Anda di halaman 1dari 6

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2013)

Perancangan Integrated Tug-Barge (ITB) Pengangkut


CNG (Compressed Natural Gas) Yang Sesuai Untuk
Perairan Sembakung-Nunukan
Danu Utama dan Wasis Dwi Aryawan
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan , Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
E-mail: wasis@na.its.ac.id
AbstrakDiperkirakan, pada tahun 2014 nanti sumur gas

di Sembakung akan menghasilkan gas 5 MMscfd, dimana


volume tersebut akan naik secara bertahap hingga
mencapai 25 MMscfd di 2016, untuk periode selama 11
tahun. Gas tersebut dialokasikan sebagai bahan bakar
untuk PLTG di Nunukan yang yang berjarak 25 mil laut
dari Sembakung. Untuk itu perlu adanya sarana
transportasi gas yang dapat menyalurkan gas dari
Sembakung ke Nunukan. Selain dengan LNG (Liquified
Natural Gas) gas juga dapat didistribusikan dalam
bentuk gas yang terkompresi atau CNG (Compressed
Natural Gas) dimana teknologi pengangkutannya lebih
sederhana, murah dan mudah dibandingkan dengan LNG.
Integrated tug barge (ITB) diharapkan menjadi solusi yang
cukup baik dalam memenuhi sarana transportasi gas dari
Sembakung ke Nunukan. Proses perancangan ITB diawali
dengan perencanaan muatan. Gas sebanyak 25MMscf
dibagi dalam 3 buah barge dengan 2 buah tugboat
pendorong yang bekerja secara bergantian. Masingmasing barge mengangkut 8.33 MMscf gas yang
dikompresi dalam tabung CNG dan dikemas dalam
kontainer. Selanjutnya metode yang digunakan dalam
perancangan ITB ini adalah optimation design approach,
dengan menggunakan aplikasi solver yang disediakan
Microsoft excel. Luasan geladak yang dibutuhkan
kontainer, dijadikan salah satu batasan dalam proses
optimasi. Dari proses optimasi didapat ukuran barge yang
optimal adalah Lpp = 46,79 m, B = 13,75 m, H = 2.71 m, T
= 2.14 m. Sedangkan ukuran utama tugboat
pendorongnya adalah Lpp = 16 m, B = 6 m, H = 2.7 m, T =
2.12 m. Setelah dilakukan penggabungan antara
keduanya, didapatkan Integrated tug barge dengan
panjang Loa = 63.5 m.
Kata Kunci CNG, Tabung CNG, Integrated Tug Barge,
Nunukan.
I. PENDAHULUAN

AAT ini, tongkang yang banyak beroperasi di perairan


dangkal masih menggunakan Tongkang konvensional,
yaitu dengan sistem Convensional Towing-rope Tug Boat.
Pada kenyataannya, penggunaan Tongkang jenis ini masih
menyisakan beberapa kendala. Diantaranya diakibatkan
oleh kondisi perairan yang menyulitkan pengoperasian
tongkang tersebut, terutama untuk daerah-daerah yang

memiliki tikungan tajam dan berarus, serta di daerah yang


cenderung terjadi pendangkalan sungai.
Tongkang jenis Pusher-barge yang lebih dikenal
dengan Integrated Tug Barge yaitu perpaduan antara Pusher
Barge dan Push Boat dapat dijadikan solusi dalam
memenuhi sarana transportasi di peraidan dangkal. Berbeda
dengan Tug Boat pada umumnya, Push Boat dioperasikan
dengan cara mendorong tongkang dengan mengikatkan
bagian belakang tongkang dengan bagian depan pada Push
Boat (Pusher-barge Combination).
Sembakung Kabupaten Nunukan merupakan salah satu
daerah di Indonesia yang memiliki cadangan gas yang
cukup besar. Diperkirakan, pada tahun 2014 nanti sumur
gas di sembakung akan menghasilkan gas 5 MMscfd,
dimana volume tersebut akan naik secara bertahap hingga
mencapai 25 MMscfd di 2016, untuk periode selama 11
tahun [10]. Gas tersebut dialokasikan sebagai bahan bakar
untuk PLTG di Nunukan yang yang berjarak 25 mil laut
dari Sembakung . Untuk itu perlu adanya sarana transportasi
yang dapat menyalurkan gas dari Sembakung ke Nunukan.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis
tergerak untuk melakukan studi tentang integrated tug barge
yang secara khusus digunakan dalam pendistribusiaan Gas di
daerah Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Gas Alam
Gas alam atau yang sering disebut dengan gas bumi
adalah bahan atau materi yang terdiri dari fosil-fosil dan
terbentuk dalam wujud gas, gas alam sebagian besar terbentuk
dari metana. Gas alam dapat ditemukan di pertambangan
minyak bumi, tambang batubara, dan diladang minyak bumi.
Komponen utama dalam gas alam adalah metana (CH4),
yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan
teringan. Gas alam juga mengandung molekul-molekul
hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana
(C3H8) dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang
mengandung sulfur (belerang). Gas alam juga merupakan
sumber utama untuk sumber gas helium. Komposisi pada gas
alam dapat bervariasi. Pada tabel di bawah ini digambarkan
secara umum komposisi pada gas alam murni sebelum
dilakukan pengolahan [11].

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013)

Tabel 2-1. Komposisi kimia gas alam

B. Compress Natural Gas (CNG)


Salah satu cara dalam mengemas gas adalah dengan
mengkonversikannya kedalam bentuk CNG. CNG adalah gas
bumi yang dimampatkan atau dikompres (Compressed)
sehingga bertekanan tinggi dan disimpan di dalam bejana
tekan atau tabung (Cylinder). Adapun wujud dari gas CNG
masih berupa gas, jadi tidak berupa cair, hanya gas tersebut
ditekan sampai pada tekanan 200-250 bar atau di kisaran
29003600 psi. Dengan tekanan sebesat itu, maka diperlukan
tabung khusus yang mampu menahan tekanan dari gas
tersebut.
Tabung yang dipakai harus lolos dari bergagai pengujian
yang sesuai dengan kode dan standar, mengingat muatannya
adalah gas dengan tekanan yang besar. Tiap Negara memiliki
kode dan standar yang berbeda, misalnya di Amerika mengacu
pada standar ASME, di Inggris mengacu pada standar BS, dan
lain sebagainya.
Adapun beberapa tipe tabung CNG yang digunakan
adalah sebagai berikut [3]:
1. Tabung ini secara keseluruhan terbuat dari baja. Biaya
pembuatan yang cukup murah merupakan keuntungan
dari tabung tipe ini. Namun masalah berat menjadi
kendala tersendiri.
2. Tabung tipe 2 terbuat dari baja dan material komposit
berupa resin dan fiber. Tabung ini dirancang agar
memiliki ketebalan yang tidak terlalu besar untuk
menahan tekanan gas tertentu. Tipe ini memiliki berat
yang lebih ringan dari tabung tipe 1, namun dengan harga
yang lebih mahal. Karena merupakan perpaduan dari
logam dan bahan komposit.
3. Tabung tipe ini memiliki linear yang terbuat dari
aluminium. Tentu saja ini membawa keuntungan
tersendiri terhadap berat tabung yang menjadi
permasalahan pada tipe 1 dan 2. Pembuatan tabung
dengan bahan aluminium ini memiliki keuntungan hingga
batas tertentu. Jika untuk penggunaan kapasitas
penggunaan bahan aluminium dinilai tidak memberi
keuntungan baik dari segi ekonomis maupun kekuatan.
4. Tabung tipe 4 terbuat dari bahan plastik dan overwrap
penuh serat karbon atau konstruksi campuran viber.
Linear dari tabung 4 tidak memberikan kekuatan
struktural tetapi hanya sebagai bahan untuk menyimpan
gas bertekanan saja. Meskipun telah beredar dipasaran,
namun tabung tipe 4 masih dalam proses pengembangan.

Gambar 2.1. Jenis Tabung CNG


C. Kemasan Tabung CNG dalam Peti Kemas
Peti kemas (Ingggris: ISO container) adalah peti atau
kotak yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan
International Organization for Standardization (ISO) sebagai
alat atau perangkat pengangkutan barang yang bisa digunakan
diberbagai moda, mulai dari moda jalan dengan truk peti
kemas, kereta api dan kapal petikemas laut.
Salah satu keunggulan angkutan peti kemas adalah
intermodalitynya dimana peti kemas bisa diangkut dengan truk
peti kemas, kereta api dan kapal petikemas. Hal inilah yang
menyebabkan peralihan angkutan barang umum menjadi
angkutan barang dengan menggunakan peti kemas yang
menonjol dalam beberapa dekade terakhir ini.
Ukuran peti kemas standar yang digunakan ditampilkan
dalam tabel berikut [12]:
Tabel 2-2. Ukuran Peti Kemas Standar

Jenis peti kemas untuk tabung gas, tangki, generator


biasanya tidak dilengkapi dengan dinding samping, depan
belakang dan atas.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013)

Gambar 2.3. rope connection (1) & mechanical connection(2)


III. METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 2.2. Tabung CNG dalam Peti Kemas
D. Integgrated Tug Barge
Baru-baru ini sedang terjadi peningkatan minat dalam
penggunaan Integrated Tug Barge untuk transportasi laut.
Permasalahan ini mendorong pengembangan berbagai sistem
koneksi tug barge menggabungkan fitur desain yang inovatif.
Meskipun kapal self-propelled lebih sering digunakan di
industri maritim, terutama untuk perdagangan khusus, namun
baru-baru ini Pusher Barge sedang dikembangkan. Kelas
kapal yang telah berkembang menggunakan berbagai
pengaturan dan desain, beberapa di antaranya cukup
mengganti atau menambah pengaturan tali kawat
konvensional.
Berikut ini adalah beberapa keuntungan dari penggunaan
Integrated Tug Barge dibandingkan dengan penggunaan kapal
tunda konvensional (towing rope) [2]:
1. Sistem pusher-barge memiliki ukuran panjang
keseluruhan yang relative lebih pendek daripada dengan
menggunakan tugboat konvensional, hal ini berarti kapal
dapat lebih aman.
2. Sistem pusher barge dapat mengatur power kapal dengan
sendirinya, jika menggunakan tugboat konvensional
meskipun tugboat sudah mengurangi kecepatan namun
belum tentu tongkang juga ikut berhenti. Perbedaan ini
terlihat jelas jika digunakan untuk perairan sungai yang
berarus.
3. Pusher barge dapat melakukan manuver lebih mudah
terutama untuk wilayah perairan sungai yang berkelok.
4. Sistem pusher barge dapat mengendalikan badan kapal
dengan mudah, karena tongkang terikat kuat pada
tugboatnya. Sedangkan untuk tugboat konvensional, ada
kemungkinan untuk tongkang bergerak dengan sendirinya
karena adanya arus sungai yang tidak terprediksi.
Sistem pengikatan antara tug boat degan tongkang pada
Integrated Tug Barge (ITB) berbeda dengan sistem pada
tugboat umumnya. Pada ITB tugboat berhimpit dengan
tongkang di posisi belakang. Pengikatan dibuat khusus agar
tongkang tidak terpisah dari tugboat sehingga keduanya dapat
bergerak dengan bersamaan. Secara garis besar sistem
pengikatan pada ITB digolongkan menjadi dua jenis yaitu
rope connection dan mechanical connection [2].

Secara umum metodologi yang digunakan dalam


melakukan penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram
alir (flow chart) pengerjaan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian


IV. PERANCANGAN INTEGRATED TUG BARGE
A. Perencanaan Muatan
Muatan yang akan diangkut berdasarkan Owner
Requiretment berupa gas yang dimampatkan (CNG), oleh
karena itu perlu dilakukan perencanaan khusus terhadap
muatan tersebut. CNG harus dikemas sedemikain rupa agar
dalam perjalanannya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
CNG pada umumnya dikemas dalam tabung khusus, yaitu
tabung CNG. Terdapat 4 tipe tabung CNG yang dijual di
pasaran seperti yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013)


Selanjutnya adalah mengenai pemilihan tabung CNG yang
akan dipakai dalam perencanaan ini. Adapun pertimbangan
dalam pemilihan tabung CNG adalah sebagai berikut:
- Berat tabung
- Kekuatan tabung
- Kapasitas CNG tabung
- Harga tabung CNG
Dari keempat tipe tabung yang ada, penulis memilih
tabung tipe 1. Pertimbangannya adalah sebagai berikut:
1. Tabung dirancanakan akan dikemas dalam peti kemas 20
feet, setelah dilakukan perhitungan terhadap berat tabung
beserta isinya(CNG), beratnya memenuhi berat maksimal
kapasitas petikemas 20 feet.
2. Tabung tipe 1 merupakan tabung yang terbuat dari baja,
oleh karena itu dijamin kuat terhadap tekanan dari gas di
dalamnya.
3. Tabung CNG tipe 1 merupakan tabung yang memiliki
harga termurah daripada tipe-tipe lainnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai perencanaan ini, berikut
marupakan tabel perhitungan perencanaan muatan.
Tabel 4-1. Perencanaan Muatan

2) Perhitungan Freeboard
Perhitungan freeboard berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh International Convention on Load Lines 1966
and protocol of 1988. Barge yang dirancang merupakan kapal
tipe B, sehingga diambil freeboard standar yang telah
ditetapkan untuk kapal tipe B berdasarkan panjang kapal.
Kemudian ditambah dengan koreksi hingga didapatkan
freboard minimal yang disyaratkan[4]. Freeboard minimal
inilah yang dijadikan salah satu batasan dalam iterasi yang
dilakukan.
3) Perhitungan Berat Baja
Untuk perhitungan berat baja dilakukan dengan
menggunakan rule ABS. setiap profil dan pelat yang
diperlukan dalam proses perancangan dihitung sesuai rumus
yang ada dan kemudian ditotal jumlahnya[1].
4) Perhitungan Peralatan dan Perlengakapan Tongkang
Dari ukuran utama kapal dapat diketahui nilai dari EN
(Equipment Number) kapal tersebut. Dari nilai yang didapat,
dicocokan dengan tabel yang tersedia untuk menentukan
jumlah jangkar, panjang rantai, ukuran hawser, towline, dan
peralatan perlengkapan laiunya[1].

B. Penentuan Ukuran Utama Tongakang


Penentuan ukuran utama Tongkang dilakukan dengan
iterasi solver yang terdapat dalam program micrrosoft exel.
Sebelum model iterasi solver dibuat, terlebih dahulu dilakukan
perhitungan-perhitungan yang digunakan sebagai dasar
penentuan batasan dalam proses iterasi.
1) Penentuan Kapal Pembanding
Perencanaan ukuran utama dilakukan berdasar data
beberapa barge yang telah dibangun dan beroperasi di perairan
dangkal. Data tersebut digunakan sebagai batasan untuk
menentukan nilai minimum dan maksimum. Pemilihan data
barge pembanding ditentukan berdasarkan kedalaman
perairan, ukuran minimum deck, dan panjang barge yang biasa
beroperasi di jalur Sembakung-Nunukan. Berikut adalah daftar
kapal pembanding yang digunakan untuk proses optimisasi:
Tabel 4-2. Tongkang Pebanding

5) Perhitungan Koreksi Displacement


Berat baja yang telah dihitung dijumlahkan dengan berat
peralatan dan perlengkapan sehingga didapatkan LWT. LWT
kemudian dijumlahkan dengan berat total muatan (DWT) dan
didapatkanlah berat displacement. Berat LWT + DWT
dibandingkan dengan displacement yang didapat dari
perkalian LxBxTxCbx. Selisih antara keduanya harus dalam
range 1% sampai 3%. Dalam hal ini LxBxTxCbx harus lebih
besar daripada LWT+DWT yang didapat dari perhitungan,
sehingga tetap ada berat cadangan didalamnya.
6) Perhitungan Trim
Perhitungan trim berdasarkan rumus yang terdapat dalam
Parametric Design Chapter 11 [7].
7) Perhitungan Harga Material
Harga material dapat diestimasi dari perhitungan berat
baja dan E&O. Dari total berat baja dikalikan harga baja per
ton, maka didapat harga material baja dari barge tersebut.
Sementara untuk E&O dilakukan penjumlahan total berat
masing masing item, yang kemudian dikalikan dengan
estimasi harga per ton.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013)


Setelah semua batasan selesai dibuat, selanjutnya adalah
membuat model solver untuk memperoleh ukuran utama yang
optimum. Langkah langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Membuat model solver dimana di dalamnya terdapat
value yang akan dicari, batasan yang telah ditentukan
sebelumnya, dan fungsi objektif sebagai acuan untuk
proses iterasi. Model yang dibuat pada penelitian ini
tampak seperti gambar di bawah:

5
Dalam iterasi tugboat ada beberapa perhitungan yang
berbeda dengan iterasi pada tongkang, yaitu:
1. Perhitungan hambatan. Pada tongkang perhitungan
hambatan menggunakan rumus Henschke (1978),
sedangkan pada optimasi tugboat menggunakan metode
Holtrop dari buku Principle Naval Architect vol.2[5].
2. Perhitungan LWT dan DWT. Pada tongkang perhitungan
LWT dengan menghitung setiap plat, profil dan
perlengkapan yang dipakai, sedangkan pada tugboat
perhitungan LWT menggunakan rumus pendekatan dari
buku Practical Ship Design[9]. Perhitungan DWT
tongkang berdasarkan berat muatan yang diangkut,
sedangkan pada tugboat DWT berdasarkan berat
consumable dan crew.
D. Pembuatan Rencana Garis dan Rencana Umum
Telah didapatkan ukuran utama tug boat dan tongkang,
selanjutnya yaitu pembuatan rencana garis dan rencana umum.
Pembuatan rencana garis menggunakan software maxsurf.
Berikut hasilnya:

Gambar 4.1. Diagram Alir Penelitian


Setelah model selesai dibuat selanjutnya adalah
melakukan running model. Fasilitas solver dapat diakses
melalui toolbar data > solver. Selanjutnya akan muncul
tampilan solver parameter. Pada menu set target cell
dimasukkan harga material. Dimana pengesetanya dipilih
minimum karena akan dicari harga material yang paling
rendah. Untuk menu by changing cell dipilih variabel
yang akan dicari yaitu L, B, T, H. Kemudian pada menu
subject to the constrain dimasukkan semua nilai minimum
dan maksimum yang berfungsi sebagi batasan dari proses
iterasi. Setelah semua telah terisi, langkah selanjutnya
adalah melakukan proses running solver. Apabila iterasi
yang dilakukan memenuhi semua batasan yang diberikan
maka akan muncul pemberitahuan bahwa solver telah
menemukan solusi untuk model yang dibuat.
Variabel yang didapatkan dari proses running solver yang
telah dilakukan adalah:
Lpp
= 46.79 meter
B
= 13.75 meter
H
= 2.71 meter
T
= 2.14 meter
2.

Ukuran utama tongkang ini telah memenuhi semua batasan yang


telah diberikan.

C. Penentuan Ukuran Utama Tug Boat


Dengan cara yang sama seperti penentuan ukuran utama
barge, yaitu dengan iterasi solver, didapatkan ukuran utama
tugboat yaitu:
L
= 16 m
B
=6m
T
= 2.12
H
= 2.7 m

Gambar 4.2. Rencana Garis Tongkang

Gambar 4.3. Rencana Garis Tugboat


Selanjutnya pembuatan rencana umum. Yang pertama
dibuat yaitu rencana umum tugboat karena lebig kompleks dan
menyangkut pembagian ruang-ruang akomodasi. Pembuatan
rencana umum tugboat berdasarkan persyaratan yang berlaku,
yaitu mengenai peletakan sekat melintang, mengenai peralatan
keselamatan, lampu nevigasi dan lainnya.
Berikut merupakan rencana umum tugboat yang telah
dibuat:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013)

6
2.

3.

Dari kondisi muatan yang diberikan, diketahui bahwa


integrated tug barge tersebut memenuhi persyaratan
teknis dari pembangunan sebuah kapal yaitu batasan
trim, freeboard (Load Lines), displasemen, dan stabilitas
IMO.
Investasi pembangunan Integrated Tug Barge
pengangkut CNG ini adalah Rp 39,602,258,883.18.

Saran saran yang dapat diberikan untuk pengembangan


tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1.

Gambar 4.4. Rencana umum Tugboat


Langkah selanjutnya adalah pembuatan rencana umum
dari Integrated tug-barge. Integrated tugbarge merupakan
penggabungan antara tugboat dan tongkang, dimana tugboat
diletakkan di belakang tongkang dan diikat kuat agar tidak
lepas. Perlu adanya penyesuaian bentuk dari buritan tongkang,
dimana harus dibuat cekungan agar haluan tugboat dapat
masuk. Haluan tugboat dibuat masuk ke buritan tongkang
dengan tujuan pengikatan antara keduanya lebih kuat. Karena
dalam proses sebelumnya belum ada raencana umum dari
tongkang, maka dalam penggabungan ini sekaligus dibuat
desain rencana umum tongkang beserta peletakan muatan
dalam tongkang.

Gambar 4.4. Rencana Umum Integrated Tugbarge


V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari proses analisa dan pembahasan yang telah
dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut
ini:
1.

Dari proses perancangan ini didapat ukuran barge yang


optimal adalah Lpp = 46,79 m, B = 13,75 m, H = 2.71 m,
T = 2.14 m. Sedangkan ukuran utama tugboat
pendorongnya adalah Lpp = 16 m, B = 6 m, H = 2.7 m, T
= 2.12 m. Setelah dilakukan penggabungan antara
keduanya, didapatkan Integrated tug barge dengan
panjang Loa = 63.5 m.

2.

Perencanaan sistem bongkar muat untuk direncanakan


dengan lebih detail. Hal ini dikarenakan fasilitas di
daerah penghasil gas alam sangat terbatas, sehingga
untuk perencaan sistem bongkar muat dilakukan dengan
berbagai macam asumsi peralatan.
Perhitungan biaya pembangunan secara riil untuk lebih
diperjelas, karena menyangkut biaya investasi dan
keuntungan yang didapat ketika barge ini beroperasi,
mengingat pada tugas akhir ini perhitungan harga
material hanya dengan rumus pendekatan yang
didapatkan dari studi literature.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ABS. 2009. Rules For Building And Classing Steel
Barge.
[2] Ariwibowo, Fajar. 2005. Perancangan Push Boat
Untuk Pusher Barge 6840 DWT untuk Sungai di
Kalimanta. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Perkapalan.
FTK. ITS. Surabaya.
[3] Fathurahim, Gilang. 2010. Perancangan Barge Untuk
Angkutan CNG (Compressed Natural Gas) Di Perairan
Dangkal; Jalur Pelayaran Sembakung Nunukan.
Tugas Akhir. Jurusan Teknik Perkapalan. FTK. ITS.
Surabaya.
[4] IMO. 1983. International Conference on Tonnage
Measurement of Ship 1969. London, UK : IMO.
[5] Lewis, Edward V. 1988. Principle of Naval
Architecture Vol. II Secon Revision. Jersey City;
SNAME.
[6] Manning. 1968. The Theory and Technique of Ship
Design. The Massachusetts Institute of Tecnology and
John wiley & sons Inc, New york.
[7] Parsons, Michael G. . 2001 . Chapter 11, Parametric
Design . Univ. of Michigan: Dept. of naval Architecture
and Marine Engineering.
[8] Schneekluth, H and V. Bertram . 1998 . Ship Design
Efficiency and Economy, Second edition . Oxford, UK :
Butterworth Heinemann.
[9] Watson, David G.M . 1998 . Practical ship Design,
Volume I . Oxford, UK : Elsevier Science Ltd.
[10] http://energitoday.com
[11] http://eyesbeam.wordpress.com/tag/distribusi-gas-alam/
[12] http://wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai