Anda di halaman 1dari 48

Kisah Singkat 25 Nabi Dan Rasul

Rizal Nur Shiddiq Jumat, Juli 05, 2013

1. Adam As
Manusia pertama diciptakan
Manusia pertama di dunia, moyang dari seluruh umat manusia. Diciptakan dari tanah oleh
Allah SWT, dan kemudian ditiupkan roh ke dalamnya. Semua makhluk di surga bersujud
kepadanya atas perintah Allah SWT, hanya iblislah yang menolak, krn ia merasa dirinya yang
diciptakan dari api lebih tinggi derajatnya daripada Adam. Sebagai akibatnya, Allah SWT
mengusir iblis dari surga dan melaknatnya sampai hari pambalasan. Sejak itu iblis bersumpah
untuk senantiasa menyesatkan Adam dan keturunannya hingga hari kiamat nanti, sebagai
balasan bagi Adam yang dianggapnya telah menyebabkan ia terusir dari surga. Kisah
penciptaan Adam, pembangkangan iblis, dan pengusiran iblis dari surga dinyatakan dalam
surat Al-Baqarah: 30-38, Al-A'râf: 11-18, dan Shâd: 73-83. Larangan buah Khuldi
Semula Adam AS tinggal seorang diri di surga, namun kemudian Allah SWT menciptakan
Hawa sebagai istrinya. Iblis tak henti-hentinya menggoda Adam dan Hawa untuk memakan
buah khuldi, satu-satunya buah yang dilarang Allah SWT untuk dimakan di dalam surga.
Godaan iblis ini berhasil, karena pada akhirnya Adam dan Hawa memakan buah itu.
Meskipun sudah menyatakan tobat dan Allah SWT pun sudah menerima tobat mereka,
namun mereka berdua harus keluar dari surga, dan diturunkan ke bumi. Kisah pelanggaran
terhadap larangan buah khuldi, dan diturunkannya Adam dan Hawa ke bumi terdapat dalam
surat Al-A'râf: 19-25 dan Thaha: 123. Kisah Anak-anak Adam
Di bumi pasangan Adam dan Hawa bekerja keras mengembangkan keturunan. Keturunan
pertama mereka ialah pasangan kembar Qabil dan Iqlima, kemudian pasangan kedua Habil
dan Labuda. Setelah keempat anaknya dewasa, Nabi Adam AS mendapat petunjuk agar
menikahkan keempat anaknya secara bersilangan, Qabil dengan Labuda, Habil dengan
Iqlima. Namun Qabil menolak karena Iqlima lebih cantik dari Labuda. Adam kemudian
menyerahkan persolan ini kepada Allah SWT, dan Allah SWT memerintahkan kedua putra
Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima, ialah yang berhak memilih
jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil seekor kambing yang paling disayangi di
antara hewan peliharaannya, sedang Qabil mengambil sekarung gandum yang paling jelek
dari yang dimilikinya. Allah SWT menerima kurban dari Habil, dengan demikian Habil
berhak menentukan pilihannya. Pembunuhan pertama di Bumi
Qabil tidak puas dengan kejadian ini. Atas hasutan iblis ia lalu membunuh Habil. Inilah
pembunuhan pertama yang terjadi sepanjang sejarah hidup manusia. Setelah saudaranya
tewas, Qabil merasa bingung mengenai apa yang harus ia lakukan terhadap jenazah
saudaranya itu. Allah SWT tidak ingin mayat hamba-Nya yang saleh tersia-sia. Ia
memberikan contoh kepada Qabil melalui perilaku burung yang menggali tanah untuk
mengubur mayat lawannya yang kalah dalam pertarungan. Qabil pun meniru perilaku burung
tsb dan menguburkan jenazah Habil. Kisah putra-putri Nabi Adam AS ini terdapat dalam QS
Al-Mâ'idah: 27-32.

2. Idris AS
Nabi yang pandai menulis, menjahit, mengetahui ilmu binatang, dan menunggang kuda. Nabi
Idris AS diutus kepada anak cucu Qabil yang durhaka kepada Allah SWT. Ia merupakan
keturunan ke-6 dari Nabi Adam AS. Ia termasuk salah seorang nabi yang sabar dan taat
beribadah. Menurut beberapa riwayat, Nabi Idris AS hidup di Mesir. Ia berdakwah
mengajarkan tauhid dan beribadah menyembah Allah SWT. Ia wafat dalam usia 82 tahun.
Ketika Nabi Muhammad SAW melakukan isra mi'raj, Nabi Idris AS dijumpai di langit ke-6
dan memberi salam kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam Al Quran terdapat 2 ayat yang
menyebutkan tentang Nabi Idris AS, yaitu surat Maryam ayat 56 dan 57.
3. Nuh AS

Setelah berabad-abad berlalu dari masa Nabi Idris, dan moral manusia sudah terlalu jauh
menyimpang dari kebenaran, Allah SWT menurunkan seorang nabi bernama Nuh. Ia
merupakan keturunan ke-9 dari Nabi Adam AS. Ia diangkat menjadi nabi dan rasul pada usia
480 tahun. Ia menjalankan misinya selama lima abad dan meninggal dalam usia 950 tahun.
Nabi Nuh terkenal sebagai nabi yang fasih berbicara, bijaksana, dan sabar dalam menjalankan
tugas risalahnya. Namun demikian, ia hanya mendapatkan pengikut antara 70 sampai 80
orang, itu pun hanya dari kalangan orang-orang lemah. Perahu Nabi Nuh
Melihat kaumnya yang keras kepala, Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT supaya
kaumnya itu ditimpa musibah. Allah SWT mengabulkan doa Nabi Nuh AS dan
memerintahkan ia dan pengikutnya untuk membuat perahu. Segeralah Nabi Nuh AS dan
pengikutnya membuat perahu di atas bukit. Kaumnya yang keras kepala, termasuk seorang
anaknya yang bernama Kana'an, terus mengolok-olok perbuatan Nabi Nuh AS dan kaumnya
ini. Di antara mereka bahkan ada yang berani buang kotoran di dalam kapal yang belum
selesai dibuat itu ketika Nabi Nuh dan pengikutnya sedang tidak ada disana. Namun
akibatnya perut mereka yang buang kotoran itu menjadi sakit. Tak seorang pun bisa
menyembuhkannya. Dengan merengek-rengek mereka meminta Nabi Nuh untuk
mengobatinya. Nabi Nuh hanya menyuruh mereka membersihkan kapal yang mereka kotori,
setelah itu mereka pun sembuh dari sakit perutnya. Setelah perahu Nabi Nuh AS selesai, Nabi
Nuh mengajak seluruh pengikutnya naik ke atas kapal. Nabi Nuh juga membawa seluruh
jenis binatang masing-masing sepasang untuk tiap jenis. Ini supaya kelak jenis hewan tsb bisa
berkembang biak kembali dan tidak ikut punah. Setelah itu, azab Allah SWT berupa banjir
besar yang dahsyat menghanyutkan seluruh kaumnya. Putra Nabi Nuh AS, Kana'an, termasuk
di antara mereka. Dari atas geladak kapal, didorong oleh hati kecilnya, Nabi Nuh AS
berteriak memanggil anaknya dan menyuruhnya bertobat, namun Kana'an tetap menolak
sehingga akhirnya ia pun tenggelam. Nabi Nuh AS sangat bersedih dan menyesali sikap
putranya yang tetap keras kepala sampai saat terakhir menjelang ajalnya. Ia menyampaikan
kegundahan perasaannya ini pada Allah SWT. Namun Allah SWT memberinya peringatan,
bahwa meskipun putranya itu adalah keturunannya sendiri, tapi ia termasuk kafir karena
mengingkari ajarannya. Setelah kaum yang durhaka itu musnah, azab Allah SWT pun
berhenti. Kapal Nabi Nuh AS tertambat di sebuah bukit. Kisah Nabi Nuh AS termuat di Al
Qur'an dalam 43 ayat, 28 ayat diantaranya terdapat dalam surat Nuh.
4. Hud AS

Nabi Hud AS turun di tengah-tengah kaum Aad yang terkenal memiliki fisik tegar dan
berotot kuat. Namun moral mereka sangat buruk, di antara mereka berlaku hukum rimba,
siapa kuat, dialah yang menang. Kaum ini hidup di negeri Ahqaf, yaitu antara Yaman dan
Umman. Mereka adalah kaum penyembah berhala-berhala bernama Shamud, Shada, dan Al
Haba. Kejahatan dan kemaksiatan mereka benar-benar keterlaluan. Nabi Hud adalah seorang
yang berlapang dada, berbudi tinggi, pengasih, penyantun, sabar namun cerdas dan tegas.
Beliau adalah keturunan Sam bin Nuh AS, putra Nabi Nuh. Beliau diutus ke tengah-tengah
kaumnya untuk menegakkan kembali ajaran yang benar. Namun imbauan Nabi Hud AS agar
kaumnya sadar dan melangkah di jalan Allah tidak diindahkan, sehingga Allah SWT
menurunkan azab dalam 2 tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang hebat. Nabi Hud
AS berusaha meyakinkan mereka bahwa itu adalah azab Allah dan akan dicabut jika mereka
bertobat dan beriman kepada Allah SWT. Kaum Aad tetap tidak percaya sehingga turunlah
azab kedua berupa bencana angin topan yang dahsyat selama 7 malah 8 hari yang
memusnahkan semua ternak dan tanaman. Bencana itu membinasakan kaum Aad yang
congkak. Hanya Nabi Hud AS dan kaumnya yang selamat dari azab tsb. Dalam Al Qur'an,
kisah Nabi Hud AS terdapat dalam 68 ayat yang tertera dalam 10 surat, diantaranya surat
Hûd: 50-60.
5. Saleh AS

Nabi Saleh AS, menurut silsilah, beliau adalah putra dari 'Ubaidah bin Tsamud bin 'Amir bin
Iram bin Sam bin Nuh AS. Ia diutus ke tengah-tengah bangsa Tsamud yang hidup di bekas
reruntuhan kaum Aad. Bangsa Tsamud ternyata lebih pandai daripada kaum Aad. Setelah
kaum Aad binasa, negeri mereka menjadi tandus dan kering. Kemudian negeri ini dibangun
kembali oleh kaum Tsamud, sehingga bagai disulap menjadi negeri yang hijau dan makmur.
Akan tetapi seperti kaum pendahulunya, kaum Tsamud pun menjadi sombong dan lupa diri.
Hukum rimba berlaku lagi, mereka yang kuat menekan mereka yang lemah. Mereka pun
tidak mau mendengarkan dakwah Nabi Saleh AS. Mukjizat Nabi Saleh AS
Kaum Tsamud menantang Nabi Saleh AS menunjukkan mukjizat yang dikaruniakan Tuhan
kepadanya. Menghadapi tuntutan yang demikian, tak ada jalan lain bagi Nabi Saleh kecuali
memohon kepada Allah SWT agar memberikan mukjizat kepadanya. Allah mengabulkan
doanya. Nabi Saleh AS kemudian mengajak kaumnya pergi ke kaki gunung. Orang-orang itu
mengikuti ajakan Nabi Saleh, tapi sebenarnya bukan karena mereka mempercayai Nabi
Saleh, melainkan karena mereka berharap agar Nabi Saleh tak dapat mengeluarkan mukjizat,
dengan demikian mereka dapat mengolok-olok dan menghina Nabi Saleh. Tetapi betapa
terkejutnya orang-orang kafir itu. Tak lama setelah mereka berkumpul di kaki gunung,
muncullah seekor unta betina dari perut sebuah batu karang besar. Unta itu besar dan gemuk,
belum pernah mereka melihat unta sebagus itu. Nabi Saleh kemudian berpesan pada
kaumnya, "Inilah unta mukjizat dari Tuhanku. Unta ini boleh kalian peras susunya setiap
hari. Susunya tidak akan habis-habis. Tetapi perhatikan pesanku, unta ini harus dibiarkan
berkeliaran bebas, tak seorang pun boleh mengganggunya. Unta ini berhak meminum air di
sumur, bergantian dengan penduduk. Jika hari ini unta ini minum, maka tak seorang pun dari
penduduk boleh mengambil air sumur. Sebaliknya esok harinya, para penduduk boleh
mengambil air sumur dan unta ini tidak minum air itu sedikit pun juga." Kedurhakaan kaum
Tsamud
Tetapi rupanya keberadaan unta yang membawa berkah air susu ini membuat orang-orang
kafir menjadi iri kepada Nabi Saleh. Mereka lalu mengadakan sayembara, siapa yang berani
membunuh unta Nabi Saleh akan mendapatkan hadiah berupa gadis cantik. Tersebutlah dua
orang pemuda yang nekad mengikuti sayembara ini. Mereka sudah sepakat akan menikmati
hadiah gadis cantik itu bersama-sama. Sungguh mesum niat kedua pemuda ini. Demikianlah
ketika unta itu baru saja minum di salah satu sumur penduduk, salah seorang dari pemuda itu
melepaskan anak panah, tepat mengenai kaki unta. Unta itu berlari kesakitan, namun pemuda
yang seorang lagi yang sudah siap dengan golok di tangan segera menghabisi unta itu.
Mereka berhasil membunuh unta itu, dan memperoleh hadiah yang sudah dijanjikan. Setelah
unta itu mati, orang-orang kafir merasa lega. Mereka dengan berani menantang Nabi Saleh,
"Hai Saleh, unta yang kau banggakan itu sekarang sudah kami bunuh. Kenapa tidak ada
balasan siksa bagi kami? Kalau kau memang utusan Allah, tentunya kau dapat mendatangkan
siksa yang kau ancamkan kepada kami!"
Berkata Nabi Saleh, "Kalian benar-benar telah berbuat dosa. Sekarang kalian boleh
bersenang-senang selama 3 hari. Sesudah lewat 3 hari, maka datanglah ancaman yang
dijanjikan Allah kepadamu." Waktu 3 hari itu sebenarnya adalah kesempatan bagi bangsa
Tsamud untuk bertobat, tetapi mereka malah mengejek Nabi Saleh dan menganggapnya
hanya membual. Belum sampai 3 hari mereka datang lagi kepada Nabi Saleh dan berkata,
"Hai Saleh, kenapa tidak kau percepat datangnya siksa itu kepada kami?"
Nabi Saleh menjawab, "Wahai kaumku, mengapa kalian meminta disegerakan datangnya
siksa? Bukan malah meminta kebaikan? Mengapa kalian tidak meminta ampun kepada Allah,
semoha kalian diberi ampun." Azab bagi kesombongan Kaum Tsamud
Diam-diam orang-orang kafir itu merasa takut. Bukankah ucapan Nabi Saleh selalu terbukti
kebenarannya? Bagaimana kalau siksa itu benar-benar datang kepada mereka?
Maka untuk mencegah datangnya siksa itu, sehari sebelum waktu yang dijanjikan, mereka
mengadakan rapat gelap. Mereka bermaksud membunuh Nabi Saleh agar siksa itu tak jadi
diturunkan. Sungguh bodoh akal mereka dan sungguh keji tindakan mereka. Apakah mereka
mengira siksaan Allah dapat dibatalkan hanya karena mereka membunuh utusan-Nya? Maha
Suci Allah yang Maha Pengasih, Dia melindungi hamba-Nya, Nabi Saleh AS. Beliau selamat
dari rencana pembunuhan yang keji itu. Sedang untuk kaum Tsamu sendiri, akibat
kedurhakaan mereka, Allah SWT menurunkan azab yang sangat mengerikan. Bangsa Tsamud
disambar petir yang meledak dan menggelegar membelah angkasa. Bumi juga ikut murka
atas kesombongan bangsa yang ingkar itu. Gempa yang dahsyat telah menghancurkan dan
memporak-porandakan tempat tinggal mereka yang megah dan besar. Sebelum azab
diturunkan, atas kuasa Allah Nabi Saleh AS dan keluarnya mengungsi ke Ramlah, sebuah
tempat di Palestina. Kisah Nabi Saleh AS termuat di Al Qur'an dalam 73 ayat yang tersebar
di 11 surat, diantaranya surat Al-A'râf: 73-79, Hûd: 61-68, dan Al-Qamar: 23-32.
6. Ibrahim AS

Ibrahim dilahirkan di Babylonia, bagian selatan Mesoptamia (sekarang Irak). Ayahnya


bernama Azar, seorang ahli pembuat dan penjual patung. Nabi Ibrahim AS dihadapkan pada
suatu kaum yang rusak, yang dipimpin oleh Raja Namrud, seorang raja yang sangat ditakuti
rakyatnya dan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Sejak kecil Nabi Ibrahim AS selalu
tertarik memikirkan kejadian-kejadian alam. Ia menyimpulkan bahwa keajaiban-keajaiban tsb
pastilah diatur oleh satu kekuatan yang Maha Kuasa. Semakin beranjak dewasa, Ibrahim
mulai berbaur dengan masyarakat luas. Salah satu bentuk ketimpangan yang dilihatnya
adalah besarnya perhatian masyarakat terhadap patung-patung. Nabi Ibrahim AS yang telah
berketetapan hati untuk menyembah Allah SWT dan menjauhi berhala, memohon kepada
Allah SWT agar kepadanya diperlihatkan kemampuan-Nya menghidupkan makhluk yang
telah mati. Tujuannya adalah untuk mempertebal iman dan keyakinannya. Allah SWT
memenuhi permintaannya. Atas petunjuk Allah SWT, empat ekor burung dibunuh dan
tubuhnya dilumatkan serta disatukan. Kemudian tubuh burung-burung itu dibagi menjadi
empat dan masing-masing bagian diletakkan di atas puncak bukit yang terpisah satu sama
lain. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk memanggil burung-burung tsb. Atas
kuasa-Nya, burung yang sudah mati dan tubuhnya tercampur itu kembali hidup. Hilanglah
segenap keragu-raguan hati Ibrahim AS tentang kebesaran Allah SWT. Ibrahim
menghancurkan berhala kaum Babylonia
Orang pertama yang mendapat dakwah Nabi Ibrahim AS adalah Azar, ayahnya sendiri. Azar
sangat marah mendengar pernyataan bahwa anaknya tidak mempercayai berhala yang
disembahnya, bahkan mengajak untuk memasuki kepercayaan baru menyembah Allah SWT.
Ibrahim pun diusir dari rumah. Ibrahim merencanakan untuk membuktikan kepada kaumnya
tentang kesalahan mereka menyembah berhala. Kesempatan itu diperolehnya ketika
penduduk Babylonia merayakan suatu hari besar dengan tinggal di luar kota selama berhari-
hari. Ibrahim lalu memasuki tempat peribadatan kaumnya dan merusak semua berhala yang
ada, kecuali sebuah patung yang besar. Oleh Ibrahim, di leher patung itu dikalungkan sebuah
kapak. Mukjizat Allah: Api menjadi dingin
Akibat perbuatannya ini, Ibrahim ditangkap dan diadili. Namun ia menyatakan bahwa patung
yang berkalung kapak itulah yang menghancurkan berhala-berhala mereka dan menyarankan
para hakim untuk bertanya kepadanya. Tentu saja para hakim mengatakan bahwa berhala
tidak mungkin dapat ditanyai. Saat itulah Nabi Ibrahim AS mengemukakan pemikirannya
yang berisi dakwah menyembah Allah SWT. Hakim memutuskan Ibrahim harus dibakar
hidup-hidup sebagai hukumannya. Saat itulah mukjizat dari Allah SWT turun. Atas perintah
Allah, api menjadi dingin dan Ibrahim pun selamat. Sejumlah orang yang menyaksikan
kejadian ini mulai tertarik pada dakwah Ibrahim AS, namun mereka merasa takut pada
penguasa. Langkah dakwah Nabi Ibrahim AS benar-benar dibatasi oleh Raja Namrud dan
kaki tangannya. Karena melihat kesempatan berdakwah yang sangat sempit, Ibrahim AS
meninggalkan tanah airnya menuju Harran, suatu daerah di Palestina. Di sini ia menemukan
penduduk yang menyembah binatang. Penduduk di wilayah ini menolak dakwah Nabi
Ibrahim AS. Ibrahim AS yang saat itu telah menikah dengan Siti Sarah kemudian berhijrah
ke Mesir. Di tempat ini Nabi Ibrahim AS berniaga, bertani, dan beternak. Kemajuan
usahanya membuat iri penduduk Mesir sehingga ia pun kembali ke Palestina. Ibrahim
menikahi Siti Hajar
Setelah bertahun-tahun menikah, pasangan Ibrahim dan Sarah tak kunjung dikaruniai seorang
anak. Untuk memperoleh keturunan, Sarah mengizinkan suaminya untuk menikahi Siti Hajar,
pembantu mereka. Dari pernikahan ini, lahirlah Ismail yang kemudian juga menjadi nabi.
Ketika Nabi Ibrahim AS berusia 90 tahun, datang perintah Allah SWT agar ia meng-khitan
dirinya, Ismail yang saat itu berusia 13 tahun, dan seluruh anggota keluarganya. Perintah ini
segera dijalankan Nabi Ibrahim AS dan kemudian menjadi hal yang dijalankan nabi-nabi
berikutnya hingga umat Nabi Muhammad SAW. Allah SWT juga memerintahkan Ibrahim
AS untuk memperbaiki Ka'bah (Baitullah). Saat itu bangunan Ka'bah sebagai rumah suci
sudah berdiri di Mekah. Bangunan ini diperbaikinya bersama Ismail AS. Hal ini dijelaskan
dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah ayat 127. Ibrahim AS adalah nenek moyang bangsa Arab
dan Israel. Keturunannya banyak yang menjadi nabi. Dalam riwayat dikatakan bahwa usia
Nabi Ibrahim AS mencapai 175 tahun. Kisah Nabi Ibrahim AS terangkum dalam Al Qur'an,
diantaranya surat Maryam: 41-48, Al-Anbiyâ: 51-72, dan Al-An'âm: 74-83.
7. Ismail AS

Nabi Ibrahim mengasingkan Hajar dan anaknya


Dengan kelahiran bayi Ismail, Siti Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim AS, berangsur-angsur
merasa cemburu sehingga ia meminta kepada suaminya agar memindahkan Hajar dan
anaknya ke suatu tempat yang jauh. Atas wahyu dari Allah SWT, Ibrahim AS memenuhi
kehendak istrinya. Ia kemudian memindahkan Hajar dan bayinya ke tengah padang pasir di
Mekah, dekat sebuah bangunan suci yang kemudian dikenal sebagai Ka'bah. Ia kemudian
meninggalkan keduanya di tempat itu karena harus kembali ke Palestina untuk menemui
Sarah. Dalam perjalanan pulang itu Ibrahim tak henti-hentinya memanjatkan doa memohon
keselamatan bagi istri dan putra yang ditinggalkannya. Mukjizat Air Zamzam
Setelah makanan yang ditinggalkan habis, Hajar bersusah payah mencari air. Atas
pertolongan Allah SWT melalui malaikat Jibril, tiba-tiba di dekat Ismail muncul sebuah mata
air yang bening. Mata air itulah yang dikenal sebagai sumur zamzam dan masih ada hingga
saat ini. Ismail yang sudah beranjak remaja sangat menggembirakan hati Ibrahim, namun
kegembiraan itu tiba-tiba buyar karena perintah Allah SWT lewat mimpinya yang meminta
agar anak kesayangannya itu disembelih. Mula-mula Ibrahim sangat sedih menerima mimpi
itu, namun sebagai orang yang saleh dan taat ia berniat menjalankan perintah Allah SWT tsb
dan kemudian menyampaikan berita itu kepada putranya. Tanpa ragu, Ismail meminta
ayahnya untuk melaksanakan perintah itu. Pada akhirnya, ketika hal tsb dilaksanakan, Allah
SWT mengganti Ismail dengan seekor kambing. Peristiwa ini selalu diperingati setiap tahun
dengan anjuran menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha. Nabi Ismail AS menikah
dengan seorang anak pendatang baru di kawasan sumur zamzam. Anak itu berasal dari suku
Jurhum. Ia kemudian menjadi penjaga sumur zamzam yang semakin hari semakin ramai
dikunjungi orang. Menurut riwayat, Nabi Ismail AS meninggal dalam usia 137 tahun. Kisah
Nabi Ismail AS yang tidak bisa dilepaskan dari kisah Nabi Ibrahim AS diceritakan di Al
Qur'an dalam 30 ayat yang tersebar dalam 5 surat, diantaranya adalah surat Ibrâhîm: 35-40,
dan Al-Baqarah: 124-129.
8. Luth AS

Nabi Luth AS adalah kemenakan Nabi Ibrahim AS. Ketika Nabi Ibrahim AS berhijrah dari
kota Harran menuju Palestina bersama istri dan para pengikutnya, Luth bin Harun ikut
bersama mereka. Ibrahim bersama Luth kemudian menuju Mesir di saat musibah kelaparan
melanda Palestina. Setelah musibah itu mereda, mereka kembali dari Mesir dengan
membawa ternak yang diberikan raja Mesir kepada mereka. Berhubung padang rumput yang
ada tidak mencukupi bagi ternak yang banyak itu, maka sering timbul pertikaian antara
gembala-gembala Ibrahim dan gembala-gembala Luth.
Untuk mengatasi pertikaian ini, Ibrahim kemudian menawarkan kepada Luth memilih tempat
lain untuk menggembalakan ternaknya. Luth memilih Yordania, dimana disana terdapat dua
kota, yaitu Sadum dan Gomorrah, dan Luth menetap di kota Sadum. Moral penduduk kota
Sadum luar biasa rusaknya. Mereka melakukan berbagai kejahatan, seperti merampok,
berzina, dan yang paling parah dan belum pernah dilakukan oleh seorang pun di antara anak-
anak Adam, mereka memuaskan nafsu seksual dengan sesama jenis. Nabi Luth AS
berdakwah untuk memerangi kezaliman itu. Namun ia tidak berhasil, bahkan istrinya
termasuk orang yang melakukan penyimpangan kaumnya itu. Kebiadaban kaum Luth AS
digambarkan dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 28-29. Beberapa malaikat menuju Sadum
Nabi Luth AS kemudian berdoa kepada Allah SWT agar kaumnya diberi azab. Menurut Nabi
Luth AS, itulah satu-satunya cara untuk membasmi umatnya agar akhlak yang rusak itu tidak
menyebar ke umat-umat di wilayah lain, disamping sebagai pelajaran bagi umat di
sekelilingnya. Doa Luth terkabul. Beberapa malaikat datang ke rumah Ibrahim AS sebagai
tamu yang menyamar dalam bentuk pemuda-pemuda. Mereka memberitakan pada Ibrahim
bahwa mereka akan membinasakan penduduk Kota Sadum disebabkan pembangkangan
mereka terhadap Nabi Luth AS dan perbuatan-perbuatan keji mereka. Ibrahim sangat terkejut
mendengar berita ini, karena disana terdapat putera saudaranya, yaitu Luth. Namun para
malaikat itu mengatakan, "Kami tahu bahwa di sana terdapat Luth, dan bahwa kebinasaan
tidak terjadi kecuali atas orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah. Adapun Luth
dan keluarganya serta para pengikutnya, mereka itu pasti akan selamat, kecuali istrinya yang
akan ditimpa siksaan seperti orang-orang kafir, dan kedudukannya sebagai istri Luth tidak
bisa menyelamatkannya, karena buruk perbuatannya disamping ia mengkhianati suaminya
serta terus membangkang dan berada dalam kekafiran". Kisah kedatangan para malaikat
kepada Ibrahim AS ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 30-32. Malaikat bertamu
ke rumah Luth
Para malaikat itu meninggalkan Ibrahim dan pergi ke kota Sadum. Mereka datang ke rumah
Luth yang tidak mengetahui siapa sebenarnya para tamunya yang berwajah tampan itu. Hati
Luth sangat cemas, karena ia khawatir tamu-tamunya itu akan diperkosa oleh kaumnya.
Tersebar berita di antara kaum Luth tentang kedatangan tamu-tamu yang tampan di rumah
Luth, maka segeralah mereka datang ke sana dengan maksud berbuat maksiat. Untuk
melindungi para tamunya, Luth AS berusaha membujuk mereka dengan menawarkan putri-
putrinya untuk dinikahi dengan syarat mereka tidak mengganggu tamu-tamunya. Namun
kaum Luth tetap bersikeras melaksanakan niat mereka. Ketika mereka tetap pada
pendiriannya, maka malaikat-malaikat itu membutakan mata mereka hingga gagallah upaya
mereka dalam keadaan terhina. Para malaikat itu pun akhirnya mengungkapkan kepada Luth
tentang siapa mereka sebenarnya dan memberitahunya bahwa mereka datang untuk
membinasakan kaumnya setelah membutakan mata mereka hingga mereka tak dapat
menyelamatkan diri.
Adapun untuk Luth AS dan pengikutnya, para malaikat memerintahkan mereka untuk
meninggalkan desanya di malam hari, karena azab Allah akan diturunkan di waktu subuh.
Dan janganlah seorang pun di antara mereka menoleh ke belakang agar tidak melihat siksaan
yang akan terjadi. Kisah kedatangan para malaikat ke rumah Luth dan perbuatan kaum Luth
diceritakan dalam Al-Qur'an surat Hûd: 77-81, Al-Ankabût: 33-34, dan Al-Qamar: 37. Azab
Allah terhadap kaum Luth AS
Di waktu subuh, turunlah azab yang amat dahsyat berupa bencana alam yang sangat
mengerikan. Tanah desa tempat tinggal kaum Luth menjadi rendah dan turunlah hujan batu
dari tanah keras menimpa mereka secara berturut-turut hingga mereka binasa. Hanya Nabi
Luth AS dan kedua putrinya, serta para pengikutnya yang beriman, yang selamat dari
bencana tsb.
Siksa Allah telah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim dan fasik. Kisah azab terhadap
kaum Nabi Luth AS terdapat dalam surat Al Anbiyâ: 74-75, Hûd: 82-83, dan Al-Qamar: 33-
38.
Daerah yang ditimpa siksaan atas kaum Nabi Luth AS adalah daerah yang kita kenal
sekarang sebagai Laut Mati atau Danau Luth.
9. Ishaq AS

Nabi Ishaq AS adalah salah satu putra Nabi Ibrahim AS dari istrinya yang bernama Sarah.
Ishaq adalah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti tertawa. Dalam Al Qur'an dikisahkan
bahwa Sarah tertawa ketika mendapat keterangan bahwa dirinya akan memperoleh seorang
anak laki-laki, sementara usianya sudah sangat lanjut, yaitu 90 tahun. Tatkala Ibrahim merasa
ajalnya hampir tiba, Ishaq belum menikah. Ibrahim tidak ingin menikahkan ia dengan wanita
Kana'an yang tidak mengenal Allah dan asing di dalam keluarganya. Oleh sebab itu ia
menugaskan seorang pelayan agar pergi ke Harran, Irak, dan membawa seorang perempuan
dari keluarganya. Perempuan itu adalah Rafqah binti Batuwael bin Nahur. Nahur adalah
saudara Ibrahim AS, sehingga Rafqah adalah putri kemenakan Ibrahim AS. Perempuan itu
kemudian dinikahkan dengan Ishaq. Setelah 20 tahun menikah, Ishaq dikaruniai 2 anak
kembar, yang pertama diberi nama Al-Aish, yang kedua keluar dengan memegangi kaki
saudaranya sehingga ia diberi nama Ya'qub. Nabi Ishaq AS meninggal dalam usia 180 tahun
dan dimakamkan di gua tempat ayahnya, Nabi Ibrahim AS, dimakamkan, yaitu di kota Al-
Khalil. Kisah Nabi Ishaq AS terdapat di Al Qur'an dalam surat Hûd: 69-74, Maryam: 49, dan
As-Saffât: 112-113.
10. Ya'qub AS

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Nabi Ya'qub AS adalah putra Nabi Ishaq AS, dan ia
memiliki saudara kembar bernama Aish. Ayahnya lebih menyayangi Aish saudaranya karena
ia lahir lebih dulu, sedang ibunya lebih menyayanginya karena ia lebih kecil. Ketika usianya
sudah sangat lanjut, Nabi Ishaq tak dapat melihat lagi. Ia sering dilayani oleh Aish yang
pandai berburu dan sering mendapatkan kijang. Sedang Ya'qub sangat pendiam dan lebih
senang berada di rumah mempelajari ilmu-ilmu agama. Perselisihan Ya'qub AS dengan
saudaranya
Suatu hari, Ishaq menginginkan suatu makanan, ia meminta Aish untuk mengambilkannya.
Namun atas suruhan ibunya, Ya'qublah yang lebih dulu mengambilkan makanan itu
untuknya. Setelah Ya'qub melayaninya, Ishaq lalu mendoakannya, "Mudah-mudahan engkau
menurunkan nabi-nabi dan raja-raja."
Doa nabi adalah doa yang mustajab, dan memang kita ketahui dalam sejarah bahwa
keturunan Ya'qub kelak akan melahirkan banyak para nabi dan raja. Aish yang mengetahui
bahwa saudaranya telah mendapat doa yang baik dari ayahnya menjadi iri. Ia pun marah dan
bahkan mengancam akan membunuh Ya'qub supaya keturunannya tidak ada yang menjadi
nabi dan raja.
Mengetahui hal ini, Rafqah kemudian menyuruh Ya'qub agar mengungsi ke tempat
pamannya, Laban bin Batwil, di kota Harran, Irak. Dalam perjalanan ke rumah pamannya,
Ya'qub tidak berani berjalan di siang hari karena takut akan ditemukan dan disiksa oleh
saudaranya. Ia hanya berani berjalan di malam hari, sedang bila tiba waktu siang ia
beristirahat. Oleh sebab itulah ia juga dikenal dengan nama Israil, yang artinya berjalan di
malan hari. Kelak keturunannya pun dikenal dengan nama Bani Israil. Keturunan Ya'qub AS
Laban memiliki dua orang puteri, yang pertama bernama Leah, dan yang kedua bernama
Rahel. Sebenarnya Ya'qub ingin menikah dengan Rahel, karena ia lebih cantik. Akan tetapi
Laban mengatakan bahwa bukanlah kebiasaan mereka menikahkan yang kecil sebelum yang
besar. Jika Ya'qub ingin menikahi Rahel maka ia harus menikahi Leah lebih dahulu,
kemudian bekerja selama 7 tahun kepada Laban agar dapat meminang Rahel.
Saat itu hukum menikahi dua gadis sekandung diperbolehkan. Kepada masing-masing
puterinya, Laban memberi seorang sahaya perempuan. Kepada Leah ia memberikan sahaya
perempuan bernama Zulfa, dan kepada Rahel ia memberikan sahaya perempuan bernama
Balhah. Leah dan Rahel kemudian memberikan sahaya mereka untuk diperistri pula oleh
Ya'qub, sehingga istri Ya'qub menjadi 4 orang.
Dari keempat istrinya ini Ya'qub AS memperoleh 12 orang anak lelaki.
Dari istrinya Leah, ia dikaruniai Ruben, Syam'un, Lewi, Yahuda, Yasakir, dan Zabulon.
Dari istrinya Rahel, ia dikaruniai Yusuf dan Bunyamin.
Dari istrinya Balhah, ia dikaruniai Daan dan Naftali.
Dari istrinya Zulfa, ia dikarunian Jaad dan Asyir. Putra-putra Ya'qub inilah yang merupakan
cikal bakal lahirnya Bani Israil. Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath, yang
berarti cucu-cucu.
Sibith dalam bangsa Yahudi adalah seperti suku dalam bangsa Arab, dan mereka yang berada
dalam satu sibith berasal dari satu bapak. Masing-masing anak Ya'qub kemudian menjadi
bapak bagi sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari putra-putra Ya'qub yang
berjumlah 12 orang. Dalam sibith-sibith ini kelak diturunkan para nabi, antara lain:
Sibith Lewi, di kalangan mereka terdapat Nabi Musa, Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
Sibith Yahuda, di kalangan mereka terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
Sibith Bunyamin, di kalangan mereka terdapat Nabi Yunus. Setelah lewat 20 tahun Ya'qub
tinggal bersama pamannya, ia pun meminta izin untuk kembali kepada keluarganya di
Kana'an. Saat ia hampir tiba di Kana'an, ia mengetahui bahwa Aish saudaranya telah bersiap
menemuinya dengan 400 orang, sehingga Ya'qub merasa takut dan mendoakannya serta
menyiapkan hadiah besar bagi saudaranya itu yang dikirimkan melalui orang-orang
utusannya. Lunaklah hati Aish mendapat hadiah pemberian saudaranya. Kemudian
ditinggalkannya negeri Kana'an bagi saudaranya lalu ia pergi ke Gunung Sa'ir.
Sedangkan Ya'qub, ia pergi kepada ayahnya Ishaq dan tinggal bersamanya di kota Hebron
yang dikenal dengan nama Al-Khalil. Dalam Al Qur'an, kisah Nabi Ya'qub AS secara
tersendiri tidak ditemui, namun namanya disebut dalam kaitannya dengan nabi-nabi lain,
diantaranya Nabi Ibrahim AS (kakeknya), dan Nabi Yusuf AS (putranya).
11. Yusuf AS
Putra tersayang Nabi Ya'qub AS
Nabi Yusuf AS adalah salah satu dari 12 orang putra Nabi Ya'qub AS. Rasa sayang Ya'qub
yang berlebihan terhadapnya membuat saudara-saudaranya menjadi iri hati terhadapnya.
Lebih dari itu, wajah Yusuf pun jauh lebih tampan dibandingkan dengan saudara-saudaranya
yang lain. Suatu hari Yusuf bermimpi tentang 11 bintang, matahari dan bulan, turun dari
langit dan bersujud di depannya. Ia menceritakan mimpinya ini kepada ayahnya. Ya'qub
sangat gembira mendengar cerita itu dan menyatakan bahwa Allah SWT akan memberikan
kemuliaan, ilmu, dan kenikmatan hidup yang mewah bagi putranya. Saudara-saudara Yusuf
membinasakan Yusuf
Saudara-saudara Yusuf merasa iri hati atas kelebihan kasih sayang yang dicurahkan ayah
mereka kepada Yusuf dan adiknya, Bunyamin. Mereka merencanakan persekongkolan untuk
membinasakan Yusuf. Salah satu dari mereka menyarankan agar jangan membunuhnya,
tetapi membuangnya jauh-jauh ke dalam sumur, agar ia tidak bisa kembali kepada ayahnya.
Yusuf kecil diajak bermain-main oleh kakak-kakaknya, setelah mereka berhasil membujuk
ayahnya untuk mengizinkan mereka membawa Yusuf. Saat itulah mereka melaksanakan niat
jahat mereka untuk menyingkirkan Yusuf. Ketika sampai di suatu tempat, mereka
menceburkan Yusuf ke dalam sebuah sumur yang dalam. Baju Yusuf dikoyak-koyak dan
dilumuri darah kambing. Kemudian dengan wajah sedih mereka menyampaikan berita pada
ayah mereka bahwa Yusuf telah tewas dimakan serigala. Kisah mimpi Nabi Yusuf AS dan
perbuatan saudara-saudaranya ini terdapat dalam Al Qur'an surat Yûsuf: 4-21. Kisah Yusuf
dan Zulaikha
Tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya, Yusuf ditolong oleh seorang kafilah yang lewat di
tempat itu. Ia kemudian dibawa ke Mesir untuk dijual sebagai budak hingga akhirnya dibeli
oleh keluarga pembesar Mesir yang bernama Kitfir. Wajah Yusuf yang sangat tampan itu
membuat istri pembesar yang bernama Zulaikha terpikat. Suatu ketika pada saat suaminya
tidak ada di rumah, Zulaikha mengajak Yusuf untuk berbuat tidak senonoh, akan tetapi Yusuf
menolak ajakan tsb sehingga terjadilah ketegangan. Sementara kejadian itu berlangsung,
suami Zulaikha datang dan Zulaikha memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa
Yusuf telah berlaku tidak senonoh terhadapnya. Pembesar itu sangat murka, namun belum
sempat ia berbuat sesuatu terhadap Yusuf tiba-tiba bayi yang ada di sekitar tempat itu
berbicara dengan fasihnya. Bayi itu mengatakan bahwa jika kemeja Yusuf robek di bagian
depan maka Yusuflah yang bersalah, tetapi kalau kemejanya robek di bagian belakang, maka
Zulaikha yang bersalah. Setelah pembesar itu memeriksa, ternyata yang robek adalah kemeja
bagian belakang Yusuf. Dengan demikian Yusuf pun selamat. Cerita tsb kemudian menyebar
ke masyarakat luas. Zulaikha yang merasa malu karena menjadi pembicaraan orang lalu
mengundang istri-istri para pembesar Mesir ke rumahnya. Mereka diberinya makanan yang
enak-enak serta masing-masing diberi sebilah pisau untuk mengupas buah. Ketika mereka
sibuk mengupas buah, Zulaikha menyuruh Yusuf keluar. Ketika melihat wajah Yusuf, saking
terpesonanya tanpa sadar para wanita itu mengiris jari-jari tangan mereka sendiri. Kini
mereka mengerti mengapa Zulaikha begitu terpikat pada Yusuf. Sebagian dari mereka
menyarankan Yusuf untuk menerima keinginan Zulaikha, lagipula Zulaikha sendiri adalah
wanita yang sangat cantik.
Mendengar itu, Nabi Yusuf AS berdoa agar tetap diberi keteguhan iman. Akhirnya, atas
permintaan Zulaikha yang merasa terhina, Yusuf AS dimasukkan ke dalam penjara.
Kisah ini terdapat dalam surat Yûsuf: 22-35. Kecerdasan Yusuf menafsirkan mimpi
Nabi Yusuf AS dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk menafsirkan mimpi. Saat Yusuf AS
di penjara, suatu hari dua orang teman sepenjaranya bercerita padanya tentang mimpi mereka.
yang pertama adalah kepala tukang pembuat minuman bernama Nabu, bermimpi bahwa ia
melihat dirinya memeras anggur untuk membuat arak. Orang kedua adalah kepala tukang roti
bernama Malhab, bermimpi bahwa ia melihat dirinya memikul roti di atas kepalanya, yang
mana kepalanya itu dimakan oleh burung-burung. Yusuf pun menafsirkan mimpi mereka, ia
berkata kepada kedua orang itu, "Wahai engkau kepala tukang minuman, bergembiralah,
engkau akan memberi minum tuanmu dengan khamar, yang berarti engkau akan dibebaskan
lantaran engkau tidak terbukti terlibat persekongkolan melawan raja.
Adapun engkau hai kepala tukang roti, maafkan aku dengan terpaksa aku mengatakan bahwa
engkau akan dihukum mati dengan cara disalib, dan burung-burung akan memakan sebagian
kepalamu, karena engkau terbukti terlibat persekongkolan melawan raja.
Demikian putusan Allah sebagaimana yang aku terangkan, dan itu pasti terjadi karena aku
tidak berbicara sembarangan melainkan apa yang telah diilhamkan Tuhanku kepadaku dalam
menafsirkan mimpi kalian berdua." Semua yang diramalkan Yusuf benar-benar terjadi, dan
kepala minuman akhirnya menerima kebebasannya. Saat ia akan keluar, Yusuf berpesan
padanya agar ia menceritakan kepada raja perihal keadaan dirinya. Ia ingin raja meninjau
kembali keputusannya karena sesungguhnya ia tidak bersalah. Akan tetapi karena terlalu
gembiranya tukang minuman itu sehingga ia lupa menyampaikan pesan Yusuf pada raja, dan
mengakibatkan Yusuf harus tinggal di penjara beberapa tahun lagi. Kemampuan Nabi Yusuf
AS dalam menafsirkan mimpi kedua rekannya ini diceritakan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf:
36-42. Mimpi Raja
Pada suatu hari, raja mengalami mimpi yang sangat menggelisahkan dan menakutkan dirinya.
Ia lalu mengumpulkan dukun-dukun dan orang-orang pintar untuk meminta mereka
menafsirkan mimpinya. Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah bermimpi melihat 7 ekor sapi
gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, dan aku bermimpi pula melihat 7 batang gandum
hijau dan 7 batang gandum kering, maka terangkanlah takwil mimpi itu jika kalian mampu
menafsirkannya." Orang-orang yang ada di situ terkejut mendengar mimpi raja ini. Mereka
merasa bingung dan memberikan jawaban yang tidak memuaskan dengan mengatakan bahwa
mimpi itu tidak bisa ditafsirkan karena ia hanya berupa impian yang kacau dari raja dan tidak
memiliki makna apa-apa, disamping mereka sebenarnya memang tidak memiliki pengetahuan
perihal penafsiran mimpi. Saat itu kepala tukang minuman mendengar mimpi raja dan
jawaban dari para dukun dan orang-orang pintar itu. Ia pun teringat kembali pada Yusuf.
Segera berkata ia pada hadirin yang ada di ruangan itu, "Aku sanggup memberitahu kalian
tentang arti dari mimpi ini, karena di dalam penjara ada seorang pemuda bernama Yusuf. Aku
dan kepala tukang roti pernah ditahan bersamanya. Kami pernah bermimpi dan telah
diterangkan oleh Yusuf dan terbukti kebenarannya. Apabila paduka setuju mengirimkan aku
kepada Yusuf, maka aku akan membawa penafsiran dari mimpi ini." Akhirnya diutuslah
kepala tukang minuman itu kepada Yusuf. Setelah berbincang-bincang dengan Yusuf dan
menceritakan sebab-sebab kealpaannya terhadap pesan Yusuf, ia pun mengutarakan maksud
kedatangannya.
"Hai Yusuf yang berkata benar, terangkanlah arti mimpi berikut: 7 ekor sapi gemuk dimakan
7 ekor sapi kurus, dan 7 batang gandum hijau berdekatan dengan 7 batang gandum kering.
Berilah fatwa kepadaku hai Yusuf tentang hakikat mimpi ini, supaya aku memberitahukannya
kepada orang-orang di kerajaan, barangkali mereka mengetahui keutamaan dan kedudukan
ilmumu." Yusuf pun mulai menerangkan arti mimpi raja. Bukan hanya itu, ia menerangkan
pula pemecahan kesulitan yang timbul dari arti mimpinya. Ia berkata, "Mesir akan
mengalami 7 tahun yang subur, maka pada tahun-tahun itu hendaklah kamu menanami
tanahmu dengan gandum dan sya'ir, kemudian hasil panenannya kamu simpan dalam batang-
batang gandumnya, dan jangan boros dalam pemakaian, gunakan sekedar yang dibutuhkan
saja. Setelah itu akan datang 7 tahun yang kering dimana kamu akan memakan persediaan
gandum yang kamu simpan, dan jangan pula dihabiskan, supaya dapat digunakan sebagai
bibit untuk tahun-tahun berikutnya.
Setelah lewat tahun-tahun kering ini, akan datang satu tahun yang subur dimana turun hujan
dan tanah akan menghasilkan biji-bijian yang banyak dan sari buah-buahan seperti anggur
dan zaitun." Kisah tentang mimpi raja ini diceritakan dalam surat Yûsuf: 43-49. Yusuf
dibebaskan dari penjara
Kepala tukang minuman segera menyampaikan tafsir mimpi yang telah diterangkan Yusuf
kepada raja, maka raja pun mengirim utusan untuk memanggil Yusuf dan menjelaskan
kembali secara rinci. Akan tetapi Yusuf enggan keluar dari penjara sebelum namanya
dibebaskan dari segala tuduhan yang difitnahkan kepadanya. Ia minta supaya pihak kerajaan
menyelidiki persekongkolan terhadap dirinya dan menanyai wanita-wanita yang menghadiri
jamuan makan di rumah istri pembesar bekas majikannya dulu tentang sebab-sebab
penahanannya supaya mereka menjadi saksi dalam perkaranya. Permintaan Yusuf ini
kemudian disampaikan oleh utusan kepada raja. Raja pun menyuruh para utusan untuk
memanggil wanita-wanita itu dan menjelaskan fakta yang sebenarnya. Mereka pun bersaksi
bahwa Yusuf memang tidak bersalah, dan bahwa istri pembesar Mesir, Zulaikha, itulah yang
justru merayu Yusuf. Setelah adanya kesaksian dari wanita-wanita ini, Zulaikha sendiri tidak
bisa menyangkal lagi. Akhirnya ia pun mengakui perbuatannya. Dengan demikian keluarlah
Yusuf dari penjara dengan diri yang bersih dari segala tuduhan dan fitnah. Raja kemudian
juga merehabilitasi namanya di masyarakat. Allah telah mentakdirkan kezaliman yang selama
ini diterima oleh Yusuf berganti dengan kemuliaan. Kisah ini diterangkan dalam Al-Qur'an
surat Yûsuf: 50-53. Kebenaran tentang Yusuf telah menambah kepercayaaan raja kepadanya,
sehingga ia kemudian mengangkatnya menjadi menteri yang mengurusi berbagai masalah
ekonomi dan keuangan bagi negara Mesir. Inilah balasan Allah kepada hamba-hambaNya
yang saleh.
Kisah pengangkatan Yusuf dalam kedudukan yang mulia ini diterangkan dalam surat Yûsuf:
54-57. Pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya
Takwil mimpi yang telah diterangkan Yusuf kemudian benar-benar terwujud. Pada masa 7
tahun yang subur, Yusuf telah memerintahkan rakyat Mesir untuk menyimpan kelebihan biji-
bijian dari hasil tanaman mereka. Kemudian datanglah masa paceklik pada 7 tahun
berikutnya. Timbul bencana kelaparan dan kekeringan, terutama di negeri-negeri tetangga
lantaran ketiadaan persiapan penduduk untuk menghadapinya, termasuk negeri Palestina
dimana keluarga Yusuf tinggal. Ya'qub dan anak-anaknya juga mengalami kesulitan ini. Ia
mendengar bahwa di Mesir ada persediaan makanan yang cukup, maka ia pun menyuruh
anak-anaknya, kecuali Bunyamin, untuk pergi ke Mesir dengan membawa perbekalan berupa
barang-barang dan perak serta lainnya untuk ditukar dengan gandum dan sya'ir. Tatkala
mereka telah tiba di istana kerajaan Mesir dan bertemu dengan Yusuf, melihat raut wajah
mereka dan pakaian mereka yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari Palestina, tahulah
Yusuf bahwa itu adalah saudara-saudaranya. Namun mereka tidak mengenali dirinya
dikarenakan kondisi Yusuf yang sudah jauh berubah, pakaiannya yang khusus, dan logat
bicaranya yang menggunakan bahasa Mesir kuno. Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya
layaknya seorang tamu, dan menimbang gandum dan sya'ir bagi mereka dengan takaran yang
dilebihkan, serta memberi bekal untuk perjalanan pulang mereka. Ketika mereka bersiap-siap
akan pergi, Yusuf berkata, "Bawalah kepadaku seorang lagi saudaramu yang seayah
denganmu. Jika kalian tidak membawanya, maka aku tidak akan mau menukarkan makanan
lagi bagi kalian, jika kalian kembali ke Mesir untuk kedua kalinya."
Mereka pun berkata, "Kami akan membujuk ayah kami supaya beliau mengizinkan kami
membawanya ke Mesir, dan kami tegaskan kepadamu bahwa kami akan melaksanakan
perintahmu." Ketika mereka hendak berangkat pulang, Yusuf menyuruh pelayan menyisipkan
kembali barang-barang saudaranya yang telah ditukar dengan gandum dan sya'ir itu ke dalam
karung-karung mereka tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini dimaksudkan supaya mereka
merasa senang dan berbaik sangka kepadanya, sehingga mereka akan kembali lagi ke Mesir
karena berharap akan mendapat lebih banyak lagi kebaikan darinya. Saudara-saudara Yusuf
kembali ke Palestina dan menceritakan tentang kebaikan dari menteri ekonomi Mesir serta
penghormatan yang mereka terima. Mereka juga menyampaikan permintaan menteri Mesir
itu agar mereka membawa Bunyamin jika nanti mereka hendak kembali ke Mesir.
Rupanya setelah ditinggalkan oleh Yusuf, Ya'qub sangat berduka. Setiap hari ia menangis
sampai matanya memutih dan buta. Mendengar permintaan yang disampaikan saudara-
saudara Yusuf ini, Ya'qub tidak mempercayai mereka. Namun mereka terus membujuk dan
mengatakan bahwa jika Bunyamin tidak mereka bawa, mereka tidak akan mendapatkan
makanan lagi dari menteri Mesir itu.
Mereka juga berjanji akan menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya dan tidak akan menyia-
nyiakannya.
Setelah mendengar janji putra-putranya ini, hati Ya'qub sedikit lebih tentram. Akhirnya
dengan berat hati Ya'qub pun mengizinkan mereka membawa Bunyamin. Ia juga berpesan
pada mereka supaya masuk ke kota melalui beberapa pintu agar tidak menarik perhatian.
Kisah pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 58-
67. Yusuf menahan Bunyamin
Saat mereka datang lagi ke Mesir bersama Bunyamin, Yusuf berusaha mencari kesempatan
untuk bisa berdua saja dengan Bunyamin, kemudian ia mengatakan padanya bahwa ia adalah
Yusuf, saudaranya sekandung. Ia menceritakan tentang apa yang telah dilakukan saudara-
saudaranya dulu kepadanya, dan apa yang telah terjadi padanya. Yusuf memiliki rencana
untuk bisa menahan Bunyamin lebih lama bersamanya. Ketika saudara-saudara Yusuf akan
pulang, Yusuf menyelipkan piala untuk minum raja ke dalam karung Bunyamin. Saat mereka
sudah akan berangkat, salah seorang pegawai Yusuf memanggil mereka kembali, dan
mengatakan bahwa piala raja telah hilang. Barang siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh bahan makanan seberat muatan seekor unta. Saudara-saudara Yusuf bersumpah
bahwa mereka tidak mencuri. Salah seorang pegawai Yusuf kemudian bertanya, "Apa
balasannya jika ternyata kalian berdusta?"
Mereka menjawab, "Pada siapa diketemukan barang yang hilang itu dalam karungnya, maka
dia dijadikan budak. Ini adalah balasan yang adil bagi pencuri menurut syariat Ya'qub." Maka
mulailah Yusuf dan para pegawainya memeriksa karung-karung mereka. Sengaja karung
Bunyamin diperiksa paling akhir supaya tidak timbul kecurigaan pada saudara-saudaranya
yang lain bahwa pencurian itu telah diatur.
Saat ditemukan piala itu dalam karung Bunyamin, saudara-saudara Yusuf sangat terkejut
menyaksikan hal itu. Mereka merasa malu dengan peristiwa ini, karenanya mereka berkata,
"Sesungguhnya telah mencuri pula saudaranya sebelum ini."
Tentu saja yang mereka maksud adalah Yusuf sendiri. Yusuf memahami apa yang dimaksud
saudara-saudaranya ini, dan sesungguhnya ia merasa jengkel dan kecewa terhadap mereka,
tapi sikap itu tidak diperlihatkannya. Menurut riwayat, tatkala Rahel ibu Yusuf pergi bersama
Yusuf menuju Palestina, ia membawa sebuah patung kecil milik ayahnya Laban. Laban yang
merasa kehilangan patung itu kemudian mencarinya, tapi ia tidak bisa menemukannya baik
pada Rahel maupun orang lain, karena Rahel telah menyembunyikannya di sela-sela
perlengkapan unta yang dinaikinya.
Ketika Ya'qub dan keluarganya tiba di Palestina, patung itu berada pada Yusuf dan dibuat
mainan lantaran ia menyerupai boneka yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil. Itulah
sebabnya Yusuf dituduh mencurinya dari rumah kakeknya Laban, padahal kenyataannya
tidaklah begitu. Saudara-saudara Yusuf memohon padanya agar Bunyamin dibebaskan dan
mengambil salah satu dari mereka sebagai penggantinya. Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz,
sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambilah salah
seorang di antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-
orang yang berbuat baik."
Maka Yusuf pun menjawab, "Aku tidak akan menahan seseorang, kecuali orang yang kami
ketemukan harta benda kami padanya. Jika kami menahan orang yang tidak bersalah, maka
kami termasuk orang-orang yang zalim." Saudara-saudara Yusuf merasa bingung dan putus
asa. Mereka telah berjanji pada ayah mereka untuk menjaga Bunyamin dengan sebaik-
baiknya. Sebelum ini mereka telah menyia-nyiakan Yusuf, jika sekarang mereka tidak
membawa Bunyamin pulang, pastilah ayah mereka akan marah dan tidak mempercayai
mereka.
Setelah berunding dan berbisik-bisik, berkatalah yang tertua dari mereka, "Aku tidak akan
meninggalkan Mesir sampai ayah mengizinkan aku kembali, atau Allah memberikan
keputusan kepadaku. Dan Dia adalah hakim yang paling adil."
Namun Yusuf berkata, "Kembalilah pada ayahmu, dan katakan bahwa anaknya telah
mencuri, dan bahwasanya kalian hanya menyaksikan apa yang terjadi dan tak mampu
menjaga barang yang hilang." Akhirnya saudara-saudara Yusuf pulang tanpa Bunyamin.
Dengan demikian siasat Yusuf untuk menahan adik kandungnya akhirnya berhasil. Kisah ini
diterangkan dalam surat Yûsuf: 68-82. Yusuf berkumpul kembali bersama keluarganya
Ya'qub sangat sedih mendengar kejadian yang menimpa Bunyamin. Ia tidak mempercayai
perkataan anak-anaknya dan sangat kecewa terhadap mereka. Kendati demikian, ia
memasrahkan semuanya kepada Allah SWT dan percaya bahwa Allah pasti akan
mewujudkan harapannya untuk bisa bertemu kembali dengan kedua putra tercintanya itu.
Ya'qub memerintahkan anak-anaknya untuk mencari kabar tentang Yusuf dan Bunyamin.
Putra-putranya mematuhi perintah ayah mereka, dan kembali ke Mesir. Kepada Yusuf,
mereka memohon belas kasihannya agar ia berkenan melepaskan Bunyamin. Mereka pun
mengadukan keadaan mereka yang miskin dan membutuhkan makanan dengan harapan
Yusuf mau memberi mereka bahan makanan yang cukup. Timbul rasa iba dalam hati Yusuf
mendengar keluhan saudara-saudaranya, sehingga terpikir olehnya untuk mengungkapkan
siapa dirinya yang sebenarnya supaya mereka bisa tinggal bersamanya dalam keadaan
sejahtera. Kemudian ia memanggil Bunyamin, lalu berkatalah Yusuf kepada saudara-
saudaranya, "Tahukan kalian akan buruknya perlakuan kalian kepada Yusuf dan saudaranya?
Ingatkah kalian akan perbuatan kalian memisahkan Yusuf dan ayahnya dengan
membuangnya ke dalam sumur?
Dan kepada Bunyamin, maka kalian telah membuatnya bersedih atas kehilangan saudaranya
sehingga ia pun ikut menderita." Mendengar perkataan Yusuf, mulai timbul dugaan dalam
diri saudara-saudaranya, jangan-jangan pembesar yang berbicara di hadapan mereka ini
adalah Yusuf.
Dengan berdebar-debar mereka bertanya, "Apakah engkau Yusuf?"
Yusuf menjawab, "Benar, aku Yusuf. Dan ini saudaraku Bunyamin." Maka saudara-saudara
Yusuf pun segera memohon ampun dan meminta maaf kepadanya atas kejahatan yang pernah
mereka lakukan dahulu. Dengan berlapang dada, Yusuf memaafkan kesalahan saudara-
saudaranya. Ia lalu memerintahkan mereka untuk menjemput ayahnya beserta keluarga
mereka untuk datang ke Mesir.
Mengetahui bahwa ayahnya telah kehilangan penglihatan lantaran kesedihan yang amat
sangat semenjak kepergiannya, Yusuf memberikan gamisnya untuk diusapkan ke wajah
ayahnya supaya ia dapat melihat kembali.
Setelah mengusapkan gamis Yusuf ke wajahnya, Ya'qub dapat merasakan keberadaan Yusuf
dan segera mengetahui bahwa Yusuf masih hidup. Karena gembira dengan kenyataan itu ia
pun dapat melihat kembali dengan seizin Allah. Akhirnya Yusuf pun dapat berkumpul
kembali dengan kedua orangtua dan saudara-saudaranya di Mesir. Ya'qub dan anak-anaknya
telah diliputi rasa hormat kepada Yusuf yang telah diberi kemuliaan oleh Allah. Mereka pun
memberikan penghormatan kepadanya dengan cara menundukkan kepala sesuai dengan adat
pada masa itu dalam menghormati pembesar yang berkuasa.
Melihat ini, Yusuf teringat akan mimpinya dulu ketika ia masih kecil, maka ia berkata kepada
ayahnya, "Inilah tafsir mimpiku yang dulu kuceritakan kepadamu, ketika di dalam mimpi aku
melihat 11 bintang serta matahari dan bulan bersujud kepadaku." Kisah mengharukan
berkumpulnya Yusuf dengan keluarganya ini terdapat dalam surat Yûsuf: 83-101
12. Ayyub AS

Nabi Ayyub AS adalah putra dari Aish bin Ishaq AS bin Ibrahim AS. Sebagaimana
disebutkan dalam kisah Nabi Yaqub AS, Aish adalah saudara kembar Nabi Yaqub AS, jadi
Nabi Ayyub masih kemenakan Nabi Yaqub AS dan sepupu Nabi Yusuf AS. Nabi Ayyub AS
adalah salah seorang nabi yang terkenal kaya raya, hartanya melimpah, ternaknya tak
terbilang jumlahnya. Namun demikian ia tetap tekun beribadah, gemar berbuat kebajikan,
suka menolong orang yang menderita, terlebih dari golongan fakir miskin. Keraguan iblis
terhadap ketaatan Nabi Ayyub AS
Para malaikat di langit terkagum-kagum dan membicarakan tentang ketaatan Ayyub dan
keikhlasannya dalam beribadah kepada Allah. Iblis yang mendengar pembicaraan para
malaikat ini merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayyub agar menjadi orang yang tidak sabar
dan celaka. Mula-mula iblis mencoba sendiri menggoda Nabi Ayyub agar tersesat dan tidak
bersyukur kepada Allah, namun usahanya ini gagal, Nabi Ayyub tetap tak tergoyahkan. Lalu
iblis menghadap Allah, meminta agak ia diizinkan untuk menguji keikhlasan Nabi Ayyub. Ia
berkata, "Wahai Tuhan, sesungguhnya Ayyub senantiasa patuh dan berbakti kepada-Mu,
senantiasa memuji-Mu, tak lain hanyalah karena takut kehilangan kenikmatan yang telah
Engkau berikan kepadanya, karena ia ingin kekayaannya tetap terpelihara. Semua ibadahnya
bukan karena ikhlas, cinta, dan taat kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan
kehilangan harta benda, serta anak-anak dan istrinya, belum tentu ia akan tetap taat dan ikhlas
menyembah-Mu." Allah berfirman kepada iblis, "Sesungguhnya Ayyub adalah hamba-Ku
yang sangat taat kepada-Ku. Ia sesorang mu'min sejati. Apa yang ia lakukan untuk
mendekatkan diri kepada-Ku adalah semata-mata didorong iman yang teguh kepada-Ku.
Iman dan taqwanya takkan tergoyahkan hanya oleh perubahan keadaan duniawi. Cintanya
kepada-Ku takkan berkurang walaupun ditimpa musibah apa pun yang melanda dirinya,
karena ia yakin bahwa apa yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat
Aku cabut daripadanya, atau Ku-jadikan berlipat ganda. Ia bersih dari segala tuduhan dan
prasangkamu.
Engkau tidak rela melihat hamba-hamba-Ku, anak cucu Adam, berada di atas jalan yang
lurus. Untuk menguji keteguhan hati Ayyub dan keimanannya pada takdir-Ku, Ku-izinkan
kau menggoda dan mencoba memalingkannya dari-Ku. Kerahkan seluruh pembantu-
pembantumu untuk menggoda Ayyub melalui harta dan keluarganya. Cerai beraikan
keluarganya yang rukun damai sejahtera itu. Lihatlah, sampai dimana kemampuanmu untuk
menyesatkan Ayyub hamba-Ku." Ujian dan cobaan Allah terhadap Nabi Ayyub AS
Demikianlah, iblis dan para pembantunya mulai menyerbu keimanan Ayyub. Mula-mula
mereka membinasakan hewan ternak pemeliharaan Ayyub, disusul lumbung-lumbung
gandum dan lahan pertaniannya yang terbakar dan musnah.
Iblis mengira Ayyub akan berkeluh kesah setelah kehilangan ternak dan pertaniannya, namun
ternyata Ayyub tetap berhusnuzhon (berbaik sangka) kepada Allah. Segalanya ia pasrahkan
kepada Allah. Harta adalah titipan Allah yang sewaktu-waktu dapat saja diambil kembali.
Berikutnya iblis mendatangi putra-putra Nabi Ayyub AS yang sedang berada di sebuah
gedung yang besar dan megah. Mereka menggoyang-goyangkan tiang-tiang gedung sehingga
gedung itu roboh dan anak-anak Ayyub yang berada di dalamnya mati semuanya.
Iblis mengira usahanya kali ini akan berhasil menggoyahkan iman Nabi Ayyub yang sangat
menyayangi putra-putranya itu, namun sekali lagi mereka harus kecewa. Nabi Ayyub tetap
berserah diri kepada Allah. Ia memang bersedih hati dan menangis, tapi jiwa dan hatinya
tetap kokoh dalam keyakinan bahwa jika Allah yang Maha Pemberi menghendaki sesuatu,
tak ada seorang pun yang mampu menghalangi-Nya. Iblis yang masih belum puas, lalu
menaruh baksil di sekujur tubuh Ayyub sehingga beliau menderita penyakit kulit yang sangat
menjijikkan, hingga ia dijauhi sanak famili dan tetangganya. Istri-istrinya banyak yang lari
meninggalkannya, hanya seorang saja yang tetap setia mendampinginya, yaitu Rahmah.
Lebih parah lagi, para tetangga Nabi Ayyub AS yang tidak mau ketularan penyakit yang
diderita Nabi Ayyub, mengusirnya dari kampung mereka. Maka pergilah Nabi Ayyub dan
istrinya Rahmah ke sebuah tempat yang sepi dari manusia. Waktu 7 tahun dalam penderitaan
terus-menerus memang merupakan ujian terberat bagi Ayyub dan Rahmah, namun Nabi
Ayyub tetap bersabar dan berzikir menyebut Asma Allah. Diriwayatkan bahwa istrinya
berkata, "Hai Ayyub, seandainya engkau berdoa kepada Tuhanmu, niscaya dia akan
membebaskanmu."
Namun Nabi Ayyub AS malah menjawab, "Aku telah hidup selama 70 tahun dalam keadaan
sehat, dan Allah baru mengujiku dalam keadaan sakit selama 7 tahun. Ketahuilah, itu amat
sedikit dibandingkan masa 70 tahun." Begitulah, Nabi Ayyub menerima ujian dari Allah
SWT dengan sabar dan ikhlas. Ia telah hidup dalam kenikmatan selama puluhan tahun, maka
ia merasa malu untuk berkeluh kesah kepada Allah SWT atas kesengsaraan yang hanya
beberapa tahun. Sakit Nabi Ayyub membuat tidak ada lagi anggota badannya yang utuh
kecuali jantung/hati dan lidahnya. Dengan hati dan lidahnya ini, Nabi Ayyub AS tak pernah
berhenti berzikir kepada Allah, baik di waktu pagi, siang, sore dan malam hari. Untuk
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Rahmah terpaksa bekerja pada suatu pabrik roti.
Pagi ia berangkat, sorenya ia kembali ke rumah pengasingan. Namun lama-kelamaan
majikannya mengetahui bahwa Rahmah adalah istri Nabi Ayyub yang memiliki penyakit
berbahaya. Mereka khawatir Rahmah akan membawa baksil yang dapat menular melalui roti,
oleh sebab itu mereka kemudian memecatnya. Rahmah yang setia ini masih memikirkan
suaminya. Ia meminta agar majikannya berkenan memberinya hutang roti, tetapi
permintaannya ini ditolak. Majikannya hanya mau memberinya roti jika ia memotong gelung
rambutnya yang panjang, padahal gelung rambut itu sangat disukai suaminya. Namun demi
untuk mendapatkan roti, Rahmah akhirnya setuju dengan usul majikannya itu. Ternyata,
perbuatannya itu membuat Ayyub menduga bahwa ia telah menyeleweng. Akhirnya pada
suatu hari, mungkin karena sudah tidak tahan dengan penderitaan yang terus-menerus
dihadapi, Rahmah pamit untuk meninggalkan suaminya. Ia beralasan ingin bekerja agar dapat
menghidupi suaminya. Nabi Ayyub melarangnya, tapi Rahmah tetap bersikeras sembari
berkeluh kesah. Sesungguhnya tindakan Rahmah ini pun tak lepas dari peranan iblis yang
menghasutnya untuk meninggalkan suaminya Ayyub. Mendengar keluh kesah istrinya,
berkatalah Ayyub, "Kiranya kau telah terkena bujuk rayu iblis, sehingga berkeluh kesah atas
takdir Allah. Awas, kelak jika aku telah sembuh kau akan kupukul seratus kali. Mulai saat ini
tinggalkan aku seorang diri, aku tak membutuhkan pertolonganmu sampai Allah menentukan
takdir-Nya." Dengan demikian tinggallah kini Nabi Ayyub seorang diri setelah ia mengusir
Rahmah istrinya. Di tengah kesendiriannya, Nabi Ayyub AS bermunajat kepada Allah SWT
dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih-Nya. Allah SWT menerima doa Nabi
Ayyub AS yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi
ujian dan cobaan. Berfirmanlah Ia kepada Nabi Ayyub, "Hantamkanlah kakimu ke tanah.
Dari situ akan memancar air yang dengannya kau akan sembuh dari penyakitmu.
Kesehatanmu akan pulih jika kau mempergunakannya untuk minum dan mandi." Setelah
meminum dan mandi dengan air itu, Ayyub pun sembuh seperti sedia kala. Sementara itu
Rahmah istrinya yang telah pergi meninggalkannya, rupanya lama-kelamaan merasa kasihan
dan tak tega membiarkan suaminya seorang diri. Ia datang untuk menjenguk, namun ia tak
mengenali lagi suaminya, karena kini Nabi Ayyub tampak lebih sehat, lebih segar, dan lebih
tampan. Nabi Ayyub sangat gembira melihat istrinya kembali, namun ia teringat sumpahnya
yaitu ingin memukul istrinya seratus kali. Ia harus melaksanakan sumpah itu, tapi ia bimbang
karena bagaimanapun istrinya telah turut menderita sewaktu bersamanya 7 tahun ini. Tegakah
ia memukulnya seratus kali? Allah mengetahui kebimbangan yang dirasakan Nabi Ayyub
AS. Maka datanglah wahyu Allah kepada Nabi Ayyub, "Hai Ayyub, ambillah lidi seratus
batang dan pukullah istrimu sekali saja. Dengan demikian tertebuslah sumpahmu."
Nabi Ayyub merasa lega dengan jalan keluar yang diwahyukan Allah itu. Dengan lidi seratus,
dipukulnya istrinya dengan satu kali pukulan yang sangat pelan, maka sumpahnya telah
terlaksana. Berkat kesabaran dan keteguhan imannya, Nabi Ayyub AS dikaruniai lagi harta
benda yang melimpah ruah. Dari Rahmah, ia kemudian memperoleh anak bernama Basyar
yang kemudian hari menjadi seorang nabi yang dikenal dengan nama Zulkifli. Kisah Nabi
Ayyub AS ini merupakan teladan bagi hamba-hamba-Nya dalam hal kesabaran dan
keteguhan iman. Riwayat Nabi Ayyub AS terdapat dalam surat Al-Anbiyâ: 83-84 dan surat
Sâd: 41-44.
13. Zulkifli AS

Nama aslinya ialah Basyar, anak Nabi Ayyub AS dari istrinya Rahmah. Seperti ayahnya,
Zulkifli juga mempunyai sifat yang sabar dan teguh dalam pendirian. Ia hidup di sebuah
negara yang dipimpin oleh seorang Raja yang arif bijaksana. Pada suatu hari Raja tsb
mengumpulkan rakyatnya dan bertanya, "Siapakah yang sanggup berlaku sabar, jika siang
berpuasa dan jika malam beribadah?" Tak ada seorang pun yang berani menyatakan
kesanggupannya. Akhirnya anak muda bernama Basyar mengacungkan tangan dan berkata ia
sanggup melakukan itu.
Sejak saat itulah ia dipanggil dengan Zulkifli yang artinya sanggup. Nabi Zulkifli AS juga
seorang raja. Di waktu malam ia beribadah dan di waktu siang ia berpuasa. Ia juga diangkat
menjadi hakim. Tidurnya di waktu malam sangat sedikit sekali. Pada suatu malam, ketika ia
hendak pergi tidur ada seorang tamu yang hendak mengganggunya. Mestinya saat itu adalah
saat beristirahat bagi Zulkifli, tapi ia melayani tamunya dengan sabar.
"Ada apakah saudara kemari di malam hari?" tanya Zulkifli.
"Hamba seorang musafir, barang-barang hamba dirampok di perjalanan", jawab tamu itu.
"Datanglah besok pagi atau petang hari," kata Zulkifli. Namun besok paginya orang itu tidak
datang, padahal Zulkifli sudah menunggunya di ruang sidang. Petang harinya orang itu juga
tidak datang, padahal ia telah menyatakan bersedia untuk datang.
Malam harinya, ketika Zulkifli sedang bersiap-siap untuk tidur, orang itu datang lagi.
"Mengapa waktu sidang dibuka kau tidak datang?" tanya Zulkifli.
"Orang yang merampok saya cerdik Tuanku. Jika waktu sidang dibuka, barang saya
dikembalikan, jika sidang hendak ditutup, barang saya dirampasnya lagi", jawab orang itu.
Pada suatu malam, Raja Zulkifli sangat mengantuk. Ia telah berpesan pada penjaga agar
menutup semua pintu dan menguncinya. Saat ia hendak membaringkan diri, terdengar suara
pintu kamarnya diketuk orang.
"Siapa yang masuk?" tanya Zulkifli pada prajurit penjaganya.
"Tidak ada seorang pun Tuanku", jawab prajurit penjaganya dengan nada heran. Jelas tadi ia
mendengar suara pintu diketuk. Lalu diperiksanya sekeliling rumah, ternyata ia menemukan
seseorang. Ia merasa heran, jelas semua pintu telah terkunci rapat. Bagaimana orang itu bisa
masuk?
"Kau bukan manusia, kau pasti iblis!" kata Zulkifli.
"Ya, aku memang iblis yang ingin menguji kesabaranmu. Ternyata memang benar, kau orang
yang dapat memenuhi kesanggupanmu dulu." Memang demikianlah adanya. Zulkifli adalah
Nabi yang sabar, selalu mempergunakan akal sehatnya, tidak pernah marah kepada para
tamunya. Dikisahkan bahwa suatu hari terjadi peperangan antara negerinya dengan
pemberontak yang durhaka kepada Allah. Raja Zulkifli memerintahkan prajurit dan
rakyatnya untuk pergi ke medan juang. Tapi apa yang terjadi? Ternyata rakyatnya takut
berperang. Mereka takut mati.
Rakyatnya hanya mau berperang jika Zulkifli mau mendoakan kepada Allah agar Allah
menjamin hidup mereka, agar mereka tidak mati. Mendengar itu Zulkifli tidak lantas marah,
bahkan ia pun bersedia memenuhi permintaan rakyatnya untuk berdoa kepada Allah. Maka
Allah mewahyukan kepadanya, "Aku telah mengetahui permintaan mereka, dan aku
mendengar doamu. Semua itu akan Kukabulkan." Akhirnya dalam peperangan itu mereka
memperoleh kemenangan, dan sesuai janji Allah, tidak satu pun dari mereka yang mati di
medan juang. Nama Nabi Zulkifli hanya 2 kali disebut dalam Al Qur'an, yaitu dalam surat
Al-Anbiyâ ayat 85 yang artinya: "Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua
mereka termasuk orang-orang yang sabar." dan surat Sâd ayat 48 yang artinya: "Dan ingatlah
akan Ismail, Ilyasa, dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik." 14.
Syu'aib AS
Syu'aib adalah salah satu dari 4 nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Saleh, dan
Muhammad SAW. Ia seorang nabi yang dijuluki juru pidato karena kecakapan dan
kefasihannya dalam berdakwah. Nabi Syu'aib AS diutus ke tengah kaum Madyan yang
tinggal di Ma'an, suatu daerah di pinggir Syam (sekarang Suriah), yang berbatasan dengan
Hijjaz dan dekat Danau Luth. Sesuai namanya, bangsa Madyan adalah bangsa Arab yang
bernasab dari Madyan bin Ibrahim AS.
Kaum ini menyembah Aikah, yaitu sebidang tanah padang pasir yang ditumbuhi sejumlah
pohon. Dakwah Nabi Syu'aib AS pada kaum Madyan
Masyarakat Madyan terkenal korup dan menjalankan praktek-praktek perdagangan yang
curang. Mereka menggunakan alat ukur yang besar kalau membeli dan menggunakan alat
ukur yang kecil kalau menjual, sehingga kekayaan bertumpuk pada segelintir orang saja.
Dalam kondisi demikian, Nabi Syu'aib AS memperingatkan kaumnya agar meninggalkan
praktek-praktek yang curang itu, tetapi ia ditanggapi dengan kasar, bahkan mereka
mengancam akan menyiksa dan merajamnya jika ia tidak mau menghentikan dakwahnya.
Akhirnya Nabi Syu'aib AS dan pengikutnya pindah ke negeri lain, karena penduduk Madyan
sudah tidak bisa diharapkan lagi. Beberapa saat setelah Nabi Syu'aib dan pengikutnya pergi,
tiba-tiba penduduk Madyan dikejutkan oleh adanya gempa maha dahsyat sehingga mereka
mati bergelimpangan. Berdakwah pada kaum Ashabul Aikah
Nabi Syu'aib dan pengikutnya pindah ke negeri Aikah sesuai petunjuk Allah SWT yang
memang menugaskannya berdakwah disana. Ternyata penduduk Aikah juga sama
durhakanya dengan penduduk Madyan. Mereka menolak ajakan Nabi Syu'aib untuk
menyembah Allah. Mereka bahkan mengejek dan menantang Nabi Syu'aib agar
mensegerakan azab yang dijanjikan Allah. Karena kedurhakaan mereka ini, akhirnya turunlah
azab Allah SWT berupa iklim panas yang membakar dan menyesakkan dada. Dengan sia-sia
kaumnya lari kesana-kemari mencari tempat perlindungan.
Saat mereka kebingungan, tiba-tiba muncul segumpal awan hitam. Orang-orang menyangka
bahwa itu adalah awan pertolongan. Ketika kaum durhaka itu bernaung di bawahnya, tiba-
tiba awan itu mengeluarkan gemuruh yang dahsyat dan menghancurkan mereka semua.
Binasalah kaum yang durhaka itu. Satu pun tak ada yang tersisa. Hanya Nabi Syu'aib AS dan
para pengikutnya yang bisa selamat berkat rahmat dan perlindungan Allah SWT. Kisah Nabi
Syu'aib AS diceritakan dalam surat Asy-Syu'arâ': 176-191, Hûd: 84-95, Al-A'râf: 85-93, dan
Al-Hijr: 78-79 15. Musa AS
Nabi Musa AS diutus untuk berdakwah di negeri Mesir, dan mengajak Bani Israil
menyembah Allah SWT. Musa dan Harun adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya'qub AS yang
tinggal di Mesir sejak Nabi Yusuf berkuasa disana. Mesir saat itu dikuasai oleh Fir'aun.
Penduduknya terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk asli Mesir yang disebut sebagai orang
Qubti, dan orang Israil, yaitu keturunan Nabi Ya'qub AS.
Kebanyakan orang Qubti menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil hanya
berkedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan pesuruh. Firaun memerintah dengan tangan
besi. Ia diktator bengis yang tidak berperi kemanusiaan. Mabuk dan rakus kekuasaan,
sampai-sampai ia berani menyebut dirinya sebagai Tuhan. Kekejaman Fir'aun membunuh
bayi laki-laki
Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun peramalnya mimpi itu diartikan dengan
akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas kekuasaan raja.
Seketika itu Fir'aun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk membunuh setiap bayi laki-
laki yang lahir. Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS, merasa
sangat gelisah karena begitu ketatnya penyelidikan para petugas. Suatu ketika ibu Musa
mendapat petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang berusia 3 bulan dimasukkan ke
dalam kotak lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa bayinya pasti akan
selamat, bahkan Yukabad kelak tetap akan dapat merawatnya. Isyarat itu dilaksanakan
dengan penuh ketabahan dan tawakal. Kakak Musa diperintahkan untuk mengikuti kemana
peti itu hanyut dan di tangan siapakah Musa nanti ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tiba-
tiba tersangkut di pohon dan berhenti di belakang rumah Fir'aun. Puteri Fir'aun menemukan
peti tsb, dan ia adalah seorang yang berpenyakit belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak
penyakitnya sembuh. Dengan perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri
Fir'aun, dan memberitahu apa yang telah terjadi. Asiah mengambil bayi itu dan berniat untuk
memeliharanya. Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Namun lantaran
takut Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan istrinya, tetapi Asiah tetap
bersikeras untuk memeliharanya karena ia sudah lama mendambakan anak. Bayi itu oleh
Asiah diberi nama Musa, yang artinya air dan pohon (mu = air, sa = pohon). di antara
sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi Musa hanya mau menyusu pada Yukabad,
sehingga Asiah akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa. Dengan
demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap akan mendapatkan kembali bayinya
terpenuhi.
Kisah ini dapat ditemui dalam surat Al-Qasas: 4-13. Musa meninggalkan Mesir
Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa dikembalikan lagi ke istana Fir'aun. Ia
dipelihara sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian seperti Fir'aun, mengendarai
kendaraan Fir'aun, sehingga ia dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun. Walaupun dididik
dalam tradisi istana, sejak kecil Musa memahami bahwa ia bukan anak Fir'aun melainkan
keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena prihatin terhadap nasib rakyat yang dianiaya
oleh keluarga raja dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk membela kaumnya yang
lemah. Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota kaumnya yang berkelahi
melawan seorang dari golongan Fir'aun menyebabkan yang terakhir ini tewas. Seorang saksi
yang melihat kejadian itu lalu melaporkan pada Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela
orang Israil, Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap Musa. Akhirnya Musa
melarikan diri dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan memohon
ampun kepada Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun.
Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 14-21. Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal
Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke Madyan harus ditempuh berjalan kaki selama 8 hari. Karena
kelelahan dan merasa lapar, Musa beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempatnya
beristirahat, ia melihat dua orang gadis berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur
guna memberi minum ternak yang mereka gembalakan. Kedua gadis itu berebutan dengan
sekelompok pria-pria kasar yang tampak tidak mau mengalah.
Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis tsb. Laki-laki kasar tadi mencoba
melawan Musa, tapi Musa dapat mengalahkan mereka. Musa menikah
Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi Syu'aib AS. Mereka lalu melaporkan kejadian
yang telah dialami bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib lalu menyuruh kedua putrinya
untuk mengundang Musa datang ke rumah mereka. Musa memenuhi undangan itu. Keluarga
Syu'aib sangat senang melihat Musa. Sikapnya sopan dan tampak sekali ia seorang pemuda
bermartabat dari kalangan bangsawan. Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa
pembunuhan yang telah dilakukannya, yang menyebabkan ia terusir dari Mesir. Syu'aib
menyarankan agar ia tetap tinggal di rumahnya agar terhindar dari kejaran orang-orang
Fir'aun. Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai syarat
mas kawin, Musa diminta bekerja menggembalakan ternak-ternak milik Nabi Syu'aib selama
8 tahun. Musa menyanggupi syarat tsb, bahkan ia menggenapkan masa kerjanya menjadi 10
tahun. Ia menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu, nampaklah oleh keluarga Syu'aib
bahwa Musa adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan. Tak salah jika
Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai menantu.
Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya. Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya
mendapat pelindung yang dapat dipercaya. Kisah tentang hal ini terdapat dalam surat Al-
Qasas: 22-28. Musa kembali ke Mesir
Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali ke sana bersama istrinya.
Musa sadar, tidak mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan mencarinya, oleh sebab itu
ia dan istrinya tidak berani melalui jalan biasa melainkan memilih jalan memutar. Sampai
suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh untuk meneruskan
perjalanan ke Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api terang benderang di atas sebuah
bukit. Musa berkata kepada istrinya, "Tunggu disini, aku akan mengambil api itu untuk
menerangi jalan kita."
Tatkala Musa menghampiri api tsb, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa! Aku ini
adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di
lembah suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku." Inilah wahyu pertama yang
diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan diterimanya wahyu ini, maka Musa telah
diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah SWT memberinya mukjizat berupa
tongkat yang bisa berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat bersinar putih cemerlang
setelah dikepitkan di ketiaknya.
Kisah ini dapat dilihat pada surat Tâhâ: 9-23. Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS
untuk berdakwah kepada Fir'aun. Musa masih merasa takut karena dulu ia pernah membunuh
orang Mesir, namun Allah menjanjikan perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya.
Untuk lebih memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada Allah agar ia ditemani oleh
Harun, saudaranya, karena Harun amat cakap dalam berbicara dan berdebat. Permintaan
Musa dikabulkan. Harun yang masih berada di Mesir digerakkan hatinya oleh Allah sehingga
ia berjalan menemui Musa. Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas: 32-35 dan surat Tâhâ:
42-47. Akhirnya bersama-sama Harun, Musa menghadap Fir'aun. Ia mengadakan dialog
dengan Fir'aun tentang Tuhan. Namun Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan mengejek
Musa tak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di istana Mesir, tapi kini ia malah berbalik
menentang Fir'aun. Musa menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena ulah Fir'aun
sendiri. Seandainya Fir'aun tidak memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak mungkin ia
dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan diangkat anak oleh istri Fir'aun.
Musa tidak merasa berhutang budi pada Fir'aun. Musa mengatakan bahwa sesungguhnya
Fir'aun bukanlah Tuhan. Ada Tuhan lain yang berhak disembah, Tuhan nenek moyang
mereka, Tuhan seluruh alam semesta. Fir'aun sangat murka dan meminta Musa untuk
menunjukkan tanda-tanda kebesaran Tuhan. Keberhasilan Musa melawan ahli-ahli sihir
Fir'aun
Di depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat menunjukkan mukjizatnya menghadapi ahli-
ahli sihir Fir'aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir Fir'aun untuk mempertunjukkan
kebolehan mereka lebih dulu. Mereka lalu melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya. Tak
lama kemudian tali-tali dan tongkat-tongkat itu berubah menjadi ular yang ribuan ekor
banyaknya. Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para ahli sihirnya. Masyarakat
yang hadir disana juga terkagum-kagum. Dengan tenang Musa melemparkan tongkatnya,
tongkat itu segera berubah menjadi ular yang sangat besar dan langsung melahap ular-ular
para ahli sihir Fir'aun. Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh ular Nabi Musa.
Para ahli sihir itu terbelalak heran. Apa yang diperlihatkan Musa bukanlah seperti sihir yang
mereka pelajari dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli sihir tsb berlutut kepada Musa, dan
menyatakan diri sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka bertaubat dan hanya akan
menyembah Allah saja.
Kisah ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'arâ': 18-51 Fir'aun sangat murka melihat
pembelotan para ahli sihir yang telah bertaubat itu. Ia mengancam akan menyiksa mereka
dengan siksaan yang sangat kejam, namun para ahli sihir itu tetap memilih menjadi pengikut
Musa. Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka, serta
menyalib mereka di batang pohon kurma. Mereka pun menerimanya dengan sabar dan tetap
beriman kepada Allah. Jumlah mereka saat itu 70 orang. Azab bagi Fir'aun dan pengikutnya
Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa AS memperoleh pengikut yang lebih
banyak. Fir'aun menjadi semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS senantiasa
menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi kesewenang-wenangan Fir'aun. Fir'aun pun
tak henti-hentinya mengejek dan menghina Musa. Karena semakin lama tindakan Fir'aun
makin merajalela, Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT agar Fir'aun dan pengikutnya
diberi azab. Allah SWT mengabulkan doa Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan.
Selain itu wilayah Mesir dilanda kemarau panjang. Banyak panen yang gagal, tanaman dan
pepohonan banyak yang mati, disusul badai topan yang merobohkan rumah-rumah mereka.
Jutaan belalang berdatangan menyerbu hewan dan perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah
kemarau, muncul banjir besar. Akibat banjir itu kemudian juga muncul wabah penyakit.
Anak laki-laki bangsa Mesir mendadak mati, tak terkecuali anak-anak Fir'aun sendiri,
termasuk putra mahkota. Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa AS untuk memohon agar
azab itu dicabut dari mereka dengan janji mereka akan beriman. Namun ketika Allah SWT
mengabulkan permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya.
Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu'minûn: 26, Az-Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89, dan
Al-A'râf: 130-135. Peristiwa Laut Merah terbelah
Bani Israil yang makin menderita karena ulah Fir'aun dan pengikutnya meminta Nabi Musa
AS untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu dari Allah agar
mengajak kaumnya pergi meninggalkan Mesir, Musa lalu membawa kaumnya ke
Baitulmakdis. Mereka pergi secara diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi Laut
Merah, mereka baru menyadari bahwa tentara Fir'aun mengejar mereka. Para pengikut Musa
sangat panik karena tidak bisa lari kemana pun. Saat itulah turun wahyu agar Musa
memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah hingga terbentang jalan bagi Musa dan
pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya mengejar rombongan itu, namun
ketika Musa dan pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir'aun dan tentaranya masih di
tengah laut, atas perintah Allah laut pun kembali menutup hingga Fir'aun dan pasukannya
tenggelam. Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun sempat bertaubat dan
menyatakan diri beriman kepada Allah. Namun taubat menjelang ajal yang dilakukan oleh
Fir'aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima oleh Allah, sehingga matilah ia dalam
keadaan tetap kafir. Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-79, Asy-Syu'arâ: 60-68,
dan Yûnus: 90-92. Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana disebutkan dalam Al-
Qur'an surat Yûnus: 92, sebagai tanda bagi umat yang kemudian. Ini telah terbukti dengan
diketemukannya mummi Fir'aun (Pharaoh) di Mesir pada abad ke-20 M. Karunia bagi Bani
Israil
Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja. Saat mereka haus, Musa memukulkan
tongkatnya ke batu. Dari batu tsb, memancarlah 12 mata air, sesuai dengan jumlah suku
(sibith) Bani Israil, sehingga masing-masing suku memiliki mata air sendiri.
Di Gurun Sinai yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada pohon untuk berteduh,
maka Allah menaungi mereka dengan awan.
Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis, mereka pun meminta Musa memohon
pada Allah SWT agar diberikan makanan dan minuman, maka Allah menurunkan kepada
mereka Manna dan Salwa. Manna adalah makanan yang turun dari udara seperti turunnya
embun, turun di atas batu dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu. Sedang Salwa
adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong silih berganti sampai-sampai
hampir menutupi bumi lantaran banyaknya. Mendapat karunia dan rezki yang demikian
melimpahnya dari Allah, Bani Israil bukannya bersyukur, malah mereka meminta makanan
dari jenis yang lain lagi. Disinilah mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat kufur terhadap
nikmat Allah. Berbagai tuntutan dan permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat
Al-A'râf: 160 dan Al-Baqarah: 61. Turunnya kitab Taurat
Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa AS memohon untuk diberikan kitab suci
sebagai pedoman. Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS untuk berpuasa selama 30
hari dan pergi berkhalwat ke Bukit Thur Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Musa
meminta Harun menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya. Setelah berpuasa selama 30
hari, Allah memerintahkannya berpuasa 10 hari lagi untuk menggenapkan ibadahnya menjadi
40 hari. Setelah itu Allah berbicara kepadanya dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga
Musa pun memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Dalam kesempatan
bermunajat di Bukit Thursina ini, timbul kerinduan Musa untuk bertemu Allah SWT. Ia pun
meminta agar Allah SWT mengizinkan dirinya untuk melihat Zat-Nya. Allah SWT
mengatakan bahwa ia telah meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah SWT
kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah bukit. Allah akan menampakkan
wujudnya kepada bukit itu. Jika bukit itu tetap tegak berdiri, maka Musa dapat melihat-Nya,
namun jika bukit yang lebih besar darinya itu tak mampu bertahan, maka lebih-lebih lagi
dirinya. Ketika Musa mengarahkan pandangan ke bukit tsb, seketika itu juga bukit itu hancur
luluh. Melihat itu Musa merasa terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan. Setelah sadar, ia
bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun kepada Allah SWT atas kelancangannya.
Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat sebagai kitab suci yang berupa kepingan-
kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah kepada Allah
SWT. Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'râf:
142-145. Patung anak sapi
Sepeninggal Nabi Musa AS, Bani Israil dihasut oleh seorang munafik bernama Samiri.
Karena keyakinan tauhid mereka yang memang belum terlalu tebal, dengan mudah mereka
termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat patung anak sapi yang disembah sebagai tuhan
mereka. Sebelum pergi ke bukit Thursina, Musa berkata kepada kaumnya bahwa ia akan
meninggalkan mereka tidak lebih dari 30 hari. Ketika Allah memerintahkannya untuk
menambah ibadahnya 10 hari lagi sehingga bertambah lama kepergiannya, maka mereka
menganggapnya telah melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani Israil bahwa
keterlambatan Musa ini disebabkan karena mereka telah membuat marah Tuhan dengan
mengambil perhiasan-perhiasan dari kuburan orang-orang Mesir. Maka untuk meminta
ampun kepada Tuhan dan agar Musa mau kembali pada mereka, mereka harus melemparkan
perhiasan-perhiasan tsb ke dalam api. Mereka pun percaya dengan hasutan Samiri. Para
wanita-wanita Bani Israil lalu melemparkan perhiasan-perhiasan emas mereka ke dalam api.
Dari emas yang terkumpul itu Samiri lalu membuat patung anak sapi. Dengan teknik khusus,
ia membuat angin bisa masuk dan menimbulkan suara dari mulut patung itu sehingga seolah-
olah patung itu dapat berbicara. Kemudian Samiri menyuruh Bani Israil untuk
menyembahnya. Nabi Harun AS tidak berdaya menghadapi kaumnya yang kembali murtad
itu. Ketika Nabi Musa AS kembali, ia sangat marah dan bersedih hati melihat perilaku
kaumnya. Mula-mula ia pun marah kepada Harun yang dianggapnya tidak bisa menjaga
kaumnya dengan baik, namun setelah mendengar penjelasan dari Harun, ia pun tenang
kembali. Ia mengusir Samiri dan menjelaskan pada kaumnya tentang perbuatan mereka yang
salah. Sebagai hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah, jika ia disentuh atau menyentuh
manusia, maka badannya akan menjadi panas demam. Itulah azab Samiri di dunia, seumur
hidupnya ia tidak bisa berhubungan dengan siapa pun. Setelah Samiri pergi, Musa membakar
patung anak sapi sembahan Bani Israil dan membuang abunya ke laut. Allah SWT kemudian
memerintahkan Musa AS agar membawa sekelompok kaumnya untuk memohon ampun atas
dosa mereka menyembah patung anak sapi. Musa mengajak 70 orang terpilih dari Bani Israil
ke Bukit Thursina. Setelah mereka berpuasa menyucikan diri, muncullah awan tebal di bukit
itu. Nabi Musa AS dan rombongannya memasuki awan gelap itu dan bersujud. Ketika
bersujud, 70 orang itu mendengar percakapan antara Nabi Musa AS dengan Allah SWT.
Timbul keinginan mereka untuk melihat Zat Allah. Bahkan mereka menyatakan tidak akan
beriman sebelum melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh mereka tersambar halilintar hingga
mereka pun tewas. Nabi Musa AS memohon agar kaumnya diampuni dan dihidupkan
kembali. Maka Allah SWT pun membangkitkan kembali 70 orang pengikut Musa itu. Musa
lalu menyuruh mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab Taurat sebagai pedoman
hidup, dan beriman kepada Allah SWT.
Cerita ini terdapat dalam Al Qur'an surat Al-A'râf: 149-155 dan Al-Baqarah: 55, 56, 63, 64.
Sapi Betina (Al Baqarah)
Suatu hari terjadi peristiwa pembunuhan di antara kaum Nabi Musa. Untuk mengetahui siapa
pembunuh orang tsb, atas petunjuk Allah SWT, Musa memerintahkan kaumnya untuk
mencari seekor sapi betina. Dengan lidah sapi itu nantinya mayat yang terbunuh akan dipukul
dan akan hidup lagi atas kehendak dan izin dari Allah SWT. Kaum Bani Israil sebenarnya
enggan melaksanakan perintah ini, karenanya mereka sangat cerewet dan banyak bertanya
dengan harapan supaya Allah SWT akhirnya membatalkannya, sebagaimana dikisahkan
dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah: 67-71. Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada
kaumnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. Mereka
berkata: Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan? Musa menjawab: Aku
berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil. (QS.
2:67)
Mereka menjawab: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar dia menerangkan
kepada kami, sapi betina apakah itu? Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu. Maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. (QS. 2:68)
Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan kepada
kami apa warnanya. Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang
yang memandangnya. (QS. 2:69)
Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan kepada
kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi
kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi
itu). (QS. 2:70)
Musa berkata: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang
belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak
bercacat, tidak ada belangnya. Mereka berkata: Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat
sapi betina yang sebenarnya. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka
tidak melaksanakan perintah itu. (QS. 2:71)
Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina diambil karena dalam surat ini terdapat kisah
penyembelihan sapi betina. Dapat dilihat pada ayat-ayat tsb bahwa sikap Bani Israil yang
cerewet justru telah menyulitkan mereka sendiri. Seandainya ketika diperintahkan pertama
kali mereka langsung melaksanakannya, tentulah mereka tidak akan repot, tetapi mereka
malah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang rumit sehingga hampir saja mereka tidak
dapat menemukan sapi sesuai ciri-ciri yang diterangkan oleh Musa. Begitu sapi sudah
diperoleh, mereka lalu menyembelihnya dan lidah sapi itu dipukulkan ke tubuh mayat orang
yang terbunuh. Seketika itu ia menjadi hidup kembali dan menceritakan bahwa ia telah
dibunuh oleh sepupunya sendiri. Allah mengharamkan tanah Palestina bagi Bani Israil
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS membawa kaumnya ke Palestina, tempat suci
yang telah dijanjikan bagi Nabi Ibrahim AS sebagai tempat tinggal anak cucunya. Bani Israil
yang telah mendapat berbagai karunia dari Allah SWT adalah kaum yang keras kepala dan
tidak bersyukur. Sebelum mengajak kaumnya berhijrah, Musa mengutus perintis jalan untuk
menyelidiki tentang penduduk penghuni Palestina. Ketika kembali, para perintis jalan itu
mengabarkan bahwa tanah suci tsb dihuni oleh suku Kana'an yang kuat-kuat, dan kota-
kotanya memiliki benteng yang kokoh. Mengetahui hal itu, merasa gentarlah Bani Israil dan
tidak mau mematuhi perintah Musa untuk menyerang. Mereka hanya mau kesana jika suku
itu telah disingkirkan terlebih dahulu. Nabi Musa AS sangat marah terhadap sikap kaumnya
itu, karena sikap tsb mencerminkan bahwa mereka belum benar-benar beriman kepada Allah
SWT, padahal Allah SWT telah berjanji bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan
mampu mengalahkan suku Kana'an. Di antara Bani Israil itu, ada 2 orang bertakwa yang
menasihati mereka agar masuk dari pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan tetapi Bani
Israil menolak nasihat itu dan melontarkan kepada Musa kalimat yang menunjukkan
pembangkangan dan sifat pengecut, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah,
sementara kami menunggu di sini." Habislah kesabaran Musa. Ia lalu memanjatkan doa agar
Allah SWT memberikan putusan-Nya atas sikap kaumnya. Sebagai hukuman bagi Bani Israil
yang menolak perintah Allah SWT, Allah SWT mengharamkan wilayah Palestina selama 40
tahun bagi mereka. Mereka akan tersesat, padahal tanah yang dijanjikan sudah ada di depan
mata. Selama itu mereka akan berkeliaran di muka bumi tanpa memiliki tempat bermukim
yang tetap. Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Maidah: 20-26. Pertemuan Musa dengan orang
saleh
Pada suatu kesempatan berkhutbah di hadapan kaumnya, Nabi Musa AS mengatakan bahwa
dirinyalah yang paling pandai dan berpengetahuan. Allah SWT menegur sikapnya ini dan
berfirman, "Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba di tepi laut yang lebih pandai
darimu."
Berkatalah Musa, "Wahai Tuhanku, apa yang harus kuperbuat untuk bertemu dengannya?"
Allah berfirman, "Ambillah seekor ikan kecil dan letakkan di dalam keranjang. Dimanapun
engkau kehilangan ikan itu, maka disitulah ia berada." Musa melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengambil seekor ikan kecil, kemudian ia pergi dengan
ditemani seorang sahayanya. Saat mereka tiba di pertemuan antara dua buah laut, mereka
duduk sejenak untuk beristirahat. Tertidurlah mereka, sementara saat itu turun hujan sehingga
ikan yang mereka bawa dapat melompat dan meluncur ke laut. Sahaya Musa mengetahui hal
ini, namun ia lupa memberitahukannya kepada Musa. Mereka terus melanjutkan perjalanan.
Ketika mereka merasa lapar dan hendak makan, saat itulah sahaya Musa teringat akan ikan
yang hilang itu, maka ia pun memberitahu Musa. Mendengar itu Musa sangat gembira.
"Inilah yang kita cari. Mari kita kembali untuk mengikuti jejak dimana ikan itu hilang."
Belum sampai di tempat yang dituju, Musa telah bertemu dengan orang yang dimaksud.
Hamba Allah SWT yang saleh itu dikenal dengan nama Nabi Khidir AS. Nabi Musa AS yang
ingin belajar dari hamba-Nya yang saleh itu meminta agar diizinkan mengikuti Nabi Khidir.
Nabi Khidir menjawab bahwa ia tidak akan dapat sabar atas keikutsertaannya, karena ia akan
melihat tindakan-tindakan yang bertentangan dengan syariatnya. Namun Musa berkata bahwa
ia akan bersabar dan tidak akan menentang urusan Nabi Khidir. Akhirnya Nabi Khidir
mengizinkan Musa untuk mengikutinya, namun dengan syarat bahwa Musa tidak boleh
mempertanyakan tindakan-tindakan yang akan dilakukannya, karena pada akhirnya ia akan
menceritakan rahasia di balik tindakan-tindakannya itu. Pergilah Musa bersama Nabi Khidir
menyusuri tepi laut. Tiba-tiba lewat di depan mereka sebuah kapal, maka keduanya meminta
kepada penumpang-penumpangnya untuk mengangkut mereka. Mereka diizinkan
menumpang, lalu keduanya pun naik ke kapal itu. Saat para penumpang lengah, Nabi Khidir
melubangi dinding kapal yang terbuat dari kayu itu sedemikian rupa sehingga kerusakannya
akan mudah untuk diperbaiki. Musa yang melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar
ia lupa dengan perjanjiannya untuk tidak mengajukan pertanyaan apa pun, maka ia pun
berkata, "Apakah engkau merusak kapal orang-orang yang telah menghormati kita? Engkau
telah melakukan sesuatu yang tercela." Nabi Khidir mengingatkan kepada Musa akan
perjanjian mereka, maka sadarlah Musa, ia meminta supaya jangan dihukum atas
kelupaannya ini. Keduanya lalu meneruskan perjalanan dan bertemu dengan seorang anak
yang sedang bermain bersama kawan-kawannya. Nabi Khidir lalu membujuk anak itu ikut
dengannya dan membawanya ke tempat yang agak jauh dari teman-temannya, lalu ia
membunuhnya. Panas hati Musa melihat perbuatan yang keji ini sehingga dengan marah ia
berkata, "Apakah engkau membunuh jiwa yang suci bersih tanpa dosa? Engkau telah berbuat
sesuatu yang mungkar."
Nabi Khidir kembali mengingatkan Musa akan syarat yang berlaku antara keduanya. Musa
menyesal atas ketidaksabarannya. Ia pun berkata, "Jika setelah ini aku bertanya lagi
kepadamu, maka janganlah menemani aku, karena sudah cukup alasan bagiku untuk berpisah
denganmu." Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan kembali. Saat merasa haus dan
lapar, masuklah mereka ke sebuah desa. Mereka meminta kepada penghuninya supaya
bersedia memberi mereka makan dan menjadikan mereka sebagai tamu, namun permintaan
mereka ini ditolak dengan kasar oleh penghuni desa tsb.
Dalam perjalanan pulang, mereka mendapati sebuah dinding yang hampir roboh. Nabi Khidir
lalu memperbaiki dinding yang roboh itu dan mendirikan bangunannya. Melihat ini, Musa
tidak tahan lalu bertanya, "Apakah engkau mau membalas orang-orang yang telah mengusir
kita dengan memperbaiki dinding rumah mereka? Andaikata engkau kehendaki, engkau bisa
meminta upah atas pekerjaanmu untuk membeli makanan." Dengan timbulnya pertanyaan
Musa ini, maka berpisahlah ia dengan Nabi Khidir. Namun sebelum berpisah, Nabi Khidir
menjelaskan rahasia-rahasia perbuatannya. Ia berkata, "Mengenai kapal yang aku lubangi
dindingnya, itu adalah kepunyaan beberapa orang miskin yang tidak punya harta selain itu,
dan aku mengetahui bahwa ada seorang raja yang suka merampas setiap kapal yang baik dari
pemiliknya. Sebab itu aku merusaknya sedikit supaya nantinya mudah diperbaiki lagi, dan
bila raja melihatnya ia pun menduga kapal itu adalah kapal yang buruk sehingga ia akan
membiarkannya pada pemiliknya dan selamatlah kapal itu pada mereka.
Mengenai anak kecil yang aku bunuh, ia adalah seorang anak yang menampakkan tanda-
tanda kerusakan sejak kecil, sedang kedua orangtuanya adalah orang-orang yang beriman dan
saleh. Aku khawatir rasa kasih sayang orangtua terhadap anaknya akan membuat mereka
menyeleweng dari kesalehan mereka dan menjerumuskannya ke dalam kekafiran dan
kesombongan, maka aku pun membunuhnya untuk menenangkan kedua orangtua yang
beriman ini, dan anak yang jahat itu semoga akan diberi gantinya oleh Allah SWT dengan
anak yang lebih baik dan lebih berbakti serta lebih sayang kepada kedua orangtuanya.
Adapun dinding rumah yang kudirikan, itu adalah milik dua anak yatim di kota itu yang di
bawahnya terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan ayah mereka adalah seorang
yang saleh. Maka Tuhanmu yang Maha Pemurah ingin menjaga harta itu bagi mereka sampai
mereka dewasa dan mengeluarkannya.
Semua yang kuperbuat itu bukanlah atas usahaku, melainkan itu adalah wahyu dari Allah
SWT. Dan inilah penjelasan dari kejadian-kejadian yang mana engkau tidak bisa bersabar."
Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS ini terdapat dalam surat Al-Kahfi: 60-
82. Kisah Qarun dan hartanya
Tersebutlah seorang pengikut Nabi Musa AS yang sangat kaya, yang bernama Qarun.
Meskipun sangat kaya, namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir miskin.
Nasihat-nasihat Nabi Musa AS tidak dipedulikannya, bahkan ia mengejek dan memfitnah
Nabi Musa AS. Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya,
Musa memanjatkan doa agar Allah SWT menurunkan azabnya pada diri hartawan itu. Allah
SWT lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta kekayaan beserta diri Qarun
melalui bencana tanah longsor yang dahsyat.
Kisah Qarun dan hartanya ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82. Larangan hari sabath
Sesuai dengan syariat dalam Taurat, Nabi Musa menentukan hari Sabtu sebagai hari untuk
berkumpul dan beribadah. Pada hari itu kaum Bani Israil dilarang untuk melakukan usaha apa
pun, termasuk berniaga dan mencari ikan. Namun pada hari Sabtu tsb justru ikan-ikan sangat
banyak terlihat di laut.
Sesungguhnya ini merupakan kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan ketaatan
Bani Israil. Ternyata mereka tidak tahan dengan ujian ini dan melanggar larangan hari
Sabath, oleh sebab itu Allah kemudian mengutuk sebagian mereka menjadi kera.
Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 65 dan Al-A'râf: 166
16. Harun AS

Nabi Harus AS diutus oleh Allah SWT untuk membantu tugas kerasulan Nabi Musa AS.
Dalam berbicara, ia lebih cakap daripada Nabi Musa AS. Ketika Nabi Musa AS pergi ke
Bukit Sina untuk menerima wahyu, umatnya dititipkan kepada Nabi Harus AS. Namun
setelah Nabi Musa AS kembali, ia mendapati mereka telah menyembah patung anak sapi.
Melihat itu, Musa sangat marah dan bersedih hati. Dalam Al Qur'an diceritakan: Dan tatkala
Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: Alangkah
buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak
mendahului janji Rabbmu? Dan Musa melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang
(rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: Hai anak
ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka mau
membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan
janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim. (QS Al-A'râf:
150)
Akhirnya Musa pun sadar, ia lalu berdoa kepada Allah SWT seperti tersebut dalam Al
Qur'an: Musa berdoa: Ya Rabbku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke
dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (QS
Al-A'râf: 151)
Nabi Harun AS wafat sebelum Nabi Musa AS. Ia dikuburkan oleh Nabi Musa AS di Bukit
Hur di Gurun Sinai.
17. Daud AS

Nabi Daud AS adalah salah seorang nabi dari Bani Israil, yaitu dari sibith Yahuda. Ia
merupakan keturunan ke-13 dari Nabi Ibrahim AS. Thalut Sang Raja
Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani Israil dipimpin oleh Nabi Yusya' bin
Nun, yang memang telah ditunjuk oleh Nabi Musa untuk menggantikan beliau sesaat
sebelum kewafatannya. Berkat kepemimpinan Yusya' bin Nun mereka dapat menguasai tanah
Palestina dan bertempat tinggal di istana. Namun setelah Yusya bin Nun wafat, mereka
terpecah belah. Isi kitab Taurat berani mereka rubah dan ditambah-tambah. Mereka sering
bersilang pendapat sesama mereka sendiri, hingga akhirnya hilanglah kekuatan persatuan
mereka. Tanah Palestina diserbu dan dikuasai bangsa lain. Bani Israil menjadi bangsa jajahan
yang tertindas. Mereka merindukan datangnya seorang pemimpin yang tegas dan gagah
berani untuk melawan penjajah. Pada suatu hari, mereka pergi menemui Nabi Samuel untuk
meminta petunjuk. "Wahai Samuel, angkatlah salah seorang di antara kami sebagai Raja yang
akan memimpin kita berperang melawan penjajah."
Tetapi Nabi Samuel menjawab, "Aku khawatir bila sudah mendapat pemimpin yang dipilih
Allah, kalian justru tidak mau berangkat perang."
"Kita sudah lama menjadi bangsa tertindas," kata mereka. "Kita tidak mau menderita lebih
lama lagi." Karena didesak oleh kaumnya, Nabi Samuel kemudian berdoa kepada Allah SWT
agar menetapkan satu di antara mereka menjadi pemimpin. Doa Nabi Samuel dikabulkan,
Allah memilih Thalut sebagai Raja yang memimpin mereka. Tapi ternyata begitu mendengar
nama Thalut diucapkan oleh Nabi Samuel, mereka justru menolak dengan alasan bahwa
Thalut tidak begitu dikenal, ia hanya seorang petani biasa yang sangat miskin.
Nabi Samuel kemudian menjelaskan bahwa walaupun Thalut itu petani biasa, namun ia
pandai strategi perang, tubuhnya kekar dan kuat, dan pandai tentang ilmu tata negara. Baru
akhirnya mereka mau menerima Thalut sebagai Raja mereka. Kisah Jalut dan Daud
Thalut mengajak orang-orang yang tak punya ikatan rumah tangga dan perdagangan ke
medan perang. Dengan memilih orang-orang terbaik itu, ia berharap mereka dapat
memusatkan diri pada pertempuran dan tak terganggu dengan urusan rumah tangga dan
perdagangan. Salah seorang anak muda yang ikut dalam barisan Thalut adalah seorang
remaja bernama Daud. Ia diperintah oleh ayahnya untuk menyertai kedua kakaknya yang
maju ke medan perang. Daud tidak diperkenankan maju ke garis depan, ia hanya ditugaskan
untuk melayani kedua kakaknya. Tempatnya di garis belakang. Jika kakaknya lapar atau
haus, dialah yang melayani dan menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka. Tentara
Thalut sebenarnya tidak seberapa banyak. Jauh lebih banyak dan lebih besar tentara Jalut
Sang Penindas (Goliath). Jalut sendiri adalah seorang panglima perang yang bertubuh besar
seperti raksasa. Setiap orang yang berhadapan dengannya selalu binasa. Tentara Thalut
gemetar saat melihat keperkasaan musuh-musuhnya itu. Demi melihat tentaranya ketakutan,
Thalut berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, curahkanlah kesabaran atas diri kami, dan
kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir." Maka
dengan kekuatan doa itu mereka menyerbu tentara Jalut. Tak mengira lawan yang berjumlah
sedikit itu mempunyai keberanian bagaikan singa terluka, akhirnya pasukan Jalut dapat
diporak-porandakan dan lari tercerai berai. Tinggallah Jalut Sang Panglima dan beberapa
pengawalnya yang masih tersisa. Thalut dan pengikutnya tak berani berhadapan dengan
raksasa itu. Lalu Thalut mengumumkan, siapa yang dapat membunuh Jalut maka ia akan
diangkatnya sebagai menantu. Tak disangka dan diduga, Daud yang masih berusia remaja
tampil ke depan, minta izin kepada Thalut untuk menghadapi Jalut. Mula-mula Thalut ragu,
mampukah Daud yang masih sangat belia itu mengalahkan Jalut? Namun setelah didesak
oleh Daud, akhirnya ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan perang. Dari kejauhan
Thalut mengawasi sepak terjang Daud yang menantang Jalut. Jalut memang sombong. Ia
telah berteriak berkali-kali, menantang orang-orang Israil untuk berperang tanding. Ia juga
mengejek bangsa Israil sebagai bangsa pengecut dan hinaan-hinaan lainnya yang
menyakitkan hati.
Tiba-tiba Daud muncul di hadapan Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak melihat anak muda itu
menantangnya duel. Daud tidak membawa senjata tajam. Senjatanya hanya ketapel. Berkali-
kali Jalut melayangkan pedangnya untuk membunuh Daud, namun Daud dapat menghindar
dengan gesitnya. Pada suatu kesempatan, Daud berhasil melayangkan peluru ketapelnya tepat
di antara kedua mata Jalut.
Jalut berteriak keras, roboh dengan dahi pecah, dan tewaslah ia. Dengan demikian menanglah
pasukan Thalut melawan Jalut. Sesuai janji, Daud lalu diangkat sebagai menantu Raja Thalut.
Ia dinikahkan dengan putri Thalut yang bernama Mikyai. Daud menjadi Raja
Disamping menjadi menantu Raja, Daud juga diangkat sebagai penasihatnya. Ia dihormati
semua orang, bahkan rakyatnya seolah lebih menghormati Daud daripada Thalut. Hal ini
membuat Thalut iri hati. Karenanya ia berusaha mencelakakan Daud ke medan perang yang
sulit. Daud ditugaskan membasmi musuh yang jauh lebih kuat dan lebih besar jumlahnya.
Namun Daud justru memenangkan pertempuran itu dan kembali ke istana dengan disambut
luapan kegembiraan rakyatnya. Thalut makin merasa iri dan tersaingi atas kepopuleran Daud
di mata rakyatnya. Ia terus mencoba membunuh dan menyingkirkan Daud dengan berbagai
cara, namun selalu menemui kegagalan. Daud seolah selalu dilindungi Allah. Akhirnya
terjadilah perang Jalbu' antara Thalut dan Daud serta pendukung mereka. Dalam peperangan
itu Thalut tewas. Setelah kematian Thalut dan putra mahkotanya yang juga mati dalam
pertempuran tsb, maka rakyat langsung mengangkat Daud sebagai Raja Israil. Mukjizat Nabi
Daud AS
Allah SWT menurunkan kitab Zabur bagi Nabi Daud AS. Selain Zabur, keistimewaan Nabi
Daud AS lainnya adalah setiap pagi dan senja gunung-gunung bertasbih atas perintah Allah
SWT mengikuti tasbihnya. Nabi Daud AS juga memahami bahasa burung-burung. Binatang
juga mengikuti tasbih Nabi Daud AS.
Keistimewaannya dalam beribadah ini diterangkan dalam surat Shâd: 17-19 dan Saba': 10.
Selain itu kerajaannya yang kuat belum pernah sekalipun dapat terkalahkan. Sebaliknya, Nabi
Daud AS selalu mendapat kemenangan dari semua lawannya. Ia menduduki takhta kerajaan
selama 40 tahun. Diantaranya mukjizatnya adalah Nabi Daud dapat melunakkan besi seperti
lilin, kemudian ia dapat merubah-rubah bentuk besi itu tanpa memerlukan api atau peralatan
apapun. Dari besi itu, ia dapat membuat baju besi yang dikokohkan dengan tenunan dari
bulatan-bulatan rantai yang saling menjalin secara berkesinambungan. Jenis baju ini
membuat pemakainya lebih bebas bergerak, karena tidak kaku seperti baju besi biasa yang
dibuat dari besi lembaran.
Tentang mukjizatnya ini disebutkan dalam surat Saba': 10 dan Al-Anbiyâ': 80. Nabi Daud
juga dikaruniai suara yang sangat merdu sekali. Kitab Zabur yang diturunkan kepadanya
selain berisi pelajaran dan peringatan, juga berisi nyanyian puji-pujian kepada Tuhan.
Nyanyian ini sering juga disebut dengan Mazmur. Nabi Daud membagi hari-harinya menjadi
4 bagian. Sehari untuk beribadah, sehari ia menjadi hakim, sehari untuk memberikan
pengajaran, dan sehari lagi untuk kepentingan pribadi. Ia juga suka berpuasa. Ia melakukan
puasa dua hari sekali, sehari berpuasa, sehari lagi tidak. Peringatan Allah pada Nabi Daud AS
Para nabi adalah manusia yang menjadi contoh teladan umat. Jika ia melakukan kesalahan,
maka Allah segera memperingatkannya untuk meluruskan kesalahannya itu. Demikian pula
halnya dengan Nabi Daud. Ia memiliki istri 99 orang. Ketika itu memang tidak ada
pembatasan jumlah istri yang boleh dimiliki oleh seorang lelaki. Seorang lelaki biasa untuk
memiliki banyak istri, terlebih lagi bagi seorang raja. Nabi Daud ingin menggenapkan
istrinya menjadi 100 orang. Pada suatu hari, datanglah dua orang lelaki mengadu kepada
Nabi Daud. Seorang di antara mereka berkata, "Saudaraku ini memiliki kambing 99 ekor,
sedang aku hanya memiliki seekor, tetapi ia menuntut dan mendesakku agar menyerahkan
kambingku yang seekor itu kepadanya, supaya jumlah kambingnya menjadi genap 100 ekor.
Ia membawa berbagai alasan yang tak bisa kubantah karena aku tak pandai berdebat."
Daud lalu bertanya pada lelaki yang satu lagi, "Benarkah ucapan saudaramu itu?"
"Benar," jawab lelaki itu.
Berkatalah Daud dengan marah, "Jika demikian halnya, maka saudaramu telah berbuat zalim.
Aku tidak akan membiarkanmu meneruskan perbuatanmu yang semena-mena itu atau engkau
akan mendapat hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu!"
"Hai Daud!" kata lelaki itu, "Sebenarnya engkaulah yang pantas mendapat hukuman yang
kau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau telah mempunyai 99 istri? Tetapi mengapa
kau masih menyunting lagi seorang gadis yang sudah bertunangan dengan pemuda yang
menjadi tentaramu sendiri? Padahal pemuda itu sangat setia dan berbakti kepadamu." Nabi
Daud tercengang mendengar ucapan yang tegas dan berani dari lelaki itu. Ia berpikir keras,
siapakah sesungguhnya kedua orang ini? Tetapi tiba-tiba kedua pria itu sudah hilang lenyap
dari pandangannya. Tahulah Nabi Daud bahwa ia telah diperingatkan Allah melalui malaikat-
Nya. Ia segera bertaubat memohon ampun kepada Allah, dan Allah menerima taubatnya.
Pelanggaran terhadap Hari Sabath
Suatu ketika rakyat Nabi Daud AS bersepakat untuk melanggar ketentuan yang menyatakan
hari Sabtu (Sabath) sebagai hari besar untuk Bani Israil, sebagaimana yang telah diajarkan
oleh Nabi Musa AS. Hari Sabat dikhususkan untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT,
menyucikan hati dan pikiran dengan berzikir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah
diberikan-Nya, serta memperbanyak amal dan diharamkan melakukan kesibukan-kesibukan
yang bersifat duniawi. Penduduk desa Ailat di tepi Laut Merah juga mematuhi perintah itu.
Pada hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan, tetapi pada hari Sabtu itu justru ikan-ikan di
laut banyak menampakkan diri. Akhirnya penduduk Ailat tidak dapat menahan diri untuk
melanggar larangan hari Sabtu itu. Hari Sabtu mereka gunakan untuk mengumpulkan ikan.
Azab Allah SWT pun turun kepada mereka. Wajah mereka diubah menjadi wajah yang amat
buruk, kemudian terjadi gempa bumi yang dahsyat. Kisah ini diriwayatkan dalam surat Al-
A'râf: 163-166. Asal-usul Baitul Maqdis
Pada suatu hari, berjangkitlah penyakit kolera di wilayah kerajaan yang dikuasai Nabi Daud
AS. Banyak rakyat yang mati karena penyakit ini. Nabi Daud kemudian berdoa kepada Allah
agar menghilangkan wabah ini, maka hilanglah penyakit itu.
Untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah, maka Nabi Daud mengajak putranya,
Sulaiman, untuk membangun tempat suci, yaitu Baitul Maqdis, yang sekarang kita kenal
sebagai Masjidil Aqsha di Yerusalem, Palestina. Tempat inilah yang menjadi kiblat pertama
umat Islam sebelum beralih ke Ka'bah.
18. Sulaiman AS

Nabi Sulaiman AS adalah putra Nabi Daud AS. Setelah Nabi Daud AS wafat, Nabi Sulaiman
AS menggantikannya sebagai Raja. Mukjizatnya yang paling terkenal adalah ia diberi
keistimewaan oleh Allah SWT dapat memerintah bukan hanya kepada manusia, melainkan
juga kepada hewan, angin, dan jin. Nabi Sulaiman dapat menjadikan angin bertiup atas
perintahnya ke tempat yang ia kehendaki. Allah pun menundukkan syaitan-syaitan untuk
melayani Sulaiman. Di antara mereka ada yang bisa membangun istana dan benteng-benteng,
ada yang bertugas menyelam di laut untuk mengeluarkan mutiara dan batu-batu mulia,
sebagaimana Allah memberi kekuasaan pada Sulaiman atas syaitan-syaitan yang kafir
sehingga ia mampu mengikat mereka untuk mencegah kejahatan mereka. Allah SWT juga
memberinya mukjizat berupa kemampuan mengerti bahasa binatang. Kearifan Nabi Sulaiman
AS sebagai hakim
Pada suatu malam, sekelompok kambing memasuki kebun seseorang tanpa sepengetahuan
penggembalanya, hingga rusaklah tanaman di kebun itu. Maka pemilik kebun kemudian
datang mengadu kepada hakim Daud AS. "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami telah
membajak tanah kami dan menanaminya serta memeliharanya. Tapi ketika tiba waktu panen,
datanglah kambing orang-orang ini pada suatu malam dan memakan tanaman di kebun kami
hingga habis seluruhnya."
"Benarkah apa yang dikatakan oleh mereka ini?" tanya Daud.
"Ya," jawab mereka.
Kemudian Daud bertanya tentang harga tanaman dari orang yang satu dan harga kambing
dari orang yang lain. Ketika mengetahui harga keduanya hampir sama, maka ia pun berkata
kepada pemilik kambing, "Berikanlah kambingmu kepada pemilik tanaman sebagai ganti rugi
bagi mereka atas binasanya tanaman mereka." Namun putranya Sulaiman yang hadir
menyaksikan pengadilan ini memberikan usul lain, "Saya mempunyai pendapat yang berbeda
dalam perkara ini. Menurut saya, pemilik kambing sebaiknya memberikan kambing mereka
kepada pemilik tanaman, dan mengambil manfaatnya berupa bulu wol, susu, dan anak-anak
kambing tsb. Sedangkan ia sendiri mengambil alih tanaman yang telah rusak itu,
menanaminya kembali dan mengairi serta memeliharanya hingga tumbuh tanamannya.
Apabila telah tiba waktu panen, mereka harus menyerahkan hasil tanaman itu kepada
pemiliknya, dan menerima kembali kambing mereka. Dengan demikian semua pihak akan
mendapatkan keuntungan dan manfaat." Luar biasa bijaksana dan arifnya Nabi Sulaiman ini
dalam memberikan keputusan. Semua pihak pun langsung menyetujui usulnya yang hebat itu.
Berkatalah Daud pada putranya, "Engkau telah memutuskan hukum dengan tepat, anakku."
Dan ia pun berfatwa seperti apa yang diputuskan oleh Sulaiman. Kisah ini diceritakan dalam
Al-Qur'an surat Al-Anbiyâ': 78-79. Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Bilqis
Pada suatu hari, Nabi Sulaiman mengadakan apel besar bagi seluruh bala tentaranya, baik
dari golongan manusia, jin, syetan, dan binatang, semua diperintahkan untuk berkumpul
menghadap Nabi Sulaiman AS. Semua sudah hadir kecuali seekor burung bernama Hudhud.
"Mengapa burung Hudhud belum datang?" tanya Nabi Sulaiman. "Sesungguhnya jika ia tidak
bisa memberi alasan yang jelas atas keterlambatannya, sebagai hukuman aku akan
menyembelihnya." Tak berapa lama kemudian burung itu datang dan bersujud di hadapan
nabi Sulaiman. Hampir saja burung itu terkena hukuman kalau tidak segera mengajukan alasa
kenapa ia terlambat datang.
"Ampunilah hamba Tuanku, hamba memang telah terlambat. Tetapi hamba membawa kabar
yang sangat penting. Di negeri Saba hiduplah seorang Ratu yang bernama Ratu Bilqis. Ia
mempunyai singgasana yang agung. Kerajaannya luas dan rakyatnya hidup dengan makmur.
Namun sayang mereka tidak menyembah Allah. Mereka disesatkan oleh iblis sehingga
menyembah matahari." Menjawablah Nabi Sulaiman, "Aku percaya dengan berita yang
kaubawa itu. Tetapi aku akan menyelidiki dulu kebenaran beritamu. Bawalah suratku untuk
Ratu Bilqis. Kalau sudah diterimanya nanti, sembunyilah kau di celah-celah jendela, dan
dengarkanlah apa yang akan dilakukannya." Maka terbanglah burung Hudhud ke negeri Saba
yang terletak di kota Yaman. Ia menyerahkan surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis.
Kemudian sesuai perintah, ia bersembunyi di balik celah jendela. Ratu Bilqis membaca surat
itu, isinya kurang lebih seperti ini: Surat ini datang dari Sulaiman. Dengan menyebut nama
Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong
terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri."
Setelah membaca surat itu, Ratu Bilqis memanggil seluruh abdi dan penasihatnya untuk
bermusyawarah. Ratu Bilqis tidak ingin terjadi peperangan yang hanya merusak keindahan
istana dan merugikan rakyat. Maka sebagai hasil dari musyawarah itu, diputuskan bahwa ia
hanya akan mengirimkan hadian kepada Sulaiman melalui utusannya. Jika Sulaiman
menerima hadiahnya, tahulah ia bahwa Sulaiman hanyalah seorang raja yang senang
menerima hadiah. Tetapi jika ia seorang nabi, ia hanya ingin agar mereka mengikuti
agamanya. Berangkatlah utusan Ratu Bilqis ke Palestina dengan membawa berbagai hadiah
yang indah-indah dan mahal-mahal. Ketika mereka sampai di istana Nabi Sulaiman, mereka
sangat tercengang. Kerajaan Saba tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keindahan dan
kemegahan kerajaan Sulaiman. Ketika para utusan itu hendak menyerahkan hadiah mereka,
dengan tegas Nabi Sulaiman menolak hadiah-hadiah itu karena ia memiliki harta benda yang
jauh lebih baik daripada hadiah yang diberikan oleh Ratu Bilqis. Kepada para utusan tsb, ia
meminta kedatangan Ratu Bilqis agar Ratu itu memeluk agama Islam dan meninggalkan
penyembahan terhadap matahari. Jika menurut, maka kerajaan Saba akan selamat, jika
membangkang maka Nabi Sulaiman akan mengerahkan bala tentaranya yang tidak mungkin
akan dilawan oleh Ratu Bilqis. Para utusan itu segera kembali ke Negeri Saba. Mereka
melaporkan segala apa yang dilihatnya tentang Sulaiman dan kerajaannya yang jauh lebih
besar, megah, dan kuat dibanding negeri Saba. Akhirnya diputuskanlah bahwa Ratu Bilqis
akan datang memenuhi permintaan Nabi Sulaiman AS. Sulaiman mengetahui perjalanan
Bilqis menuju ke negerinya, maka ia pun bermaksud menunjukkan suatu mukjizat kepadanya
sebagai bukti atas kenabiannya. Sulaiman bertanya kepada jin yang ada di dekatnya,
"Siapakah yang sanggup mendatangkan singgasana Bilqis kepadaku untuk melihat kekuasan
Allah berlangsung di hadapan mereka?"
Jin Ifrit berkata, "Aku sanggup membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat
dudukmu."
Akan tetapi ada seorang anak buah Sulaiman lainnya yang bernama Ashif bin Barkiya yang
memiliki ilmu dari kitab-kitab Samawi berkata, "Aku sanggup mendatangkannya lebih cepat
dari kejapan mata."
Maka tiba-tiba saja singgasana itu pun telah ada di hadapan Nabi Sulaiman AS. Sementara itu
dengan diiringi ribuan prajurit, Ratu Bilqis penguasa Saba datang menemui Nabi Sulaiman di
Palestina. Ia benar-benar tercengang menyaksikan keindahan dan kemegahan kerajaan Nabi
Sulaiman. Ratu Bilqis merasa malu mengingat betapa dulu ia telah mengirimkan hadiah
kepada Nabi Sulaiman untuk melunakkan hatinya agar Nabi Sulaiman tidak menyerang
Negeri Saba. Ketika ia masuk ke istana Nabi Sulaiman, Nabi Sulaiman bertanya, "Apakah
singgasana ini serupa dengan singgasana kerajaanmu?".
"Ya, sepertinya memang milikku," kata Ratu Bilqis seraya memeriksa singgasana itu. Setelah
memeriksanya, akhirnya ia yakin bahwa itu memang singgasananya. Maka berkatalah ia
kepada Sulaiman, "Sesungguhnya aku telah mengetahui kekuasaan Allah dan kebenaran
kenabianmu sebelum ini, yaitu tatkala datang burung Hudhud membawa surat darimu.
Namun yang menghalangi-halangi kami untuk menyatakan keimanan kami adalah karena
kami hidup di tengah-tengah kaum yang sudah mendalam kekufurannya. Itulah yang
membuat kami menyembunyikan keimanan kami hingga saat ini kami datang
menghadapmu." Nabi Sulaiman tersenyum lalu mempersilakan Ratu Bilqis memasuki
istananya. Lantai di istana itu terbuat dari kaca tipis yang di bawahnya dialiri air. Ratu Bilqis
mengira itu benar-benar aliran air sungai, karenanya ia menyingkapkan sedikit kainnya
hingga nampaklah betisnya. Nabi Sulaiman segera memberitahu bahwa lantai itu terbuat dari
kaca putih yang tipis. Ratu Bilqis tersipu malu. Serta merta ia bersujud dan menyatakan
keimanannya kepada Allah SWT.
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku, dan aku berserah diri
bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan Semesta Alam." Wafatnya Nabi Sulaiman AS
Hampir tak seorang pun mengetahui saat kematian Nabi Sulaiman, baik dari golongan jin
maupun manusia. Kematian Nabi Sulaiman AS baru diketahui setelah tongkat yang
digunakannya bersandar rapuh dimakan rayap dan beliau jatuh tersungkur ke lantai. Doa
Nabi Sulaiman telah dikabulkan Allah, yaitu tidak ada seorang pun yang memiliki kerajaan
besar dan kaya raya seperti kerajaannya. Namun meskipun kaya raya dan berkuasa, Nabi
Sulaiman tetap patuh dan tunduk pada perintah Allah SWT. Kisah Nabi Sulaiman AS
terdapat dalam Al-Quran surat An-Naml: 15-44, dan Saba': 12-14.
19. Ilyas AS

Nabi Ilyas AS adalah keturunan ke-4 dari Nabi Harun AS. Ia diutus oleh Allah SWT kepada
kaumnya, Bani Israil, yang menyembah patung berhala bernama Ba'al. Berulang kali Nabi
Ilyas AS memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap durhaka. Karena itulah Allah SWT
menurunkan musibah kekeringan selama bertahun-tahun, sehingga mereka baru tersadar
bahwa seruan Nabi Ilyas AS itu benar. Setelah kaumnya tersadar, Nabi Ilyas AS berdoa
kepada Allah SWT agar musibah kekeringan itu dihentikan. Namun setelah musibah itu
berhenti, dan perekonomian mereka memulih, mereka kembali durhaka kepada Allah SWT.
Akhirnya kaum Nabi Ilyas AS kembali ditimpa musibah yang lebih berat daripada
sebelumnya, yaitu gempa bumi yang dahsyat sehingga mereka mati bergelimpangan.
20. Ilyasa AS

Setelah Nabi Ilyas AS meninggal dunia, ia digantikan oleh anak angkatnya yang bernama
Ilyasa. Nabi Ilyasa AS melanjutkan misi ayah angkatnya dan kaumnya kembali taat
kepadanya. Selama masa kepemimpinan Nabi Ilyasa ini kaum Bani Israil hidup rukun,
tentram, makmur, karena berbakti dan bertakwa kepada Allah. Akan tetapi setelah ia wafat,
kaumnya kembali durhaka. Akhirnya kaumnya dilanda kesengsaraan, dan pada saat-saat
seperti itu lahirlah Nabi Yunus AS.
21. Yunus AS

Nabi Yunus bin Mata diutus oleh Allah SWT untuk menghadapi penduduk Ninawa, suatu
kaum yang keras kepala, penyembah berhala, dan suka melakukan kejahatan. Berulang kali
Nabi Yunus AS memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak mau berubah, apalagi karena
Nabi Yunus AS bukan dari kaum mereka. Hanya ada 2 orang yang bersedia menjadi
pengikutnya, yaitu Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana, sedang
Tanuh adalah seorang yang tenang dan sederhana. Nabi Yunus AS meninggalkan kaumnya
Karena tak mendapat sambutan yang baik dari penduduk Ninawa, Nabi Yunus memberi
ultimatum pada kaumnya, jika dalam tempo 30 hari mereka tidak mau insyaf, tidak bertaubat
kepada Allah, maka akan diturunkan siksa. Akan tetapi Allah mencela batas waktu yang
ditetapkan Nabi Yunus, dan memerintahnya untuk menambahnya menjadi 40 hari. Nabi
Yunus pun menuruti perintah Allah, dan mengabarkan pada kaumnya bahwa batas waktu
mereka diubah menjadi 40 hari. Tetapi rupanya kaumnya tidak menggubris tenggang waktu
itu. Mereka malah menantang dan berani menunggu datangnya siksa itu. Karena kesal, Nabi
Yunus lalu pergi meninggalkan penduduk Ninawa menuju suatu tempat. Sepeninggal Nabi
Yunus AS, setelah 40 hari tiba-tiba muncullah awan gelap di pagi hari, semakin siang mereka
melihat cahaya merah seperti api hendak turun dari langit. Mereka sangat ketakutan.
Berbondong-bondong mereka mencari Nabi Yunus, tapi tak ada seorang pun yang tau dimana
keberadaannya. Mereka lalu bertobat dan berdoa dengan khusyu kepada Allah. Semua orang,
baik laki-laki maupun perempuan, tak ketinggalan juga anak-anak saling menangis dan
mengembalikan barang-barang rampasan kepada pemiliknya. Maka Allah SWT menerima
taubat mereka, dan mencabut kembali azab-Nya. Nabi Yunus AS dalam perut ikan
Setelah meninggalkan kaum Ninawa, Nabi Yunus AS tiba di suatu tempat di pinggir laut.
Disana ia menjumpai sejumlah orang yang bergegas naik perahu. Nabi Yunus meminta izin
pada mereka agar diperbolehkan ikut, dan mereka mengizinkannya. Namun ketika berada di
tengah laut tiba-tiba badai menerjang. Sang Nahkoda meminta salah satu dari penumpang
untuk turun agar yang lain terselamatkan. Setelah diundi berkali-kali, selalu nama Nabi
Yunus AS yang keluar, sehingga ia pun pasrah. Ia menganggap bahwa itu sudah kehendak
Allah SWT, dan ia pun terjun ke laut. Begitu melompat ke laut, tiba-tiba seekor ikan besar
menelannya dan membawanya ke pantai. Di dalam perut ikan itu Nabi Yunus menyadari
kesalahannya telah meninggalkan kaumnya. Ia pun berdoa dan bertaubat kepada Allah
memohon ampunannya. Atas kesungguhan doanya, maka sesampainya di pantai, Nabi Yunus
dikeluarkan kembali dari perut ikan dalam keadaan sakit dan lemah. Setelah Allah
mengembalikan kesehatan dan kekuatannya, Nabi Yunus AS mendapat wahyu agar kembali
ke Ninawa untuk membina kaumnya yang sudah sadar itu. Kisah Nabi Yunus AS terdapat di
Al Qur'an dalam surat Yûnus: 98, As-Saffât: 139-148, dan Al-Anbiyâ: 87-88.
22. Zakaria AS

Nabi Zakaria AS mendambakan seorang anak


Nabi Zakaria AS adalah pemimpin Bani Israil. Ia sangat mendambakan seorang anak, namun
ia merasa pesimis karena usianya yang sudah sangat lanjut. Nabi Zakaria AS lalu berdoa
kepada Allah SWT agar diberi seorang anak. Akhirnya doanya terkabul. Di usianya yang ke-
90, ia dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Yahya. Ketika mendengar kabar yang
dibawa oleh malaikat bahwa ia akan dikaruniai anak dan istrinya akan segera mengandung,
Zakaria sempat merasa tidak yakin, lalu ia memohon kepada Allah SWT agar diberi tanda
untuk mengetahui bilamana istrinya telah hamil. Maka Allah memberitahukan kepadanya
bahwa tandanya ialah dia tidak akan dapat berbicara dengan manusia dan bertukar pikiran
kecuali dengan isyarat tangan, mata, menggoyangkan kepala atau semacam itu, dan hal itu
berlangsung selama 3 hari berturut-turut. Selama 3 hari itu, hendaklah ia memperbanyak
tasbih di waktu pagi dan petang, karena meskipun tidak dapat berbicara dengan orang lain,
namun ia tetap dapat beribadah dan bertasbih. Kisah ini tedapat dalam surat Maryam: 7-11.
Kelahiran Maryam binti Imran
Zakaria adalah paman dan wali pemelihara Maryam binti Imran. Imran adalah salah seorang
penguasa dan Ulama Bani Israil yang meninggal dunia ketika Maryam masih dalam
kandungan ibunya. Maryam adalah gadis suci yang setiap hari selalu beribadah kepada Allah
SWT di mihrabnya di Baitulmakdis. Sesuai nazar yang diucapkan ibunya sejak Maryam
masih dalam kandungan, hak pemeliharaan Maryam diperoleh Nabi Zakaria AS melalui
undian karena begitu banyaknya ulama Bani Israil yang ingin menjadi wali gadis suci itu.
Ketika memelihara Maryam, banyak keanehan yang dialami Nabi Zakaria AS yang semakin
meyakinkannya bahwa Maryam berada dalam pemeliharaan Allah SWT. Antara lain Nabi
Zakaria AS menyaksikan bahwa dalam mihrab Maryam terdapat buah-buahan musim panas,
padahal tidak seorang pun dapat masuk kesana, lagipula saat itu adalah musim dingin.
Maryam mengatakan bahwa buah-buahan itu datang dari Allah SWT. Kisah kelahiran
Maryam dan pemeliharaan Nabi Zakaria AS terhadapnya terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 35-
37 dan 42-44. Wafatnya Nabi Zakaria AS
Yahya putra Zakaria meninggal lebih dulu daripada ayahnya. Setelah kematian Yahya,
perhatian orang-orang yang beriman beralih kepada Nabi Zakaria AS yang sudah tua. Mereka
meminta pendapat tentang masalah pernikahan antara ayah dan kemenakan yang ingin
dilakukan oleh Raja Hirodus, namun sama seperti Nabi Yahya AS, Nabi Zakaria AS juga
tetap berpegang teguh pada syariat Taurat bahwa pernikahan semacam itu diharamkan.
Akibat sikapnya ini, Raja Hirodus menjadi marah dan memerintahkan prajuritnya untuk
menangkap Nabi Zakaria AS. Namun rakyat melindungi nabi yang sudah berusia lanjut itu.
Sampai pada suatu hari, Nabi Zakaria AS bersembunyi di sebuat hutan, mendadak hutan itu
dikepung oleh bala tentara Hirodus yang dibantu tentara Romawi. Nabi Zakaria AS melihat
sebuah pohon besar yang bagian tengahnya membelah. Masuklah ia ke dalam pohon itu,
sehingga tentara Hirodus tak dapat menemukannya. Tetapi iblis yang menyerupai wujud
manusia memberitahukan tempat persembunyian Nabi Zakaria AS ini kepada tentara
Hirodus. Para prajurit itu sebenarnya tidak terlalu percaya, namun mereka menggergaji pula
pohon yang dimaksud. Mendadak dari pohon itu keluar darah. Dengan demikian mereka
mengira telah membunuh Nabi Zakaria AS.
Benarkah demikian?
Hanya Allah SWT yang Maha Tahu apa sebenarnya yang telah menimpa diri Nabi Zakaria
AS.
23. Yahya AS

Nabi Yahya AS adalah putra tunggal Nabi Zakaria AS. Meskipun ia dilahirkan oleh pasangan
yang sudah sangat tua, namun ia tetap tumbuh sebagai manusia yang normal dan sehat. Kisah
kelahiran Nabi Yahya AS terdapat dalam surat Ali-'Imrân: 38-41. Oleh kaumnya, Nabi
Yahya AS dikenal sebagai orang alim, menguasai soal-soal keagamaan, dan hapal kitab
Taurat, dan menjadi hakim dalam hukum agama. Dalam usahanya menegakkan kebenaran,
Yahya dikenal sangat berani. Pada masa itu, Hirodus, penguasa Palestina, merencanakan
menikah dengan kemenakannya sendiri, Hirodia. Hirodia sendiri merasa senang jika diperistri
oleh seorang raja. Ia adalah seorang gadis yang haus kekuasan dan harta. Yahya melarang
pernikahan ini karena bertentangan dengan syariat kitab Taurat dan Zabur. Seluruh istana pun
gempar, mereka setuju dengan pendapat Yahya. Raja menjadi malu dan murka. Ia dan
Hirodia berusaha mencari jalan untuk membungkam mulut Yahya, bahkan bila perlu
membunuhnya. Maka suatu hari, dengan berdandan cantik Hirodia datang menemui Yahya di
rumahnya. Ia mencoba merayu Yahya untuk melakukan perbuatan mesum. Ia berharap
sesudah melakukan perbuatan nista itu Yahya akan menjadi penurut dan tidak lagi menentang
pernikahannya dengan Raja Hirodus. Tentu saja rayuan ini ditolak dengan tegas oleh Yahya.
Pemuda itu tidak tergoda sedikit pun, bahkan sebaliknya ia merasa jijik dengan sikap Hirodia
yang sangat tidak bermoral itu. Ia mengusir Hirodia dengan suara sangat keras seolah
menggelegar di telinga Hirodia. Hirodia merasa malu dan terhina sekali, karenanya ia merasa
dendam dan sangat membenci Yahya. Ia lalu memfitnah Yahya dengan mengadu kepada
Hirodus bahwa Yahya telah mencoba memperkosanya. Tentu saja fitnahan Hirodia ini
membakar kemarahan Raja Hirodus. Ia mengutus bala tentaranya untuk memenggal kepala
Yahya. Para tentara itu sebenarnya keberatan, namun jika menolak mereka diancam dengan
hukuman yang sangat berat. Maka dengan segala cara mereka berusaha menangkap Yahya,
membawanya ke penjara dan memenggal kepalanya disana. Nabi Yahya AS dikenal sebagai
seorang pembabtis, yaitu memandikan orang-orang berdosa yang bertaubat di tepi sungai
Yordan. Pemandian itu bukan berarti mensucikan dosa, melainkan hanya sebagai tanda
bahwa orang yang dimandikan telah bertaubat. Jadi taubatnya inilah yang insya Allah akan
mensucikan dosanya.
24. Isa AS

Kelahiran Isa yang aneh


Di antara kekuasaan Allah adalah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu, menciptakan Hawa
dari tulang rusuk Adam, serta menciptakan Isa tanpa ayah.
Ya, Nabi Isa AS adalah putra Maryam binti Imran yang dilahirkan tanpa ayah, karena
Maryam hamil tanpa berhubungan dengan laki-laki. Maryam adalah wanita salehah yang
sehari-hari beribadah kepada Allah SWT di mihrabnya di Baitulmakdis. Suatu ketika ia
didatangi malaikat yang memberitahukan bahwa ia mengandung atas seizin Allah SWT.
Maryam merasa sangat sedih dan cemas karena khawatir namanya akan tercemar. Menjelang
kelahiran bayinya, ia segera meninggalkan daerah tempat tinggalnya. Di bawah sebatang
pohon kurma, jauh dari tempat asalnya, Maryam melahirkan. Peristiwa aneh ini akhirnya
diketahui juga oleh penduduk. Mereka menuduh Maryam berbuat zina, namun keajaiban
terjadi, bayi yang baru dilahirkan itu menyelamatkan ibunya dengan ucapan yang fasih
bahwa ibunya tidak melakukan kesalahan dan semua ini terjadi semata-mata kehendak Allah
SWT. Bayi Maryam inilah yang kelak menjadi Nabi Isa AS.
Kisah kelahiran Nabi Isa AS terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 45-48, dan 59, surat Maryam:
16-35, Al-Anbiyâ: 91, dan At-Tahrîm: 12. Mukjizat Nabi Isa AS
Sejak kecil, Isa telah menunjukkan perilaku yang berbeda dibanding anak-anak sebayanya. Ia
sangat haus ilmu pengetahuan. Sejak usia 12 tahun ia telah menghabiskan seluruh waktunya
untuk menuntut ilmu dan menghadiri pertemuan serta diskusi para ulama di Baitulmakdis.
Nabi Isa AS, yang dalam agama Nasrani dikenal dengan nama Yesus Kristus, menerima
tugas kenabian pada usia 30 tahun di Bukit Zaitun. Ia segera memproklamasikan
kerasulannya pada Bani Israil. Saat itu kehidupan keagamaan Bani Israil sudah jauh
menyimpang dari ajaran Nabi Musa AS. Bahkan sebagian dari mereka telah murtad. Para
pemuka Bani Israil menuntut Isa membuktikan kenabiannya. Allah SWT memberikan banyak
mukjizat bagi Isa, diantaranya ia dapat menghidupkan orang mati, menyembuhkan sejumlah
penyakit, menyembuhkan mata orang yang buta sejak lahir, membuat burung hidup dari
tanah liat, dan memberitahukan kepada orang-orang tentang apa yang mereka makan dan
mereka simpan di rumah-rumah mereka.
Mukjizatnya ini ditunjukkan pada Bani Israil, dan dalam waktu relatif singkat, Nabi Isa AS
berhasil memperoleh banyak pengikut. Selain mukjizat-mukjizat tsb, Allah SWT juga
menganugerahi kitab Injil.
Sejumlah keistimewaan Nabi Isa AS dikisahkan dalam Al Qur'an surat Ãli-'Imrân: 49-50 dan
Al-Mâ'idah: 110. Kabar tentang akan datangnya Nabi Akhir Zaman
Di antara tugas Nabi Isa AS adalah memberitahukan tentang akan datangnya utusan Allah di
akhir zaman yang bernama Ahmad, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an surat Ash-
Shâf: 6. Dan (ingatlah) ketika 'Isa putera Maryam berkata: Hai Bani Israil, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan
memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku,
yang namanya Ahmad (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata. (QS. 61:6)
Isa menyebut nama Muhammad dengan perkataan Paraclet yang berasal dari kata Piracletus
dalam bahasa Yunani. Kata ini memang terdapat dalam Injil bahasa Yunani. Dalam bahasa
Yunani, Piracletus artinya yang terpuji. Arti ini sama dengan kata bahasa Arab Ahmad
(=terpuji) atau Muhammad (=orang yang terpuji). Pengangkatan Isa ke sisi Allah SWT
Nabi Isa AS diutus oleh Allah kepada Bani Israil untuk meluruskan akhlak kaum Bani Israil
yang telah menyimpang dari ajaran Taurat dan Zabur yang dibawa oleh Nabi Musa AS dan
Nabi Daud AS. Dalam berdakwah, Nabi Isa AS didampingi para sahabatnya yang disebut al-
Hawâriyyûn, yang jumlahnya 12 orang, sesuai dengan jumlah suku (sibith) Bani Israil,
sehingga masing-masing hawari ini ditugaskan untuk menyampaikan risalah Injil bagi
masing-masing suku Bani Israil. Nama-nama ke-12 hawari itu menurut Injil adalah sebagai
berikut: Simon bin Yunus (alias Petrus)
Andreas bin Yunus
Yakub bin Zabdi
Yahya bin Zabdi (alias Yohannes)
Pilipus
Natanael (alias Bartolomius)
Thomas
Matius bin Alpius (alias Lewi, pemungut cukai dari Kapernaum)
Yakub bin Alpius
Lebeus (alias Tadius)
Simon Zelotes (dari Kanani)
Yudas Iskariot
Kisah para sahabat Nabi Isa AS ini terdapat dalam surat Al-Mâ'idah: 111-115 dan surat Ãli-
'Imrân: 52. Dalam surat tsb diceritakan bahwa al-Hawâriyyûn meminta Nabi Isa AS
menurunkan makanan dari langit. Nama surat Al-Maidah yang berarti makanan diambil
karena mengandung kisah ini. Kejadian turunnya makanan dari langit ini makin menambah
ketebalan iman para pengikut Isa AS. Karena makin lama pengikut Isa AS semakin banyak,
para pemuka Yahudi makin kehilangan pengaruh. Mereka lalu membuat sejumlah tuduhan
palsu terhadap Isa yang mengakibatkan pihak penguasa Romawi memutuskan untuk
menangkap Isa. Allah SWT yang melindungi rasul-Nya menyelamatkan Isa dengan
mengangkatnya ke sisi-Nya. Sementara itu, Yudas, murid Isa AS yang munafik dan
berkhianat dengan menunjukkan tempat persembunyian Nabi Isa AS kepada musuh yang
mengejarnya, wajahnya dibuat oleh Allah SWT menjadi serupa dengan Isa AS, sehingga
dialah yang kemudian diambil pasukan raja dan disalib di tiang kayu.
Kisah ini terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 55 dan An-Nisâ: 157-158. Menurut riwayat, 6
tahun setelah pengangkatan Nabi Isa AS, Maryam wafat dan dimakamkan di sebuah gereja di
Baitulmakdis. Sementara itu para al-Hawâriyyûn yang selamat dari pengejaran berdakwah
menyebarkan ajaran Nabi Isa AS secara sembunyi-sembunyi
25. Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW adalah nabi pembawa risalah Islam, rasul terakhir penutup rangkaian
nabi-nabi dan rasul-rasul Allah SWT di muka bumi. Ia adalah salah seorang dari yang
tertinggi di antara 5 rasul yang termasuk dalam golongan Ulul Azmi atau mereka yang
mempunyai keteguhan hati (QS. 46: 35). Keempat rasul lainnya dalam Ulul Azmi tsb ialah
Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, dan Nuh AS. Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Masa pengasuhan Haliman binti Abi Du'aib as-Sa'diyah
Tanda-tanda kenabian
Gelar al-Amin
Pernikahan dengan Khadijah
Wahyu pertama
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW
Peristiwa Isra Mi'raj
Hijrah
Terbentuknya Negara Madinah
Perang Badr
Perang Uhud
Perang Khandaq
Perjanjian Hudaibiyah
Penyebaran Islam ke negeri-negeri lain
Kembali ke Mekah
Ibadah haji terakhir
Kembali ke Madinah
Wafatnya Nabi SAW
Ummul Mukminin Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia
dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah
Muttalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah
binti Wahab dari Bani Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun garis ibu, silsilah Nabi
Muhammad SAW sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Tahun kelahiran
Nabi Muhammad SAW dikenal dengan nama Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi
peristiwa besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan
menghancurkan Ka'bah. Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di
Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan Ka'bahnya sebagai pusat
perekonomian dan peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar Negus dari
Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang bersama-sama dengan Kaisar Byzantium
menghadapi musuh dari timur, yaitu Persia (Irak). Dalam penyerangan Ka'bah itu, tentara
Abrahah hancur karena terserang penyakit yang mematikan yang dibawa oleh burung Ababil
yang melempari tentara gajah. Abrahah sendiri lari kembali ke Yaman dan tak lama
kemudian meninggal dunia.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Al-Fîl: 1-5. Beberapa bulan setelah
penyerbuan tentara gajah, Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi nama
Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah,
bertepatan dengan 20 April 570 M. Saat itu ayah Muhammad, Abdullah, telah meninggal
dunia. Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya, Abdul Muttalib. Nama itu sedikit ganjil
di kalangan orang-orang Quraisy, karenanya mereka berkata kepada Abdul Muttalib,
"Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar, tetapi tak satu pun yang bernama
demikian." Abdul Muttalib menjawab, "Saya mengerti. Dia memang berbeda dari yang lain.
Dengam nama ini saya ingin agar seluruh dunia memujinya." Masa pengasuhan Haliman
binti Abi Du'aib as-Sa'diyah
Adalah suatu kebiasaan di Mekah, anak yang baru lahir diasuh dan disusui oleh wanita desa
dengan maksud supaya ia bisa tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang baik dan udara
yang lebih bersih. Saat Muhammad lahir, ibu-ibu dari desa Sa'ad datang ke Mekah
menghubungi keluarga-keluarga yang ingin menyusui anaknya. Desa Sa'ad terletak kira-kira
60 km dari Mekah, dekat kota Ta'if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik udaranya. di
antara ibu-ibu tsb terdapat seorang wanita bernama Halimah binti Abu Du'aib as Sa'diyah.
Keluarga Halimah tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu untuk mengasuh Muhammad
karena keluarga Aminah sendiri juga tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi
Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga akhirnya Halimah pun mengambil
Muhammad SAW sebagai anak asuhnya. Ternyata kehadiran Muhammad SAW sangat
membawa berkah pada keluarga Halimah. Dikisahkan bahwa kambing peliharaan Haris,
suami Halimah, menjadi gemuk-gemuk dan menghasilkan susu lebih banyak dari biasanya.
Rumput tempat menggembala kambing itu juga tumbuh subur. Kehidupan keluarga Halimah
yang semula suram berubah menjadi bahagia dan penuh kedamaian. Mereka yakin sekali
bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh itulah yang membawa berkah bagi kehidupan
mereka. Tanda-tanda kenabian
Sejak kecil Muhammad SAW telah memperlihatkan keistimewaan yang sangat luar biasa.
Usia 5 bulan ia sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu berbicara. Pada usia 2
tahun ia sudah bisa dilepas bersama anak-anak Halimah yang lain untuk menggembala
kambing. Saat itulah ia berhenti menyusu dan karenanya harus dikembalikan lagi pada
ibunya. Dengan berat hati Halimah terpaksa mengembalikan anak asuhnya yang telah
membawa berkah itu, sementara Aminah sangat senang melihat anaknya kembali dalam
keadaan sehat dan segar. Namun tak lama setelah itu Muhammad SAW kembali diasuh oleh
Halimah karena terjadi wabah penyakit di kota Mekah. Dalam masa asuhannya kali ini, baik
Halimah maupun anak-anaknya sering menemukan keajaiban di sekitar diri Muhammad
SAW. Anak-anak Halimah sering mendengar suara yang memberi salam kepada Muhammad
SAW, "Assalamu 'Alaika ya Muhammad," padahal mereka tidak melihat ada orang di situ.
Dalam kesempatan lain, Dimrah, anak Halimah, berlari-lari sambil menangis dan
mengadukan bahwa ada dua orang bertubuh besar-besar dan berpakaian putih menangkap
Muhammad SAW. Halimah bergegas menyusul Muhammad SAW. Saat ditanyai,
Muhammad SAW menjawab, "Ada 2 malaikat turun dari langit. Mereka memberikan salam
kepadaku, membaringkanku, membuka bajuku, membelah dadaku, membasuhnya dengan air
yang mereka bawa, lalu menutup kembali dadaku tanpa aku merasa sakit." Halimah sangat
gembira melihat keajaiban-keajaiban pada diri Muhammad SAW, namun karena kondisi
ekonomi keluarganya yang semakin melemah, ia terpaksa mengembalikan Muhammad SAW,
yang saat itu berusia 4 tahun, kepada ibu kandungnya di Mekah. Dalam usia 6 tahun, Nabi
Muhammad SAW telah menjadi yatim-piatu. Aminah meninggal karena sakit sepulangnya ia
mengajak Muhammad SAW berziarah ke makam ayahnya. Setelah kematian Aminah, Abdul
Muttalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad SAW. Namun kemudian
Abdul Muttalib pun meninggal, dan tanggung jawab pemeliharaan Muhammad SAW beralih
pada pamannya, Abi Thalib. Ketika berusia 12 tahun, Abi Thalib mengabulkan permintaan
Muhammad SAW untuk ikut serta dalam kafilahnya ketika ia memimpin rombongan ke
Syam (Suriah). Usia 12 tahun sebenarnya masih terlalu muda untuk ikut dalam perjalanan
seperti itu, namun dalam perjalanan ini kembali terjadi keajaiban yang merupakan tanda-
tanda kenabian Muhammad SAW. Segumpal awan terus menaungi Muhammad SAW
sehingga panas terik yang membakar kulit tidak dirasakan olehnya. Awan itu seolah
mengikuti gerak kafilah rombongan Muhammad SAW. Bila mereka berhenti, awan itu pun
ikut berhenti. Kejadian ini menarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama Buhairah
yang memperhatikan dari atas biaranya di Busra. Ia menguasai betul isi kitab Taurat dan Injil.
Hatinya bergetar melihat dalam kafilah itu terdapat seorang anak yang terang benderang
sedang mengendarai unta. Anak itulah yang terlindung dari sorotan sinar matahari oleh
segumpal awan di atas kepalanya. "Inilah Roh Kebenaran yang dijanjikan itu," pikirnya.
Pendeta itu pun berjalan menyongsong iring-iringan kafilah itu dan mengundang mereka
dalam suatu perjamuan makan. Setelah berbincang-bincang dengan Abi Thalib dan
Muhammad SAW sendiri, ia semakin yakin bahwa anak yang bernama Muhammad adalah
calon nabi yang ditunjuk oleh Allah SWT. Keyakinan ini dipertegas lagi oleh kenyataan
bahwa di belakang bahu Muhammad SAW terdapat sebuah tanda kenabian. Saat akan
berpisah dengan para tamunya, pendeta Buhairah berpesan pada Abi Thalib, "Saya berharap
Tuan berhati-hati menjaganya. Saya yakin dialah nabi akhir zaman yang telah ditunggu-
tunggu oleh seluruh umat manusia. Usahakan agar hal ini jangan diketahui oleh orang-orang
Yahudi. Mereka telah membunuh nabi-nabi sebelumnya. Saya tidak mengada-ada, apa yang
saya terangkan itu berdasarkan apa yang saya ketahui dari kitab Taurat dan Injil. Semoga
tuan-tuan selamat dalam perjalanan." Apa yang dikatakan oleh pendeta Kristen itu membuat
Abi Thalib segera mempercepat urusannya di Suriah dan segera pulang ke Mekah. Gelar al-
Amin
Pada usia 20 tahun, Muhammad SAW mendirikan Hilful-Fudûl, suatu lembaga yang
bertujuan membantu orang-orang miskin dan teraniaya. Saat itu di Mekah memang sedang
kacau akibat perselisihan yang terjadi antara suku Quraisy dengan suku Hawazin. Melalui
Hilful-Fudûl inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW mulai tampak. Karena
aktivitasnya dalam lembaga ini, disamping ikut membantu pamannya berdagang, namanya
semakin terkenal sebagai orang yang terpercaya. Relasi dagangnya semakin meluas karena
berita kejujurannya segera tersiar dari mulut ke mulut, sehingga ia mendapat gelar Al-Amîn,
yang artinya orang yang terpercaya. Selain itu ia juga terkenal sebagai orang yang adil dan
memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Suatu ketika bangunan Ka'bah rusak karena banjir.
Penduduk Mekah kemudian bergotong-royong memperbaiki Ka'bah. Saat pekerjaan sampai
pada pengangkatan dan peletakan Hajar Aswad ke tempatnya semula, terjadi perselisihan.
Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan untuk melakukan pekerjaan itu. Akhirnya
salah satu dari mereka kemudian berkata, "Serahkan putusan ini pada orang yang pertama
memasuki pintu Shafa ini."
Mereka semua menunggu, kemudian tampaklah Muhammad SAW muncul dari sana. Semua
hadirin berseru, "Itu dia al-Amin, orang yang terpercaya. Kami rela menerima semua
keputusannya." Setelah mengerti duduk perkaranya, Muhammad SAW lalu membentangkan
sorbannya di atas tanah, dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah, lalu meminta semua
kepala suku memegang tepi sorban itu dan mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah
sampai pada ketinggian yang diharapkan, Muhammad SAW meletakkan batu itu pada
tempatnya semula. Dengan demikian selesailah perselisihan di antara suku-suku tsb dan
mereka pun puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu. Pernikahan dengan
Khadijah
Pada usia 25 tahun, atas permintaan Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar kaya raya,
Muhammad SAW berangkat ke Suriah membawa barang dagangan saudagar wanita yang
telah lama menjanda itu. Ia dibantu oleh Maisaroh, seorang pembantu lelaki yang telah lama
bekerja pada Khadijah. Sejak pertemuan pertama dengan Muhammad SAW, Khadijah telah
menaruh simpati melihat penampilan Muhammad SAW yang sopan itu. Kekagumannya
semakin bertambah mengetahui hasil penjualan yang dicapai Muhammad SAW di Suriah
melebihi perkiraannya. Akhirnya Khadijah mengutus Maisaroh dan teman karibnya, Nufasah
untuk menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad SAW. Khadijah yang berusia 40 tahun,
melamar Muhammad SAW untuk menjadi suaminya.
Setelah bermusyawarah dengan keluarganya, lamaran itu akhirnya diterima dan dalam waktu
dekat segera diadakan upacara pernikahan dengan sederhana. yang hadir dalam acara itu
antara lain Abi Thalib, Waraqah bin Nawfal dan Abu Bakar as-Siddiq. Pernikahan bahagia
itu dikaruniai 6 orang anak, terdiri dari 2 anak lelaki bernama Al-Qasim dan Abdullah, dan 4
anak perempuan bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua anak
lelakinya meninggal selagi masih kecil. Nabi Muhammad SAW tidak menikah lagi sampai
Khadijah meninggal, saat Muhammad SAW berusia 50 tahun. Dalam kehidupan rumah-
tangganya dengan Khadijah, Muhammad SAW tidak pernah menyakiti hati istrinya.
Sebaliknya istrinya pun ikhlas menyerahkan segalanya pada suaminya. Kekayaan istrinya
digunakan oleh Muhammad SAW untuk membantu orang-orang miskin dan tertindas.
Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah sebelum pernikahan mereka, semuanya ia
bebaskan, salah satunya adalah Zaid bin Haritsah yang kemudian menjadi anak angkatnya.
Wahyu pertama
Menjelang usianya yang ke-40, Nabi Muhammad SAW sering berkhalwat (menyendiri) ke
Gua Hira, sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan
beribadah disana. Suatu ketika, pada tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya
terang benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba Malaikat Jibril muncul di hadapannya
sambil berkata, "Iqra' (bacalah)." Lalu Muhammad SAW menjawab, "Mâ anâ bi qâri' (saya
tidak dapat membaca)." Mendengar jawaban Muhammad SAW, Jibril lalu memeluk tubuh
Muhammad SAW dengan sangat erat, lalu melepaskannya dan kembali menyuruh
Muhammad SAW membaca. Namun setelah dilakukan sampai 3 kali dan Muhammad SAW
tetap memberikan jawaban yang sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu Allah
SWT pertama, yang artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan.
Ia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Paling
Pemurah. yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. 96: 1-5)
Saat itu Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun
kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan
tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Dengan turunnya 5 ayat pertama ini,
berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT sebagai rasul. Setelah pengalaman
luar biasa di Gua Hira tsb, dengan rasa ketakutan dan cemas Nabi Muhammad SAW pulang
ke rumah dan berseru pada Khadijah, "Selimuti aku, selimuti aku." Sekujur tubuhnya terasa
panas dan dingin berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia bercerita kepada istrinya.
Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW datang
pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui kitab-kitab suci
Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Nabi Muhammad SAW, Waraqah pun
berkata, "Aku telah bersumpah dengan nama Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup
Waraqah, Tuhan telah memilihmu menjadi nabi kaum ini. An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat
Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu akan mengatakan bahwa engkau penipu, mereka
akan memusuhimu, dan mereka akan melawanmu. Sungguh, sekiranya aku dapat hidup pada
hari itu, aku akan berjuang membelamu." Dakwah Nabi Muhammad SAW
Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya: Hai orang yang berkemul
(berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu
bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi
perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS. 74: 1-7)
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah SAW berdakwah. Mula-mula
ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan rekan-rekannya.
Orang pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama
kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara sepupunya yang
kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam.
Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh
Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman,
pengasuh Nabi SAW sejak ibunya masih hidup. Abu Bakar sendiri kemudian berhasil
mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti, Usman bin Affan, Zubair bin
Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, dan Talhah bin Ubaidillah. Dari
dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk Islam. Setelah beberapa lama Nabi
SAW menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah agar Nabi SAW
menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat karibnya
dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya. Namun ternyata
hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian menolak dengan halus, sebagian menolak dengan
kasar, salah satunya adalah Abu Lahab. Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi
Muhammad SAW dalam pertemuan yang lebih besar. Ia pergi ke Bukit Shafa, sambil berdiri
di sana ia berteriak memanggil orang banyak. Karena Muhammad SAW adalah orang yang
terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah terjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga
mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW. Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi
SAW berkata, "Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di belakang bukit ini ada pasukan
musuh yang siap menyerang kalian, percayakah kalian?"
Dengan serentak mereka menjawab, "Percaya, kami tahu saudara belum pernah berbohong.
Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang mendapat gelar al-Amin."
Kemudian Nabi SAW meneruskan, "Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang
nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku agar aku memperingatkan saudara-
saudara. Hendaknya kamu hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain Allah. Bila
saudara ingkar, saudara akan terkena azabnya dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan
kemudian tidak ada gunanya." Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang
berkumpul itu marah, bahkan sebagian dari mereka ada yang mengejeknya gila. Pada saat itu,
Abu Lahab berteriak, "Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah engkau
mengumpulkan kami?"
Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang artinya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api
yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. yang di lehernya ada tali
dari sabut. (QS. 111: 1-5)
Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW
Reaksi-reaksi keras menentang dakwah Nabi SAW bermunculan, namun tanpa kenal lelah
Nabi Muhammad SAW terus melanjutkan dakwahnya, sehingga hasilnya mulai nyata.
Hampir setiap hari ada yang menggabungkan diri dalam barisan pemeluk agama Islam.
Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang miskin serta
lemah. Meskipun sebagian dari mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat
yang mendorong mereka beriman sangat membaja. Tantangan dakwah terberat datang dari
para penguasa Mekah, kaum feodal, dan para pemilik budak. Mereka ingin mempertahankan
tradisi lama disamping juga khawatir jika struktur masyarakat dan kepentingan-kepentingan
dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada
keadilan sosial dan persamaan derajat. Mereka menyusun siasat untuk melepaskan hubungan
keluarga antara Abi Thalib dan Nabi Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu
Thalib memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad SAW agar berhenti
berdakwah, atau menyerahkannya kepada mereka. Abi Thalib terpengaruh oleh ancaman itu,
ia meminta agar Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Tetapi Muhammad SAW
menolak permintaannya dan berkata, "Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan
amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya."
Mendengar jawaban ini, Abi Thalib pun berkata, "Teruskanlah, demi Allah aku akan terus
membelamu". Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus Walid bin Mugirah
menemui Abi Thalib dengan membawa seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan
Muhammad SAW. Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan
tampan. Walid bin Mugirah berkata, "Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan
kepada kami Muhammad untuk kami bunuh, karena dia telah menentang kami dan memecah
belah kita".
Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abi Thalib dengan berkata, "Sungguh jahat
pikiran kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan, dan saya
serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh. Sungguh suatu penawaran yang tak mungkin
saya terima." Kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka menghadapi Nabi
Muhammad SAW secara langsung. Mereka mengutus Utbah bin Rabi'ah, seorang ahli
retorika, untuk membujuk Nabi SAW. Mereka menawarkan takhta, wanita, dan harta yang
mereka kira diinginkan oleh Nabi SAW, asal Nabi SAW bersedia menghentikan
dakwahannya. Namun semua tawaran itu ditolak oleh Nabi Muhammad SAW dengan
mengatakan, "Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan
bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini, hingga agama
ini memang atau aku binasa karenanya." Setelah gagal dengan cara-cara diplomatik dan
bujuk rayu, kaum Quraisy mulai melakukan tindak kekerasan. Budak-budak mereka yang
telah masuk Islam mereka siksa dengan sangat kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan tidak
diberi makan dan minum. Salah seorang budak bernama Bilal, mendapat siksaan
ditelentangkan di atas pasir yang panas dan di atas dadanya diletakkan batu yang besar dan
berat. Setiap suku diminta menghukum anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia
murtad kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan dipukul hingga
babak belur oleh anggota keluarganya sendiri. Secara keseluruhan, sejak saat itu umat Islam
mendapat siksaan yang pedih dari kaum Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran,
dihalangi untuk melakukan ibadah di Ka'bah, dan lain sebagainya. Kekejaman terhadap kaum
Muslimin mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya
keluar dari Mekah. Dengan pertimbangan yang mendalam, pada tahun ke-5 kerasulannya,
Nabi SAW menetapkan Abessinia atau Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai negeri tempat
pengungsian, karena raja negeri itu adalah seorang yang adil, lapang hati, dan suka menerima
tamu. Nabi SAW merasa pasti rombongannya akan diterima dengan tangan terbuka.
Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5 orang wanita. di antara rombongan tsb
adalah Usman bin Affan beserta istrinya Ruqayah (putri Rasulullah SAW), Zubair bin
Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. Kemudian menyusul rombongan kedua yang dipimpin
oleh Ja'far bin Abi Thalib. Beberapa sumber menyatakan jumlah rombongan ini lebih dari 80
orang. Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habasyah
ini, termasuk membujuk raja negeri tsb agar menolak kehadiran umat Islam disana. Namun
berbagai usaha itu pun gagal. Semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, justru
semakin bertambah jumlah yang memeluk Islam. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman
tsb, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin
Khattab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki "Singa Arab" itu, semakin kuatlah
posisi umat Islam dan dakwah Muhammad SAW pada waktu itu. Hal ini membuat reaksi
kaum Quraisy semakin keras. Mereka berpendapat bahwa kekuatan Nabi Muhammad SAW
terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka pun berusaha melumpuhkan Bani
Hasyim dengan melaksanakan blokade. Mereka memutuskan segala macam hubungan
dengan suku ini. Tidak seorang pun penduduk Mekah boleh melakukan hubungan dengan
Bani Hasyim, termasuk hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang mereka buat
dalam bentuk piagam itu mereka tanda-tangani bersama dan mereka gantungkan di dalam
Ka'bah. Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Untuk
meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di luar kota
Mekah. Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian Muhammad SAW
dan berlangsung selama 3 tahun itu merupakan tindakan yang paling menyiksa. Pemboikotan
itu berhenti karena terdapat beberapa pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa tindakan
pemboikotan itu sungguh keterlaluan. Kesadaran itulah yang mendorong mereka melanggar
perjanjian yang mereka buat sendiri. Dengan demikian Bani Hasyim akhirnya dapat kembali
pulang ke rumah masing-masing. Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abi
Thalib, paman Nabi SAW yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia
87 tahun. Tiga hari kemudian, Khadijah, istrinya, juga meninggal dunia. Tahun ke-10
kenabian ini benar-benar merupakan Tahun Kesedihan ('Âm al-Huzn) bagi Nabi Muhammad
SAW. Telebih sepeninggal dua pendukungnya itu, kaum Quraisy tidak segan-segan
melampiaskan kebencian kepada Nabi SAW. Hingga kemudian Nabi SAW berusaha
menyebarkan dakwah ke luar kota, yaitu ke Ta'if. Namun reaksi yang diterima Nabi SAW
dari Bani Saqif (penduduk Ta'if), tidak jauh berbeda dengan penduduk Mekah. Nabi SAW
diejek, disoraki, dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian kepala dan badannya. Peristiwa
Isra Mi'raj
Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra Mi'raj.
Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidilharam di Mekah ke Masjidilaksa di Yerusalem.
Mi'raj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari Masjidilaksa ke langit melalui beberapa
tingkatan, terus menuju Baitulmakmur, sidratulmuntaha, arsy (takhta Tuhan), dan kursi
(singgasana Tuhan), hingga menerima wahyu di hadirat Allah SWT. Dalam kesempatannnya
berhadapan langsung dengan Allah SWT inilah Nabi Muhammad SAW menerima perintah
untuk mendirikan sholat 5 waktu sehari semalam.
Peristiwa Isra Mi'raj ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Isrâ' ayat 1. Hijrah
Harapan baru bagi perkembangan Islam muncul dengan datangnya jemaah haji ke Mekah
yang berasal dari Yatsrib (Madinah). Nabi Muhammad SAW memanfaatkan kesempatan itu
untuk menyebarkan agama Allah SWT dengan mendatangi kemah-kemah mereka. Namun
usaha ini selalu diikuti oleh Abu Lahab dan kawan-kawannya dengan mendustakan Nabi
SAW. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku Aus dan Khazraj yang
berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi SAW menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam, mereka
menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka berkata, "Bangsa kami sudah
lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar
merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan
perantaramu dan ajaran-ajaran yang kamu bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah agar
mereka mengetahui agama yang kami terima dari kamu ini." Pada musim haji tahun
berikutnya, datanglah delegasi Yatsrib yang terdiri dari 12 orang suku Khazraj dan Aus.
Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan Nabi SAW,
mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Karena ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka dinamakan
Bai'at Aqabah. Rombongan 12 orang tsb kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah
dengan ditemani oleh Mus'ab bin Umair yang sengaja diutus oleh Nabi SAW atas permintaan
mereka. Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 75
orang, termasuk 12 orang yang sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah. Mereka
meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi
SAW dari segala ancaman. Nabi SAW menyetujui usul yang mereka ajukan. Mengetahui
adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib, kaum Quraisy
menjadi semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat Nabi SAW
memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Secara diam-diam, berangkatlah
rombongan-rombongan muslimin, sedikit demi sedikit, ke Yatsrib. Dalam waktu 2 bulan,
kurang lebih 150 kaum muslimin telah berada di Yatsrib. Sementara itu Ali bin Abi Thalib
dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal di Mekah bersama Nabi SAW, membelanya sampai
Nabi SAW mendapat wahyu untuk hijrah ke Yatsrib. Kaum Quraisy merencanakan untuk
membunuh Nabi Muhammad SAW sebelum ia sempat menyusul umatnya ke Yatsrib.
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang
pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW, sehingga ia
merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan
segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi
Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya agar kaum
Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur. Pada malam hari yang direncanakan, di
tengah malam buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung
dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu.
Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan
Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan
aman. Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi
SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya.
Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan
membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi
SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang
tidak pernah ditempuh orang. Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di
Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama
beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi
SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah
masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian,
Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-
nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim
ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke
tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong
kedatangan Nabi SAW dan rombongan. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris
di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang isinya: Telah tiba bulan
purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah bukit).
Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi,
Wahai orang yang diutus kepada kami,
engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.
Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Nabi SAW
hanya berkata, "Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan
sekehendak hatinya."
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan
rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu
Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di
rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah
untuknya. Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi). Orang
sering pula menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari
sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia. Terbentuknya Negara Madinah
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima penduduk Madinah, Nabi SAW menjadi
pemimpin penduduk kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan yang kokoh bagi
pembentukan suatu masyarakat baru. Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang
hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut
membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan
Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW
mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az
bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu
persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah
telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,
menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan. Dasar kedua adalah sarana terpenting
untuk mewujudkan rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud
adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang
juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar,
mengadili perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi
dagang.
Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-
sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi.
Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-
Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah
kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya. Dasar
ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di
Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat
Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar
stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan
perjanjian dengan mereka. Perjanjian tsb diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut
dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi piagam itu antara lain mengenai kebebasan
beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban
negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW
menjadi kepala pemerintahan di Madinah. Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad
SAW di Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, dengan
Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah,
Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang
Mekah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas
kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke
Suriah akan diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin. Untuk memperkokoh dan
mempertahankan keberadaan negara yang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan
beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah
bin Abdul Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris
membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang
Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat
perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin
dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi tsb sengaja digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga dan melatih
kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan
mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah
dimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah. Perang Badr
Perang Badr yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin
Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian
pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy.
Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad
SAW gagal. Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata
sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai
pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi
Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy,
dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur
sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka
memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi
Muhammad SAW dalam Piagam Madinah. Sementara itu, dalam menangani persoalan
tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan para tawanan
dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan
menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara.
Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan
juga. Tidak lama setelah perang Badr, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian
dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan
melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang
berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke
Suriah. Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan
karena keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr.
Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor
unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di
antara mereka memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang pun
berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih
besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh
Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta
peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos
mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi
menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan
serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan.
Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran.
Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita
tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat
mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu. Perang Uhuh
ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada. Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah
melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan
masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu
beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah
SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota
yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung Madinah dengan mendirikan
perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat
masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus.
Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu
Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad. Namun akhirnya pertolongan Allah SWT
menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan
makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun
dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh
perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan
kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil. Para pengkhianat Yahudi dari Bani
Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26. Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk
mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang
kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya
perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya
untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer
dari Mekah.
Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan
sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga. Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah
antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain: Kedua belah pihak setuju untuk
melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan.
Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak
Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun
dengan pihak Quraisy.
Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi ditangguhkan
sampai tahun berikutnya.
Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih
dulu.
Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata, kecuali
pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha merebut dan
menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini: Mekah adalah pusat keagamaan
bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan
Islam dapat tersebar ke luar.
Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar,
karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan
bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang
masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping
juga melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah. Penyebaran Islam ke
negeri-negeri lain
Gencatan senjata dengan penduduk Mekah memberi kesempatan kepada Nabi SAW untuk
mengalihkan perhatian ke berbagai negeri-negeri lain sambil memikirkan bagaimana cara
mengislamkan mereka. Salah satu cara yang ditempuh oleh Nabi SAW kemudian adalah
dengan mengirim utusan dan surat ke berbagai kepala negara dan pemerintahan. di antara
raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi SAW adalah raja Gassan dari Iran, raja Mesir,
Abessinia, Persia, dan Romawi. Memang dengan cara itu tidak ada raja-raja yang masuk
Islam, namun setidaknya risalah Islam sudah sampai kepada mereka. Reaksi para raja itu pun
ada yang menolak dengan baik dan simpatik sambil memberikan hadiah, ada pula yang
menolak dengan kasar. Raja Gassan termasuk yang menolak dengan kasar. Utusan yang
dikirim Nabi SAW dibunuhnya dengan kejam. Sebagai jawaban, Nabi SAW kemudian
mengirim pasukan perang sebanyak 3.000 orang dibawah pimpinan Zaid bin Haritsah.
Peperangan terjadi di Mu'tah, sebelah utara Semenanjung Arab. Pasukan Islam mendapat
kesulitan menghadapi tentara Gassan yang mendapat bantuan langsung dari Romawi.
Beberapa syuhada gugur dalam pertempuran melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu
orang itu. di antara mereka yang gugur adalah Zaid bin Haritsah sendiri, Ja'far bin Abi
Thalib, dan Abdullah bin Abi Rawahah.
Melihat kekuatan yang tidak seimbang itu, Khalid bin Walid, bekas panglima Quraisy yang
sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan Islam menarik
diri dan kembali ke Madinah. Perang melawan tentara Gassan dan pasukan Romawi ini
disebut dengan Perang Mu'tah. Kembali ke Mekah
Selama 2 tahun Perjanjian Hudaibiyah, dakwah Islam sudah menjangkau Semenanjung Arab
dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Semenanjung Arab, termasuk suku-
suku yang paling selatan, telah menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal ini membuat orang-
orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata telah menjadi senjata bagi
umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu secara sepihak orang-orang Quraisy
membatalkan perjanjian tsb. Mereka menyerang Bani Khuza'ah yang berada di bawah
perlindungan Islam hanya karena kabilah ini berselisih dengan Bani Bakar yang menjadi
sekutu Quraisy. Sejumlah orang Kuza'ah mereka bunuh dan sebagian lainnya dicerai-
beraikan. Bani Khuza'ah segera mengadu pada Nabi Muhammad SAW dan meminta
keadilan. Rasulullah SAW segera bertolak dengan 10.000 orang tentara untuk melawan kaum
musyrik Mekah itu. Kecuali perlawanan kecil dari kaum Ikrimah dan Safwan, Nabi
Muhammad SAW tidak mengalami kesukaran memasuki kota Mekah. Nabi SAW memasuki
kota itu sebagai pemenang. Pasukan Islam memasuki kota Mekah tanpa kekerasan. Mereka
kemudian menghancurkan patung-patung berhala di seluruh negeri. Allah SWT berfirman:
"...Kebenaran sudah datang dan yang bathil telah lenyap. Sesungguhnya yang bathil itu
adalah sesuatu yang pasti lenyap."(QS. 17: 81)
Setelah melenyapkan berhala-berhala itu, Nabi SAW berkhotbah menjanjikan ampunan bagi
orang-orang Quraisy. Setelah khotbah tsb, berbondong-bondong mereka datang dan masuk
Islam. Ka'bah bersih dari berhala dan tradisi-tradisi serta kebiasaan-kebiasaan musyrik.
Sejak itu, Mekah kembali berada di bawah kekuasaan Nabi SAW. Setelah Mekah dapat
dikalahkan, masih terdapat suku-suku Arab yang menentang, yaitu Bani Saqif, Bani
Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Suku-suku ini berkomplot membentuk satu pasukan
untuk memerangi Islam karena ingin menuntut bela atas berhala-berhala mereka yang
diruntuhkan Nabi SAW dan umat Islam di Ka'bah. Pasukan mereka dipimpin oleh Malik bin
Auf (dari Bani Nasr).
Dalam perjalanan mereka ke Mekah, mereka berkemah di Lembah Hunain yang sangat
strategis. Kurang lebih 2 minggu kemudian, Nabi SAW memimpin sekitar 12.000 tentara
menuju Hunain. Saat melihat banyak pasukan Islam yang gugur, sebagian pasukan yang
masih hidup menjadi goyah dan kacau balau, sehingga Nabi SAW kemudian memberi
semangat dan memimpin langsung peperangan tsb. Akhirnya umat Islam berhasil menang.
Pasukan musuh yang melarikan diri ke Ta'if terus diburu selama beberap minggu sampai
akhirnya mereka menyerah. Pemimpin mereka, Malik bin Auf, menyatakan diri masuk Islam.
Dengan ditaklukannya Bani Saqif dan Bani Hawazin, kini seluruh Semenanjung Arab berada
di bawah satu kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Melihat
kenyataan itu, Heraclius, pemimpin Romawi, menyusun pasukan besar di Suriah, kawasan
utara Semenanjung Arab yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar
itu bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides. Dalam masa panen dan pada musim yang
sangat panas, banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri untuk berperang bersama Nabi
SAW. Pasukan Romawi kemudian menarik diri setelah melihat betapa besarnya pasukan
yang dipimpin Nabi SAW. Nabi SAW sendiri tidak melakukan pengejaran, melainkan ia
berkemah di Tabuk. Disini Nabi SAW membuat beberapa perjanjian dengan penduduk
setempat. Dengan demikian daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.
Perang yang terjadi di Tabuk ini merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Pada tahun 9 dan 10 H banyak suku dari seluruh pelosok Arab yang mengutus delegasinya
kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan tunduk kepada Nabi SAW. Masuknya
orang Mekah ke dalam agama Islam mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk
Arab. Oleh karena itu, tahun ini disebut dengan Tahun Perutusan atau 'Âm al-Bi'sah. Mereka
yang datang ke Mekah, rombongan demi rombongan, mempelajari ajaran-ajaran Islam dan
setelah itu kembali ke negeri masing-masing untuk mengajarkan kepada kaumnya. Dengan
cara ini, persatuan Arab terbentuk. Peperangan antar suku yang berlangsung selama ini
berubah menjadi persaudaraan agama. Pada saat itu turunlah firman Allah SWT: Apabila
telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah
dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS. 110: 1-3)
Kini apa yang ditugaskan kepada Nabi Muhammad SAW sudah tercapai.
Di tengah-tengah suatu bangsa yang tenggelam dalam kebiadaban, telah lahir seorang nabi.
Ia telah berhasil membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada mereka dan mensucikannya serta
mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka, padahal sebelumnya mereka berada dalam
kegelapan yang pekat.
Pada awalnya Nabi Muhammad SAW mendapati mereka bergelimang dalam ketakhyulan
yang merendahkan derajat manusia, lalu ia mengilhami mereka dengan kepercayaan kepada
satu-satunya Tuhan yang Maha Besar dan Maha Kasih Sayang.
Saat mereka bercerai-berai dan terlibat dalam peperangan yang seolah tak ada habisnya,
dipersatukannya mereka dalam ikatan persaudaraan.
Kalau sebelumnya Semenanjung Arab berada dalam kegelapan rohani, maka ia datang
membawa cahaya terang-benderang untuk menyinari rohani mereka. Pekerjaannya selesai
sudah, dan seluruhnya dikerjakan dengan baik semasa hidupnya.
Disinilah letak keunggulan Nabi Muhammad SAW dibanding dengan nabi-nabi yang lain.
Ibadah haji terakhir
Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang disebut juga
dengan haji wada'.
Pada tanggal 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan Madinah.
Sekitar seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji bersamanya. Pada waktu wukuf di
Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi
khotbah itu antara lain: larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq (benar) dan
mengambil harta orang lain dengan bathil (salah), karena nyawa dan harta benda adalah suci.
larangan riba dan larangan menganiaya
perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut
perintah menjauhi dosa
semua pertengkaran di antara mereka di zaman Jahiliah harus dimaafkan
pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi
dibenarkan
persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu mereka memakan apa yang dimakan
majikannya dan memakai apa yang dipakai majikannya
dan yang terpenting, bahwa umat Islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yang
tak akan pernah usang, yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi SAW.
Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jemaah, "Sudahkan aku menyampaikan
amanat Allah, kewajibanku, kepada kamu sekalian?"
Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, "Ya, memang demikian adanya."
Nabi Muhammad SAW kemudian menengadah ke langit sambil mengucapkan, "Ya Allah,
Engkaulah menjadi saksiku."
Dengan kata-kata seperti itu Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya. Kembali ke Madinah
Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi Muhammad SAW kembali ke Madinah.
Disinilah ia menghabiskan sisa hidupnya. Ia mengatur organisasi masyarakat di kabilah-
kabilah yang telah memeluk Islam dan menjadi bagian dari persekutuan Islam. Petugas
keamanan dan para da'i dikirimnya ke berbagai daerah untuk menyebarkan ajaran-ajaran
Islam, mengatur peradilan Islam, dan memungut zakat. Salah seorang di antara petugas itu
adalah Mu'az bin Jabal yang dikirim oleh Nabi SAW ke Yaman. Ketika itulah hadist Mu'az
yang terkenal muncul, yaitu perintah Nabi SAW agar Mu'az menggunakan pertimbangan
akalnya dalam mengatur persoalan-persoalan agama apabila ia tidak menemukan petunjuk
dalam Al-Qur'an dan hadist Nabi SAW. Pada saat-saat itu pula wahyu Allah SWT yang
terakhir turun: "... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu ..." (QS. 5: 3)
Mendengar ayat ini, banyak orang yang bergembira karena telah sempurna agama mereka,
tetapi ada pula yang menangis, seperti Abu Bakar, karena mengetahui bahwa ayat itu jelas
merupakan pertanda berakhirnya tugas Rasulullah SAW. Wafatnya Nabi SAW
Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada' di Madinah, Nabi SAW sakit demam.
Meskipun badannya mulai lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru setelah
kondisinya tidak memungkinkan lagi, yaitu 3 hari menjelang wafatnya, ia tidak mengimami
shalat berjamaah. Sebagai gantinya ia menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat. Tenaganya
dengan cepat semakin berkurang. Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi
Muhammad SAW menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah istrinya, Aisyah binti
Abu Bakar, dengan wasiat terakhir, "Ingatlah shalat, dan taubatlah...".

Anda mungkin juga menyukai