Anda di halaman 1dari 13

AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN SUJI

(Pleomele angustifolia) PADA TIKUS PUTIH


Oky Ponda Nuswantoro *)
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman,
Karangwangkal, Purwokerto 53123, Indonesia
*) Corresponding author, telp/fax: +62-857-475-15184, email: g1f007007@gmail.com

INTISARI
Suji (Pleomele angustifolia) merupakan tanaman yang telah terbukti memiliki
aktivitas antioksidan dan antihiperkolesterolemik. Senyawa kimia yang terdapat dalam suji
antara lain flavonoid. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya senyawa
flavonoid suji dan mengetahui potensi antiinflamasi daun suji.
Penelitian dilakukan secara eksperimental laboratorium menggunakan 5 kelompok
perlakuan meliputi kelompok kontrol negatif Na-CMC, kontrol positif Na-diklofenak, dan
perlakuan dengan ekstrak etanol daun suji dosis 200, 400, dan 800 mg/Kg BB per oral.
Identifikasi kandungan flavonoid dilakukan dengan pereaksi warna dan KLT. Uji aktivitas
antiinflamasi dilakukan dengan metode Rat Hind Paw menggunakan karagenin 1% secara
subplantar sebagai penginduksi radang yang diamati volume udema selama 6 jam setiap 30
menit.
Identifikasi fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun suji mengandung
senyawa flavonoid. Ekstrak etanol daun suji dosis 200, 400, dan 800mg/Kg BB terbukti
memiliki aktivitas antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar dengan Persentase Daya
Antiinflamasi (%DAI) berturut-turut sebesar 49,67%; 59,17% dan 61,94%. Pemberian suji
dosis 400 dan 800 mg/KgBB memiliki perbedaan aktivitas antiinflamasi yang signifikan dan
lebih baik dibandingkan pemberian suji dosis 200 mg/Kg BB.
Kata kunci : daun suji, Pleomele angustifolia, antiinflamasi, Rat Hind Paw.

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

PENDAHULUAN
Penggunaan obat antiinflamasi steroid maupun nonsteroid (NSAID) pada pengobatan
berbagai penyakit telah semakin meluas. Berbagai macam efek samping akibat penggunaan
NSAID telah dilaporkan, seperti adanya gangguan ginjal, kerusakan hati, gastritis, dan lainnya
(Figureas et al., 2005). Adanya berbagai macam efek samping tersebut mendorong
masyarakat untuk mulai menggunakan produk alami karena lebih aman dan memiliki resiko
efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat modern (Harsini, 2008).
Salah satu tumbuhan yang telah dikenal lama dan dimanfaatkan potensinya oleh
masyarakat adalah tanaman suji (Pleomele angustifolia) dari suku Liliaceae. Secara
tradisional tanaman suji telah dimanfaatkan dalam bidang pangan, kosmetika, maupun
pengobatan. Dalam bidang pengobatan, air rebusan akar tanaman suji dapat digunakan untuk
obat kencing nanah jika dicampur dengan rebusan tanaman paku kelir. Daun suji juga dapat
menyuburkan rambut. Pada beberapa orang tertentu daun suji digunakan sebagai pewarna
hijau minyak kelapa dan minyak jarak (Heyne, 1987).
Beberapa kandungan kimia yang terdapat dalam daun suji diantaranya saponin dan
flavonoid. Prangdimurti (2007) telah membuktikan bahwa suji memiliki efek antioksidan dan
hipokolesterolemik melalui kandungan klorofil dan flavonoid daun suji. Daun suji juga
memiliki beberapa keunggulan yaitu merupakan produk lokal yang mudah dibudidayakan,
mempunyai tekstur rasa yang halus sehingga dapat dicampurkan dengan konsentrasi yang
tinggi pada produk makanan lain, telah luas dikenal oleh masyarakat, serta telah terbukti
efeknya pada pengobatan tradisional.
Selama ini belum ada penelitian ilmiah yang mengkaji tentang potensi efek
antiinflamasi yang dimiliki oleh daun suji. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang aktivitas antinflamasi ekstrak etanol daun suji pada tikus putih
jantan galur wistar yang diinjeksikan karagenin sebagai penginduksi terjadinya radang.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biologi Farmasi dan
Laboratorium Farmasi Klinik Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan Penelitian
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain tikus putih jantan galur
wistar umur 2-3 bulan dengan bobot berkisar 150-200 gram, karagenin, Aquades, Na-CMC,
Na-diklofenak, etanol 70%, ammonia, serbuk Mg, HCl pekat, metilen jingga, n-heksan, etil
asetat, dan daun suji (Pleomele angustifolia) yang diambil dari Kawasan Purbalingga,
Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah.
Alat Penelitian
Peralatan yang akan digunakan antara lain pompa Buchner, hot plate, magnetic stirrer,
rotary evaporator, spuit injeksi 5 ml dan 1 ml, sonde, neraca analitik, plat silica gel GF254,
timbangan, plestimometer, dan alat-alat gelas.
Metode
Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas
Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Pembuatan Simplisia
Daun suji yang telah diperoleh dipisahkan dari bagian lain tanaman suji yang masih
ada dan dicuci bersih di bawah air mengalir. Daun suji yang telah bersih selanjutnya dipotong
kecil-kecil dan ditempatkan di atas tampah untuk dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan
cara diangin-anginkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan ditutup
menggunakan kain hitam atau menggunakan alat bantu pemanas oven dengan suhu tidak lebih
dari 70C. Setelah kering, dilakukan proses penghancuran dan penggilingan bahan
menggunakan blender sampai bahan menjadi serbuk simplisia yang siap untuk diekstraksi.
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Suji
Pembuatan ekstrak etanol daun suji dilakukan dengan cara maserasi (perendaman),
yaitu dengan cara merendam 500 gram serbuk simplisia daun suji dengan etanol 70%
sebanyak kurang lebih 2 liter. Proses maserasi dilakukan di dalam bejana yang ditutup rapat
dan ditutup menggunakan alumunium foil pada bagian mulut bejana selama 3x24 jam sambil
sesekali diaduk selama 30 menit per hari. Selama proses maserasi, setiap 1x24 jam dilakukan
pergantian cairan penyari menggunakan etanol 70% sebanyak 2 liter. Setiap maserat yang
telah didapatkan kemudian disaring dan dipisahkan dari ampasnya menggunakan Buchner
vacuum pump. Hasil penyaringan selanjutnya diuapkan menggunakan rotary evaporator
dengan suhu sebesar 50C. Hasil penguapan ditampung dalam cawan pemanas untuk
selanjutnya dilakukan pemanasan di atas penangas air sambil dianginkan untuk
menghilangkan pelarut yang masih tersisa dalam bahan. Ekstrak kental selanjutnya dihitung
rendemennya dan disimpan dalam eksikator.
Identifikasi Flavonoid
Pemeriksaan kandungan flavonoid dari ekstrak etanol daun suji (Pleomele
angustifolia) dilakukan dengan analisis kualitatif menggunakan pereaksi warna dan
kromatografi lapis tipis (KLT). Identifikasi flavonoid menggunakan pereaksi warna dilakukan
dengan cara menambahkan 2 ml etanol 50% dan serbuk Mg secukupnya ke dalam sedikit
sampel ekstrak. Selanjutnya dilakukan penambahan HCl pekat sebanyak 4-5 tetes dan diamati
perubahan warna yang terjadi. Ekstrak positif mengandung flavonoid jika terjadi perubahan
warna menjadi jingga kemerahan.
Identifikasi menggunakan KLT dilakukan dengan fase diam silika gel GF254, dan fase
gerak asam asetat 60 %. Penampakan bercak dilakukan dengan cara diuapi ammonia dan
dilihat di bawah lampu UV 366 nm. Hasil positif mengandung flavonoid jika terlihat bercak
berwarna biru.
Penentuan Kelompok Perlakuan
Sampel dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor hewan uji yang dipilih secara acak. Kelompok perlakuan ditentukan
berdasarkan jenis perlakuan pemberian obat atau ekstrak pada tikus putih, yaitu:
a.
Kelompok 1 (kontrol negatif), diberikan larutan suspensi Na-CMC 0,5 % secara
per oral.
b.
Kelompok 2 (kontrol positif), diberikan Na-diklofenak dosis 50 mg/kg BB.
c.
Kelompok 3, diberikan ekstrak etanol daun suji dosis 100 mg/kg BB tikus.
d.
Kelompok 4, diberikan ekstrak etanol daun suji dosis 150 mg/kg BB tikus.
e.
Kelompok 5, diberikan ekstrak etanol daun suji dosis 200 mg/kg BB tikus.
Pembuatan Suspensi Karagenin dan Ekstrak
Suspensi karagenin diberikan kepada tikus dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v) yang
dibuat dengan cara melarutkan satu gram karagenin ke dalam 100 ml Aquades. Proses
pembuatan suspensi karagenin dilakukan dengan bantuan hot plate dan stirrer untuk menjaga
agar karagenin tidak mengeras selama proses tersebut.
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Suspensi ekstrak etanol daun suji dibuat dengan cara melarutkan serbuk Na-CMC ke
dalam akuades. Setelah dihomogenkan, ekstrak dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam
suspensi ekstrak sambil terus diaduk perlahan-lahan.
Uji Aktivitas Antiinflamasi
Sebelum dilakukan uji aktivitas antiinflamasi, telah dilakukan uji pendahuluan
orientasi dosis dan orientasi waktu. Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan dengan metode rat
hind paw edema assay. Uji orientasi dosis ekstrak dilakukan dengan dosis coba 100 mg/kg
BB, 150 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB untuk menentukan dosis minimum ekstrak ketika
mulai berefek sebagai antiinflamasi. Uji orientasi waktu dilakukan dengan cara memberikan
obat dan ekstrak pada 30 menit, 60 menit dan sesaat sebelum injeksi karagenin. Hasil uji
orientasi waktu akan digunakan sebagai acuan waktu pemberian obat dan ekstrak pada uji
antiinflamasi yang sesungguhnya.
Setelah pemberian obat maupun ekstrak, dilanjutkan dengan pengukuran volume
telapak kaki kiri tikus yang sebelumnya telah ditandai sebatas telapak kaki tikus. Pengukuran
volume awal telapak kaki kiri tikus dilakukan menurut prinsip Archimedes dengan cara
mencelupkan kaki kiri tikus sebatas tanda ke dalam plestimometer yang sebelumnya telah
diisi larutan metilen jingga. Volume larutan yang jatuh menunjukan volume awal telapak kaki
kiri tikus sebelum diinjeksi karagenin. Pengukuran volume edema dilakukan setiap 30 menit
selama 6 jam.
Analisis Data
Data yang akan diperoleh terbagi menjadi dua macam data yaitu data hasil identifikasi
kandungan kimia dan data hasil pengukuran volume edema. Data hasil identifikasi kandungan
kimia selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk memastikan adanya
kandungan senyawa kimia yang dimaksud dalam ekstrak. Sedangkan data hasil pengukuran
volume edema selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif yang ditunjukan
dengan perhitungan Persen Kenaikan Volume Edema (%KVU), nilai Area Under Curve
(AUC0-6), dan Persen Daya Antiinflamasi (%DAI).
Perhitungan Persen Kenaikan Edema dihitung berdasarkan rumus berikut:

Keterangan:
%KVU
Vt
Vo

: Persen Kenaikan Volume Edema


: Volume kaki tikus setelah diinjeksi karagenin pada t menit
: Volume awal kaki tikus sebelum diinjeksi karagenin

Setelah didapatkan Persen Kenaikan Volume Edema (%KVU), selanjutnya dibuat


kurva hubungan antara Persen Kenaikan Volume Edema (%KVU) dengan waktu (t) sehingga
membentuk Area Under Curve (AUC). Area Under Curve dihitung berdasarkan luas area
yang berada dibawah kurva antara t=o sampai t= 6 jam (AUC0-6) dengan sumbu x sebagai
%KVU dan sumbu y sebagai waktu (t).
Nilai Area Under Curve (AUC0-6) selanjutnya dilakukan analisis statistika
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi
normal, dilanjutkan dengan uji ANOVA 1 arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji t-LSD
untuk melihat perbedaan antar kelompok (bermakna bila p<0,05 atau tidak bermakna bila
p>0,05).
Nilai Area Under Curve (AUC0-6) masing-masing kelompok perlakuan selanjutnya
dirata-rata untuk menghitung besarnya daya antiinflamasi yang dimiliki ekstrak dibandingkan
dengan kelompok kontrol (Na-diklofenak). Besarnya daya antiinflamasi dinyatakan dengan
Persen Daya Antiinflamasi (%DAI) yang dihitung berdasarkan rumus %DAI.
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Keterangan:
%DAI : Persen Daya Antiinflamasi
AUCk : Area Under Curve (AUC) rata-rata kelompok kontrol positif
AUCp : Area Under Curve (AUC) rata-rata kelompok perlakuan

Nilai Persen Daya Antiinflamasi (%DAI) selanjutnya dilakukan analisis statistika


menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi
normal, dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji tLSD untuk melihat perbedaan antar kelompok (bermakna bila p<0,05 atau tidak bermakna
bila p>0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi Tanaman Suji
Determinasi dilakukan untuk memperoleh kepastian bahwa sampel tanaman suji yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan tanaman suji yang dimaksud yaitu Pleomele
angustifolia.
Determinasi tanaman suji ini dilakukan dengan melihat morfologi tanaman. Hasil
determinasi tanaman suji menunjukan bahwa sampel suji yang dibawa dan digunakan
merupakan tanaman yang dimaksud yaitu Pleomele angustifolia famili Asparagaceae.
Pembuatan Ekstrak
Sampel daun suji segar diperoleh dari daerah Purbalingga, Jawa Tengah. Daun suji
yang telah terkumpul disortasi terlebih dahulu untuk mendapatkan daun suji segar menurut
keseragaman warna hijau dan kondisi yang baik ditandai dengan daun bebas dari hama,
penyakit, virus, dan tidak layu. Menurut Shivas dan Beasley (2004) daun yang bebas dari
hama dan penyakit memiliki ciri-ciri tidak mengerut pada kondisi segar, bebas dari cendawan,
serta tidak timbul bercak asing.
Daun suji dipilih menurut kriteria tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Menurut
Markham (1988) daun yang terlalu muda hanya sedikit mengandung flavonoid sedangkan
pada daun yang terlalu tua, kandungan flavonoid telah banyak mengalami oksidasi sehingga
dapat mengurangi efektivitas. Sebanyak 5 kg daun suji yang telah disortasi kemudian
dihaluskan menjadi serbuk simplisia suji dengan bobot 695 gram. Proses penyerbukan
simplisia dilakukan dengan tujuan untuk memperluas bidang permukaan simplisia sehingga
kontak antara simplisia dengan cairan penyari pada proses ekstraksi menjadi semakin besar
dan proses penyarian dapat berlangsung secara optimal.
Proses ekstraksi serbuk simplisia daun suji dilakukan secara maserasi menggunakan
pelarut etanol 70% untuk menyari senyawa-senyawa yang bersifat polar. Maserasi merupakan
metode penyarian yang sederhana, mudah dilakukan, dan cocok untuk menyari senyawa yang
tidak tahan panas. Etanol dipilih sebagai cairan penyari karena kapang dan kuman sulit
tumbuh dalam etanol dengan konsentrasi lebih dari 20%, tidak beracun, netral, daya larutnya
baik, memiliki titik didih yang rendah, dan dapat bercampur dengan air pada segala
perbandingan (Voight, 1984). Menurut Harborne (1986) golongan flavonoid dapat diekstraksi
lebih baik dengan pelarut etanol 70%.
Selama proses perendaman, cairan penyari masuk ke dalam simplisia daun suji secara
difusi pasif dan osmosis sehingga menarik komponen senyawa kimia simplisia yang memiliki
kepolaran sama dengan etanol, seperti flavonoid. Difusi merupakan proses perpindahan
atau pergerakan molekul zat atau gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah,
sedangkan osmosis adalah difusi dari tiap-tiap pelarut melalui suatu selaput yang
permeabel. Pelarut atau cairan penyari akan menembus dinding sel dari simplisia secara
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

osmosis. Setelah cairan penyari sampai di ruang sel, maka cairan penyari akan melarutkan
komponen kimia yang ada dalam sel, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi di dalam dan di
luar sel. Akibatnya terjadi proses difusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang hingga tercapai keseimbangan konsentrasi di dalam
dan di luar sel (Kimball, 1983).
Proses maserasi dilakukan selama 4x24 jam dan setiap 24 jam dilakukan penggantian
pelarut agar senyawa kimia yang terkandung dalam serbuk suji dapat tersari sempurna. Filtrat
yang diperoleh selama proses maserasi kemudian diuapkan dan diperoleh ekstrak kental suji
bebas pelarut sebesar 245 gram dengan rendemen sebesar 35,25%. Hal ini disebabkan karena
ekstrak yang diperoleh berasal dari perendaman menggunakan etanol sehingga senyawa yang
terdapat dalam ekstrak hanya senyawa yang memiliki sifat kepolaran sama dengan etanol,
seperti flavonoid (Harborne, 1986).
Identifikasi Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Suji
Identifikasi fitokimia terhadap kandungan flavonoid dilakukan dengan pereaksi warna
dan Kromatografi Lapis tipis (KLT). Hasil identifikasi flavonoid menggunakan pereaksi
warna dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil identifikasi flavonoid dalam ekstrak daun suji dengan pereaksi warna
Ekstrak
(Perubahan warna)
Hijau

+ Etanol 50%
Hijau

Perlakuan
+ HCL Pekat dan Serbuk Mg
Warna Orange

Hasil
Ekstrak Mengandung Flavonoid

Berdasarkan hasil identifikasi warna pada Tabel 2 diketahui bahwa ekstrak suji
terbukti mengandung senyawa flavonoid. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna dari warna awal ekstrak suji (hijau) menjadi warna orange ketika ekstrak ditambahkan
larutan etanol 50%, HCL pekat, dan serbuk Mg. Analisis menggunakan pereaksi warna
bersifat kualitatif. Adanya penambahan etanol 50% berfungsi untuk menarik flavonoid karena
sebagian besar flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, di mana unit flavonoid
terikat pada suatu gula. Ikatan keduanya merupakan ikatan glikosida, dimana gugus hidroksil
dari flavonoid beradisi dengan gugus karbonil dari gula (Achmad, 1980). Adanya
penambahan HCl pekat dimaksudkan agar flavonoid dapat membentuk garam flavilium
menurut persamaan reaksi pada Gambar 4. Reaksi yang terjadi antara flavonoid dengan
HCl akan membentuk garam flavilium dan dapat kembali dengan penambahan NaOH.
OH

HO

OH

O+

HO
OH

OH

HCl
OH
OH

Cl-

OH

OH

Flavonoid

OH

Garam Flavilium
Mg2+
OH

O+

HO

OH

Cl- + H2

OH
O

O
Mg

Kompleks Flavinium
Gambar 4. Persamaan reaksi flavonoid dengan HCl dan Mg2+membentuk kompleks flavinium
(Achmad, 1980)

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Menurut Marliana et al. (2005) apabila warna yang dihasilkan adalah kuning sampai
merah tua, maka senyawa tersebut merupakan senyawa flavon atau flavonol. Adanya
penambahan serbuk Mg akan menyebabkan garam flavillium bereaksi dengan ion Mg2+
membentuk suatu kompleks flavilium yang teridentifikasi berwarna jingga. Adanya
perubahan warna hijau menjadi orange tersebut membuktikan bahwa suji terbukti positif
mengandung flavonoid.
Metode lain untuk identifikasi flavonoid adalah menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Fase gerak yang digunakan adalah asam asetat 60% yang bersifat polar dan fase
diam silica gel GF254. Sebelum dilakukan proses elusi, plat silica gel terlebih dahulu diaktivasi
dalam oven pada suhu 100C selama 30 menit untuk menurunkan kandungan air yang
tertahan pada silica gel dan plat sehingga proses elusi pelarut dan senyawa flavonoid
berlangsung lebih sempurna. Hasil identifikasi flavonoid menggunakan KLT dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil identifikasi flavonoid dalam ekstrak daun suji dengan metode KLT
Pengamatan
Rf
Visual
UV 254 nm
UV 366 nm
Ekstrak daun suji
Orange Kecoklatan
Tidak Tampak
Kebiruan
0,75
Sampel

Menurut Markham (1988), spektrum khas flavonoid akan terdeteksi pada panjang
gelombang 254 nm atau 366 nm. Hasil menunjukkan bahwa bercak flavonoid terlihat pada
pengamatan di bawah lampu UV 366 nm berwarna biru dengan Rf 0,75. Selama proses elusi,
flavonoid bergerak bersama eluen asam asetat 60% sepanjang garis start menuju garis finish.
Gugus OH pada plat silica gel yang berasal dari ikatan Si-OH akan membentuk ikatan
hidrogen dengan flavonoid pada suji. Akibatnya senyawa flavonoid akan terikat pada plat
silica gel selama proses elusi dan teridentifikasi sebagai bercak pada jarak 7,5 cm.
Pengamatan secara visual menunjukkan bercak berwarna orange kecoklatan, sedangkan
pengamatan di bawah UV 254 nm menunjukkan bahwa penampakan bercak tidak terlalu
jelas. Markham (1988) dan Marica et al. (2004) menyebutkan bahwa jenis bercak flavonoid
yang mungkin terdeteksi berwarna biru pada pengamatan di bawah sinar UV 366 nm adalah
flavonoid jenis flavon maupun flavonol yang tidak mengandung gugus 5-OH.
Uji Pendahuluan Aktivitas Antiinflamasi Daun Suji
Uji pendahuluan (orientasi) yang dilakukan adalah uji orientasi dosis dan waktu. Hasil
uji pendahuluan orientasi waktu 30 menit, 60 menit, dan sesaat sebelum injeksi karagenin
dengan dosis 100 mg/Kg BB, 150 mg/Kg BB, dan 200 mg/Kg BB disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji pendahuluan orientasi dosis dan waktu ekstrak daun suji.
Persentase Daya Antiinflamasi (%DAI)
Perlakuan
30 menit sebelum 60 menit sebelum
Sesaat sebelum injeksi
injeksi karagenin
injeksi karagenin
karagenin
Na-CMC 1%
Na-diklofenak dosis 50 mg
57,94%
42,44%
44,27%
Ekstrak 100 mg/Kg BB
8,907%
8,92%
19,38%
Ekstrak 150 mg/Kg BB
30,59%
23,39%
28,14%
Ekstrak 200 mg/Kg BB
50,96%
39,87%
33,35%

Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dengan perlakuan pemberian obat
maupun ekstrak pada 30 menit sebelum injeksi karagenin memiliki nilai %DAI yang paling
besar dibandingkan dengan perlakuan 60 menit dan sesaat sebelum injeksi karagenin.
Analisis data menggunakan ANOVA menunjukan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara
hasil kelompok perlakuan pemberian obat/ekstrak daun suji 30 menit, 60 menit, dan sesaat
sebelum injeksi karagenin.
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Berdasarkan hasil uji orientasi tersebut ditetapkan bahwa waktu pemberian ekstrak
daun suji 30 menit sebelum injeksi karagenin 1% yang akan digunakan pada uji aktivitas
antiinflamasi yang sesungguhnya dengan pertimbangan bahwa pemberian ekstrak daun suji
30 menit sebelum injeksi karagenin memberikan efek antiinflamasi yang lebih baik.
Hasil orientasi dosis menunjukkan bahwa pada dosis 200 mg/Kg BB, ekstrak daun suji
terbukti memberikan efek antiinflamasi yang terbaik dan akan ditetapkan sebagai dosis pada
uji aktivitas antiinflamasi yang sesungguhnya. Hasil orientasi dosis ini juga digunakan untuk
menentukan tiga dosis yang akan digunakan pada uji utama dengan range peningkatan dosis
sebesar dua kalinya, yaitu dosis sebesar 200 mg, 400 mg, dan 800 mg/Kg BB.
Uji Aktivitas Antiinflamasi Daun Suji
Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan dengan perlakuan ekstrak etanol daun suji 30
menit sebelum injeksi karagenin 1% secara per oral pada tikus putih jantan galur Wistar .
Dosis ekstrak yang digunakan adalah 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, dan 800 mg/kg BB
dengan suspensi Na-CMC 1% sebagai kontrol negatif dan Na-diklofenak dosis 50 mg/Kg BB
sebagai kontrol positif. Hasil pengukuran volume edema tikus selama 6 jam yang dilakukan
setiap 30 menit disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Volume edema rata-rata uji aktivitas antiinflamasi ekstrak daun suji
Volume Edema Rata-Rata (ml) menit kePerlakuan
0
30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330
Suspensi Na- 0,58 1,02 1,14 1,16 1,24 1,32 1,38 1,44 1,48 1,52 1,48 1,46
CMC
Na-diklofenak 0,6
0,84
0,9 0,92 0,98 0,96 1,02 0,98 0,92 0,9
0,78 0,74
Ekstrak 200 0,58 0,86
0,9
1
1,1 1,12 1,18
1,2 1,12 1,04 0,96 0,86
mg/Kg BB
Ekstrak 400 0,62 0,82 0,86 0,94
1,1
1,1 1,16 1,18
1,1 1,08 0,98 0,86
mg/Kg BB
Ekstrak 800 0,62 0,86 0,88 0,94 1,08 1,1
1,14 1,14 1,14 1,12 1
0,84
mg/Kg BB

360
1,46
0,64
0,78
0,76
0,76

Karagenin sebagai suatu turunan polisakarida akan dikenali tubuh sebagai suatu
substansi asing sehingga mampu menginduksi terjadinya edema melalui berbagai mekanisme.
Karagenin akan merangsang fosfolipida membran sel mast yang terdapat di jaringan ikat di
sekitar telapak kaki tikus untuk mengeluarkan asam arakidonat dengan bantuan enzim
fosfolipase A2 sehingga menghasilkan berbagai macam produk mediator inflamasi dengan
bantuan Radical Oxygen Spesies (Kee dan Hayes, 1996). Akibatnya terjadi pembengkakan
lokal pada telapak kaki kiri tikus (tumor) yang disertai warna kemerahan akibat akumulasi
darah pada area inflamasi (erythema) dan rasa nyeri akibat berkumpulnya mediator inflamasi
(dolor). Hal ini ditandai dengan gerakan kaki tikus yang tidak normal setelah injeksi
karagenin (functio lessa) yang disertai gejala inflamasi tersebut.
Sebelum diinjeksi karagenin, telapak kaki tikus tampak berwarna putih dan tikus dapat
berjalan dengan normal. Namun setelah diinjeksi karagenin, semua tikus memperlihatkan
adanya pembengkakan dan kemerahan serta tikus tidak dapat berjalan lincah. Selama
pengamatan, volume telapak kaki tikus tampak mengalami peningkatan pada waktu 30 menit
setelah diinjeksi karagenin menunjukan bahwa telah terjadi akumulasi berbagai macam
mediator inflamasi di telapak kaki tikus dan terus mengalami peningkatan sampai berangsurangsur mereda pada menit ke-240 sampai ke-360.
Data volume edema yang diderita tikus selanjutnya dianalisis lebih lanjut menjadi
Persentase Kenaikan Volume Edema (%KVU) menurut rumus perhitungan %KVU. Hasil
analisis %KVU uji antiinflamasi ekstrak daun suji dosis 200, 400, dan 800 mg/Kg BB
disajikan pada Tabel 6.

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Tabel 6. Persentase Kenaikan Volume Edema (%KVU) hasil uji aktivitas antiinflamasi ekstrak daun suji
Persen kenaikan Volume Volume Edema Rata-Rata (ml) menit kePerlakuan
0
30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 360
Suspensi Na0
44
56
58
66
74
80
86
90
94
90
88
88
CMC
Na-diklofenak
0
24
30
32
38
36
42
38
32
30
18
14
4
Ekstrak 200
0
28
32
42
52
54
60
62
54
46
38
28
20
mg/Kg BB
Ekstrak 400
0
20
24
32
48
48
54
56
48
46
36
24
14
mg/Kg BB
Ekstrak 800
0
24
26
32
46
48
52
52
52
50
38
22
14
mg/Kg BB

Semakin besar volume edema, semakin besar nilai %KVU yang dihasilkan. Pada
kelompok Natrium diklofenak memiliki nilai %KVU yang paling kecil dibandingkan dengan
kelompok lain karena Natrium diklofenak bekerja sebagai obat antiinflamasi dengan cara
menghambat jalur COX-2 pada metabolisme asam arakidonat sehingga presentase volume
edema yang dihasilkan paling kecil. Pada menit ke-150 sampai menit ke-360, zat aktif
diklofenak mulai bekerja dalam meredakan inflamasi yang ditandai dengan adanya penurunan
persentase volume edema. Nilai %KVU terkecil pada kelompok ekstrak secara keseluruhan
dimiliki oleh kelompok pemberian ekstrak daun suji dosis 800 mg/Kg BB.
Kemampuan ekstrak dalam menurunkan volume edema disebabkan karena memiliki
senyawa flavonoid. Menurut Nijveldt et al. (2001) dan Reynerston (2007) flavonoid memiliki
aktivitas antiinflamasi dengan berbagai kemungkinan mekanisme, antara lain dengan cara
menghambat aktivitas enzim cyclooxigenase dan lipooxigenase, menghambat akumulasi
leukosit, menghambat degranulasi neutrofil, dan menghambat pelepasan histamine.
Nilai %KVU selanjutnya dianalisis lebih lanjut menjadi luas Area Under Curve
(AUC0-6). Semakin kecil %KVU yang dihasilkan maka akan semakin kecil AUC0-6 yang
dihasilkan dan semakin sempit AUC0-6 yang dimiliki, mengindikasikan semakin baik aktivitas
antiinflamasi yang dimiliki. Luas AUC0-6 disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas Area Under Curve (AUC0-6) pada uji aktivitas antiinflamasi ekstrak daun suji
Perlakuan
AUC
Na-CMC
53209,87
Na-diklofenak
16869,81
Ekstrak 200 mg
26777,83
Ekstrak 400 mg
21726,58
Ekstrak 800 mg
20250,06

Luas AUC0-6 terkecil dimiliki oleh kelompok Natrium diklofenak. Hal ini
mengindikasikan bahwa kelompok Natrium diklofenak memiliki aktivitas antiinflamasi yang
terbesar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok ekstrak daun suji dosis 800
mg/Kg BB memiliki luas AUC0-6 yang paling kecil dibandingkan dengan luas AUC0-6
kelompok ekstrak dosis 200 dan 400 mg/Kg BB. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak
dosis 800 mg/Kg BB memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih kuat dibandingkan dengan
ekstrak dosis 200 mg dan 400 mg/Kg BB.
Luas AUC0-6 selanjutnya dianalisis lebih lanjut menjadi Persentase Daya Antiinflamasi
(%DAI) untuk melihat efektivitas suatu senyawa uji aktivitas antiinflamasi ekstrak daun suji
disajikan pada Gambar 5.

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

%DAI

Gambar 5. Persentase Daya Antiinflamasi (%DAI) uji aktifitas antiinflamasi ekstrak daun suji

Secara keseluruhan aktivitas antiinflamasi yang paling baik berturut-turut adalah


pemberian Natrium diklofenak, ekstrak dosis 800 mg/Kg BB, ekstrak dosis 400 mg/Kg BB,
dan ekstrak dosis 200 mg/Kg BB yang ditandai dengan adanya perbedaan nilai %DAI.
Menurut Naik dan Sheth (1976), suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antiinflamasi
yang baik jika memiliki Persentase Daya Antiinflamasi (%DAI) lebih dari 50%. Berdasarkan
Gambar 5, hanya pemberian Natrium diklofenak, ekstrak dosis 400 mg/Kg BB, dan ekstrak
800 mg/Kg BB yang memiliki aktvitas antiinflamasi yang baik karena memiliki %DAI lebih
dari 50%.
Hasil analisis %DAI secara statistik menggunakan uji Kolmogorf-Smirnov
menunjukan bahwa data terdistribusi nomal. Analisis statistika lebih lanjut menggunakan
ANOVA yang dilanjutkan dengan t-LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji statistik t-LSD uji aktivitas antiinflamasi ekstrak daun suji
Kontrol
Kontrol
Ekstrak dosis
Ekstrak Dosis
Ekstrak Dosis
Negatif
Positif
200 mg/Kg BB
400 mg/Kg BB 800 mg/Kg BB
Kontrol Negatif
0.00*
0.00*
0.00*
0.00*
Kontrol Positif
0.01*
0.08
0.217
Ekstrak Dosis 200 mg/Kg BB
0.071
0.023*
Ekstrak Dosis 400 mg/Kg BB
0.584
Ekstrak Dosis 800 mg/Kg BB
Keterangan:
P<0,05 = berbeda signifikan (*)
p>0,05 = berbeda tak signifikan

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak dosis 200 mg/Kg BB
memiliki aktivitas antiinflamasi yang berbeda signifikan secara statistik terrhadap pemberian
ekstrak dosis 400 mg/Kg BB, 800 mg/Kg, dan Natrium diklofenak. Berdasarkan Gambar 5
pemberian dosis 200 mg/Kg BB memiliki aktivitas antiinflamasi yang hampir sama dengan
pemberian ekstrak dosis 400 mg/Kg BB, tetapi jauh lebih lemah dibandingkan pemberian
Natrium diklofenak dan ekstrak dosis 800 mg/Kg BB. Pemberian ekstrak dosis 800 mg/Kg
BB memiliki aktivitas antiinflamasi 1,25 kali lebih baik dibandingkan ekstrak dosis 200
mg/Kg BB dan 1,04 kali lebih baik dibandingkan ekstrak dosis 400 mg/Kg BB. Pemberian
Natrium diklofenak diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi 1,37 kali lebih baik
dibandingkan pemberian ekstrak dosis 200 mg/Kg BB; 1,15 kali lebih baik dibandingkan
pemberian ekstrak dosis 400 mg/Kg BB, dan 1,10 kali lebih baik dibandingkan pemberian
ekstrak dosis 800 mg/Kg BB. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui juga bahwa pemberian
ekstrak dosis 800 mg/Kg BB memiliki perbedaan aktivitas antiinflamasi yang tidak terlalu
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

besar terhadap pemberian Natrium diklofenak dan ekstrak dosis 400 mg/Kg BB dengan
perbedaan hasil yang tidak signifikan. Pemberian kontrol negatif Na-CMC diketahui tidak
memiliki aktivitas antiinflamasi dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui juga bahwa peningkatan dosis sebesar dua kali
lipat antara dosis 200 mg/Kg BB menjadi 400 mg/Kg BB tidak menghasilkan peningkatan
aktivitas antiinflamasi sebesar dua kalinya dan hanya memiliki perbedaan aktivitas
antiinflamasi yang tidak terlalu besar. Namun peningkatan dosis sebesar dua kali dari 400
mg/Kg BB menjadi 800 mg/Kg BB dan sebesar empat kali dari dosis 200 mg/Kg BB menjadi
800 mg/Kg BB memiliki perbedaan aktivitas inflamasi yang besar, yaitu sebesar 1,04 dan
1,25 kalinya.
Peningkatan dosis ekstrak etanol daun suji dari 200 mg/Kg BB menjadi 400 dan 800
mg/Kg BB menunjukan adanya peningkatan Persentase Daya Antiinflamasi (%DAI) sebesar
49,67% menjadi 59,17% dan 61,94%. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak, semakin tinggi %DAI yang dihasilkan dan semakin besar pula aktivitas
antiinflamasi yang dihasilkan. Setelah pengamatan selama 360 menit, warna telapak kaki
tikus tampak kembali menjadi putih normal disertai dengan hilangnya gejala edema dan tikus
dapat bergerak lincah seperti biasa. Hal tersebut mengindikasikan bahwa akumulasi mediator
inflamasi pada telapak tikus yang diakibatkan oleh injeksi karagenin telah mereda akibat
aktivitas antiinflamasi flavonoid dari daun suji.
KESIMPULAN
1.
2.

Ekstrak etanol daun suji (Pleomele angustifolia) terbukti mengandung senyawa


flavonoid.
Ekstrak etanol daun suji dosis 200, 400, dan 800 mg/Kg BB terbukti memiliki
aktivitas antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar dengan Persentase Daya
Antiinflamasi (%DAI) berturut-turut sebesar 49,67%; 59,17% dan 61,94%.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A., 1986, Buku Materi Pokok: Kimia Organik Bahan Alam, Karunika, Jakarta.
Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Depkes RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan, Jakarta.
Arthamin, M. Z., Handono, K., Widodo, M.A., 2004, Selectivity of Cyclooxygenase
Isoenzymes Inhibition by n-Butanol Fraction of Flavonoids of Red Leaves
(Graptophyllum pictum (L.) Griff.), Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 4, No. 10,
410-416.
Backer, C.A. dan Van den Brink, R.C,B., 1963. Flora of Java. Vol. I. Groningen:
P.Noordhoff.
Corsini, E., Paola, R. D., Viviani, B., Genovese, T., Mazzon, E., Lucchi, L., Galli, C.L.,
Cuzzorcrea S., 2005, Increased Carragenan-Induced Acute Lung Inflamation in Old
Rats, Immunology, 115(2):253-261.
El-Masry, T. A., Ashraf, M. E., and Nagla, A. E., 2011, Possible Protective Effect of Propolis
Against Leadinduced Neurotoxicity in Animal Model, Biology Research, Vol. 3(1), 411.
Figureas A., D. Capell, J. M. Castel dan J. R. Laporte, 2005, Spontaneous Reporting Of
Adverse Drug Reactions To Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs, Journal of
Clinical Pharmacology, 47 (4): 297-303.
Erlund, I., 2002 Chemical Analysis and Pharmacokinetics of The Flavonoids Quercetin,
Hesperetin and Naringenin In Humans, Disertation, Department of Applied Chemistry
and Microbiology, University of Helsinki, Helsinki.
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Harbone, J. B., 1986, Metode Fitokimia; Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
diterjemahkan oleh Padmawinata, K., 1990, 70, ITB, Bandung.
Harsini, W., 2008, Penggunaan Herbal Di Bidang Kedokteran Gigi, Majalah Kedokteran
Gigi, 15(1):61-64.
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, 1st Ed., Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Jakarta.
Jagger, S. I., Scott, H. C. F., Rice A. S. C., 1999, Inflammation of The Rat Urinary Bladder is
Associated With a Referred Thermal Hyperalgesia Which is Nerve Growth Factor
Dependent, British Journal of Anaesthesia, 83 (3): 442-8.
Kaneko, T., Hiroshige, C., Norio, H., Takao, K., Masaki, K., Ken H., Kaoru, K., Hiroshi, S.,
2010, Inhibition of Prostaglandin E2 Production by Flavone and its Related
Compounds, in vivo, Vol. 24, 55-58.
Katzung, B. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik Ed.8, diterjemahkan oleh Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta.
Kee, Joyce L., dan Hayes, E. R., 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan,
diterjemahkan oleh Anugrah, P., EGC, Jakarta.
Kimbell, J.W., 1983, Biologi, diterjemahkan oleh S.S. Tjitrosomo dan N. Sugiri, 1996 (Ed. 5
Jilid II), Erlangga, Jakarta.
Marica, M.S., Ivona, J., Mornar, A., Zeljan, M., 2004, Aplication of The TLC In The Isolation
and Analysis of Flavonoid, Croatia Chemica Acta, 77:405-420.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, 1-103. terjemahan Kosasih
Padmawinata, Bandung, Penerbit ITB.
Marliana, S.D., Suryani, V., Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi
Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Seqhium edul Jacq. Swartz) Dalam
Ekstrak Etanol, Biokimia, 3(1):26-31.
Meksuriyen, D., dan Geoffrey, A. C., 1988, Traditional Medical Plants of Thailand XIII:
Flavonoid Derivates From Dracaena loureiri (Agavaceae), Jourbal Science and Social
Thailand, Vol. 14, 3-24.
Middleton, E., Chithan, K., Theoharides, T. C., 2000, The Effects of Plant Flavonoids on
Mammalian Cells: Implications for Inflammation, Heart Disease, and Cancer, The
American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics, 52:673751.
Naik, S. R., dan Sheth, U. K., 1976, Effect of Glycine, aspartic acid and glutamic acid on
carrageenin oedema and cotton pellet granuloma in rats, Springer Journal, 5(7):61-76.
Narayana, K. R., Reddy, M. R, Chaluvadi, M. R., 2001, Bioflavonoids Classification,
Pharmacological, Biochemical Effects and Therapeutic Potential, Indian Journal
Pharmacology, 2-16.
Nijveldt, R.J., Els V.N., Danny E.C., Petra G.B., Paul A.M., 2001, Flavonoids: A Review Of
Probable Mechanisms Of Action And Potential Applications, American Journal of
Clinical Nutrition, 74(4):418-425.
Nugraningsih, Purnomo, H., Harijono, 2005, Uji Kualitas Bubuk Pewarna Makanan dari daun
suji (Pleomele angustifolia roxb), Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya, Malang.
Shivas, R., Beasley D., 2004, Pengelolaan Patogen Tanaman, diterjemahkan oleh Kartini, K.,
74-75, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.
Prangdimurti, E., 2007, Kapasitas Antioksidan dan Daya Antihiperkolesterolemik Ekstrak
Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown), Disertasi, Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Price, S. A., dan Wilson, L. M., 1995, Respon Tubuh Terhadap Cedera Peradangan dan
Perbaikan Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Reynertson, K.A., 2007, Phytochemical Analysis of Bioactive Constituens from Edible


Myrtaceae Fruit, Dissertation, The City University of New York, New York.
Robins, 1999, Dasar Patologi Penyakit, EGC, Jakarta.
Rowe, C., R., Sheskey, J. P., Weller, J. W., 2003, Handbook of Pharmaceutical Excipien, 4th
Ed., 101-103, Pharmaceutical Press and American Pharmaceu.
Siswanto, A., dan Nurulita N. A., 2005, Daya Antiinflamasi Infus Daun Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa Scheff. Boerl) pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan,
Prosiding Seminar Nasional, TOI Vol. XXVII, 177-181.
Tjay, T. H., dan Raharja, K., 2002, Obat-Obat Penting, 5th Ed., Gramedia, Jakarta.
Voight, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Wells, B. G., DiPiro, J., Schwinghammer, T., Hamilton, C., 2006, Pharmacotherapy
Handbook 6th Edition, Mc Graw-Hill, USA.
Whelton, A., Gerald S., Carl W., Edward J.,Peter C., Kenneth M., Steven G., 2000, Effects of
Celecoxib and Naproxen on Renal Function in the Elderly, Arch Intern Med, 160.
Wilmana, P. F., 1995, Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai dalam Ganiswara,
S. O., Farmakologi dan Terapi, 5th Ed., Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

2011

Anda mungkin juga menyukai