tergantung pada sejumlah faktor, seperti ukuran
partikel dari fase eksternal, perbedaan antara kepadatan fase eksternal dan fase
internal (Parrot, 1971). Pada sediaan suspensi, selain adanya zat aktif juga diperlukan
adanya bahan pensuspensi. Bahan pensuspensi digunakan untuk meningkatkan
viskositas dan memperlambat sedimentasi sehingga dapat menghasilkan suatu
suspensi yang stabil (Chasanah, 2010). Suspensi yang diformulasikan harus memiliki
sifat mudah didispersikan kembali, hal ini bertujuan agar keseragaman dosis tetap
terjaga hingga pengobatan selesai (Parrot, 1971).
Gum, telah dilaporkan memiliki platform yang dibutuhkan untuk beberapa
bahan tambahan suspensi (agen pensuspensi) untuk menghasilkan suspensi dengan
kualitas baik karena kemampuannya mengembang ketika kontak dengan air dan
sifat kentalnya (Isimi, et al. 2000). Gum umumnya bersifat biodegradable, murah,
mudah diperoleh, efektif, dan ecofriendly dibandingkan dengan bahan sintetis dan
semi-sintetik sebagai

eksipien sediaan farmasi (Deveswaran, et al., 2010).

Adansonia digitata adalah karet yang diperoleh dari daun Adansonia digitata dari
family Malvaceae. Daging buah tanaman ini memiliki potensi sebagai stickling
agent. Adansonia diselidiki pula memiliki potensi dan digunakan sebagai aditif
dalam minuman (Ogaji, et al., 2012).
Ekstraksi dari daun karet ini dengan menggunakan air panas dan air dingin
diselidiki mempunyai potensi sebagai agen pensuspensi dalam formulasi suspensi
sulphadimidine. Mekanisme kerjanya dengan menggunakan air panas dan air dingin
pada metode ekstraksinya untuk mendapatkan gum dan kemudian digunakan karet
dengan konsentrasi 1-5 % b / v untuk preparasi suspensi sulphadimidine (Ogaji, et
al., 2012).

Gum yang diekstraksi dengan air dingin memiliki hasil yang lebih baik dari
pada gum yang diekstraksi dengan air panas. Demikian pula, ekstraksi gum dengan
air dingin terbukti memiliki profil pensuspensi yang baik pada konsentrasi yang
sama dari baik ekstrak air panas dari karet alam lainya, seperti karet, polimer dan
tragakan. Belum dilaporkan adanya penelitian yang membandingkan efek dari
Adansonia digitiata dan polimer semi-sintetik yang sudah banyak digunakan sebagai
zat pensuspensi, seperti natrium karboksimetilselulosa, dalam bentuk sedian oral
(Ogaji, et al., 2012).
Parasetamol adalah obat yang memiliki efek analgesik yang dapat diberikan
kepada anak-anak ketika mengalami demam akibat imunisasi atau sakit dari
hyperactivities. Yang banyak tersedia dan digunakan secara luas digunkan dalam
bentuk sediaan tablet, sebagai tablet parasetamol 500 mg, membutuhkan dua atau
lebih tablet sebagai dosis ketika diambil oleh orang dewasa. Bentuk sediaan yang
paling banyak digunakan untuk anak-anak adalah eliksir, biasanya dengan
melarutkan parasetamol dalam campuran etanol dan propilen glikol. Banyak kasus
kematian akibat keracunan eliksir parasetamol telah dilaporkan karena penggunaan
etilena glikol bukan propilen glikol sebagai pelarut dalam penyusunan eliksir
paracetamol. Penggunaan suspensi parasetamol untuk anak-anak dapat mengatasi
masalah yang terjadi. Gum Adansonia, seperti kebanyakan gum lainnya memiliki
fungsi mensuspensi bubuk parasetamol (Ogaji, et al., 2012).
1.2

Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah gum Adansonia digitata dapat digunakan sebagai agen pensuspensi
untuk sedian suspensi paracetamol untuk anak-anak?
1.2.2 Bagaimana profil evaluasi Adansonia digitata sebagai suspensi agent bila
dibandingkan dengan CMC Na dan manakah suspensi agent yang paling cocok
dengan formulasi suspensi paracetamol untuk anak-anak?

1.3

Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui manfaat Adansonia digitata sebagai agen pensuspensi untuk
sediaan suspensi paracetamol anak.
1.3.2 Untuk mengetahui agen pensuspensi yang paling cocok untuk sediaan suspensi
paracetamol anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Fisiko Kimia dan Farmakologi Zat Aktif (Paracetamol)
a. Struktur dan Berat Molekul

Gambar 1.1 Struktur Kimia Parasetamol (Depkes RI, 1995)


Nama Kimia
: N-asetil-4-aminofenol
Berat Molekul
: 151,16 gram/mol
Rumus Molekul
: C8H9NO2 (Depkes RI, 1995).
b. Definisi
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101% C 8H9NO2
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
c. Pemerian
Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit (Depkes RI, 1995).
Parasetamol berupa kristal orthorhombic (Hilfiker, 2006).
d. Kelarutan
Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol 95% P, dalam 13 bagian aseton P,
dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan
alkali hidroksida (Depkes RI, 1979). Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N (Depkes RI, 1995).
e. Suhu Lebur
168 sampai 172 (Depkes RI, 1995).
f. Stabilitas
Terhadap cahaya
Terhadap suhu
Terhadap pH
Terhadap oksigen

: tidak stabil terhadap sinar UV


: peningkatan suhu dapat mempercepat degadasi obat
: pH larutan parasetamol 5,3 6,5
- Hidrolisis dapat terjadi pada keadaan asam ataupun basa.
- Hidrolisis minimum terjadi pada rentang pH antara 5-7
: parasetamol relatif stabil terhadap keberadaan oksigen
(Depkes RI, 1995).

g. Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya (Depkes RI, 1979).
h. Khasiat Penggunaan
Analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1979).
2.1.1 Indikasi
Parasetamol merupakan derivat dari asetanilida yang merupakan metabolit
dari fenasetin yang dahulu banyak digunakan sebagai analgetikum, tapi pada tahun
1978 ditarik dari peredaran karena efek sampingnya berupa nefrotoksisitas dan
karsinogen. Khasiat dari parasetamol ini adalah sebagai analgesik dan antipiretik,

tetapi tidak untuk antiradang. Dewasa ini parasetamol dianggap sebagai zat anti
nyeri yang paling aman juga untuk swamedikasi (pengobatan sendiri) (Tjay dan
Kirana, 2008).
Parasetamol tidak mempengaruhi kadar asam urat dan sifat penghambatan
plateletnya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti sakit
kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan, dan keadaan lain di mana aspirin tidak
2.1.2

efektif sebagai analgesik (Katzung, 2002).


Farmakokinetik
Parasetamol siap diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi
puncak plasma mencapai sekitar 10-60 menit dengan dosis per oral. Parasetamol
didistribusikan ke hampir semua jaringan tubuh. Ikatan protein plasma dapat
diabaikan pada konsentrasi terapeutik normal, namun dapat meningkat dengan
peningkatan konsentrasi. Waktu paruh eliminasi dari parasetamol bervariasi antara
1 hingga 3 jam (Sweetman, 2009). Metabolit minor, tetapi sangat aktif (N-acetyl-pbenzoquinone) penting dalam dosis besar karena efek toksiknya terhadap hati dan
ginjal. Waktu paruh parasetamol adalah 2-3 jam dan relatif tidak berpengaruh oleh
fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya dapat
meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002).
Parasetamol yang diberikan per rektal memiliki kecepatan absorpsi yang
lebih lambat dibandingkan bila diberikan secara per oral. Parasetamol
didistribusikan

ke

hampir

sebagian

besar

jaringan

tubuh.

Parasetamol

dimetabolisme terutama di liver dan diekskresikan melalui urin terutama sebagai


konjugat glukoronid dan sulfatnya. Kurang dari 5% diekskresikan dalam bentuk
tidak berubah (Reynolds, 1989). Adapun bioavailabilitas dari parasetamol: 70
90%. T plasma : pada dewasa sekitar 1 3 jam, dan pada neonatus sekitar 5 jam.
Volume distribusi (Vd) parasetamol adalah 1 L/kg. Clearence (Cl) : sekitar 5
2.1.3

mL/min/kg (Moffat et al., 2005).


Mekanisme Kerja
Parasetamol menghasilkan

efek

analgesik

dan

antipiretik

dengan

mekanisme menyerupai aspirin dalam hal menghambat brain prostaglandin


synthetase. Namun, aktivitasnya sangat kecil dalam menghambat prostaglandin
perifer. Jika diukur dari segi efektifitasnya, parasetamol tidak efektif sebagai
antiinflamasi dan antirematik. Selain itu, parasetamol juga tidak menghambat aksi
platelet normal, aktifitas protrombin, dan mempengaruhi mukosa saluran
pencernaan (Anderson, et al., 2002).

Parasetamol memiliki daya analgetik ringan karena kerjanya menghambat


sintesis prostaglandin pada sistem saraf perifer dan memblok impuls nyeri.
Sedangkan daya antipiretik diperoleh karena kerjanya memberikan rangsangan
terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi
perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai keluarnya
2.1.4

banyak keringat (Tjay dan Kirana, 2008).


Dosis
Tabel 1.1. Dosis Parasetamol Untuk Dewasa
Dosis Lazim
Sekali
500 mg

Sehari
500 mg - 2 g
(Depkes RI, 1979).

2.1.5

Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995).

2.2 Tinjauan Fisiko Kimia Zat Tambahan


2.2.1 Natrium Laurly Sulfat

Gambar 2. Struktur Natrium Lauryl Sulfat (Rowe dkk., 2009)


a) Pemerian
: berupa kristal atau serbuk berwarna putih atau krem sampai
b) Kelarutan

kuning pucat.
: Mudah larut dalam air panas, praktis tidak larut dalam

c) Kegunaan

kloroform dan eter


: Surfaktan anionic, zat pembasah
(Rowe dkk., 2009)

2.2.2 CMC-Na

Gambar 2. Struktur CMC-Na (Rowe dkk.,2009)


a) Rumus molekul
: C8H16NaO8 (Prabandari, 2011)
b) Pemerian
:Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik
c) Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan
toluen. Mudah terdispersi dalam air dan dalam larutan
d)
e)
f)
g)

Bobot molekul
pH
Penyimpanan
Stabilitas

:
:
:
:

koloid (Depkes RI, 1995).


90000-700000 gram/mol (Rowe dkk,2003).
2-10 (Mc Evoy, 2002).
dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
CMC-Na merupakan senyawa yang stabil, bersifat
higroskopis. Pada kondisi dengan kelembaban yang
tinggi CMC Na dapat menyerap air > 50%. Pada larutan
air CMC Na stabil dalam pH 2-10, dan akan terjadi
pengendapan pada pH dibawah 2, serta penurunan
viskositas dapat terjadi dengan cepat pada pH diatas 10

h) Pengunaan

(Mc Evoy, 2002).


: Sediaan Oral (0,1 1,0 %) (Rowe dkk.,2009).

2.2.3 Adansonia digitata


Adansonia digitata salah satu pohon di Afrika paling ikonik. Genus adansonia
tersebar luas dari Afrika hingga Australia dan buahnya adalah makanan tradisional.
Adansonia diperoleh dari Adansonia digitata Famili Malvaceae, tanaman ini
ditemukan di gurun sahara dan dibudidayakan di daerah-daerah penduduk. Dalam
bahasa inggris biasanya dinamakan baobab. Di Afrika timur pohon-pohon tersebut
tumbuh di semak belukar yang ada di pantai. Di Angola dan Namibia tumbuhan init
umbuh di hutan dan daerah pesisir. Pohon ini juga tumbuh di India, khususnya di
daerah kering. Adansonia digitata diselidiki penggunaan potensinya dalam sediaan
farmasi.
2.3 Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus
segera terdispersi kembali, dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas
suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok
dan dituang (Anief, 2000).

Ada beberapa alasan pembuatan suspensi oral. Salah satunya adalah karena
obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam sediaan larutan tetapi stabil
dalam sediaan suspensi. Untuk banyak pasien, bentuk cairan lebih disukai daripada
bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan
cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis, aman, mudah diberikan untuk anakanak, juga mudah diatur penyesuaiannya untuk anak (Ansel et al., 1995).
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu
suspensi yang baik, disamping khasiat teraupetik stabilitas kimia dari komponenkomponen formulasi, kestabilan sediaan dan bentuk estetik dari sediaan juga menjadi
pertimbangan. Sifat-sifat yang diinginkan dalam sediaan suspensi adalah:
a) Sediaan suspensi yang dibuat dengan tepat dapat mengendap secara lambat dan
harus rata lagi bila dikocok.
b) Karakteristik suspensi harus sedemikianrupa sehingga ukuran partikel dari
suspensoid tetap tegak konstan untuk waktu penyimpanan lama.
c) Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
(Ansel et al., 1995)

BAB III
METODE ANALISIS
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Mortir dan stamper
- Timbangan digital
- Kain Muslin Putih
- Ayakan nomor 100 dan 80
- Penangas Air
- Magnetic Stirrer
- Gelas Beaker 2000 mL
- pH Meter
- Viskometer Brookfield
- Graduated cylinder
- Gelas beaker Pyrex 1 L
- Piknometer 50 mL
3.1.2 Bahan
- Paracetamol
- CMC-Na (Sodium Carboxymethycellulose)
- Sodium Lauryl Sulfat
- Etanol 96%
- Adansonia digitata; diambil bagian daunnya kemudian dikeringkan dan
diserbukkan, Adansonia digitata ini berasal dari Jos, Nigeria.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Pembuatan Serbuk Suspending Agent Gom Adansonia digitata
Ditimbang serbuk gum sebanyak 300 gram dan didispersikan di dalam 5 Liter
air mendidih kemudian didiamkan selama 24 jam. Pada tahap ini digunakan air
mendidih untuk mengekstraksi dan menghilangkan matriks-matriks yang ada
9

pada komponen gum. Mucilago tersebut disaring dengan menggunakan kain


muslin putih kemudian mucilago tersebut diendapkan dengan 8 Liter Etanol
96%. Proses penyaringan ini bertujuan untuk menyaring kotoran-kotoran yang
diperoleh dari proses ekstraksi tersebut. Digunakan etanol 96% karena etanol
96% merupakan pelarut universal. Endapannya kemudian diredispersi kembali
di dalam air dan kemudian diekstraksi kembali dengan etanol 96%. Langkah ini
diulangi sampai diperoleh gum yang murni. Gum tersebut kemudian dikeringkan
di dalam oven pada suhu 50C selama 1 jam. Granul gum yang dikeringkan
kemudian digerus dengan menggunakan stamper dan mortir hingga diperoleh
gum AD (Adansonia digitata). Serbuk Gum tersebut kemudian diayak dengan
menggunakan pengayak nomor 100 dan serbuk hasil ayakan tersebut disimpan
di dalam wadah yang kedap udara sampai digunakan. Serbuk tersebut diayak
untuk memperoleh ukuran partikel yang lebih kecil dan lebih homogen
kemudian disimpan di dalam wadah yang kedap udara agar tidak ada udara yang
masuk sehingga tidak tumbuh bakteri atau jamur pada saat penyimpanan.
3.2.2 Penyiapan Formulasi Suspensi Paracetamol Pediatric
Diformulasikan Suspensi Parasetamol Pediatric dengan dosis 25 mg/5 mL.
Serbuk gom AD ditimbang sebanyak 0,1; 0,2; 0,3; dan 0,4% b/v kemudian
didispersikan ke dalam 500 mL air yang telah di demineralisasi dan dibiarkan
selama 12 jam. Dibuat dalam berbagai konsentrasi dengan tujuan agar diketahui
pengaruh pemberian konsentrasi suspending agent terhadap sediaan suspensi
yang dihasilkan, apakah semakin baik atau tidak. Selain itu, juga diperlukan
untuk mengetahui konsentrasi suspending agent yang paling optimal digunakan
dalam pembuatan sediaan suspensi.
Serbuk parasetamol diayak dengan ayakan nomor 80 dan didispersikan ke dalam
200 mL air yang telah di demineralisasi, yang sebelumnya telah ditambahkan 50
mL sodium lauryl sulfat (1 % b/v). Adanya penambahan sodium lauryl sulfat
berperan sebagai zat pembasah (wetting agent) dalam formulasi (Rowe, 1994).
Suspensi parasetamol yang telah didispersikan dipindahkan ke dalam beaker
2000 mL dan dicampur dengan magnetc stirer selama 30 menit. Suspensi
parasetamol yang telah didispersikan dipindahkan ke dalam beaker 2000 mL dan
dicampur dengan magnetic stirer selama 30 menit.

10

Volumenya dibuat sampai dengan 1 L dengan air yang telah didemineralisasi.


Suspensi parasetamol yang telah disiapkan diulang lagi prosedurnya dengan
menggunakann konsentrasi yang sama dengan menggunakan CMC-Na sebagai
suspending agentnya.
3.2.3 Evaluasi Formulasi Suspensi Parasetamol Pediatric
a. Volume Sedimentasi
Disiapkan tiga buah sampel dengan volume masing-masingnya adalah 100
mL graduated cylinder dan didiamkan. Volume yang ada di bawah
supernatan (permukaan yang jernih dari suspensi) dicatat setiap hari sampai
tidak menunjukkan adanya perubahan. Dihitung rata-rata dari ketiga sampel
tersebut.
b. Viskositas Suspensi
Suspensi Parasetamol Pediatrik diukur viskositasnya dengan menggunakan
viskometer Brookfield. Sebanyak 600 mL sampel dipindahkan ke dalam 1 L
beaker pyrex dan digunakan spindel RV 2 untuk pengujian viskositasnya.
c. Kecepatan Alir Suspensi
Kecepatan alir formulasi suspensi ini dibandingkan dengan kecepatan air
suling yang dialirkan melalui pipet 2 mL. Dicatat berapa waktu yang
diperlukan untuk air suling mengalir melalui pipet 2 mL. Laju alir sampel
dicatat kemudian dicatat rata-rata dari ketiga sampel.
d. Kemudahan Suspensi untuk Diredispersi
Pengujian evaluasi ini dilakukan selama dua minggu, pada setiap harinya.
Disiapkan tiga buah sampel parasetamol dengan volume masing-masing
sebanyak 50 mL, kemudian dipindahkan ke dalam 100 mL botol kaca polos
untuk evaluasi kemudahan suspensi untuk diredispersi. Sampel digulingkan
sejauh 45 cm dengan papan yang halus dengan lebar 15 cm dengan sudut
45 Dicatat jumlah cascade yang diperlukan untuk membuat suspensi benarbenar teredispersi. Dievaluasi ketiga sampel kemudian dicari rata-rata dari
sampel tersebut.
e. pH
Suspensi diredispersikan kembali dengan melakukan penggojogan dan uji
pH dilakukan saat itu juga dengan pH meter Jenway
f. Uji Densitas
Uji densitas dilakukan dengan 50 mL piknometer kaca dengan dilakukan
penentuan bobot kosong piknometer.

11

3.3 Skema Kerja


3.3.1 Pembuatan Serbuk Suspending Agent Gom Adansonia digitata
Ditimbang serbuk gum sebanyak 300 gram dan didispersikan di dalam 5 Liter
air mendidih.
Didiamkan selama 24 jam untuk mengesktraksi gum.
Mucilago tersebut disaring dengan menggunakan kain muslin putih kemudian
mucilago tersebut diendapkan dengan 8 Liter Etanol 96%
Endapannya kemudian diredispersi kembali di dalam air dan kemudian
diekstraksi kembali dengan 96%. Langkah ini diulangi sampai diperoleh gum
yang murni.
Endapannya kemudian diredispersi kembali di dalam air dan kemudian
diekstraksi kembali dengan 96%. Langkah ini diulangi sampai diperoleh gum
yang murni.
Gum tersebut kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 50C selama 1
jam.
Granul gum yang dikeringkan kemudian digerus dengan menggunakan
stamper dan mortir hingga diperoleh gum AD (Adansonia digitata).

Serbuk Gum tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak


nomor 100 dan serbuk hasil ayakan tersebut disimpan di dalam wadah yang
kedap udara sampai digunakan.
3.3.2 Penyiapan Formulasi Suspensi Parasetamol Pediatric
Diformulasikan Suspensi Parasetamol Pediatric dengan dosis 25 mg/5 mL
Serbuk gom AD ditimbang sebanyak 0,1; 0,2; 0,3; dan 0,4% w/v kemudian
didispersikan ke dalam 500 mL air yang telah di demineralisasi dan dibiarkan
selama 12 jam.
Serbuk parasetamol diayak dengan ayakan nomor 80 dan didispersikan ke
dalam 200 mL air yang telah di demineralisasi, yang sebelumnya telah
ditambahkan 50 mL sodium lauryl sulfat (1 % b/v).

12

Suspensi parasetamol yang telah didispersikan dipindahkan ke dalam beaker


2000 mL dan dicampur dengan magnetc stirer selama 30 menit.
Volumenya dibuat sampai dengan 1 L dengan air yang telah didemineralisasi.
Suspensi parasetamol yang telah disiapkan diulang lagi prosedurnya dengan
menggunakann konsentrasi yang sama dengan menggunakan CMC-Na
3.3.3 Evaluasi Formulasi Suspensi
Parasetamol
Pediatric
sebagai
suspending
agentnya.
a. Volume Sedimentasi
Disiapkan tiga buah sampel dengan volume masing-masingnya adalah 100
mL graduated cylinder dan didiamkan
Volume yang ada di bawah supernatan (permukaan yang jernih dari suspensi)
dicatat setiap hari sampai tidak menunjukkan adanya perubahan. Dihitung
rata-rata dari ketiga sampel tersebut.
b. Viskositas Suspensi
Suspensi Parasetamol Pediatrik diukur viskositasnya dengan menggunakan
viskometer Brookfield.
Sebanyak 600 mL sampel dipindahkan ke dalam 1 L beaker pyrex dan
digunakan spindel RV 2 untuk pengujian viskositasnya.
c. Kecepatan Alir Suspensi
Kecepatan alir formulasi suspensi ini dibandingkan dengan kecepatan air
suling yang dialirkan melalui pipet 2 mL.

Dicatat berapa waktu yang diperlukan untuk air suling mengalir melalui pipet
2 mL

Laju alir sampel dicatat kemudian dicatat rata-rata dari ketiga sampel.
d. Kemudahan Suspensi untuk diredispersi
Pengujian evaluasi ini dilakukan selama dua minggu, pada setiap harinya.

Disiapkan tiga buah sampel parasetamol dengan volume masing-masing


sebanyak 50 mL, kemudian dipindahkan ke dalam 100 mL botol kaca polos
untuk evaluasi kemudahan suspensi untuk diredispersi.
13

Sampel digulingkan sejauh 45 cm dengan papan yang halus dengan lebar 15


cm dengan sudut 45

Dicatat jumlah cascade yang diperlukan untuk membuat suspensi benar-benar


teredispersi.
Dievaluasi ketiga sampel kemudian dicari rata-rata dari sampel tersebut.
e. pH
Suspensi diredispersikan kembali dengan melakukan penggojogan dan uji pH
dilakukan saat itu juga dengan pH meter Jenway
f. Uji Densitas
Uji densitas dilakukan dengan 50 mL piknometer kaca dengan dilakukan
penentuan bobot kosong piknometer.

14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Viskositas dan Redispersi
Penelitian yang dilakukan pada jurnal yang dianalisis bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan suspending agent yaitu Adansonia Digitata Gum pada
pembuatan suspensi dengan zat aktif parasetamol. Pada penelitian ini dilakukan
pembandingan penggunaan suspending agent yaitu Adansonia Digitata Gum dengan
CMC-Na. Untuk memenuhi tujuan dari penelitian ini dilakukan beberapa evaluasi
untuk mengetahui efektivitas dari Adansonia Digitata Gum sebagai suspending agent.
Evaluasi sediaan ini berfungsi untuk mengetahui kualitas dari sediaan, stabilitas, dan
kelayakan sediaan tersebut untuk didistribusikan. Berbagai macam uji evaluasi yang
dilakukan pada penelitian pada jurnal yaitu uji viskositas, uji volume sedimentasi, dan
uji laju alir suspense. Pada penelitian ini konsentrasi dari Adansonia Digitata Gum
dengan CMC-Na dibuat bervariasi.

Gambar 1. Variasi Konsentrasi Adansonia Digitata Gum


Setelah dilakukan formulasi sediaan suspensi dengan suspending agent Adansonia
Digitata Gum hingga diperoleh sediaan suspense yang diinginkan. Sediaan suspense
tersebut kemudian dilakukan uji evaluasi. Evaluasi yang pertama yaitu uji viskositas
dengan viskosiometer Brokfield dengan spindle no 2. Spindel sebagai pengukur
kekentalan larutan yang berbeda-beda untuk tiap jenis larutan. Spindel yang digunakan
berbanding terbalik dengan viskositas dari sampel yang digunakan. Sampel yang
15

memiliki viskositas tinggi, pengukurannya dilakukan dengan spindel yang berukuran


kecil, begitu pula sebaliknya. Bila pengukuran dilakukan pada fluida yang
kekentalannya belum diketahui, dianjurkan untuk menggunakan spindel dari bernomor
besar hingga kecil dan kecepatan putar dari kecepatan putar rendah ke kecepatan yang
tinggi. Agar pengukuran viskositas menghasilkan nilai yang stabil, letak spindel harus
berada tepat di tengah-tengah larutan. Ujung spindel tidak boleh menyentuh dasar gelas
beaker, karena dapat terjadi gesekan antara spindel dengan dasar gelas beaker sehingga
mempengaruhi kecepatan pengadukan sehingga nilai viskositasnya menjadi lebih besar
daripada seharusnya.
Suspensi merupakan sediaan yang mengikuti aliran non Newton, tipe aliran non
Newton terjadi pada dispersi heterogen antara cairan dengan padatan. Pada percobaan
ini dilakukan pada beberapa titik kecepatan sesuai dengan prinsip dari aliran non
Newton. Hasil dari uji viskositas ini akan mempengaruhi kecepatan sedimentasi sediaan
yang nantinya mempengaruhi proses redispersi. Kekentalan suatu cairan mempengaruhi
pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan
alirannya makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi
pula gerakan turunnya partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian dengan
menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan
diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi
agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum
STOKES.

(Martin et al., 2008).


Viskositas dari formulasi pediatrik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1,
memberikan nilai viskositas pada konsentrasi 0,1% b/v adalah 71,49 dan 78,31 0,28
cP masing-masing untuk suspensi parasetamol yang mengandung CMC Na dan gum
AD.

16

Gambar 2. Hasil Uji Viskositas pada Suspensi Parasetamol


Semakin tinggi konsentrasi suspending agent diikuti dengan meningkatnya viskositas
sediaan. Semakin tinggi viskositas dari sediaan maka waktu yang diperlukan untuk
redispersi semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan hukum Stokes dimana kecepatan
aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi gerakan turunnya partikel yang terdapat
di dalamnya. Dengan demikian dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun dari
partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan
suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Peningkatan viskositas suspensi parasetamol pediatrik menyebabkan penurunan
kecepatan terminal partikel zat terlarut yang akan mengendap. Akibatnya, suspensi
dengan dengan kandungan suspending agent yang lebih tinggi menghasilkan suspensi
dengan volume sedimentasi yang tinggi dan kecepatan sedimentasi yang rendah.
Kemudahan redispersi dari suspensi tergantung pada jenis

dan

konsentrasi suspending agent yang ditambahkan serta durasi penyimpanan suspensi


parasetamol pediatrik. Konsentrasi yang lebih rendah dari suspending agent (0,1, 0,2,
0,3% w / v) menghasilkan suspensi parasetamol yang relatif lebih sulit diredispersi
daripada konsentrasi suspending agent yang lebih tinggi. Suspensi parasetamol yang
mengandung gum AD lebih sebagai suspending agent dapat lebih mudah diredispersi
dibandingkan dengan suspensi yang mengandung CMC-Na sebagai suspending agent.

4.2 Volume Sedimentasi

17

Gambar 3. Volume Sedimentasi yang Mengandung Parasetamol 125mg/5mL yang


Mengandung Suspending Agent 0,4% b/v.
Endapan yang terbentuk pada suspensi harus dengan mudah didispersikan kembali
dengan pengocokan sedangkan agar menghasilkan suatu sistem homogen maka
pengukuran volume endapan dan kemudahan pendispersian membentuk dua prosedur
evaluasi dasar yang paling umum (Patel and Suthar, 2001). Uji sedimentasi bertujuan
untuk membandingkan antara volume akhir (Vu) sedimentasi dengan volume awal (Vo)
sebelum terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu semakin baik suspendibilitasnya.
Hasil yang ditunjukkan pada gambar 3. menunjukkan tipikal dari volume sedimentasi
suspensi pediatrik dengan konsentrasi suspending agent yaitu 0,4% b/v. Fase internal
ditetapkan dengan cepat dalam waktu dua hari dan setelah itu relatif konstan. Diperoleh
volume sedimentasi yang tinggi dari suspensi parasetamol yang mengandung AD
dibandingkan dengan suspensi parasetamol yang mengandung CMC Na sebagai
suspending agent. Volume sedimentasi yang tinggi merupakan indikasi bahwa
meskipun fase internal partikel telah ditetapkan, seperti yang diharapkan terjadi pada
suspensi, tarikan antar partikel dan ikatan yang longgar tidak cukup kuat untuk
membentuk cake yang keras selama masa penelitian. Hasil yang didapat
mengemukakan bahwa perbedaan dalam profil sedimentasi mungkin lebih disebabkan
dari suspending agent yang digunakan daripada sifat-sifat dari fase internal. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan suspending agent yang ditambahkan.
4.3 Laju Alir Suspensi Parasetamol untuk Anak-Anak
Laju alir atau sifat alir akan mempengaruhi kemudahan suspensi untuk dituang ke
gelas atau wadah tempat suspensi tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji laju alir
dimana laju alir suspensi parasetamol dibandingkan dengan laju alir air. Laju alir dari

18

air yaitu 0.51 mL/detik dan laju alir dari suspensi parasetamol yang mengandung CMC
Na 0,1, 0,2, 0,3 dan 0,4% b/v sebagai suspending agent yaitu 0,466, 0,366, 0,342 dan
0,321 ml/detik. Laju alir suspensi dengan konsentrasi yang sama dari AD sebagai
suspending agent masing-masing yaitu 0,222, 0,21, 0,197 dan 0,183 ml/detik. Laju alir
menurun dengan meningkatnya konsentrasi suspending agent. Laju alir suspensi
parasetamol yang mengandung CMC Na lebih tinggi dibandingkan dengan suspensi
parasetamol yang mengandung AD dengan jumlah yang sama, seperti yang telah
disampaikan sebelumnya AD memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan
suspensi parasetamol yang menggunakan CMC Na sebagai suspending agent. Pada
konsentrasi suspending agent laju aliran suspensi parasetamol menurun dengan adanya
penyimpanan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya gaya tarik menarik
antara partikel dari fase internal dengan adanya penyimpanan dan adanya ikatan
partikel yang lebih banyak dengan penyimpanan dapat menghambat mengalirnya
suspensi melalui pipet. Kualitas sediaan suspensi yang baik salah satunya dapat dengan
mudah dipindahkan dari wadah.

19

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Dari hasil uji yang dilakukan penggunaan suspending agent Adansonia
Digitata Gum memberikan sediaan suspensi yang memberikan kulitas yang
baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Adansonia Digitata Gum dapat
digunakan sebagai suspending agent dalam pembuatan suspense.
5.1.2 Dari semua uji yang dilakukan untuk uji viskositas dan volume sedimentasi
yang memberikan hasil yang baik adalah Adansonia Digitata Gum, sedangkan
pada uji laju alir yang memberikan hasil yang baik adalah CMC-Na karena laju
alir berbanding terbalik denga viskositas.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, P. O., J. E. Knoben, W. G. Troutman. 2002. Handbook of Drug Data. Amerika :
Mc Graw- Hill Company.
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Cetakan Ke-9. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press

20

Chasanah, N., 2010, Formulasi Suspensi Doksisiklin Menggunakan Suspending Agentpulvis


Gummi Arabici: Uji Stabilitas Fisik Dan Daya Antibakteri, Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Deveswaran R, Sharon F, Bharat S, Sindhu A, Basavaraj BV, Madhavan V. 2010. Isapgol
as a potential natural suspending agent. International Journal of Research in
Ayurveda and Pharmacy. Vol.1(2)
Isimi C.Y., Kunle O., Bangudu A.B. 2000. Some emulsifying and suspending properties of
the mucilage extracted from kernels of Irvingia gabonensis. Bolletino Chimico
Farmaceutico. Vol.139(5). Pp: 199-204.
Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Martin, A.N., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 2008. Farmasi Fisika 2 Edisi Ketiga.
Jakarta: UI Press.
McEvoy, G.K. 2002. American Hospital Formulary Service Drug Information. Bethesda:
American Society of Health-System Pharmacist Inc.
Moffat, C. A., M. D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarkes Analysis of Drugs and
Poisons. Great Britain: Pharmaceutical Press.
Ogaji I, Hoag SW. 2011. Effect of grewia gum as a suspending agent on ibuprofen
paediatric formulation. AAPS PharmSciTech. Vol. 12(1).
Ogaji, I. J, Jessica, A. O, Titus, A. I. 2012. Effect of Adansonia digitata Gum on Some
Physicochemical Properties of Paracetamol Pediatric Suspension Formulations.
International Journal of Research in Pharmacy and Science. Vol. 2 (2). Pp. 75-83.
Parrott E. L. 1971.

Pharmaceutical Technology: Fundamental Pharmaceutics.

Minneapolis: Burgess Publishing Company.

21

Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Twenty-ninth edition.


London: The Pharmaceutical Press
Rowe, R. C., Sheskey P. J., and Wleller, P.J. 2003. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi IV. London: Publisher-Science and Practice Royal Pharmaceutical
Society of Great Britain
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Lexy-Comp: American Pharmaceutical Association Inc
Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Sixth edition.
London: Pharmaceutical Press
Tjay, T. H. dan Kirana R. 2008. Obat-Obat Penting. Edisi ke-VI. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo

22

Anda mungkin juga menyukai