Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

SIMETRI KRISTAL
Kristal merupakan salah satu jenis material padat yang memiliki sifat-sifat mikroskopis yang
periodik dalam tiga dimensi, atau disebut dengan simetri translasi. Simetri ini terjadi karena adanya
pengulangan struktur Kristal. Struktur Kristal merupakan konfigurasi dari sel yang berulang secara tiga
dimensi ke masing-masing arah. Sel merupakan basis (sekumpulan konfigurasi atom/molekul) yang
melekat pada kisi (lattice).
Selain simetri translasi, Kristal juga bisa memiliki simetri rotasi, refleksi, dan kombinasi dari
keduanya dengan translasi. Adanya simetri-simetri tersebut, mengakibatkan struktur Kristal yang
mungkin ada menjadi sangat terbatas. Seluruh kemungkinan struktur Kristal yang ada dijelaskan oleh
suatu grup yang disebut grup kristalografik ruang (crystallographic space group). Tiap-tiap struktur
menuntut kita untuk mengetahui seluruh operasi dasar yang ada (elemen simetri) sekaligus titik,
sumbu, atau bidang dimana operasi itu berlangsung.
Seluruh elemen simetri yang kita butuhkan untuk mempelajari struktur Kristal secara mendetail
sudah tercakup dalam suatu grup yang disebut grup ruang (space groups). Namun grup ini terlalu
lengkap untuk kebutuhan kita saat ini. Sehingga perlu dilakukan beberapa reduksi secara sistematis
agar lebih sesuai dengan kebutuhan kita yaitu menggambarkan perilaku dari material padat anisotropi
pada skala mikroskopis.

2.1. Sifat-sifat Makroskopis yang menunjukkan simetri Grup Titik (Point Group Symmetry).
Secara mikroskopis akan terlihat bahwa Kristal sebenarnya memiliki simetri yang berbeda-beda.
Sehingga efek dari gangguan dari luar yang dikenakan akan menghasilkan respon yang lebih jelas di
titik-titik tertentu dibandingkan dengan titik lain. Namun pemberian gangguan yang seragam dan
cukup besar untuk mengenai banyak sel secara bersamaan mengakibatkan Kristal merespon sebagai
suatu kesatuan. Penjelasan dari interaksi makroskopis ini harus independen terhadap koordinat awal
dan lokasi spesifik dari elemen simetri dalam Kristal. Oleh sebab itu, untuk kasus mikroskopis kita
dapat menganggap seluruh elemen memberikan respon yang sama pada semua titik. Sehingga Kristal
dapat dianggap sebagai materi yang kontinyu dengan sifat anisotropis yang seragam.
Simetri yang cocok digunakan untuk materi semacam itu adalah simetri grup titik. Grup titik kristal
merupakan serangkaian operasi simetri yang menyebabkan adanya transformasi suatu titik tanpa
mengubah keadaan kristalnya. Grup ini dapat diturunkan dari grup ruang dengan merangkum seluruh
simetri yang hanya dibedakan oleh lokasi elemen simetrinya dalam unit sel. Cara lainnya adalah
dengan memulai dari simetri kisi dan kemudian memasukkan simetri struktur ke dalam tiap kisi.
Pendekatan kedua jauh lebih langsung. Pada subbab berikutnya kita akan mengembangkan
pendekatan kedua dalam dua dimensi untuk kemudian diterapkan ke dalam grup tiga dimensi

2.2. Kisi dalam Dua Dimensi


Seluruh titik P pada kisi didefinisikan oleh 2 vektor basis 1 dan 2 dalan jumlahan 2 dimensi
(1 , 2 )
=

(2.1)

Simetri dari jumlahan seperti ini dapat diperoleh dengan menjabarkan elemen simetri terbedakan
yang ada atau operasi simetri spasial. Jumlah simetri secara keseluruhan bergantung pada besar dana
arah dari vektor .
Kisi dua dimensi memiliki setidaknya dua elemen simetri, yaitu operasi identitas dengan simbol 1
dan operasi inversi dengan simbol 2. Selain kedua elemen simetri tersebut, ada juga operasi rotasi dan
refleksi. Operasi refleksi dilabeli berdasarkan jumlah operasi yang diperlukan untuk melakukan 1
putaran penuh dengan sudut rotasi yang dimiliki. Sebagai contoh, operasi rotasi dengan sudut 1800
dilabeli 2. Sedangkan operasi refleksi dilabeli .
Rotasi terhadap sumbu normal harus bernilai genap agar sesuai dengan simetri 2. Sedangkan
rotasi lebih dari 6 akan mengakibatkan jarak antar-rotasi lebih rapat dari jarak yang sudah
didefinisikan dari jari-jari lingkaran. Sehingga elemen simetri yang mungkin adalah 2, 4, dan 6.
Walaupun pengulangan operasi ini dapat menghasilkan elemen simetri lain yang terbedakan. Sebagai
contoh, elemen simetri yang dapat dihasilkan dari pengulangan elemen 6 adalah
6, 62 =3, 63 =2, 64 =32 , 65 , 66 =1
Tanda pangkat menunjukkan jumlah dilakukan operasi. Dari daftar ini terlihat bahwa kita dapat
memperoleh elemen 3 dari melakukan operasi rotasi 6 sebanyak 2 kali. Selain itu, dapat dilihat bahwa
ada dua elemen yang memiliki besar yang sama namun dengan arah yang berlawanan yaitu 65 dan 6.
Orde elemen (order) adalah pangkat yang dibutuhkan operasi untuk menjadi operasi identitas.
Misalnya 6 adalah elemen berorde 6 karena 66 =1, dan 2 adalah elemen orde 2 karena 22 =1.
Operasi refleksi digambarkan oleh bidang cermin yang melewati sumbu normal. Operasi ini
dapat membalik sumbu-sumbu atau merubal satu sumbu menjadi nilai negatifnya. Operasi refleksi
merupakan elemen berorde 2 : 2 =1.
Operasi rotasi selain 2 dan refleksi yang terjadi dalam kisi didefinisikan dengan relasi khusus antara
1 dan 2 . Terdapat 4 relasi khusus. Sehingga total ada lima tipe bidang kisi yang dapat dilihat di tabel
2-1 berdasarkan hubungan antara besar maupun arah dari masing-masing vektor basisnya.
Tabel 2.1. Kisi dalam dua dimensi

Pada tabel 2-1 juga terdapat seluruh simetri elemen dan geometri dari posisi operasi refleksi. Pada kisi
B,C, dan D m menggambarkan bidang refleksi yang berada di sudut kanan (right angle) dari m.
sedangkan pada kisi E, m dan m berada 600 dan 1200 dari m.

2.3. Sifat-Sifat dari Grup Simetri Kristal


Setiap elemen simetri didefinisikan sebagai operasi yang memetakan kisi terhadap dirinya
sendiri. Karena sifat ini, maka jika kita melakukan dua operasi simetri secara berturut-turut, maka kisi
tetap akan terpetakan pada konfigurasi yang sama dengan kondisi awal. Oleh sebab itu, kita dapat
menyatakann kedua operasi tersebut dalam satu operasi saja. Sebagai contoh, jika kita melakukan
rotasi 1 dengan sudut 180 , dari tabel 2.1 kita dapat peroleh bahwa 21 = 1 . Proses yang sama
juga dapat diterapkan pada kombinasi tiga atau lebih operasi.

Tabel 2.1. Aplikasi Operasi Simetri pada Kisi B untuk Basis Vektor Standar
Operasi

Konfigurasi Awal

Konfigurasi Akhir

1
2
m1
m1
2
m1

Reduksi hasil operasi menjadi operasi tunggal dapat dirangkum dalam tabel perkalian. Dalam
menyatakan hasil operasi dari dua simetri, harus dituliskan tiap ordenya karena ada kemungkinan
bahwa kedua operasi tidak komutatif. Untuk kisi B, tabel yang merangkum operasi-operasinya adalah

(2.2)

Tabel persamaan (2.2) menunjukkan bahwa semua operasi simetri dan hasi operasinya membentuk
kumpulan kecil yang tertutup dan mandiri. Yang juga termasuk dalam kumpulan ini adalah operasi
identitas dan invers dari sembarang operasi dengan aturan 1 = 1 = 1.
Kumpulan elemen simetri dari sembarang kisi dan sifat-sifat yang baru saja dijelaskan
mendefinisikan grup simetri. Suatu grup biasanya dilabeli dengan elemen pembentuknya. Elemen
pembentuk adalah elemen yang dengan pengulangan-pengulangan dari operasinya dapat dibentuk
keseluruhan
grup.
Maka
kisi
pada
tabel
2.1
memiliki
grup
simetri
: (2); : (21 ); : (22 ); : (41 ); : (61 ).
Grup simetri tidak hanya mengkarakterisasi kisi, namun juga melabeli semua simetri titik
berdimensi 2. Tugas menentukan pelabelan inilah sebenarnya, yang menjadikan grup simetri titik
dapat dibedakan. Dalam kasus ini, ada satu sifatdari grup yang sangat relevan : suatu grup
diperbolehkan memiliki subsets yang membentuk grup dengan orde yang lebih rendah.

2.4.

Grup Titik dalam Dua Dimensi

Hasil dari subbab 2.3 sudah cukup untuk membangun seluruh grup titik dalam dua dimensi. Grupgrup ini sudah sering diturunkan sebelumnya, baik dari analisis geometri maupun penurunan aljabar.
Penurunan yang kita lakukan bergantung pada beberapa ide yang umum dalam grup teori elementer.
Sejauh ini, kita baru mendiskusikan simetri pada kisi. Untuk mendapatkan kristal, kita harus
mengisi seluruh kisi dengan basis-basis yang memiliki simetrinya sendiri. Simetri dari kristal
bergantung pada simetri kisi, simetri basis dan jumlah kecocokan antara titik referensi dari keduanya.
Aturan yang paling penting dalam menentukan simetri kristal dalam kondisi ini adalah : Dengan
mengabaikan pemilihan basis, simetri Kristal harus menjadi bagian dari salah satu sub-grup pada grup
simetri kisi. Hanya grup semacam ini yang cocok dengan susunan kisi. Lebih jauh, simetrisimetri subgrup ini hanya terjadi bila mereka merupakan bagian dari simetri basis. Jika tidak, maka simetri
kristalnya akan tereduksi ke dalam suatu grup trivial (1).
Berdasarkan alasan ini, maka jumlah dari simetri grup terbedakan dalam dua dimensi dapat
dengan mudah diperoleh dengan menghitung seluruh kemungkinan sub-grup terbedakan dari simetri
bidang kisi. Pada tabel 2.3 disajikan daftar grup dan elemennya. Pada daftar ini grup poin diasosiasikan
dengan kisi bersimetri terkecil, yang juga merupakan kisi dimana grup tersebut pertama kali muncul.
Saat grup-grup titik sudah terbentuk, mereka dapat menggambarkan kristal berdasarkan sembarang
kisi dimana mereka diturunkan. Sehingga grup tersebut sudah tidak terasosiasi lagi terhadap salah
satu kisi. Lebih jauh, bentuk akhir dari grup titik tidak membedakan elemen yang hanya berbeda
orientasi bidangnya seperti 1 dan 2 (selama mereka tidak muncul secara bersamaan). Sebagai
konsekuensinya, kisi B dan kisi C tidak terbedakan.
Tabel 2.3. Grup Titik dalam Dua Dimensi

Group

Symmetry Elements

(1)

(2)

1,2

()

1,

(2)

1,2, ,

(4)

1,2,4, 43

(4)

1,2,4, 43 , 1 , 1 , 2 , 2

(3)

1,3, 32

(3)

1,3, 32 , , , "

(6)

1,2,6,3, 32 , 65

(6)

1,2,6,3, 32 , 65 , 1 , 1 , 1" , 2 , 2 , 2"

Terdapat sepuluh grup simetri titik pada tabel 2.3 yang menggambarkan secara utuh simetri dari
sifat-sifat makroskopik kristal dalam dua dimensi. Ketertarikan pada grup dua dimensi ini tidak
sepenuhnya bersifat akademis, karena mereka mewakili simetri dari kristal tiga dimensi yang dimensi
ketiganya tidak membawa elemen simetri tambahan.

2.5.

Kisi dan Grup Titik dalam Tiga Dimensi

Kisi tiga dimensi dapat dibangun dengan menggunakan bidang kisi yang ada pada tabel 2.1 dan
menambahkan basis ketiga ( ). Berikut adalah daftar kisi dan konstruksinya :
1. Triclinic system. Pada sistem ini, tidak tegak lurus terhadap bidang A, B, C, D, E. sistem ini
juga hanya mengalami simetri inversi yang membentuk grup (1) = 1, 1. Contoh triclinic
system pada bidang A terlihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Sumbu Rotasi tegaklurus (1): sistem trigonal untuk bidang A,B,C,D,E
2. Monoclinic Sistem. Sistem ini memiliki rotasi orde 2 sehingga memberikan dua kemungkinan
bentuk kisi. Kemungkinan pertama jika kedua bidang saling bertumpuk (digambarkan pada
gambar 2.2). Kemungkinan kedua, jika sumbu rotasi berada pada kisi dan titik tengah dari sel
(gambar 2.3). keduanya dideskripsikan oleh elemen pembentuk (2) dan bidang refleksi 1 .

Gambar 2.2. Sumbu rotasi tegak lurus (2): sistem monoclinic untuk bidang A.
Sistem ortohombik untuk bidang B dan C.

Gambar 2.3. Sumbu rotasi tegak lurus (2) dengan tumpukan alternative:sistem monoclinic
untuk bidang A, sistem orthorhombic unuk bidang B dan C.
3. Ortohombic system. Sumbu normal lipat-dua dikombinasikan dengan bidang B atau C
menyebabkan adanya tiga sumbu tegak lurus lipat-dua dan kemungkinan dari perpindahan
secara parallel atau bolak-balik dari bidang, seperti yang sudah dibahas, mengarahkan pada
empat jenis kisi yang berbeda. Keempat kisi tersebut dapat digambarkan oleh tiga bidang
rrefleksi yang saling tegak lurus | , , / .
4. Rhombohedral system. Sumbu normal lipat-tiga dapat dibangun dari sebuah tumpukan pada
bidang E. Sumbu ini bergerak melalui titik-titik kisi pada setiap kisi ketiga. Untuk dua bidang
yang saling berkaitan sumbu lipat-tiga lewat melalui pusat dari segitiga sama sisi pada sel. Dari
bidang pertama ke bidang kedua sel tadi memutar 180 sehingga menciptakan sebuah kisi
, 3, 2 .
tunggal, dapat dilihat pada gambar 2.4, dengan menghasilkan elemen 1

Gambar 2.5. Sumbu rotasi tegak lurus (3) : Rombohedral system untuk tumpukan tiga lapis
dari bidang E.
5. Tetragonal System. Sumbu normal lipat-empat pada bidang D, yang bias melalui titik kisi atau
pusat persegi, memunculkan dua kisi, keduanya ditetapkan dengan elemen pembentuk
1, 4,2. Kisi-kisi ditunjukkan pada gambar 2.2 dan 2.3, dengan = , dan memasukkan
sudut 90, sehingga sumbu lipat-dua menjadi lipat-empat
6. Hexagonal System. Sumbu normal lipat-enam diperoleh dengan melakukan pergeseran
parallel pada bidang E. Proses ini menghasilkan satu kisi (gambar 2.5) dengan elemen
pembentuk 1, 6 , 2 .

Gambar 2.5. Sumbu rotasi tegak lurus (6): Hexagonal system untuk tumpukan sederhana
dari bidang E.

7. Cubic System. Jika sumbu normal lipat-dua pada sistem ortorombik memiliki panjang yang
sama, maka diperbolehkan adanya karakteristik simetri tambahan dari kubus. Empat kisi pada
sistem ortorhombik diturunkan menjad tiga kisi kubik yang berbeda: simple cubic, FCC, atau
BCC. Kisi kubik sederhana (SC) ditunjukkan pada gambar 2.2, dengan = = = ,
dan seluruh vektor basisnya saling tegak lurus. Kisi BCC diturunkan dari gambar 2.3 dengan
= = dan pada sudut 90 , dan =

pada sudut 1 ( 2) = 35.3

terhadap bidang. Karakteristik kubus memiliki dimensi . Terakhir, kisi FCC diperoleh dari
gambar 2.3 dengan 1 = 2 = pada sudut 90 , tetapi 3 = pada sudut 45 terhadap
bidang. Kubus dasar memiliki dimensi 2 . Untuk ketiga kisi, elemen pembentuk dapat
dianggap sebagai 3 (sepanjang diagonal kerangka kubus), 4 (tegak lurus terhadap permukaan
kubus), dan 1.
Daftar sebelumnya terdiri dari 14 kisi yang terbedakan. Namun untuktujuan pemahaman
makroskopis, ke-14 kisi tersebut digambarkan oleh tujuh grup simetri yang mengkarakterisasi ketujuh
sistem kristal.
Ketujuh grup simetri disusun dari elemen pembentuk. Total dari keseluruhan grup dan sub-grup
dari simetri ini terdiri dari 32 grup titik yang terbedakan, yang mana merupakan grup titik di ruang
berdimensi tiga.
Kita telah menurunkan seluruh simetri makroskopis yang terbedakan dengan membangun
geometri dari tipe-tipe kisi yang mungkin, diikuti dengan deduksi matematis dari grup simetri dan
subgroup yang ter-asosiasi terhadap kisi-kisi. untuk tujuan yang ingin kita capai, karakterisasi ini sudah
mencukupi, selanjtnya kita yaga harus fokus kepada konsekuensi dari pemberian simetri grup titik
kepada material solid.

BAB 4
SIMETRI SENSOR DAN RUANG VEKTOR LINEAR
Pada Bab sebelumnya telah dibahas bagaimana menyelesaikan berbagai permasalahan dalam
sistem simetri dengan menggunakan tensor. Teknik tersebut sudah mencukupi untuk menyelesaikan
sebagian besar masalah yang sering ditemui, namun untuk aspek-aspek tertentu seperti efek dari grup
simetri dengan elemen berjumlah tak hingga, atau permasalahan tensor berderajat tinggi akan lebih
baik jika ditangani dengan pendekatan yang lebih umum berdasarkan pada teori grup. Pada bab ini
akan diperkenalkan cara untuk menerapkan metode tersebut untuk menyelesaikan persoalanpersoalan dalam fisika Kristal. Metode ini akan fokus pada pengembangan alat bantu untuk
menyelesaikan permasalahan tensor dengan sesedikit mungkin melibatkan teori formal yang abstrak.
Meskipun penting, metode yang dibahas dalam bab ini tidak diperlukan untuk memahami sebagian
besar dari pembahasan selanjutnya. Jadi bahasan ini dapat dipelajari secara detail jika kita
menghadapi permasalahan yang secara khusus menuntut kita menggunakan metode pada bab ini.

4.1. Tensor Invarian


Pada umumnya jika kita mendefinisikan suatu tensor terhadap posisi maka nilai komponennya
akan berubah jika kerangka acuan yang kita gunakan berubah, atau tensor tersebut mengalami
transformasi koordinat. Namun ada beberapa elemen tensor yang nilainya tetap meskipun telah
mengalami seluruh transformasi, kumpulan dari elemen-elemen ini disebut tensor invarian.
Ke-invarian-an pada tensor dapat dengan mudah kita bentuk dengan metode yang dijelaskan
pada bab 3. Berdasarkan persamaan

=,,,,

(3.19)

Komponen tensor bertransformasi seperti hasil operasi komponen vektor. Aturan ini menyebabkan
tiap indeks dari tensor diwakili oleh vektor yang berbeda. Sebagai contoh tensor orde-3 ( )
memiliki 3 indeks yang akan diwakili oleh 1 , 2 dan 3 . Kemudian Transformasi 213 menjadi
(1 )2 (2 )1 (3 )3 , dan 112 menjadi (1 )1 (2 )1 (3 )2 dan seterusnya.
Komponen suatu tensor adalah hasil operasi komponen vektor, sehingga untuk memperoleh tensor
invarian yang perlu kita lakukan adalah mencari bentuk hasil operasi komponen vektor yang tidak
berubah terhadap segala macam transformasi koordinat. Dengan kata lain, kita mencari scalar yang
dapat disusun menjadi vektor 1 , 2 , 3 , . Sebagai contoh, tensor orde-3 invarian terhadap rotasi
oleh operasi scalar triple product . . Karena tidak ada lagi operasi dari ketiga vektor ini yang
menghasilkan skalar maka, inilah satu-satunya variasi invariansi dari _. Jika dituliskan menjadi
(1 ) (2 ) (3 ) (1 ) (2 ) (3 ) + (1 ) (2 ) (3 )
(1 ) (2 ) (3 ) + (1 ) (2 ) (3 ) + (1 ) (2 ) (3 )
dan tensor invarian yang terkait
213 312 + 312 312 + 123 213

(4.1)

Hal yang sama dapat diterapkan terhadap tensor orde-2 dimana invariansinya diperoleh dari scalar
product . = 1 2 + 1 2 + 1 2 . Sehingga tensor invariannya menjadi
11 + 22 + 33

(4.2)

Jika hal ini diterapkan pada tensor orde tinggi, maka tensor invariannya merupakan kombinasi
dari scalar product yang ada dari sejumlah vektor komponennya. Sebagai contoh, untuk tensor orde4, maka bisa ditemukan 6 kombinasi scalar product
( . )( . ),

( . )( . ),

( . )( . )

( ). ( ),

( ). ( ),

( ). ( )

(4.3)

Namun karena baris kedua persamaan (4.3) merupakan kombinasi linear dari baris pertama, maka
tensor orde-4 hanya memiliki tiga komponen invarian.
Formulasi invariansi di atas hanya mengacu pada invariansi terhadap transformasi rotasi.
Sedangkan untuk mengetahui invariansi tensor pada transformasi inversi, kita perlu mengetahui
apakah tensor yang dibahas merupakan tensor polar atau axial. Dapat dengan mudah diketahui bahwa
tensor polar ber-orde genap dan tensor axial ber-orde ganjil yang invarian terhadap rotasi, akan
invarian juga terhadap inversi. Sebaliknya tensor polar ber-orde ganjil dan tensor axial ber-orde genap
tidak invarian terhadap transformasi inversi. Sehingga invariansi yang telah kita bangun disebut
pseudoscalar, yang tandanya berubah terhadap transformasi perubahan paritas.
Jika tensor yang kita bahas memiliki simetri intrinsik, maka pada bagian akhir dapat kita
masukkan simetrinya. Meskipun simetri juga dapat diperhitungkan sejak awal. Jika indeks tensor
ternyata simetri, maka vektor terkait bernilai sama. Misalnya tensor orde 4 yang kita tinjau memiliki
simetri intrinsik = = maka vektor = dan = . Sehingga suku kedua dan
ketiga baris pertama persamaan (4.3) menjadi identik. Sehingga tensor hanya memiliki 2
invariansi, yaitu
( )( )2 , ( . )2

(4.4)

4.2. Simetri Tensor dalam Material Isotropik


Pada medium isotropik, semua arah sama. Sehingga tensor yang menggambarkan keadaan pada
medium ini harus independen terhadap perubahan arah. Dengan menerapkan hal tersebut, pada
subbab sebelumnya, kita memperoleh dua komponen independen dari tensor orde-3 pada persamaan
(4.1). Jumlah komponen tensor yang independen sama dengan jumlah tensor invarian.
Namun tidak semua tensor bisa dibangun dari invariannya. Tapi setidaknya invariansi dapat sangat
membantu dalam menyederhanakan kasus yang ditinjau. Pertama, sebuah tensor memiliki banyak
sekali komponen, namun komponen-komponen dasarnya hanya ada beberapa. Misalnya, karena
semua sistem koordinat yang dirotasi ekuivalen, maka tipe komponen tensornya juga secara otomatis
invarian terhadap perubahan sistem koordinat
,

(4.5)

Sehingga
123 = 231 = 312 = 321 = 132 = 213 .
Jadi sebenarnya hanya ada 1 tipe komponen dasar dalam persamaan (4.1). Yaitu 3 komponen bernilai
positif, 3 komponen bernilai negatif dan komponen lain bernilai nol. Hal yang sama juga berlaku untuk
11 = 22 = 33 dengan seluruh komponen lainnya bernilai nol.
Prosedur ini juga berlaku untuk tensor dengan invarian lebih dari 1 asalkan jumlah invarian tensor
sama dengan jumlah tipe komponen dasar tensor. Jika jumlah komponen dasar lebih besar, yang
artinya tidak semua komponen dasar independen satu sama lain, maka kita harus menggunakan
pendekatan lain:

1. Buat satu set komponen invarian baru yang tegak lurus dengan invarian awal.
2. Bentuk seluruh kombinasi linear yang mungkin dari komponen tensor yang invarian terhadap
set komponen invarian.
3. Hilangkan komponen-komponen vektor yang tidak invarian.
Agar dapat menggunakan aturan di atas, kita perlu menentukan dua komponen vektor tegak lurus.
kedua kombinasi linear dari komponen tensor dikatakan tegak lurus jika jumlahan dari koefisien vektor
yang mirip sama dengan nol.
Sebagai contoh, mari kita terapkan aturan ini ke dalam tensor . Menurut persamaan (4.1)
tensor ini memiliki tiga invarian, dan jika kita ambil 3 skalar pada baris pertama sebagai kondisi awal,
maka kita peroleh
1 =1111 + 2222 + 3333 + 1122 + 2211 + 1133 + 3311 + 2233 + 3322
2 =1111 + 2222 + 3333 + 1212 + 2121 + 1313 + 3131 + 2323 + 3232

(4.6)

3 =1111 + 2222 + 3333 + 1221 + 2112 + 1331 + 3113 + 2332 + 3223.


Ketiga komponen invarian ini terdiri dari 4 tipe komponen dasar : 1111 , 1122 , 1212 dan 1221 . Karena
hanya ada 3 komponen invarian, maka harus ada relasi antara komponen yang tidak hilang. Komponen
invarian pada persamaan (4.6) tidak tegak lurus. Dengan mengikuti aturan nomor 1 kita dapat
menyusun invarian baru yang saling tegak lurus
1 = 1 + 2 + 3 ,

2 = 21 2 3 ,

3 = 2 3

(4.7)

Karena ada 4 komponen, maka ada satu tambahan komponen yang merupakan kombinasi linear dari
komponen yang sama dan tegak lurus terhadap komponen-komponen persamaan (4.7)
2(1111 + 2222 + 3333 )+(1122 + 2211 + 1133 + 3311 + 2233 + 3322 )
+(1212 + 2121 + 1313 + 3131 + 2323 + 3232

(4.8)

+1221 + 2112 + 1331 + 3113 + 2332 + 3223


Untuk menemukan relasi yang kita butuhkan , perlu diingat bahwa semua komponen yang bertipe
sama selalu berlaku sebagai jumlahan, jadi mereka harus sama satu dengan lainnya. Kemudian,
komponen persamaan (4.7) yang tidak invarian juga harus hilang. Sehingga, tensor ( ) dalam
medium isotropis secara lengkap adalah
1111 = 2222 = 3333
1122 = 2211 = 1133 = 3311 = 2233 = 3322
1212 = 2121 = 1313 = 3131 = 2323 = 3232

(4.9)

1122 = 2211 = 1133 = 3311 = 2233 = 3322


1221 = 2112 = 1331 = 3113 = 2332 = 3223
dengan
1111 = 1122 = 1212 = 1221
Jadi material isotropis memiliki 21 komponen tak-hilang yang melibatkan 3 komponen
independen.
Prosedur yang sama dapat diterapkan untuk membangun tensor pada material isotropis ketika
tensornya memiliki simetri intrinsik seperti pada persamaan (4.4). Tapi pada kasus semacam itu, kita
harus berhati-hati mendefinisikan ortogonalitas karena kontraksi yang diizinkan oleh simetri intrinsik
akan menghasilkan koefisien tambahan.

Untuk membangun tensor pada material yang memilki simetri axial, yaitu material yang mengizinkan
adanya sembarang rotasi terhadap satu sumbu, dapat digunakan prinsip yang sama

4.3. Sub-ruang Invarian Komponen Tensor


Pada bab 4.1 dijelaskan bahwa kita bisa membangun tensor dari kombinasi scalar product
vektor-vektor yang mewakili indeks tensor. Sama halnya ketika komponen vektor bertransformasi
menjadi komponennya sendiri ketika mengalami transformasi koordinat, komponen dari vektor juga
mengalami hal yang sama dan membentuk subruang invarian (invarian subspace)
Tiga kombinasi linear dari komponen tensor orde-2 yang bertransformasi seperti
adalah
23 32 ,

31 13 ,

(4.10)

12 21

Persamaan (4.2) dan (4.10) bersama-sama menjadi empat kombinasi linear dari komponen tensor
yang membentuk satu subruang satu dimensi dan satu subruang tiga dimensi. Kelima kombinasi linear
independen lain dari membentuk subruang 5-D. Subruang ini dapat dibangun dengan
mensyaratkan bahwa ke-sembilan kombinasi yang ada saling tegak lurus dan independen. Kelima
kombinasi linear itu adalah
11 + 22 233 , 11 22 , 23 + 32 , 31 + 13 , 12 + 21.

(4.11)

Pada tahap ini kita telah sukses membagi komponen tensor kedalam beberapa sub-ruang, yang
hanya bertransformasi terhadap dirinya sendiri pada transformasi koordinat umum. Untuk memenuhi
itu, kita harus membentuk kombinasi linear khusus dari komponen awal tensor. Hal ini
mengisyaratkan bahwa kita harus melakukan transformasi koordinat umum terhadap komponen awal
tensor.
Selanjutnya, perlu dilakukan perombakan pada prosedur yang telah kita lakukan. Tiap komponen dari
tensor dianggap sebagai koordinat dari vektor yang memiliki vektor satuan ( = 1,2,3 9).
Dengan penggunaan indeks
() = 11

22

33

23

31

12

32

13

21

= 1

(4.12)

Rotasi sembarang pada ruang real akan menghasilkan transformasi


9

(4.13)

=1

dimana
= () ()

(4.14)

Jika memiliki masukan yang tidak hilang, maka masukan itu akan menghubungkan dengan .
Tapi kita sudah memperlihatkan (di bab sebelumnya) bahwa ada sistem koordinat yang lain ( )
dimana vektor memiliki komponen , sehingga jika dilakukan sembarang transformasi akan menjadi

=

(4.15)

Dimana komponen bertransformasi satu sama lain dalam grup. Basis vektor ( ) dan ( )
dihubungkan dengan transformasi linear
=

(4.16)

Yang bentuknya bisa kita peroleh dari persamaan (4.2), (4.10) dan (4.11) menjadi

( ) =

(4.17)

dapat
Pembagian oleh nilai akar dilakukan untuk menormalisasikan . Sembarang transformasi
diperoleh dari yang dikenai oleh dari kiri dan kanan.
= 1

(4.18)

berbentuk blok adalah


Dari hasil operasi pada persamaan (4.18) kita ketahui bahwa matriks

( ) =




5 X 5











X3
3

(4.19)

Pada bentuk ini, komponen tidak nol hanya ada pada kotak, sehingga transformasi yang terjadi hanya
menghubungkan komponen dari masing-masing subruang. Hal ini berlaku untuk sembarang
transformasi di ruang Real ( ).
Dalam sistem koordinat yang ber-vektor basis semua tensor orde-2 dapat di uraikan ke dalam
bentuk subruang invarian, dan transformasi menampilkan bentuk yang dapat tereduksi secara
utuh. Apa sebenarnya yang telah kita capai dengan reduksi ini?

1. Dengan reduksi ini, kita telah berhasil menunjukkan secara eksplisit invarian tensor sejati
2. Reduksi yang terjadi mengandung kombinasi linear dari komponen tensor yang tegak lurus,
yang pada subbab 4.2. kita anggap sembarang. Sehingga ini dapat membantu dalam mencari
hubungan antara komponen-komponen tensor yang tidak saling menghilangkan.
3. Reduksi ini merupakan petunjuk utama untuk membangun komponen tensor yang eksplisit
dan juga dapat memberikan informasi komponen manasajakah yang saling terkait dan yang
saling independen saat dikenai sebarang transformasi koordinat.
4. Reduksi ini mengurang jumlah masukan dari 81 menjadi 35, dank arena berbentuk blok,
maka reduksi ini juga mempermudah dalam penerapannya.
5. Reduksi ini dapat digeneralisir untuk memasukkan tensor berorde berapapun.
Generalisasi yang dilakukan bisa dilakukan secara langsung, misalkan kita ingin melakukan
reduksi terhadap tensor orde-3, maka kita perkenalkan sistem koordinat berdimensi 27.
Selanjutnya kita dapat melakukan reduksi dengan mencari basis yang sesuai dengan sembarang
transformasi dengan dimensi tinggi pada ruang kristal. Transformasi ini diwakili oleh transformasi
yang melibatkan blok-blok pada persamaan (4.19). Kita sudah mengetahui bentuk dari beberapa
blok ini. Dari persamaan (4.1) kita dapatkan satu blok berdimensi satu. Karena
bertransformasi seperti hasil operasi vektor, dan ada tiga komponen yang saling independen maka
kita bisa membuat tiga blok berdimensi tiga. Selanjutnya dari kombinasi vektor 3 dan (2 1 )
kita bisa gunakan hasil yang kita peroleh dari tensor orde-2, yaitu satu blok berdimensi lima. Ketiga
blok yang sudah kita temukan menempati tiga sub-ruang persis seperti pada persamaan (4.19).
Terakhir, kita dapat menggunakan simetri untuk menentukan sub-ruang yang tersisa. Ruang yang
dihasilkan dari kombinasi 3 dan (2 1 ) antisimetri pada indeks 1 dan 2, ortogonalitas
mensyaratkan bahwa sub-ruang yang tersisa haruslah simetri. Oleh sebab itu, ruang yang tersisa
terbagi dua sub-ruang bergantung pada apakah indeks 3 simetri dengan indeks 1 dan 2. Untuk
kasus dimana indeks 3 simetri dengan indeks 1 dan 2, (yang artinya simetri penuh) maka akan ada
10 komponen yang dapat disusun menjadi dua sub-ruang yaitu satu sub-ruang berdimensi tiga
dan satu sub-ruang berdimensi tujuh. Sub-ruang dimana indeks 3 tidak simetri dengan indeks 1
dan 2 berisi sub-ruang berdimensi tiga. Ruang berdimensi lima dengan simetri yang sama
kemudian melengkapi ke-27 dimensi yang ada.
Dimensi dari sub-ruang invarian yang terbentuk selalu berjumlah ganjil. Hal ini berhubungan
dengan fakta bahwa transformasi dari sub-ruang ini sejatinya merupakan transformasi polinomial

Legendre terkait
() dengan integral l (atau untuk spherical harmonics : (, )). Untuk tiap
, sejumlah (2 1) polinomial membentuk sejumlah fungsi orthogonal yang bertransformasi
seperti kombinasi linear produk koordinat homogen. Oleh sebab itu, setiap ( = , +
1, ,1) menggambarkan sub-ruang tak-tereduksi dari grup rotasi berdimensi 2 + 1. Dapat
ditunjukkan bahwa semua nilai menghasilkan sub-ruang tak-tereduksi yang lengkap dan unik.
Karena selalu ada korespondensi satu-satu antara transformasi di ruang real dengan
pada tiap sub-ruang tak-tereduksi, transformasi
disebut sebagai wakilan
transformasi
matriks tak-tereduksi dari elemen grup rotasi . Kumpulan seluruh transformasi merupakan
wakilan tak-tereduksi tiga dimensi dari grup ini.

4.4. Transformasi Invarian


bergantung terhadap kerangka koordinat dimana
Bentuk eksplisit dari transformasi
operasi berlangsung. Namun, sama seperti tensor, matriks transformasi ini juga memiliki
invariansi terhadap bentuk eksplisit dan kerangka acuannya. Invariansi yang paling menarik adalah

trace dari matriks transformasi, yang didefinisikan sebagai jumlahan dari komponen diagonal dari
matriks transformasi. Seperti terlihat pada persamaan (4.2), invariansi yang sama juga terjadi pada
tensor. Lebih jauh lagi, trace mengkarakterisasi operasi transformasi hingga disebut sebagai
karakter (character) dari , yang diberi symbol . Karena semua transformasi koordinat yang tidak
melibatkan inversi dapat diwakilkan oleh rotasi sederhana terhadap suatu sumbu, maka hanya
merupakan fungsi dari sudut rotasi . Bentuk eksplisit dari () untuk yang tak-tereduksi yang
dibahas pada subbab 4.3 dapat dengan mudah dicari. Di bawah rotasi melalui sudut disekitar
sumbu polar, sekumpulan spherical harmonics (, ) untuk nilai yang diberikan akan
bertransformasi berdasarkan matriks diagonalnya.

()

(
) =

.
()

(4.20)

Oleh sebab itu, kita dapat memperoleh 2+1 () dari wakilan tak-tereduksi dari dimensi (2 +
1) sebagai

(+) () =

(+ )

(4.21)

Jika operasi mengikutsertakan inversi, maka persamaan (4.21) tetap atau dikalikan (-1),
bergantung kepada apakah merupakan perwakilan axial (genap) atau polar (ganjil). Hasil dari
persamaan (4.21) merupakan bentuk yang sederhana. Maka, untuk = 0, 1 () = 1; untuk =
1, 3 () = 1 + 2; dan 5 () = 1 + 2 + 4 cos 2 .
Matriks transformasi untuk tensor yang menggambarkan sembarang transformasi yang
diberikan, juga merupakan wakilan dari grup rotasi dan inversi rotasi. Pembahasan pada subbab
4.3 menunjukkan bahwa matriks ini dapat sederhanakan menjadi bentuk blok, untuk itu, matriks
transformasi memiliki sejumlah wakila tak-tereduksi dari grup ini. Karena karakter bersifat
jumlahan, maka dapat disimpulkan bahwa karakter yang tereduksi merupakan jumlahan dari
karakter tak tereduksi yang terkandung di dalamnya.
Prinsip komposisi karakter (principle of composition of character) ini merupakan metode
elegan untuk menentukan wakilan tak-tereduksi (blok) yang berada dalam matriks transformasi
dari tensor yang diberikan, tanpa harus membangun transformasi khusus untuk memperoleh
bentuk blok (seperti yang dilakukan di subbab sebelumnya). Jika transformasi khusus ini memang
dibutuhkan, analisis karakter tetap berguna untuk membangun berbagai macam sub-ruang.
Dalam rangka menerapkan prinsip ini kita harus meletakkan beberapa aturan untuk
menentukan karakter dari matriks transformasi tensor. Sudah jelas bahwa skalar selalu
bertransformasi menjadi dirinya sendiri, sehingga karakter-nya adalah = 1. Sedangkan
vektor bertransformasi seperti pada persamaan
0
(3.20)
= ( 0),
0
0
1
sehingga = 1 + 2. Tensor orde-2 bertransformasi seperti hasil operasi dua vektor,
atau
33 () = (1 + )2 .
Maka untuk tensor berorde-m

(4.22)

3 () = (1 + ) .

(4.23)

Tabel A-4-1 memberikan bentuk eksplisit dari beberapa karakter tensor. Setelah bentuk-bentuk
ini diketahui, penguraian karakter tensor menjadi bentuk komponen tak-tereduksi-nya dapat
langsung dilakukan. Misalnya Karakter dapat diperoleh dengan mengeliminasi karakter wakilan
tak-tereduksi berdimensi tertinggi, satu-persatu. Jadi karakter dari tensor orde-3 adalah
(4.24)
333 () = 1 + 6 + 12 cos2 + 8 cos3 .
Wakilan tak-tereduksi dari dimensi tertinggi tensor orde-3 adalah 7 , dan karena, berdasarkan
tabel A-4-1, koefisien dari cos3 pada 7 adalah 8, 7 muncul sekali pada persamaan (2.24).
sehingga kita dapat menulis
333 () = 2 + 10 + 8 cos2 + 7 ().
Jika dibandingkan dengan tabel A-4-1, kita dapat melihat bahwa 5 muncul dua kali dalam
bentuk ini dan kita bisa mengeluarkan 25 . Dengan cara ini semua wakilan tak-tereduksi dapat
diuraikan secara bertahap. Setelah dilakukan penguraian, maka bentuk persamaan karakter
tensor orde-3 menjadi
(4.25)
333 () = 1 () + 33 () + 25 () + 7 ().
Hasil ini sesuai dengan analisa sub-ruang dari tensor orde-3 yang dikerjakan pada subbab 4.3.
Penguraian yang sama dapat ditemukan dalam tabel A-4-3.
Pada Tabel A-4-2 dan A-4-3 juga dapat ditemukan karakter dan uraian tar-tereduksi dari
tensor dengan berbagai simetri intrinsik. Karakter ini diturunkan dengan menggunakan formula
wakilan produk simetri. Sebagai contoh, mari kita bangun sebuah karakter dari transformasi
tensor orde-2 yang simetri . Jika dan dari 1 sampai 3, tensor ini memiliki 6 komponen yang
bertransformasi layaknya 6 hasil operasi (tanpa koefisien numerik) dalam polynomial ( + +
)2 . Transformasi dasar untuk tiap indeks adalah transformasi dari koordinat mereka sendiri dan
jika transformasi ini memiliki elemen diagonal , , , kemudian karakternya adalah 3 () = ( +
+ ). Karakter dari transformasi untuk tensor simetri diberikan oleh (33) () = 2 + 2 +
2 + + + dan persamaan ini dapat disusun menjadi
1
(2
2

+ 2 + 2 ) + ( + + )2 .
2
Suku kedua adalah kuadrat dari 3 (). Sedangkan suku pertama persamaan (4.27) adalah
karakter 3 (2) yang menggambarkan dua aplikasi yang saling berkaitan dalam satu
transformasi. Sehingga kita peroleh
1

(33) () = 3 (2) + 32 ().


(4.26)
2
2
Hasil ini tetap berlaku untuk wakilan hasil operasi simetri yang diturunkan dari sembarang
wakilan (). Sebagai contoh, jika dalam , dan keduanya bernilai dari 1 sampai 6, dan =
, maka tensornya bertransormasi dengan wakilan yang karakternya adalah
1
1 2
(4.27)
()
(33) (33) () = (33) (2) + (33)

2
2
Wakilan-wakilan lain yang muncul di tabel A-4-2 dan A-4-3 diperoleh dari hasil operasi
komponen-komponen wakilan. Misalnya, tensor orde-3 ( ) yang indeks pertamanya memiliki
simetri pasangan diwakili oleh
(33)3 () = (33) () . 3 ().
(4.28)
Walaupun sebagian besar pembahasan pada bab ini mendiskusikan tentang rotasi , kita
jugaperlu memperhatikan kasus untuk rotasi-inversi . Untuk kasus rotasi-inversi, kita memiliki
dua kemungkinan, yaitu
() = (),

(4.29)

bergantung pada apakah transformasinya polar atau axial baik pada tensor orde genap ataupun
ganjil.

4.5. Simetri Kristal


Simetri pada kristal berbeda dengan simetri yang kita diskusikan pada subbab sebelumnya.
Operasi simetri pada simetri kristal merupakan operasi yang berhingga dan mengandung rotasi
atau rotasi-inversi yang jauh lebih sedikit dengan sudut yang jelas terhadap beberapa sumbu. Oleh
sebab itu, syarat yang harus dipenuhi oleh suatu kuantitas untuk mejadi invarian jauh lebih lunak.
Kita dapat berharap bahwa sub-ruang tak tereduksi yang diturunkan untuk grup dari seluruh rotasi
akan terpecah menjadi beberapa sub-ruang yang khusus untuk tiap anggota grup simetri kristal.
Diharapkan juga bahwa grup transformasi tensor yang berkorespondensi dengan grup simetri
mengizinkan lebih banyak invariansi.
Karakter grup dari grup rotasi diberikan oleh sekumpulan () untuk semua . Ketika jumlah
operasi simetri berhingga, maka karakter grupnya adalah ( ), dimana rotasi menunjukkan
semua operasi simetri yang diperbolehkan. Misalnya, untuk grup (32) dengan enam elemen
1, 3, 32 , 2, 2 , 2, yang masing-masing elemen berpasangan dengan sudut =
0 , 120 , 240 , 180 , 180 , 180 . Karakter grup untuk transformasi tensor orde-2 umum pada
grup ini adalah
33 = 9,0,0,1,1,1
Dalam rangka menganalisa transformasi untuk sub-ruang tak-tereduksi ini, kita harus mengetahui
wakilan tak-tereduksi dari grup (32). Hasil dari teori grup adalah bahwa grup ini memiliki tiga
wakilan tak tereduksi, yang dilabeli 1 , 2 , 1 dan diberikan oleh matriks berikut
Eleme
n

1 :

(1)

(1)

2 :

(1)

(1)

32

(1)

(1)

(1)

(1)

(1)

(-1)

(-1)

(-1)

1 0

1 0
1 3
1 3
1

2
2
2 2
2
E :
1
1
3
3
3

2) ( 2
2) ( 0 1) ( 2
( 0 1) ( 2
Maka dari itu karakter dari wakilan tak-tereduksi adalah

= 1,

1,

1,

1,

= 1,

1,

1,

-1, -1,

= 2,

-1, -1, 0

1,

1
3

2
2
1
3
2) ( 2

3
2
1
2)

1
-1
0

Karakter 33 dapat diuraikan menjadi karakter tak-tereduksi ini hanya dengan satu cara, yaitu
33 = 21 + 2 + 3
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa matriks transformasi untuk tensor orde-2 dalam
grup (23) dapat dipecah menjadi 3 buah blok satu dimensi dan tiga buah blok berdimensi dua.
Lebih jauh, dalam 1 , seluruh measukan memiliki nilai +1, sehingga komponen yang dicari
bertransformasi menjadi dirinya sendiri di bawah seluruh operasi simetri dari grup (32). Karena
itulah muncul dia invariansi dan tensor orde-2 umu memiliki dua komponen independen dalam
grup (32)

Hal ini merupakan contoh metode umum yang dapat diaplikasikan terhadap semua tensor
dan semua grup kristal
jika kita sudah mengetahui a. karakter grup dari transformasi tensor
yang dibahas dan (b) daftar semua wakilan tak-tereduksi dari grup simetri kristal. Syarat pertama
telah terpenuhi di subbab 4.4, sedangkan syarat kedua ada di appendix 5. Tapi, seperti terlihat
pada contoh yang telah diberikan, karakter untuk simetri elemen yang berbeda dapat
dikelompokkan dalam suatu kelas yang berisi semua elemen dari tipe yang diberikan yang juga
harus ekuivalen terhadap satu-sama lain di bawah operasi simetri lain dari grup. Sehingga, dalam
grup (32) elemen 3 dan 32 membentuk sebuah kelas, begitu juga dengan elemen 2,2 dan 2 yang
membentuk satu kelas. Sehingga terlihat jelas bahwa semua elemen dalam kelas memliki karakter
yang sama. Penyederhanaan yang diperoleh dengan memperkenalkan kelas-kelas elemen
dimasukkan dalam tabel di appendix 5.
Sebagai tambahan, teori grup menyediakan perlengkapan tambahan untuk menyelesaikan analisa
wakilan tensor untuk bagian tak-tereduksinya. Karakter dai wakilan tak-tereduksi yang berbeda
saling tegak lurus
() () =

(4.30)

Persamaan (4.30) berlaku untuk grup dengan jumlah elemen pada tiap kelas . Sedangkan
() dan () merupakan karakter kelas dari wakilan tak-tereduksi ke-m dan ke-n. adalah
jumlah elemen dalam grup.
Bentuk lain dari persamaan (4.30) dapat memberikan bentuk formal untuk menentukan
seberapa sering wakilan tak-tereduksi ke-m ada dalam wakilan tensor :
=

1
[ () ()]

(4.31)

Secara khusus, jika kita mencari invariansi dari tensor, atau mencari jumlah komponen
independen tensor, persamaan (4.31) berlaku jika kita menggunakan simetri total wakilan tak
tereduksi berdimensi satu yang memiliki masukan +1untuk semua elemen simetri. Dengan
demikian, misalnya untuk contoh di depan
1
1 = [1 . 9 . 1 + 2 . 0 . 1 + 3 . 1 . 1] = 2
6
Wakilan tak-tereduksi lain yang didapatkan dari penguraian sebelumnya juga mengikuti.
Sehingga,
1
= [1 . 9 . 2 + 2 . 0 . (1) + 3 . 1 . 0] = 3
6
Terakhir, untuk dapat menggunakan formula ini dengan tepat, kita harus menjelaskan efek paritas
pada tensor. Aturan pada persamaan (2.29 berlaku dalam menentukan karakter grup dari
transformasi tensor. Sebagai contoh, mari kita tentukan jumlah invariansi yang ada pada tensor
axial berorde-2 dalam grup (3). Grup (3) memiliki kelas 1, 2(3), dan 3(), dan karakter grup
untuk tensor orde-2 adalah
9, 2(0), 3(1)
Hasil ini dapat diuraikan (1 = 1 , 2 = 2 , = 3), atau
1 + 2 2 + 3
Jadi tensor axial orde-2 hanya memiliki satu invariansi. Hasil yang sama dapat diperoleh dari
persamaan (4.31).

1
1 = [1 . 9 . 1 + 2 . 0 . 1 + 3 . (1) . 1] = 1
6
Invariansi tunggal ini dapat ditemukan baik dengan cara yang ada pada subbab 3.7 maupun
dengan mengidentifikasi invariansi dengan menggunakan argumen di subbab 4.2. Keduanya akan
menghasilkan
12 21

Anda mungkin juga menyukai