Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI

LIQUIDA SEMISOLIDA

ELIKSIR PARACETAMOL 120 mg/5 mL

Disusun Oleh :
1. Anzaina Sukmawati 170106005
2. Ghalda Fadhilah 170106020
3. Ghilfy Chandra 170106021
4. Hilman Yusup 170106023
5. Inarotun Ngilma 170106024
6. Ivon Resti Adidah 170106026

Kelompok : 4 (empat) A
Prodi : Farmasi 2017

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-
bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan kedalam
golongan produk lainnya. Larutan obat-obatan dalam air yang mengandung
gula digolongkan sebagai sirup, larutan yang mengandung hidroalkohol yang
diberi gula (kombinasi dari air dan etil alkohol) disebut eliksir. Larutan oral,
sirup dan eliksir dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari zat obat yang
ada. Dalam sediaan ini zat obat umumnya diharapkan dapat memberikan
efek sistemik. Kenyataan bahwa obat-obat itu diberikan dalam bentuk larutan
biasanya berarti bahwa absorbsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam
sirkulasi sistemik dapat diharapkan terjadi lebih cepat daripada dalam bentuk
sediaan suspensi atau padat dari zat obat yang sama (Ansel, 2008).

Salah satu bentuk sediaan larutan adalah eliksir. Eliksir adalah larutan
oral yang mengandung etanol 90 % yang berfungi sebagai kosolven (M.
Anief, 2007). Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis
dimaksudkan untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk
menambah kelezatan. Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa
tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa obat yang dikandungnya
(Ansel, 1989).

Salah satu obat yang di buat dalam bentuk sediaan eliksir adalah
Paracetamol. Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan
metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995).
Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat
peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan
peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol
berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia,
nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011).

Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama


dengan asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti
Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak
menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika,
dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol. Diantara
ketiga obat tersebut, Parasetamol mempunyai efek samping yang paling
ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak di bawah umur dua
tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada pertimbangan khusus
lainnya dari dokter (Sartono, 1996).

Konstanta dielektrik adalah perbandingan nilai kapasitansi kapasitor


pada bahan dielektrik dengan nilai kapasitansi di ruang hampa. Konstanta
dielektrik atau permitivitas listrik relatif juga diartikan sebagai konstanta yang
melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi
potensial listrik. Konstanta dielektrik merupakan perbandingan energi listrik
yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah potensial, relatif
terhadap vakum (ruang hampa). Konstanta dielektrik dilambangkan dengan
huruf Yunani εr atau kadang-kadang k, K atau Dk. Sifat dielektrik merupakan
sifat yang menggambarkan tingkat kemampuan suatu bahan untuk
menyimpan muatan listrik pada beda potensial yang tinggi. Secara praktis,
sifat dielektrik sering dikaitkan dengan kelistrikan bahan isolator yang
ditempatkan di antara dua keping kapasitor. Apabila bahan isolator itu dikenai
medan listrik yang dipasang di antara kedua keping kapasitor, maka di dalam
bahan tersebut dapat terbentuk dwikutub (dipole) listrik. Sehingga pada
permukaan bahan dapat terjadi muatan listrik induksi. Bahan dengan sifat
seperti ini disebut sebagai bahan dielektrik (Sutrisno dan Gie, 1983).

Eliksir parasetamol merupakan salah satu jenis sediaan larutan yang


merupakan campuran air dan etanol yang mengandung zat aktif parasetamol.
Kelaturan parasetamol larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dan dalam 9 bagian propilenglikol P. Sehingga digunakan
campuran berbagai pelarut yaitu air, etanol dan propilenglikol yang
dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan. Parasetamol merupakan
analgesik sederhana yang efektif (Juffrie, 2018).

Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempuanyai rasa bau


sedap, mengandung selain obat juga ada zat tambahan seperti gula dan atau
zat pemanis lainnya, zat warna, zat pewangi, dan zat pengawet digunakan
digunakan sebagai obat dalam, sebagai pelarut utama digunakan etanol
(Depkes RI, 1979).

Dibuat dalam sediaan eliksir karena disebabkan oleh beberapa


alasan. Pemakaian ditunjukan untuk anak-anak karena anak-anak sulit untuk
menelan obat dalam bentuk sediaan tablet, kapsul atau puyer, sehingga
dibuat sediaan larutan untuk meningkatkan akseptabilitas pasien. Selain itu,
dibuat sediaan larutan dalam bentuk eliksir karena parasetamol sukar larut
dalam air tetapi larut dalam etanol (Kemenkes RI, 2014).

I.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana rancangan formula sediaan eliksir parasetamol dengan dosis
120 mg/ 5 mL?
2. Bagaimana karakteristik fisika-kima sediaan eliksir parasetamol 120 mg/
5 mL?

I.3 Tujuan Praktikum


1. Menentukan rancangan formula sediaan eliksir parasetamol dengan dosis
120 mg/ 5 mL.
2. Mengevaluasi karakteristik fisika-kimia sediaan eliksir parasetamol 120
mg/ 5 mL.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Singkat Sediaan


Larutan parasetamol digunakan untuk penggunaan secara oral dalam
bentuk eliksir. Penggunaan oral adalah pemberian obat dengan cara diminum
atau dimakan sehingga melalui sistem pencernaan. Sebagian besar
dimaksudkan untuk efek sistemik dari obat, yang dihasilkan setelah terjadi
absorpsi pada berbagai permukaan sepanjang saluran cerna. Eliksir
parasetamol termasuk kedalam penggolongan obat bebas yang digunakan
untuk pengobatan Analgesik Non Narkotik (Syamsuni, 2007).
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan
untuk penggunaan vital dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan.
Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental
karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan akibatnya kurang
efektif apabila ibandingkan dengan sirup dalam menutupi rasa senyawa obat.
Walaupun demikian, karena sifat hidroalkoholnya, eliksir lebih mampu
mempertahankan komponen-komponen larutan yang larut dalam air dan
yang larut dalam alkohol daripada sirup. Juga karena stabilitasnya yang
khusus dan kemudahan dalam pembuatannya menjadikan eliksir lebih
disukai daripada sirup (Ansel, 1989).
Keuntungan dan Kekurangan sediaan Eliksir:
Keuntungan: (Agoes G, 2012)

1. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga dapat digunakan


untuk bayi, anak-anak, dan orang tua.
2. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh sediaan (ANSEL hal
341-342).
3. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu mempertahankan
komponen larutan yang larut dalam air dan larut dalam alkohol
dibandingkan daripada sirup.
4. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan (lebih disukai
daripada sirup).
5. Dosis dapat diubah sesuai kebutuhan penggunaannya (dari sendok takar
yang digunakan).
6. Waktu absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat (tidak butuh
desintegrasi dahulu).
7. Sifat mengiritasi dari obat bisa diatasi dengan bentuk sediaan larutan
karena adanya faktor pengenceran. Contoh: KI dan KBr dalam keadaan
kering menyebabkan iritasi.
8. Anak-anak dan beberapa orang dewasa yang sukar menelan tablet atau
kapsul, akan lebih mudah menelan sediaan larutan.
Kekurangan:

1. Voluminus sehingga kurang menyenangkan untuk diangkut atau


disimpan.
2. Rasa obat yang kurang enak akan lebih terasa dalam bentuk larutan
dibanding dalam bentuk tablet.
3. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang
kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga
kurang efektif dalam menutupi rasa obat dibanding dengan sirup.
4. Sediaan cair umumnya kurang stabil dibandingkan bentuk sediaan padat
(tablet atau kapsul) dan ada beberapa obat yang tidak stabil dalam air.
5. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme.
6. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien menakar.
7. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya.
II.2 Teori Zat Aktif

 Golongan
Analgesik Non Narkotik (Bebas) (ISO Vol 49, hal 34, 2014).
 Mekanisme Kerja
Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa
penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat
anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi
bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga
menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi.
Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi
mekanisme secara spesifik belum diketahui (Yermei, 2012).
 Indikasi
Meringankan rasa sakit seperti pada keadaan sakit kepala dan
menurunkan demam (ISO Vol 49, hal 34, 2014).
 Kontraindikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat, penderita hipersensitif
terhadap obat ini (ISO Vol 49, hal 34, 2014).
 Efek Samping
Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati, reaksi hipersensitifitas (ISO Vol 49, hal 34, 2014).
 Interaksi Obat
Jika dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan lain, paracetamol
bisa menimbulkan reaksi berupa peningkatan efek samping atau
justru mengurangi efektivitas paracetamol itu sendiri. Untuk
menghindarinya, jangan mengonsumsi paracetamol dengan obat-obatan
di bawah ini:
- Warfarin (obat yang biasanya digunakan untuk mencegah pembekuan
darah).
- Carbamazepine (obat yang biasanya digunakan untuk mengobati
epilepsi).
- Phenobarbital, phenytoin, atau primidone (obat-obatan yang biasanya
digunakan untuk mengontrol kejang).
- Colestyramine (obat yang biasanya digunakan untuk mengurangi rasa
gatal pada gangguan ginjal).
- Metoclopramide (obat yang biasanya digunakan untuk meredakan
rasa mual dan muntah).
- Imatinib atau busulfan (obat-obatan yang biasanya digunakan untuk
mengobati kanker jenis tertentu.
- Lixisenatide (obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi diabetes
tipe 2).
- Ketoconazole (salah satu jenis obat antijamur) (dr. Marianti, 2017).
 Dosis
- 0 - 1 tahun = Sehari 3-4 kali ½ sendok takar
- 1 - 2 tahun = Sehari 3-4 kali 1 sendok takar
- 6 - 9 tahun = Sehari 3-4 kali 2 - 3 sendok takar
- 9 - 12 tahun = Sehari 3-4 kali 3 - 4 sendok takar atau sesuai
petunjuk dokter (ISO Vol 49, hal 34, 2014).

II.3 Preformulasi Zat Aktif Dan Zat Tambahan


A. Paracetamol (FI ed III, hal 37).

 Pemerian
Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.
 pKa
9,38
 Kelarutan
Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam
13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida.
 Inkompatibilitas
 Fungsi
Analgetikum; Antipiretikum
 Bentuk zat aktif yang digunakan
Serbuk
 Bentuk Sediaan
Eliksir
 Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

B. Sukrosa (HOPE 6th, hal 703-706).

 Pemerian
Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari tebu (Saccharum
officinarum Linne´ (Fam. Gramineae), bit gula (Beta vulgaris Linne´
(Fam. Chenopodiaceae), dan sumber lainnya. Kristal tidak berwarna,
seperti kristal massa atau balok, atau sebagai bubuk kristal putih; tidak
berbau dan memiliki rasa yang manis.
 pKa
12,62
 Kelarutan
 Inkompatibilitas
Bubuk sukrosa dapat terkontaminasi dengan adanya logam berat
yang akan berpengaruh terhadap zat aktif seperti asam askorbat.
Sukroda dapat terkontaminasi dengan sulfit dari hasil penyulingan.
Dengan jumlah sulfit yang tinggi, dapat terjadi perubahan warna pada
tablet yang bersalut gula. Selain itu, sukrosa dapat berinteraksi
dengan tutup aluminium.
 Fungsi
Zat pemanis dan agen penambah viskositas.
 Bentuk zat aktif yang digunakan
Kristal
 Bentuk Sediaan
Eliksir
 Wadah dan Penyimpanan
Sukrosa memiliki stabilitas yang baik pada suhu kamar dan kering.

C. Natrium Benzoat

 Pemerian
Natrium benzoate merupakan butiran putih atau kristal, sedikit
bubuk, higroskopis. Tidak berbau, atau dengan aroma benzoin yang
samar dan memiliki rasa manis dan asin yang tidak menyenangkan
(HOPE 6th, hal 627-628).

 pKa
4,21
 Kelarutan
Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%) p (FI
ed. III hal 395).
 Inkompatibilitas
Tidak cocok dengan senyawa kuaterner, gelatin, garam besi, garam
kalsium, dan garam logam berat, termasuk perak, timbal, dan air
raksa. Aktivitas pengawet dapat dikurangi dengan interaksi dengan
kaolin atau surfaktan nonionik (HOPE 6th, hal 627-628).
 Fungsi
Pengawet antimikroba (HOPE 6th, hal 627-628).
 Bentuk zat aktif yang digunakan
Serbuk
 Bentuk Sediaan
Eliksir
 Wadah dan Penyimpanan
Wadah tertutup baik (FI ed III, hal 396).

D. Propylen glikol (HOPE 6th, hal 592-594)

 Pemerian
Bening, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, cair, dengan
rasa manis, agak tajam menyerupai gliserin
 pKa
 Kelarutan
Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; larut
pada 1 dalam 6 bagian eter; tidak larut dengan minyak mineral ringan
atau minyak tetap, tetapi akan larut dengan beberapa minyak esensial
yang diperlukan.
 Inkompatibilitas
Dengan reaksi oksidasi seperti Kalium Permanganat
 Fungsi
Pengawet antimikroba; desinfektan; humektan; plasticizer; pelarut;
zat penstabil; cosolvent larut air.
 Bentuk zat aktif yang digunakan
Cairan
 Bentuk Sediaan
Eliksir
 Wadah dan Penyimpanan
Terlindung dari cahaya, ditempat sejuk dan kering.

E. Etanol (HOPE 6th, hal 17-19)

 Pemerian
Cairan bening, tidak berwarna, mudah bergerak, dan mudah
menguap, bau khas dan rasa terbakar.
 pKa
 Kelarutan
Larut dengan kloroform, eter, gliserin, dan air (dengan kenaikan
suhu dan kontraksi volume).
 Inkompatibilitas
Dalam kondisi asam, larutan etanol dapat bereaksi kuat dengan
bahan pengoksidasi. Campuran dengan alkali dapat berwarna lebih
gelap karena reaksi dengan jumlah residu aldehida. Garam organik
atau akasida dapat mengendapkan dari larutan encer atau dispersi.
Larutan etanol juga tidak sesuai dengan kandungan aluminium dan
dapat berinteraksi dengan beberapa obat.
 Fungsi
Pelarut; desinfektan, dan sebagai pengawet antimikroba
 Bentuk zat aktif yang digunakan
Cairan
 Bentuk Sediaan
Eliksir
 Wadah dan Penyimpanan
Simpan dalam kedap udara, di tempat yang sejuk dan kering.

F. Asam Sitrat (HOPE 6th, hal 181)

 Pemerian
Kristal tidak berwarna atau tembus cahaya, atau sebagai bubuk
kristal putih bercahaya. Tidak berbau dan memiliki rasa asam yang
kuat.
 pKa
3,15
 Kelarutan
Larut dalam 1,5 bagian etanol (95%) dan larut kurang dari 1 bagian
air; sedikit larut dalam eter.
 Inkompatibilitas
Asam sitrat tidak kompatibel dengan kalium tartrat, alkali dan alkali
tanah karbonat dan bikarbonat, asetat, dan sulfide. Ketidakcocokan
juga termasuk agen pengoksidasi, basa, pengurangan agen, dan
nitrat. Ini berpotensi meledak dalam kombinasi dengan nitrat logam.
Pada penyimpanan, sukrosa dapat mengkristal dari sirup adanya
asam sitrat.
 Fungsi
Agen pengasaman; antioksidan; agen penyangga; agen kelat;
penambah rasa; pengawet.
 Bentuk zat aktif yang digunakan
Serbuk
 Bentuk Sediaan
Eliksir
 Wadah dan Penyimpanan
Wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering.

G. Aquadest (HOPE 6th, hal 766-770).

 Pemerian
Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa.
 pKa
 Kelarutan
Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya.
 Inkompatibilitas
Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan bahan tambahan lain
yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam adanya air atau
uap air) pada suhu yang tinggi. Air dapat juga bereaksi dengan logam
alkali seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Selain itu air juga
bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari
berbagai komposisi, dan dengan bahan organik tertentu dan kalsium
karbida.
 Fungsi
Pelarut
 Bentuk zat aktif yang digunakan
Cairan
 Bentuk Sediaan
Eliksir
 Wadah dan Penyimpanan
Simpan dalam wadah tertutup rapat. Jika disimpan dalam jumlah
besar, kondisi penyimpanan harus dirancang untuk mebatasi
pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah kontaminasi kegunaan.
BAB III
METODOLOGI KERJA

III.1 Alat dan Bahan yang digunakan


Tabel 1. Alat yang digunakan Tabel 2. Bahan yang digunakan
No. Alat No. Bahan
1 Botol Coklat 60 mL 1 Parasetamol
2 Beaker Glass 2 Sukrosa
3 Gelas Ukur 3 Natrium Benzoate
4 Batang Pengaduk 4 Asam Sitrat
5 Pipet Tetes 5 Propylen Glikol
6 Mortir 6 Etanol 96%
7 Stemper 7 Strawberry Flavor
8 Corong 8 Pewarna Merah
9 Neraca Analitik 9 Aquadest
10 Hot Plate 10 Kertas Perkamen
11 Termometer
12 Spatel Logam
13 Piknometer
14 pH Meter
III.2 Permasalahan dan Penyelesaian Masalah dalam Formulasi
Tabel 3. Permasalahan dan Penyelesaian Masalah
No. Permasalahan Penyelesaian Masalah
1. Pasien yang sukar menelan tablet Dibuat bentuk sediaan eliksir
paracetamol. Bentuk sediaan yang cocok dengan kandungan
bagi parasetamol berdasarkan sifat fisika paracetamol.
dan kimia untuk sediaan larutan oral.
Kosolvensi : propylen glikon,
Parasetamol kurang larut dalam air.
etanol 96% dan air.

2. Stabilitas biologi (karena didalam Penambahan pengawet untuk


sediaan eliksir mengandung air yang menghindari kontaminasi
dapat memungkinkan bakteri untuk hidup terhadap mikroba yaitu
didalamnya). menggunakan Natrium Benzoat
3. Elegansia farmasetika (parasetamol Penambahan pemanis yaitu
rasanya pahit, sedangkan penggunaanya Sukrosa
untuk anak-anak).

III.3 Pendekatan Formula


Tabel 4. Pendekatan Formula (Allen, 2002)

No Nama Bahan Jumlah Kegunaan


1 Parasetamol 120 mg/ 5 mL Zat aktif
2 Sukrosa 27 % Pemanis
3 Natrium Benzoate 0,5 % Pengawet
4 Asam Sitrat 0,15 % Dapar
5 Propylen Glikol 25 % Kosolven
6 Etanol 96% 5% Pelarut
7 Strawberry Flavor 4 tetes Perasa
8 Pewarna Merah 4 tetes Pewarna
9 Aquadest Ad 60 mL Pelarut
III.4 Perhitungan Bahan dan Penimbangan
A. Perhitungan Bahan
Jumlah yang dibuat 2 botol, setiap botol berisi 60 mL
Jadi volume total yang dibuat 2 botol x 60 mL = 120 mL + 10% = 132 mL
120 mg
Parasetamol 120 mg/5 mL = x 132 mL = 3168 mg
5 mL
27 gram
Sukrosa 27 % = x 132 mL = 35,64 gram
100 mL
0,5 gram
Natrium Benzoat 0,5 % = x 132 mL = 0,66 gram
100 mL
0,15 gram
Asam Sitrat 0,15 % = x 132 mL = 0,198 gram
100 mL
25 mL
Propyleng glikol 25 % = x 132 mL = 33 mL
100 mL
5 mL
Etanol 96% 5% = x 132 mL = 6,6 mL
100 mL

Strawberry Flavor 8 tetes


Pewarna merah 8 tetes
Aquades ad 132 mL

III.5 Prosedur Kerja


A. Prosedur Pembuatan Sediaan
1. Siapkan alat dan bahan
2. Kalibrasi 2 botol coklat 60 mL
3. Timbang bahan-bahan
4. Masukkan sebagian air kedalam beaker glass dan dipanaskan
menggunakan hot plate, lalu ditambahkan sukrosa diaduk secara
perlahan. Dipanaskan pada suhu 60ºC hingga 65ºC dan ditambahkan
natrium benzoate aduk hingga larut, kemudian didinginkan (Massa 1).
5. Dalam beaker glass yang berbeda dilarutkan sebagian akuades
ditambah etanol 95% ditambahkan propilen glikol diaduk, lalu
ditambahkan parasetamol diaduk hingga larut dan dimasukkan
kedalam campuran massa 1 aduk hingga larut.
6. Dalam beaker glass yang berbeda dilarutkan asam sitrat dengan
sebagian akuades aduk hingga larut massa 2.
7. Cek pH pada campuran massa 1 menggunakan pH meter. Jika pH
belum mencapai pH 5 maka ditambahkan larutan massa 2 sedikit demi
sedikit hingga pH didapatkan pH 5.
8. Tambahkan perasa strawberry dan pewarna merah ke dalam beaker
glass aduk hingga larut.
9. Pengecekan pH dilakukan menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi.
10. Masukkan ke dalam botol coklat yang sudah dikalibrasi, tambahkan
sisa akuades hingga batas kalibrasi. Kocok hingga homogen.
11. Berikan etiket, brosur, dan dimasukkan kedalam dus obat.
B. Prosedur Evaluasi Sediaan (Prosedur Evaluasi dan Syarat)
Tabel 5. Prosedur Evaluasi Sediaan
No. Prosedur Syarat
1. Evaluasi organoleptis Warna, rasa dan bau harus
Warna : Dilihat kesesuaian warna sesuai dengan bahan
Rasa : Rasa disesuaikan dengan perasa pewarna dan perasa yang
Bau : Dicium aroma sediaan digunakan

Evaluasi Kejernihan Kejernihan sama dengan air


-Masukkan dalam 2 tabung reaksi atau pelarut yang diamati (FI
masing-masing sampel dan IV hal 998)
perbandingan (pelarut yang digunakan)
hingga setinggi 40 mm
-Bandingkan selama 5 menit dengan latar
belakang hitam, tegak lurus ke arah
bawah tabung (FI IV hal 998)

Penetapan pH Harga pH dilihat dari yang


Metode : tertera pada potensiometer
- Menggunakan alat potensiometer (pH Persyaratan pH :
meter) yang terkalibrasi pH Eliksir Parasetamol =
- Pengukuran dilakukan pada suhu 25º C 3,8-6,1 (FI ed III hal 38)
± 2ºC kecuali dinyatakan lain pada pH parasetamol = 5,5- 6,5
masing-masing monografi (FI V, hal 1563) (British Pharmacopoeia,
2013)
2. Penetapan bobot jenis Bobot jenis 1,21 sampai
-Ukur bobot piknometer kosong dan 1,23 (FI ed III, 1979 hal 38)
piknometer + air pada suhu 25°C.
-Ukur bobot pikno + sampel
-Hitung bobot jenis dengan
menggunakan rumus (FI V hal 1553)
3. Uji Volume Terpindahkan Jika telah bebas dari
Metode: gelembung udara, ukur
~Pilih tidak kurang dari 30 wadah volume dari tiap campuran,
~Kocok isi 10 wadah satu per Satu volume rata-rata dari 10
~Konstitusi 10 wadah dengan volume wadah tidak kurang dari
pembawa seperti tertera pada etiket 100%, dan tidak satupun
diukur secara seksama dan campur volume terpindahkan yang
~Tuang isi perlahan-lahan dari setiap kurang dari 95 %
wadah kedalam gelas ukur kering terpisah ( FI V, hal 1615)
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih
dari 2½ x volume yang diukur, secara hati-
hati untuk menghindarkan pembentukan
gelembung udara pada waktu penuangan
dan didiamkan selama tidak lebih dari 30
menit (FI V, hal 1614)
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida (SFI-7). ITB Bandung:


Bandung.
Allen, L. V., 2002. The Art, Science, and Technology Handbook of Pharmaceutical
Compounding, Second Edition. 301. American Pharmaceutical Association:
Washington, D. C:
Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition. Rowe R.
C.,Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor). Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiation, 697-699: London.
Ansel, Howard. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Universitas
Indonesia: Jakarta.
Ansel, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta
Arief, M. 2007. Farmasetika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
British Pharmacopoeia Commision. 2013. British Pharmacopoeia. Pharmaceutical
Press: London.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
dr. Marianti. 12 Juni 2017. “Interaksi Obat Parasetamol”.
https://www.alodokter.com/paracetamol. Diakses pada tanggal 19 Maret
2019.
Harwood, R. J. 2006. Hydroxypropyl Methylcellulose, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J.,
and Owen, S. C. (eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition,
346, Pharmaceutical Press: UK.
ISO. 2014. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 49. Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia: Jakarta.
Juffrie, M dkk. 2018. Panduan Praktek Pediatrik. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Katzung, B.G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Syamsuni, A. 2007. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.
Sartono. 1996. Obat-obat Bebas dan Bebas Terbatas. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.

Sutrisno, dan Gie. 1983. Fisika Dasar. ITB Press: Bandung.

Wilmana, P.F. 1995. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid dan


Obat Pirai: Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas: Jakarta. Halaman: 217- 218.

Yermei. 19 Oktober 2012. “Mekanisme Kerja Obat Parasetamol”.


http://yermei.blogspot.com/2012/10/parasetamol-sifatmekanisme-dan.html.
Diakses pada tanggal 19 Maret 2019.
LAMPIRAN

1. Kemasan Sekunder

2. Etiket
TIMOL®
3. Brosur
PARACETAMOL
ELIKSIR

Komposisi:
Tiap 5 mL mengandung parasetamol 120 mg.

Cara Kerja Obat:


Analgetik-antipiretik. Sebagai analgetik bekerja dengan meningkatkan
ambang rasa sakit. Sebagai antipiretik diduga bekerja langsung pada
pusat pengatur panas pada hipotalamus.

Indikasi:
Meringankan rasa sakit seperti pada keadaan sakit kepala dan
menurunkan demam.

Kontraindikasi:
Penderita gangguan fungsi hati yang berat, penderita hipersensitif
terhadap paracetamol.

Efek Samping:
Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati dan reaksi hipersensitifitas.

Penyimpanan:
Simpan di tempat tertutup rapat dan terlindung cahaya.

Perhatian:
Penderita gangguan ginjal, alkohol dapat meningkatkan resiko
kerusakan fungsi hati.

Dosis:
Diminum 3-4 kali sehari:
0-1tahun : ½ sendok takar (2,5 mL)
1-2 tahun : 1 sendok takar (5 mL)
2-6 tahun : 1-2 sendok takar (5 mL-10 mL)
6-9 tahun : 2-3 sendok takar (10 mL-15 mL)
9-12 tahun : 3-4 sendok takar (15 mL-20 mL)

Kemasan:
Botol isi 60 mL

No. Reg : DBL. 123.776578


No. Batch : 2383849272
Meg. Date : Maret 2019
Exp. Date : Maret 2021
HET : Rp. 30.000,-

Diproduksi oleh:
PT. CHEMA NUSA
Bandung- Indonesia

Anda mungkin juga menyukai