PCM New
PCM New
semakin
meningkat dan
beragam.
Kemudahan untuk
mendapatkan informasi yang akurat, cepat dan dapat dipercaya oleh masyarakat
pemakai informasi, menuntut pihak penyelenggara jasa telekomunikasi untuk
menyediakan sistem komuniasi yang terpadu. Artinya sistem komunikasi tersebut
tidak hanya melayani komunikasi pembicara saja tetapi juga dapat digunakan untuk
komunikasi gambar , data dan lain-lain. Dari sistem komunikasi yang ada (analog
dan digital), untuk memenuhi kebutuhan diatas , sistem komunikasi digital lebih
menguntungkan dibanding dengan sistem komuniasi analog. Kelebihan sistem digital
diataranya, sistem digital lebih kebal terhadap gangguan noise , desain rangkaian
digital relatif lebih sederhana dengan adanya teknik integrasi pada rangkaian digital ,
penggunaan komputer yang meluas dalam pengolahan data.
Salah satu cara penyaluran sinyal dalam bentuk digital yang umum digunakan
dewasa ini adalah sistem modulasi kode pulsa (Pulse Code Modulation- PCM).
Sistem PCM ini merupakan suatu sistem dimana sebelum ditransmisikan , sinyal
informasi yang umumnya analog akan diubah dulu menjadi sinyal diskret yang
selanjutnya dikodekan ke dalam bentuk kode tertentu.
Dalam pembangkitanya , untuk membentuk sinyal PCM dari satu atau
beberapa sinyal analog memerlukan proses . Salah satu proses tersebut adalah proses
kuantisasi. Dalam proses ini , range sinyal masukan yang diijinkan dibagi kedalam
tingkatan tingkatan yang dinamakan tingkatan kuantisasi.
Metode kuantisasi yang sering digunakan dalam PCM adalah metode
kuantisasi uniform (seragam) dan metode kuantisasi non-uniform (tak-seragam).
BAB II
MODULASI KODE PULSA
2.1 Modulasi Kode Pulsa (PCM)
PCM
merupakan
suatu
sistem
penyaluran
sinyal
dimana
sebelum
sampler
Quantizer
coder
Media
Transmisi
Output analog
decoder
Pendektesian
dan
pembentukan
sinyal
2.2 Sampling
Proses sampling merupakan proses awal untuk mengkonversikan sinyal analog
menjadi sinyal digital .Dalam proses ini sinyal analog disampel secara periodik dalam
selang waktu yang tetap, sehingga diperoleh sinyal yang diskontinyu dengan
amplitudo sesaat dari sinyal analog tersebut.
Prinsip dari proses sampling dapat dijelaskan dengan menggunakan switching
sampling seperti yang ditunjukkan dala gambar 2.2.
T
X(t)
X(t
)
Xs(t)
Ts
-2T
-T s
0
Xs(t)
Gambar 2.2
Switching Sampling
Switch secara periodik bergiliran antara dua buah kontak dengan laju fs (laju
sampling), dengan fs= 1/Ts Hz , dimana Ts adalah waktu bagi switch untuk kembali
keposisi semula atau disebut dengan periode sampling.
sampling xs (t) terdiri dari segmen x(t) dan dapat dinyatakan sebagai:
xs(t) = x(t). S(t).. (2-1)
dimana x(t) adalah sinyal analog yang disampel dan S(t) merupakan fungsi switching
atau sampling yang berupa deretan pulsa-pulsa periodik seperti ditunjukkan pada
gambar 2.3.
S(t)
Masukan
X(t)
Keluaran
Xs(t)=X(t)s(t)
Ts
Ts
Fungsi
Sampling
S(t)
S t a0 an cos n s t
n 1
(2-2)
dimana a0 adalah komponen searah dari sinyal dan a n merupakan konstanta fourier
yang nilainya tergantung dari bentuk sinyal . Dengan mengansumsikan bahwa x(t)
merupakan suatu gelombang sinusoida didapatkan:
~
.(2-3)
x t a0 cos mt
1 ~
an cos n s m t cos n s m t
2 n 1
..(2-4)
Dari persamaan 2-4 dapat digambarkan bentuk spektrum frekuensinya seperti gambar
2.4.
Gambar 2.4
Xs()
m-m
s-m
Xs(f)
a
q
f
fm
Xs(f)
fm
2fs
Xs(f)
fm
fs
2fs
Xs(f)
fm
1. Keadaan dimana frekuensi sampling fs sama dengan dua kali frekuensi tertinggi
sinyal (fs = 2 fm) , gambar (b). Spektrum sinyal dasar akan tepat berimpit dengan
harmonisanya . Keadaan khusus ini merupakan laju sampling minimum yang
disebut dengan laju Nyquist . Sinyal dasar dapat dipisahkan dari harmonisanya
dengan suatu filter low-pass yang memiliki karakteristik dengan frekuensi potong
yang sangat tajam , filter seperti ini sangat sulit direalisasikan dalam praktek.
2. Kedaan dimana fs lebih kecil dari 2fm , gambar (c) . Spektrum sinyal pita dasar
tumpang tindih dengan harmonisanya . Gejala ini dinamakan
aliasing. Sinyal
sarana tersebut tidak adapat mengikuti perubahan sinyal secara detail , maka tidaklah
perlu untuk mengirikkan semua tingkatan amplitudo sinyal yang mungkin. Dengan
adanya keterbatasan ini , dimungkinkan untuk mentransmisikan tingkatan amplitudo
sinyal tertentu.
Dalam proses kuantisasi ini , jangkauan (range) amplitudo sinyal informasi
yang diijinkan dibagi dalam tingkatan tingkatan amplitudo tertentu . Tingkatan
amplitudo ini disebut denngan tingkatan kuantisasi dan jarak antara dua tingkatan
amplitudo yang berdekatan disebut dengan interval kuantisasi. Amplitudo dari setiap
sinyal sampel dibulatkan keamplitudo kuantisasi yang terdekat. Untuk lebih jelasnya
lihat gambar 2.6.
t
-3T
-2T
-T
2T
3T
2.4 Pengkodean
Sinyal sampel yang telah dikuantisasi dapat ditransmisikan secara langsung
sebagai sinyal PAM yang terkuantisasi (PAM-er). Banyak tingkatan amplitudo yang
ditransmisikan
menyebabkan
kemungkinan
terjadinya
kesalahan
dalam
penerimaannya relatif besar. Oleh karena kelemahan ini sistem PAM ini lebih banyak
digunakan sebagai proses antara dari sistem PCM.
Dalam sistem PCM , sinyal PAM yang terkuantisasi dan sebelum
ditransmisikan terlebih dahulu dikode kedalam kode n-bit. Setiap sinyal sampel yang
telah terkuantisasi dikode kedalam satu kode yang terdiri dari n buah pulsa , masing
masing pulsa mempunyai m kemungkinan amplitudo yang berbeda. N buah pulsa
tersebut harus ditransmisikan dalam selang per-sampling-an yang telah dijatahkan
untuk setiap sampel . Jumlah kombinasi kode yang dapat terwakili oleh n buah pulsa
m tingkatan ini adalah sama dengan jumlah tingkatan kuantisasi M. Sehingga ;
M= mn (2-7)
Pada umumnya dalam PCM digunakan kode biner. Kode biner merupaka
suatu kode yang hnaya memiliki dua tingkatan
dinotasikan dengan angka 1 dan 0 , dimana angka 1 melambangkan ada arus (pulsa
positif) dan angka 0 menyatakan tidak adanya arus (pulsa negatif). Sehingga
kombinasi kode n-bit adalah 2n buah.
Salah satu prosedur pengkodean dengan kode biner yang sederhana adalah
mengikuti konversi desimal ke biner. Tingkatan tingkatan amplitudo kuantisasi diberi
nomor dengan bilangan desimal, selanjutnya setiap tingkatan kuantsasi tersebut
dikonversikan ke dalam bilangan biner. Dalam tabel 2-1 ditunjukkan konversi
bilangan desimal kedalam bilangan biner 4-bit.
DESIMAL
0
BINER
0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
10
1010
11
1011
12
1100
13
1101
14
1110
15
1111
a
t
0
-v
v
c.
0
v
d
-v
v
e.
-v
Gambar 2.7 Macam-macam kode biner
2.6 Pendekodean
Operasi pertama dibagaian penerima adalah mendemodulasikan sinyal PCM
dari gelombang pembawanya . Sinyal dalam bentuk deretan pulsa-pulsa dideteksi dan
dipisahkan dari kehadiran noise selama transmisi. Dalam proses pendeteksian , ada
atau tidak adanya pulsa sangat dipengaruhi oleh kehadiran noise selama transmisi
tersebut. Bila noise yang masuk cukup besar, maka kesalahan dalam pendeteksian
akan terjadi.
Untuk mengurangi kemungkinan kesalahan pendeteksian pulsa biner yang
diterima, dapat diterapkan cara pengambilan keputusan dengan cara membandingkan
pulsa yang masuk dengan tingkat ambang (threshold) yang ada. Misalnya amplitudo
puncak pulsa PCM yang dikirimkan adalah A volt, tingkatan threshold diset pada
setengah dari amplitudo puncak (A/2 volt). Dengan cara ini kriteria pengambilan
keputusan ada atau tidaknya pulsa didasarkan kepada :
- > A/2
-< A/2
Pulsa masuk
fm
fs
(a). fs = 2fm
H(f)
fm
fs
(a). fs 2fm
fs > 2fm, sehingga diantara spektrum sinyal pita dasar denag harmonisanya terdapat
pita penjaga. Dengan adanya pita penjaga ini karakteristik filter untuk proses
demodulasi sinyal akan mudah untuk direalisasikan.
BAB III
KESIMPULAN
1. PCM merupakan suatu sistem penyaluran sinyal dimana sebelum
ditrasmisikan, sinyal informasi yang umumnya analog terlebuh dulu
dikonversikan kedalam bentuk kode . Kode yang umum digunakan dalam
PCM adalah kode biner n-bit.
2. Membangkitkan sinyal PCM dari sumber analog pada dasarnya
memerlukan tiga proses dasar yaitu, sampling, kuantisasi dan pengkodean
(coding). Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi aslinya , pada
bagian penerima dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, pedekodean
(decoding) serta pengembalian sinyal ke bentuk analognya dengan
menggunkan filter low-pass.
3. Untuk dapat mengambil kembali sinyal yang disampel tanpa distorsi
(cacat) dengan filter low-pass diperlukan laju sampling minimum dua kali
dari frekuensi sinyal sumber tertinggi yang diijinkan:
fs 2 fm
dimana,
fs = frekuensi sampling
fm = frekuensi tertinggi dari sinyal yang diijinkan
DAFTAR PUSTAKA