Pesan di balik mitos ini telah jelas sudah: pada satu sisi, Sunan
Gunung Jati dan keturunannya mempunyai hak-hak legitimasi
kepemimpinan baik secara rohani maupun politis bagi seluruh
penduduk Jawa, baik itu para pengikut Sang Hyang, orang Islam,
makhluk halus, atau manusia, sepanjang mereka adalah
keturunan Adam atau jin. Dengan begitu mereka semua harus
tinggal dalam keselarasan (rukun) di bawah kepemimpinan
keturunannya.
Pada sisi lain, mitos ini secara implisit menyatakan bahwa Allah
adalah Yang Maha Tertinggi dan Maha Esa. Sedangkan dewa-dewa
lain yang sebagian besar jenis Sang Hyang adalah tak lain hanya
nenek moyang kita yang layak untuk dihormati tetapi tidak untuk
dipuja/disembah. Mereka tak berdaya menghadapi kuasa ilahi
mandiri dan riil. Jika mereka menunjukkan suatu kekuatan, adalah
sebab Tuhan telah memberikan kepada mereka. Kekuatan mereka
dapat dicabut kapan saja Tuhan mau. Lebih dari itu, seperti
halnya kita, mereka hanya keturunan Syits, putra Adam. Adam
sendiri adalah ciptaan Tuhan, yang pernah suatu kali dihukum. Ia
selamat setelah tobat dan telah diserahi posisi sebagai Wakil
Tuhan di atas bumi (khalfatullh fil ardh), setelah dicurahkan
RahmatNya. Meski demikian, ia juga mengalami mati karena ia
hanya makhluk ciptaan.