1. Pendahuluan
Kulit adalah organ terbesar di tubuh manusia. Kulit memiliki regenerasi kekuatan yang
hebat. Proses peradangan pada kulit melibatkan serangkaian peristiwa yang dapat disebabkan
oleh berbagai stimulasi (misalnya zat infeksi, antigen-antibodi interaksi, dan cedera karena
panas atau cedera fisik lainnya). Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah tanaman dari
keluarga Zingiberaceae, merupakan ramuan kecil yang tumbuh subur di daerah dataran
rendah atau pegunungan yang tanahnya rapuh. Salah satu zat kimia dalam rimpang kencur
yang antiinflamasi adalah kaempferol. (Gambar 1)
Rimpang kencur memiliki efek antiinflamasi. Karena itu, ekstrak ini berpotensi untuk
digunakan sebagai plester antiinflamasi untuk membantu mempercepat proses penyembuhan
peradangan. Plester obat adalah preparat fleksibel yang mengandung satu atau lebih zat aktif.
Plester obat dirancang untuk mempertahankan zat aktif yang bersentuhan langsung dengan
kulit agar dapat diserap perlahan, atau bertindak sebagai bahan seratolitik atau pelindung.
Bahan yang digunakan antara lain rimpang kencur ( Kaempferia galanga L.), etanol
96% (Brataco), gliserol, aquades (Brataco), perban steril (Husada), dan plester (Leukoplast).
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan Wistar berusia 2,5
- 3 bulan dengan berat badan 140-210 gram. Rimpang Kencur (umur 10-12 bulan).
Pengolahan simplisia yang digunakan adalah rimpang kencur segar 5.000 gram,
simplisia kencur 750 gram diperoleh hasil simplisia 15%. Kadar air simplisia tidak lebih dari
10%. Kadar abu total menunjukkan total mineral (residu anorganik) yang terkandung dalam
simplisia. Simplisia memiliki total mineral sebanyak 6,5%. Konsentrasi dalam ekstrak yang
larut dalam air menunjukkan presentase 12,6% dan konsentrasi ekstrak larut etanol
menunjukkan persentase 8,6%. Etanol 96% mampu melarutkan hampir semua metabolit
sekunder yang terkandung dalam simplisia. Dari 500 gram simplisia rimpang kencur yang
diekstraksi diperoleh 29,29 gram ekstrak kental (5,86%). Senyawa flavonoid terdeteksi pada
ekstrak rimpang kencur. Dengan mendeteksi flavonoid, ada indikasi bahwa ekstrak tersebut
dapat digunakan sebagai anti-inflamasi. Plester anti-inflamasi dibuat dalam 5 jenis plester,
yaitu:
a. Plester yang bantalan luka diresapi dengan 60% etanol dan satu tetes gliserol (kontrol
negatif)
b. Plester yang bantalan luka diresapi dengan etanol 60% dan gel topikal diklofenak
(kontrol positif)
c. Plester yang bantalan luka diresapi dengan ekstrak kencur dosis 18 mg / Kg BW (tes I)
d. Plester yang bantalan luka diresapi dengan ekstrak kencur dosis 36 mg / Kg BB (tes II)
e. Plester yang bantalan luka diresapi dengan ekstrak kencur dosis 45 mg / Kg BB (tes III)
Etanol 60% digunakan sebagai pelarut karena mudah menguap dan diuji berdasarkan
hasil uji ekstrak larut air dan konsentrasi ekstrak etanol larut. Jumlah ekstrak air yang diresapi
ke dalam bantalan luka yang dibuat dengan panjang persegi dengan masing-masing sisi 1 cm
adalah 0,5 mL. Kaki tikus sebelum induksi karaginan diukur menggunakan pletismometer.
Karaginan dipilih karena mampu melepaskan prostaglandin setelah disuntikkan ke hewan uji.
Selama setiap 30 menit selama 2 jam kaki tikus diukur volumenya lalu diberi plester.
Berdasarkan ketiga dosis yang diberikan, dosis 45 mg/kg BB yang memberikan efek anti-
inflamasi paling baik. Busung volume berkurang setelah 30 menit pemberian plester anti-
inflamasi.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa kencur
(Kaempferia galanga L.) ekstrak rimpang etanol dapat dibuat sebagai plester anti-inflamasi
dimana dosis 45 mg/kg BW tikus kencur (Kaempferia galanga L.) adalah ekstrak rimpang
etanol dengan efek anti-inflamasi yang paling baik.