Analisa Statik Dan Dinamik Sistem Perpipaan
Analisa Statik Dan Dinamik Sistem Perpipaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang banyak
memerlukan pembangunan demi kemajuannya. Tak bisa dipungkiri bahwa
dalam pembangunan, biasanya diikuti dengan berkembangnya sektor-sektor
lain, salah satunya ialah sektor industri.
Perkembangan perindustrian di Indonesia itu sendiri dimulai pada zaman
penjajahan oleh kolonial belanda (VOC) disekitar tahun 1870-an lewat industri
pengeboran minyak, dan terus berkembang sehingga mengakibatkan
banyaknya dibangun pabrik-pabrik. Suatu pabrik biasanya terdiri dari
peralatan-peralatan yang dihubungkan sehingga membentuk suatu sistem yang
berfungsi untuk memproduksi suatu produk. Salah satu peralatan yang
mendukung kegiatan produksi tersebut ialah pipa. Dimana pipa digunakan
sebagai sarana transportasi fluida. Suatu perindustrian dan perpipaan biasanya
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Sebuah sistem perpipaan merupakan suatu interkoneksi dari pipa-pipa,
termasuk di dalamnya komponen-komponen dan peralatan-peralatan instalasi.
Sistem perpipaan merupakan sarana yang sangat penting dan paling sering
digunakan dalam setiap kasus pemindahan fluida, hal ini dikarenakan bila
terjadi kesalahan dalam rancangan sistem perpipaan dan tidak sesuai dengan
kode standard yang ditetapkan dan gangguan-gangguan dari luar pipa, dapat
I-1
I-2
BAB I Pendahuluan
I-3
BAB I Pendahuluan
I-4
BAB I Pendahuluan
3. Metode Diskusi
Penulis melakukan diskusi terutama dengan dosen pembimbing
skripsi dan juga teman-teman sesama mahasiswa, untuk bertukar pikiran
dan menemukan jalan keluar dari masalah yang penulis temukan saat
mengerjakan skripsi ini.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, maka perlu dibuat sistematika penulisan.
Sistematika ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam penulisan dan untuk
mempersingkat waktu pembacaan, karena berisi penjelasan dari setiap bab
secara garis besarnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan penulisan,
batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori dasar yang berhubungan dengan
analisis sistem perpipaan secara umum.
BAB III
BAB IV
I-5
BAB I Pendahuluan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengenalan Pipa
Pipa merupakan suatu peralatan berbentuk silinder
yang digunakan
untuk menghantar fluida atau meneruskan tekanan fluida baik berupa gas,
cairan, endapan dan partikel halus lainnya. Pipa dapat terbuat dari bahan-bahan
seperti logam, plastik, beton, fiberglass dan bahan lainnya.
II-1
II-2
BAB II Landasan Teori
1. Berdasarkan jenis fluida yang dialirkan.
Pipa air
Pipa udara
Pipa minyak
Pipa lumpur
Pipa gas
Pipa drainage
Pipa uap
dan sebagainya
Pipa transportasi
Pipa service
Pipa sipil
Pipa utilitas
Plumbing
II-3
BAB II Landasan Teori
II-4
BAB II Landasan Teori
izin dari suatu bahan. Sehingga pipa dapat dikategorikan aman jika tegangan
tersebut lebih kecil dari pada tegangan izin bahannya.
B. Tegangan-tegangan Yang Terjadi Pada Pipa
Suatu gaya yang dikenakan pada suatu sistem perpipaan dapat
mengakibatkan terjadinya beberapa tegangan pada suatu sistem perpipaan.
Dimana tegangan didefinisikan sebagai suatu gaya yang dikenakan pada suatu
luas permukaan. Tegangan juga digunakan sebagai suatu besaran mekanik
yang menyatakan suatu tahanan terhadap gaya-gaya luar pada suatu material.
Tegangan-tegangan yang terjadi pada pipa dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan arahnya yang sesuai dengan arah sistem koordinat yang ada.
Tegangan akan bernilai positif jika yang bekerja ialah tegangan tarik dan
bernilai negatif jika yang bekerja ialah tegangan tekan.
Berikut gambar sebuah pipa dan suatu elemen tiga dimensi yang diambil
dari pipa yang digunakan untuk memudahkan kita menentukan jenis tegangan
yang terjadi.
Gambar 2. Sebuah Pipa dan Elemen Tiga Dimensinya (Haldi Bina, 2009)
Dimana :
SL : Tegangan longitudinal
SC : Tegangan circumferensial atau tegangan keliling
II-5
BAB II Landasan Teori
SR : Tegangan radial
ST : Tegangan torsi atau geser
Di : Diameter dalam pipa
Do : Diameter luar pipa
Tegangan pada pipa dapat diuraikan berdasarkan arahnya yang sesuai
dengan arah sistem koordinat yang ada adalah sebagai berikut :
B.1. Tegangan Longitudinal (SL)
Tegangan longitudinal merupakan tegangan yang terjadi di
sepanjang sumbu longitudinal atau aksial sebuah pipa. Berdasarkan gaya
penyebabnya, tegangan longitudinal dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Tegangan Aksial, yang terjadi akibat gaya dalam aksial.
Dimana :
Sax : Tegangan akibat gaya dalam aksial (Psi)
Fax : Gaya dalam aksial (lb)
Am : Luas penampang material pipa = (do2 di2)/4 = dmt (in2)
dm : diameter rata-rata pipa =
do : diameter luar pipa (in)
di : diameter dalam pipa (in)
(in)
II-6
BAB II Landasan Teori
Dimana :
Sp : Tegangan akibat tekanan dalam pipa (Psi)
P : Tekanan dalam pipa (pressure gauge), (Psi)
: Luas penampang dalam pipa =
(in2)
(in2)
Dimana :
Mb : Momen lentur (lb-in)
c : Jarak dari sumbu netral ke titik yang diperhatikan (in)
I : Momen inersia pipa
II-7
BAB II Landasan Teori
(in4)
Tegangan lentur bernilai nol pada sumbu netral pipa dan memiliki
harga maksimum di luar penampang pipa, maka tegangan lentur
maksimum, nilai c = ro :
tegangan tekan maksimum
tegangan tekan maksimum
nol tegangan lentur
tegangan tarik maksimum
tegangan tarik maksimum
Gambar 5. Distribusi Momen Lentur (Literatur 1)
Untuk pipa lurus :
Sb =
Sb =
Dimana :
Sb : Tegangan lentur (Psi)
Ro : Radius luar pipa (in)
: Faktor intensitas tegangan
Z : Modulus penampang pipa =
(in3)
II-8
BAB II Landasan Teori
SH =
Dimana :
: Radius luar pipa (in)
: Radius dalam pipa (in)
berikut :
SH =
atau SH =
II-9
BAB II Landasan Teori
SR =
artinya tegangan ini nol pada titik dimana tegangan lendutan maksimum,
biasanya tegangan ini diabaikan.
B.4. Tegangan geser ()
Tegangan geser adalah tegangan yang arahnya paralel dengan
penampang permukaan pipa, terjadi jika dua atau lebih tegangan normal
yang diuraikan di atas bekerja pada satu titik. Tegangan geser pada sistem
pipa antara lain akibat gaya dari tumpuan pipa (pipe support)
dikombinasikan dengan gaya lentur. Berdasarkan gaya yang terjadi,
tegangan geser dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tegangan geser yang terjadi karena adanya gaya geser langsung.
max =
Dimana :
max : Tegangan geser maksimum (Psi)
V : Gaya geser (lb)
Q : Faktor bentuk tegangan geser : 1,33 untuk silinder solid
Tegangan ini maksimum di sumbu netral (di sumbu simetri pipa)
dan nol pada titik dimana tegangan lentur maksimum (pada permukaan
luar dinding pipa). Besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka
II-10
BAB II Landasan Teori
tegangan ini diabaikan. Tegangan akibat gaya geser dapat dilihat pada
gambar berikut :
II-11
BAB II Landasan Teori
II-12
BAB II Landasan Teori
Dimana :
Sl
II-13
BAB II Landasan Teori
SE =
II-14
BAB II Landasan Teori
1,0
7000 - 14000
0,9
14000 - 22000
0,8
22000 - 45000
0,7
45000 - 100000
0,6
0,5
Sumber : Literatur 1
3. Tegangan karena beban tidak terduga (Occasional Load)
Tegangan kombinasi pipa ini disebabkan karena beban perpindahan
tumpuan dan anchor, misalnya akibat pengaruh pengaturan tekanan pada
katup dan water hammer, beban angin, beban gempa, dan beban tidak
terduga lainnya.
E. Analisa Tegangan Pipa Dengan Program Komputer
II-15
BAB II Landasan Teori
II-16
BAB II Landasan Teori
1. Anchor
Yaitu tumpuan dimana seluruh derajat kebebasan (X,Y,Z,RX,RY,RZ)
sepenuhnya ditahan. Anchor
berikut :
a. Anchor yang sengaja dibuat, biasanya pipa dilas ke struktur atau
menggunakan kombinasi Clamp dengan baut yang dihubungkan kaku ke
struktur.
b. Anchor yang terjadi pada penetrasi ke dinding atau lantai beton.
c. Anchor yang diciptakan karena sambungan pipa ke peralatan seperti :
vessel dan pompa.
2. Restraint
Yaitu tumpuan yang kaku atau rigid dan ditahan pada satu atau lebih
derajat kebebasan dimana minimal satu derajat kebebasan tetap bebas.
Restraint dapat dibedakan sesuai dengan arah penahanannya yaitu :
a. Axial restraint
Ditahan pada arah aksial atau longitudinal pipa. Tipe restraint pada
Caesar II adalah X atau Y untuk aksial pipa, dikombinasikan dengan Z
atau X untuk arah tegak lurus mendatar pipa, dan Y dengan Gap jika
diperlukan, jenis axial restraint dapat dilihat pada gambar :
II-17
BAB II Landasan Teori
II-18
BAB II Landasan Teori
II-19
BAB II Landasan Teori
gambar :
II-20
BAB II Landasan Teori
6. Sway brace
Yaitu tumpuan dengan kekakuan tertentu, yang dihubungkan dengan
strut, bisanya digunakan untuk merubah karakteristik dinamis dari sistem
pipa untuk menghindari masalah resonansi. Untuk lebih jelas lihat gambar :
II-21
BAB II Landasan Teori
II-22
BAB II Landasan Teori
translasi dan 3 rotasi). Pada elemen garis ini didefinisikan parameter kekakuan
yaitu sifat material dan geometri penampang pipa, yang diasumsikan konstan
sepanjang elemen.
Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan Metode
Elemen Hingga dirumuskan sebagai berikut :
Langkah 1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi.
Amatilah benda atau struktur yangakan dianalisa, apakah satu dimensi
(contoh batang panjang), dua dimensi (plate datar) atau tiga dimensi (seperti
balok).
a. Elemen garis (1-Dimensi)
II-23
BAB II Landasan Teori
d. Elemen axismetri
dan
Dimana :
x = Strain
= E x
II-24
BAB II Landasan Teori
= Stress
E = Modulus elastisitas
u = Displacement
Langkah 4. Dapatkan matrik kekakuan dari elemen yang dibuat.
Untuk benda yang terdiri dari beberapa buah elemen, lakukan
penggabungan (assemblage) dari matrik kekakuan elemen menjadi matrik
kekakuan global yang berlaku untuk semua benda atau struktur.
a. Matrik Kekauan Lokal
Matrik kekauan local adalah matrik yang memenuhi hubungan antara
gaya yang diberikan ( F ) dengan perpindahan/ displacement yang
dihasilkan ( d ) melalui persamaan :
F=kd
Menandakan elemen
Angka
II-25
BAB II Landasan Teori
k2
f2
1
k1
k2
II-26
BAB II Landasan Teori
f2
3
II-27
BAB II Landasan Teori
f1x
f2x
f1x
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III-1
III-2
BAB III Metodologi Penelitian
III-3
BAB III Metodologi Penelitian
III-4
BAB III Metodologi Penelitian
Start
Check
run
Tidak
Ya
Pemilihan beban
(operasi,sustain,ekspansi
Analisa
End
Graphical display
Output:
tegangan
Numerical display
Stop
Report
Berikut diagram alir dari Caesar II untuk analisa dinamik tipe modal
dapat dilihat pada (Gambar 29) di bawah ini :
III-5
BAB III Metodologi Penelitian
Start
Analisa Statik
Start Analisa
Dinamik
Check
run
Tidak
Ya
Analisa (RUN)
End
Graphical display
Output:
Frekuensi Pribadi
(Natural Frequencies)
Numerical display
Stop
Report
III-6
BAB III Metodologi Penelitian
C. Penggunaan CAESAR II
Untuk memudahkan dalam memahami apa itu Caesar II dan bagaimana
penggunaannya, dari Gambar 19 dapat dianalisa tegangan yang terjadi pada
suatu desain sistem perpipaan tersebut. Dari gambar tersebut dapat diketahui
hal-hal sebagai berikut :
a. Panjang pipa
b. Diameter pipa
c. Peralatan-peralatan sistem perpipaan, seperti : valve dan elbow
d. Dengan menganggap bahwa sambungan pada pompa sebagai anchor, maka
dapat diketahui :
Jumlah dan letak penyangga yang ada
Jarak antara penyangga yang satu dengan yang lain
Jumlah dan letak anchor
e. Penandaan node atau titik-titik sebuah elemen terletak pada dua buah node
dan penomorannya menggnakan bilangan puluhan, ratusan dan sebagainya,
agar dapat menyisipkan node lain jika nanti diperlukan.
f. Jarak antar node yang satu dengan yang lain.
g. Dimensi dan arah dari setiap elemen.
Setelah data-data tersebut didapatkan, penggunaan Caesar II dapat
dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut :
C.1. PENENTUAN JOB NAME
Untuk identifikasi masukkan job name pada New Job Name
Specification, dan klik Piping Input Option.
III-7
BAB III Metodologi Penelitian
III-8
BAB III Metodologi Penelitian
C.3. RUNNING
Jika dalam memasukkan data tidak terjadi kesalahan, maka
model yang telah dibuat dapat di Run, untuk mendapatkan hasil
analisa Caesar II yaitu, analisa statis yang menunjukkan besarnya
translasi, rotasi, gaya-gaya, momen dan tegangan yang terjadi di setiap
titik, tegangan maksimm, overstress (jika ada). Apabila ada kesalahan
dalam memasukkan data ataupun terjadi kekurangan data maka
program Caesar II akan menampilkan Piping Error Checker. Pada
Piping Error Checker akan diperlihatkan peringatan-peringatan yang
berisi keesalahan yang terdapat pada elemen pipa yang dibuat dan
harus diperbaiki, dan apabila tidak diperbaiki maka Caesar II tidak
akan dapat dijalankan (Running).
Jika tidak ada lagi kesalahan maka dapat langsung dijalankan
baik untuk analisa statik maupun analisa dinamik.
Hasil analisa statik dapat dilihat pada output Caesar II (Lampiran C),
pada output Caesar II terdapat tiga macam jenis analisa antara lain :
1. Case 1, W+T1+P1(OPE) atau OPERATING
Hasil analisanya pada keadaan operasi, dengan data pembebanan
akibat berat, temperatur dan tekanan.
2. Case 2, W+P1(SUS) atau SUSTAINED LOAD CASE
Hasil analisanya pada keadaan beban terpasang, dengan data berat
dan tekanan.
3. Case 3, DS1-DS2 (EXP) atau EXPANSION LOAD CASE
III-9
BAB III Metodologi Penelitian
III-10
BAB III Metodologi Penelitian
Keterangan
From
To
DX
DY
DZ
British : ft-in.
Contoh penomoran:
Gambar 31. Contoh Penomoran
III-11
BAB III Metodologi Penelitian
Diameter
Wt/Sch
Mil Tol%
Seam
Welded
Insul Thk
Corrosion
Temp 1
Temp 2
Temp 3
Pressure1
Pressure 2
Bend
Bend
Tekan bend dengan cursor bila terdapat bend pada gambar
2 dimensi yang telah disiapkan. Penomoran atau node pada
bend.
Rigid
Tekan rigid dengan cursor bila terdapat rigid pada gambar 2
dimensi yang telah disiapkan. Contoh rigid : valve,flange
III-12
BAB III Metodologi Penelitian
Expansion joint
Tekan Expansion joint dengan cursor bila terdapat
Expansion joint pada gambar 2 dimensi yang telah
disiapkan.
Restraints
Hanger
Nozzles
Displacement
Equipment
Material
III-13
BAB III Metodologi Penelitian
Stress
Allowable
Elastic
Modulus(C)
telah diisi.
Ratio
Poissons
Pipe Density
Fluid Density
Insulation
Density
menggunakan
Isolasi.
Berikut cara pengisian Sub menu yang biasanya dilakukan untuk analisa
dinamik tipe modal, dapat dilihat pada (Tabel 3) di bawah ini :
Tabel 3. Cara-cara Pengisian Input Sub Menu Pada Analisa Dinamik Tipe
Modal.
Sub Menu
Keterangan
Lumped
Masses
Snubbers
Control
Parameter
Advanced
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV-1
IV-2
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Ada berbagai macam jenis pembebanan (load case) yang dapat kita
gunakan dalam analisa statik pada Caesar II. Load case ini akan
mendefinisikan pembebanan yang terjadi pada pipa, baik beban akibat berat
pipa itu sendiri ataupun beban akibat faktor yang lain.
Berikut load case yang dihasilkan setelah memasukkan semua data pada
Piping Spreadsheet. Caesar II akan melakukan analisa statik dan hasilnya akan
menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Case 1, W+T1+P1(OPE) atau OPERATING
Hasil analisanya pada keadaan operasi, dengan data pembebanan akibat
berat, temperatur dan tekanan.
2. Case 2, W+P1(SUS) atau SUSTAINED LOAD CASE
Hasil analisanya pada keadaan beban terpasang, dengan data berat dan
tekanan.
3. Case 3, DS1-DS2 (EXP) atau EXPANSION LOAD CASE
Hasil analisanya pada keadaan ekspansi, dimana analisa datanya adalah
beda displacement.
Kesimpulan dari masing-masing kasus pembebanan mengenai tegangan
terbesar terdiri dari :
- Code Stress
- Stress
- Bending Stress
- Torsional Stress
- Axial Stress
- 3D Max Intensity
IV-3
BAB IV Hasil dan Pembahasan
DX in.
-0.0000
0.0859
0.1718
0.1887
0.1899
0.1898
0.1801
0.1319
0.1029
0.1027
0.1035
0.1051
0.1220
0.2079
0.2938
0.3107
0.3110
0.3083
0.2714
0.0437
-0.1667
-0.1969
-0.2001
Translasi
DY in.
-0.0000
-0.0000
-0.0000
0.0181
0.0188
0.0178
-0.0000
-0.0000
-0.0000
0.0173
0.0184
0.0176
-0.0000
-0.0000
-0.0000
0.0306
0.0322
0.0308
-0.0000
-0.0000
-0.0000
0.0055
0.0048
DZ in.
-0.0000
0.0055
0.0293
0.0371
0.0385
0.0404
0.0573
0.1336
0.2100
0.2269
0.2284
0.2288
0.2241
0.1553
0.0197
-0.0139
-0.0178
-0.0206
-0.0375
-0.1330
-0.2285
-0.2454
-0.2459
RX deg.
0.0000
0.0123
0.0247
0.0271
0.0276
0.0282
0.0319
-0.0002
-0.0309
-0.0282
-0.0283
-0.0283
-0.0298
-0.0374
-0.0449
-0.0464
-0.0467
-0.0473
-0.0572
0.0083
0.0240
-0.0021
-0.0066
Rotasi
RY deg.
-0.0000
-0.0041
-0.0119
-0.0138
-0.0144
-0.0151
-0.0167
-0.0162
-0.0027
0.0020
0.0036
0.0052
0.0102
0.0336
0.0535
0.0570
0.0580
0.0591
0.0621
0.0671
0.0520
0.0472
0.0456
RZ deg.
-0.0000
-0.0092
0.0370
0.0256
0.0244
0.0238
0.0194
-0.0002
-0.0198
-0.0242
-0.0247
-0.0256
-0.0349
-0.0043
0.0524
0.0494
0.0489
0.0485
0.0461
0.0321
0.0181
0.0156
0.0163
IV-4
BAB IV Hasil dan Pembahasan
NODE
160
168
169
170
180
190
200
210
218
219
220
228
229
230
238
239
240
250
DX in.
-0.2027
-0.2365
-0.2373
-0.2357
-0.1974
-0.1863
-0.1182
-0.1017
-0.0189
-0.0095
-0.0041
0.0011
0.0028
0.0038
0.0046
0.0041
0.0026
0.0000
Translasi
DY in.
0.0037
-0.0160
-0.0184
-0.0208
-0.0377
-0.0415
-0.0605
-0.0644
-0.0811
-0.0789
-0.0703
-0.0397
-0.0293
-0.0206
-0.0025
0.0004
0.0003
-0.0000
DZ in.
-0.2440
-0.1967
-0.1937
-0.1900
-0.1515
-0.1415
-0.0865
-0.0741
-0.0151
-0.0094
-0.0075
-0.0092
-0.0089
-0.0075
-0.0024
-0.0007
-0.0000
0.0000
RX deg.
-0.0090
-0.0491
-0.0514
-0.0555
-0.0711
-0.0711
-0.0890
-0.0890
-0.1050
-0.1098
-0.1127
-0.1191
-0.1142
-0.1037
-0.0816
-0.0511
-0.0320
-0.0000
Rotasi
RY deg.
0.0439
0.0339
0.0334
0.0335
0.0272
0.0272
0.0201
0.0201
0.0138
0.0120
0.0097
0.0082
0.0066
0.0051
0.0036
0.0022
0.0007
0.0000
RZ deg.
0.0164
0.0265
0.0359
0.0463
0.0797
0.0798
0.1184
0.1185
0.1536
0.1636
0.1672
0.1520
0.1215
0.0995
0.0457
0.0323
0.0107
0.0000
IV-5
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Tabel 5. Gaya dan Momen pada masing-masing node
10
20
FX lb.
1
-1
Gaya
FY lb.
90
97
FZ lb.
0
-0
MX ft.lb.
-9.0
9.0
Momen
MY ft.lb.
2.2
-5.6
MZ ft.lb.
212.1
-264.2
20
30
1
-1
104
83
0
-0
-9.0
9.0
5.6
-9.0
264.2
-107.4
30
38
1
-1
49
-12
0
-0
-9.0
9.0
9.0
-9.6
107.4
-19.6
38
39
1
-1
12
-8
0
-0
-9.0
8.0
9.6
-9.6
19.6
-16.9
39
40
1
-1
8
-4
0
-0
-8.0
6.3
9.6
-9.3
16.9
-16.1
40
50
1
-1
4
32
0
-0
-6.3
46.8
9.3
-6.3
16.1
-16.1
50
60
1
-1
68
98
0
-0
-46.8
247.6
6.3
7.4
16.1
-16.1
60
70
1
-1
98
68
0
-0
-247.6
50.0
-7.4
21.1
16.1
-16.1
70
78
1
-1
38
-1
0
-0
-50.0
-6.2
-21.1
24.1
16.1
-16.1
78
79
1
-1
1
3
0
-0
6.2
-6.0
-24.1
24.4
16.1
-16.3
79
80
1
-1
-3
6
0
-0
6.0
-5.5
-24.4
24.4
16.3
-17.6
80
90
1
-1
-6
43
0
-0
5.5
-5.5
-24.4
23.8
17.6
-89.7
90
100
1
-1
78
108
0
-0
5.5
-5.5
-23.8
20.4
89.7
-311.5
100
110
1
-1
112
75
0
-0
5.5
-5.5
-20.4
17.0
311.5
-40.4
NODE
IV-6
BAB IV Hasil dan Pembahasan
FX lb.
Gaya
FY lb.
FZ lb.
MX ft.lb.
Momen
MY ft.lb.
MZ ft.lb.
110
118
1
-1
30
6
0
-0
5.5
-5.5
-17.0
16.3
40.4
-5.8
118
119
1
-1
-6
10
0
-0
5.5
-6.5
-16.3
16.2
5.8
-7.9
119
120
1
-1
-10
14
0
-0
6.5
-9.7
-16.2
15.9
7.9
-9.2
120
130
1
-1
-14
51
0
-0
9.7
-103.3
-15.9
12.8
9.2
-9.2
130
140
1
-1
88
119
0
-0
103.3
-352.0
-12.8
-4.3
9.2
-9.2
140
150
1
-1
114
94
0
-0
352.0
-187.8
4.3
-21.4
9.2
-9.2
150
158
1
-1
55
-19
0
-0
187.8
-80.3
21.4
-24.5
9.2
-9.2
158
159
1
-1
19
-15
0
-0
80.3
-75.9
24.5
-24.7
9.2
-11.0
159
160
1
-1
15
-11
0
-0
75.9
-74.4
24.7
-24.8
11.0
-14.4
160
168
1
-1
11
62
0
-0
74.4
-74.4
24.8
-23.4
14.4
133.9
168
169
1
-1
-62
66
0
-0
74.4
-74.4
23.4
-23.4
-133.9
150.9
169
170
1
-1
-66
70
0
-0
74.4
-74.4
23.4
-23.3
-150.9
158.6
170
180
1
-1
-70
106
0
-0
74.4
-75.1
23.3
-23.3
-158.6
161.6
180
190
1
-1
-106
258
0
-0
75.1
-75.3
23.3
-23.3
-161.6
162.3
NODE
IV-7
BAB IV Hasil dan Pembahasan
FX lb.
Gaya
FY lb.
FZ lb.
MX ft.lb.
Momen
MY ft.lb.
MZ ft.lb.
190
200
1
-1
-258
299
0
-0
75.3
-76.0
23.3
-23.3
-162.3
165.7
200
210
1
-1
-299
451
0
-0
76.0
-76.2
23.3
-23.3
-165.7
166.4
210
218
1
-1
-451
488
0
-0
76.2
-76.8
23.3
-23.3
-166.4
169.5
218
219
1
-1
-488
491
0
-0
76.8
-76.9
23.3
-23.4
-169.5
115.9
219
220
1
-1
-491
495
0
-0
76.9
-76.9
23.4
-23.4
-115.9
-14.8
220
228
1
-1
-495
506
0
-0
76.9
-76.9
23.4
-23.6
14.8
-460.7
228
229
1
-1
-506
510
0
-0
76.9
-21.0
23.6
-23.6
460.7
-595.4
229
230
1
-1
-510
514
0
-0
21.0
114.8
23.6
-23.3
595.4
-651.6
230
238
1
-1
-514
525
0
-0
-114.8
577.3
23.3
-22.4
651.6
-651.6
238
239
1
-1
-525
529
0
-0
-577.3
717.0
22.4
-22.1
651.6
-593.7
239
240
1
-1
-529
533
0
-0
-717.0
775.2
22.1
-21.9
593.7
-452.9
240
250
1
-1
-533
538
0
-0
-775.2
775.2
21.9
-21.8
452.9
-214.6
NODE
IV-8
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Tegangan yang terjadi pada masing-masing node pada Case Operating
Satuan Tegangan
: (lb./sq.in.)
@Node
240
Tegangan Operasi
Tegangan Aksial
: 218.3
@Node
160
Tegangan Lentur
: 3575.6 @Node
238
Tegangan Torsi
: 2498.7 @Node
239
Tegangan Hoop
: 481.1
20
@Node
Bending Torsion
SIF In
Stress
Stress
Plane
lb./sq.in. lb./sq.in
1143.8
-24.3
1.000
1425.2
24.3
1.000
SIF
Out
Plane
1.000
1.000
Code Allowable
Ratio Piping
Stress
Stress
%
Code
lb./sq.in lb./sq.in.
1362.4
0.0
0.0 B31.3
1643.7
0.0
0.0 B31.3
20
30
1425.2
581.2
-24.3
24.3
1.000
1.000
1.000
1.000
1643.7
800.9
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
30
38
581.2
117.7
-24.3
24.3
1.000
1.000
1.000
1.000
800.9
344.9
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
38
39
140.7
130.0
-24.3
-17.0
1.377
1.377
1.147
1.147
366.5
352.1
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
39
40
130.0
79.6
17.0
-43.5
1.377
1.377
1.147
1.147
352.1
335.8
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
40
50
60.8
254.5
43.5
-43.5
1.000
1.000
1.000
1.000
324.1
486.9
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
50
60
254.5
1335.8
43.5
-43.5
1.000
1.000
1.000
1.000
486.9
1556.5
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
60
70
1335.8
292.4
43.5
-43.5
1.000
1.000
1.000
1.000
1556.5
523.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
IV-9
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Node
70
78
Bending Torsion
SIF In
Stress
Stress
Plane
lb./sq.in. lb./sq.in
292.4
43.5
1.000
134.4
-43.5
1.000
SIF
Out
Plane
1.000
1.000
Code Allowable
Ratio Piping
Stress
Stress
%
Code
lb./sq.in lb./sq.in.
523.0
0.0
0.0 B31.3
378.0
0.0
0.0 B31.3
78
79
183.2
186.7
43.5
-42.4
1.377
1.377
1.147
1.147
420.8
422.8
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
79
80
186.7
211.5
42.4
-14.9
1.377
1.377
1.147
1.147
422.8
431.2
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
80
90
162.3
500.5
14.9
-14.9
1.000
1.000
1.000
1.000
382.6
719.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
90
100
500.5
1683.2
14.9
-14.9
1.000
1.000
1.000
1.000
719.0
1901.2
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
100
110
1683.2
236.6
14.9
-14.9
1.000
1.000
1.000
1.000
1901.2
456.1
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
110
118
236.6
93.5
14.9
-14.9
1.000
1.000
1.000
1.000
456.1
315.7
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
118
119
126.5
135.6
14.9
2.7
1.377
1.377
1.147
1.147
347.6
353.5
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
119
120
135.6
132.2
-2.7
24.8
1.377
1.377
1.147
1.147
353.5
359.3
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
120
130
100.3
561.3
-24.8
24.8
1.000
1.000
1.000
1.000
329.9
781.6
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
130
140
561.3
1898.4
-24.8
24.8
1.000
1.000
1.000
1.000
781.6
2117.1
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
140
150
1898.4
1019.4
-24.8
24.8
1.000
1.000
1.000
1.000
2117.1
1238.7
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
150
158
1019.4
452.8
-24.8
24.8
1.000
1.000
1.000
1.000
1238.7
673.6
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
158
159
529.2
338.0
-24.8
165.5
1.377
1.377
1.147
1.147
749.6
691.4
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
IV-10
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Node
159
160
Bending Torsion
SIF In
Stress
Stress
Plane
lb./sq.in. lb./sq.in
338.0
-165.5 1.377
204.3
200.5
1.377
SIF
Out
Plane
1.147
1.147
Code Allowable
Ratio Piping
Stress
Stress
%
Code
lb./sq.in lb./sq.in.
691.4
0.0
0.0 B31.3
668.4
0.0
0.0 B31.3
160
168
154.5
732.8
-200.5
200.5
1.000
1.000
1.000
1.000
648.0
1053.6
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
168
169
1004.3
1142.6
-200.5
186.4
1.377
1.377
1.147
1.147
1299.8
1404.7
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
169
170
1142.6
1264.3
-186.4
62.9
1.377
1.377
1.147
1.147
1404.7
1465.5
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
170
180
944.7
961.1
-62.9
62.9
1.000
1.000
1.000
1.000
1148.0
1152.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
180
190
0.0
0.0
0.0
0.0
0.000
0.000
0.000
0.000
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
190
200
964.8
983.3
-62.9
62.9
1.000
1.000
1.000
1.000
1105.5
1110.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
200
210
0.0
0.0
0.0
0.0
0.000
0.000
0.000
0.000
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
210
218
987.0
1003.4
-62.9
62.9
1.000
1.000
1.000
1.000
1063.5
1067.6
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
218
219
1345.1
966.0
-62.9
-102.0
1.377
1.377
1.147
1.147
1407.3
1089.8
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
219
220
966.0
181.9
102.0
-207.4
1.377
1.377
1.147
1.147
1089.8
670.6
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
220
228
149.4
2487.5
207.4
-207.4
1.000
1.000
1.000
1.000
658.5
2739.5
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
228
229
2855.8
2519.1
207.4
-1175.3
1.377
1.377
1.147
1.147
3103.4
3663.1
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
229
230
2519.1
730.8
1175.3
-1756.8
1.377
1.377
1.147
1.147
3663.1
3806.8
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
IV-11
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Node
230
238
Bending Torsion
SIF In
Stress
Stress
Plane
lb./sq.in. lb./sq.in
631.5
1756.8 1.000
3115.3 -1756.8 1.000
SIF
Out
Plane
1.000
1.000
Code Allowable
Ratio Piping
Stress
Stress
%
Code
lb./sq.in lb./sq.in.
3787.9
0.0
0.0 B31.3
4913.8
0.0
0.0 B31.3
238
239
3575.6
563.9
1756.8
-2498.7
1.377
1.377
1.147
1.147
5231.0
5247.4
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
239
240
563.9
2807.0
2498.7
-2090.1
1.377
1.377
1.147
1.147
5247.4
5253.6
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
240
250
2445.2
1163.1
2090.1
-2090.1
1.000
1.000
1.000
1.000
5061.2
4557.4
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
A.
: (lb./sq.in.)
@Node
238
Tegangan Kode
Tegangan Aksial
: 218.2
@Node
159
Tegangan Lentur
: 3553.6 @Node
238
IV-12
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Tegangan Torsi
: 2542.0 @Node
239
Tegangan Hoop
: 481.1
20
@Node
Tabel 7. Tegangan yang terjadi saat beban terpasang dengan data berat dan
tekanan pada masing-masing node
Node
10
20
20
30
1424.8
579.5
-24.3
24.3
1.000 1.000
1.000 1.000
1642.7
797.3
20000.0
20000.0
8.2
4.0
B31.3
B31.3
30
38
579.5
107.3
-24.3
24.3
1.000 1.000
1.000 1.000
797.3
325.1
20000.0
20000.0
4.0
1.6
B31.3
B31.3
38
39
123.9
111.8
-24.3
-17.1
1.377 1.147
1.377 1.147
341.7
329.6
20000.0
20000.0
1.7
1.6
B31.3
B31.3
39
40
111.8
46.1
17.1
-43.6
1.377 1.147
1.377 1.147
329.6
264.0
20000.0
20000.0
1.6
1.3
B31.3
B31.3
40
50
38.4
252.5
43.6
-43.6
1.000 1.000
1.000 1.000
256.3
470.4
20000.0
20000.0
1.3
2.4
B31.3
B31.3
50
60
252.5
1335.5
43.6
-43.6
1.000 1.000
1.000 1.000
470.4
1553.4
20000.0
20000.0
2.4
7.8
B31.3
B31.3
60
70
1335.5
277.1
43.6
-43.6
1.000 1.000
1.000 1.000
1553.4
495.0
20000.0
20000.0
7.8
2.5
B31.3
B31.3
70
78
277.1
83.1
43.6
-43.6
1.000 1.000
1.000 1.000
495.0
301.0
20000.0
20000.0
2.5
1.5
B31.3
B31.3
78
79
110.7
110.9
43.6
-44.1
1.377 1.147
1.377 1.147
328.7
328.8
20000.0
20000.0
1.6
1.6
B31.3
B31.3
79
80
110.9
149.3
44.1
-17.3
1.377 1.147
1.377 1.147
328.8
367.1
20000.0
20000.0
1.6
1.8
B31.3
B31.3
80
90
120.3
484.6
17.3
-17.3
1.000 1.000
1.000 1.000
338.1
702.5
20000.0
20000.0
1.7
3.5
B31.3
B31.3
IV-13
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Node
90
100
484.6
1689.6
17.3
-17.3
1.000 1.000
1.000 1.000
702.5
1907.4
20000.0
20000.0
3.5
9.5
B31.3
B31.3
100
110
1689.6
189.4
17.3
-17.3
1.000 1.000
1.000 1.000
1907.4
407.2
20000.0
20000.0
9.5
2.0
B31.3
B31.3
110
118
189.4
42.9
17.3
-17.3
1.000 1.000
1.000 1.000
407.2
260.7
20000.0
20000.0
2.0
1.3
B31.3
B31.3
118
119
55.2
47.2
17.3
-20.2
1.377 1.147
1.377 1.147
273.0
265.2
20000.0
20000.0
1.4
1.3
B31.3
B31.3
119
120
47.2
75.1
20.2
-6.3
1.377 1.147
1.377 1.147
265.2
293.2
20000.0
20000.0
1.3
1.5
B31.3
B31.3
120
130
62.1
532.3
6.3
-6.3
1.000 1.000
1.000 1.000
280.2
750.4
20000.0
20000.0
1.4
3.8
B31.3
B31.3
130
140
532.3
1882.3
6.3
-6.3
1.000 1.000
1.000 1.000
750.4
2100.4
20000.0
20000.0
3.8
10.5
B31.3
B31.3
140
150
1882.3
1104.8
6.3
-6.3
1.000 1.000
1.000 1.000
2100.4
1322.8
20000.0
20000.0
10.5
6.6
B31.3
B31.3
150
158
1104.8
426.3
6.3
-6.3
1.000 1.000
1.000 1.000
1322.8
644.4
20000.0
20000.0
6.6
3.2
B31.3
B31.3
158
159
492.9
330.7
6.3
136.5
1.377 1.147
1.377 1.147
710.9
548.9
20000.0
20000.0
3.6
2.7
B31.3
B31.3
159
160
330.7
115.0
-136.5
186.6
1.377 1.147
1.377 1.147
548.9
333.2
20000.0
20000.0
2.7
1.7
B31.3
B31.3
160
168
85.0
567.4
-186.6
186.6
1.000 1.000
1.000 1.000
303.2
785.6
20000.0
20000.0
1.5
3.9
B31.3
B31.3
168
169
779.2
920.9
-186.6
157.7
1.377 1.147
1.377 1.147
997.4
1125.1
20000.0
20000.0
5.0
5.6
B31.3
B31.3
169
170
920.9
1031.8
-157.7
36.3
1.377 1.147
1.377 1.147
1125.1
1228.9
20000.0
20000.0
5.6
6.1
B31.3
B31.3
IV-14
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Node
170
180
777.3
786.3
-36.3
36.3
1.000 1.000
1.000 1.000
974.4
971.2
20000.0
20000.0
4.9
4.9
B31.3
B31.3
180
190
0.0
0.0
0.0
0.0
0.000 0.000
0.000 0.000
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
190
200
788.3
798.4
-36.3
36.3
1.000 1.000
1.000 1.000
923.0
919.4
20000.0
20000.0
4.6
4.6
B31.3
B31.3
200
210
0.0
0.0
0.0
0.0
0.000 0.000
0.000 0.000
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
B31.3
B31.3
210
218
800.5
809.4
-36.3
36.3
1.000 1.000
1.000 1.000
871.1
867.9
20000.0
20000.0
4.4
4.3
B31.3
B31.3
218
219
1075.1
694.6
-36.3
-110.9
1.377 1.147
1.377 1.147
1133.5
798.8
20000.0
20000.0
5.7
4.0
B31.3
B31.3
219
220
694.6
380.9
110.9
-193.3
1.377 1.147
1.377 1.147
798.8
598.7
20000.0
20000.0
4.0
3.0
B31.3
B31.3
220
228
279.6
2643.5
193.3
-193.3
1.000 1.000
1.000 1.000
497.4
2861.3
20000.0
20000.0
2.5
14.3
B31.3
B31.3
228
229
3033.6
2655.4
193.3
-1219.3
1.377 1.147
1.377 1.147
3251.4
2873.2
20000.0
20000.0
16.3
14.4
B31.3
B31.3
229
230
2655.4
734.1
1219.3
-1829.2
1.377 1.147
1.377 1.147
2873.2
952.0
20000.0
20000.0
14.4
4.8
B31.3
B31.3
230
238
637.9
3096.8
1829.2
-1829.2
1.000 1.000
1.000 1.000
855.8
3314.7
20000.0
20000.0
4.3
16.6
B31.3
B31.3
238
239
3553.6
408.9
1829.2
-2542.0
1.377 1.147
1.377 1.147
3771.5
627.0
20000.0
20000.0
18.9
3.1
B31.3
B31.3
239
240
408.9
2985.3
2542.0
-2074.9
1.377 1.147
1.377 1.147
627.0
3203.5
20000.0
20000.0
3.1
16.0
B31.3
B31.3
240
250
2601.5
1333.0
2074.9
-2074.9
1.000 1.000
1.000 1.000
2819.6
1551.2
20000.0
20000.0
14.1
7.8
B31.3
B31.3
IV-15
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan ( Tabel 7 ) diatas, tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan CDUV Plaju ini memiliki tegangan maksimum pada node 238, yaitu 3771.5 lb/in2,
sedangkan harga tegangan yang diizinkan oleh kode standar B31.3 adalah 20000
lb/in2. Jadi masih berada di bawah tegangan izin yaitu :
Sl Sh
3771.5 lb/in2 20000 lb/in2
dengan demikian sistem perpipaan dari cooler 4-1 ke pompa 33 di Crude
Distillation Unit (CDU) V Plaju yang terpasang dalam keadaan aman.
IV-16
BAB IV Hasil dan Pembahasan
B. Analisa Dinamik
Pada analisa dinamik, yaitu beban yang terjadi berubah cepat seiring
waktu, pipa tidak punya cukup waktu untuk mendistribusikan beban keseluruh
bagiannya, sehingga tidak tercapai keseimbangan.
Kita mengetahui bahwa semua benda jika dipukul akan bergetar.
Bergetarnya benda tersebut selalu mempunyai frekuensi tertentu. Besarnya
frekuensi yang terjadi itulah yang disebut frekuensi eksitasi. Dimana frekuensi
eksitasi didefinisikan sebagai frekuensi getaran yang terjadi karena adanya
gaya dari luar sistem. Sedangkan setiap benda mempunyai frekuensi pribadi
tertentu dengan sendirinya. Dimana frekuensi pribadi didefinisikan sebagai
frekuensi getaran sistem yang terjadi karena bukan gaya dari luar. Dalam hal
sistem perpipaan, frekuensi pribadi disebabkan oleh :
Geometri atau dimensi benda
Spesifikasi material benda
General Rule mengatakan bahwa : Bila frekuensi pribadi getaran
sebuah mesin atau struktur sama dengan frekuensi eksitasi luar, fenomena
yang muncul disebut resonansi, yang akan menyebabkan defleksi yang
berlebihan dan kegagalan bahan. [12]
Disinilah perlunya analisa yang berbeda, melalui analisis frekuensi pada
pembebanan dinamik yang juga menghasilkan beberapa modus getarnya
terhadap suatu interval waktu.
Ketika mengalami getaran (vibrasi), tentu saja sistem perpipaan akan
mengalami fenomena resonansi atau tidak. Besarnya frekuensi pribadi sistem
IV-17
BAB IV Hasil dan Pembahasan
perpipaan tidaklah boleh sama dengan frekuensi eksitasi dari peralatan dalam
waktu yang cukup lama, yang mana jika resonansi yang terjadi dalam waktu
yang cukup lama maka akan mengakibatkan defleksi yang berlebihan dan
kegagalan bahan sehingga sistem dalam keadaan berbahaya atau tidak aman.
Pada perhitungan frekuensi pribadi pada tugas akhir ini, penulis
menggunakan bantuan Program Caesar II versi 5.10 pada analisa dinamik
untuk tipe analisa modal pada Caesar II. Berikut besaran frekuensi pribadi yang
terjadi hasil keluaran program Caesar II.
B. 1. Frekuensi Pribadi (
Frekuensi pribadi II
Frekuensi pribadi IV
Frekuensi pribadi V
B. 2. Frekuensi Eksitasi ()
Pergerakan dari komponen berputar pada saat mulai proses operasi
hingga mencapai putaran stasioner operasi akan menimbulkan getaran
yang mempunyai frekuensi eksitasi tertentu. Putaran (n) stasioner operasi
dari motor penggerak dari data diketahui sebesar 110 rpm. Sehingga
IV-18
BAB IV Hasil dan Pembahasan
didapat nilai frekuensi eksitasi () pada putaran stasioner operasi, dari
persamaan :
(Hertz)
Dimana,
n = putaran stasioner motor
= 110 rpm
maka,
f=
= 1,833 Hertz
Sehingga,
= 2f
= 2(3,14)1,833
= 11,51 rad/s
berdasarkan perhitungan diatas, dapat diambil beberapa kasus dari 5
modus getar frekuensi pribadi sistem perpipaan yang akan dibandingkan
dengan frekuensi eksitasinya, kasus-kasus tersebut yaitu :
1. Modus getar ke-1, frekuensi pribadi (
= 20,885 rpm, akan tetapi resonansi yang terjadi hanya sesaat seiring
naiknya putaran motor, sehingga tidak mengakibatkan defleksi yang
IV-19
BAB IV Hasil dan Pembahasan
berlebihan dan tidak mengalami kegagalan bahan. Dengan demikian
sistem perpipaan masih dalam keadaan aman.
2. Modus getar ke-2, frekuensi pribadi (
= 27,726 rpm, akan tetapi resonansi yang terjadi hanya sesaat seiring
naiknya putaran motor, sehingga tidak mengakibatkan defleksi yang
berlebihan dan tidak mengalami kegagalan bahan. Dengan demikian
sistem perpipaan masih dalam keadaan aman.
3. Modus getar ke-3, frekuensi pribadi (
= 59,188 rpm, akan tetapi resonansi yang terjadi hanya sesaat seiring
naiknya putaran motor, sehingga tidak mengakibatkan defleksi yang
berlebihan dan tidak mengalami kegagalan bahan. Dengan demikian
sistem perpipaan masih dalam keadaan aman.
4.
) =
IV-20
BAB IV Hasil dan Pembahasan
= 98,197 rpm, akan tetapi resonansi yang terjadi hanya sesaat seiring
naiknya putaran motor, sehingga tidak mengakibatkan defleksi yang
berlebihan dan tidak mengalami kegagalan bahan. Dengan demikian
sistem perpipaan masih dalam keadaan aman.
5. Modus getar ke-5, frekuensi pribadi (
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Konstruksi sistem perpipaan yang dianalisa adalah pipa CDU-V dari Cooler
4-1 ke pompa 33 di Kilang Plaju, dengan memakai kode standard
ASME/ANSI B31.3.
2. Dari hasil perhitungan konstruksi dengan menggunakan program Caesar II
diperoleh tegangan maksimum pada node 238, sebesar 3771,5 lb/in2.
Sedangkan harga tegangan yang diizinkan oleh material ASTM A-53 Grade
B dengan kode standard pipa ASME/ANSI B31.3 adalah 20000 lb/in2. Jadi,
tegangan maksimum yang terjadi lebih kecil dari tegangan kode standard
yang diizinkan, yaitu ;
Sl Sh
3771,5 lb/in2 20000 lb/in2
Dengan demikian sistem perpipaan dari cooler 4-1 ke pompa 33 di Crude
Distillation Unit (CDU) V Plaju yang terpasang dalam keadaan aman.
3. Dari hasil perhitungan Analisis Dinamik, dapat diambil kesimpulan bahwa
sistem perpipaan dari cooler 4-1 ke pompa 33 di Crude Distillation Unit
(CDU) V Plaju yang terpasang terjadi resonansi pada kasus atau modus
getar pertama hingga modus getar ke empat akan tetapi resonansi yang
V-1
V-2
BAB V Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
8.
9. http://www.simetric.co.uk
10. Raswari, (1986), Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan, UI-Press,
Jakarta.
11. Raswari, (1986), Perencanaan dan Penggambaran Sistem Perpipaan,
UI-Press, Jakarta.
12. Jimmy D.N. ST. MT., (2004), Catatan Kuliah Getaran Mekanik Dengan
Teori dan Latihan, UNSRI, Indralaya.