Laporan Pendahuluan Limfoma
Laporan Pendahuluan Limfoma
3) Faktor lingkungan
4) Infeksi Virus
Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah
Faktor Predisposisi
1. Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan
UV
2. Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
(Mansjoer, A. 2001).
c. Klasifikasi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahuntahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan
pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982
muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan
rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan
kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982
yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid
Neoplasms (REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working
Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
1. Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH
indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak
nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada
LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,
menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan
keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di
perut.
Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I
dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara
stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening.
b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh
dada atau perut.
c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru,
atau otak. Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala
konstitusionalerupa penurunan berat badan, febris, dan keringat malam.
A = tanpa gejala konstitusional
B = dengan gejala konstitsional
Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia,
Ib, maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga
stadium IV, diberikan kemoterapi.
Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:
1. Untuk Low grade NHL
a) regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)
b) Fludarabin
c) Rituximab
2. Untuk High grade NHL
a) Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan
prednison)
b) Regimen CHOP + Rituximab
c) transplantasi sum-sum tulang.
2. Limfoma Hodgkin
Terbagi atas 4 jenis, yaitu:
a) Nodular Sclerosing limfosit
b) mixed cellularity
c) rich lymphocyte
d) limphocyte depletio
Jenis
Limfosit
Gambaran Mikroskopik
Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada
Kejadian
Perjalanan
3% dari
Penyakit
Lambat
Predominan
Sklerosis
banyak limfosit
Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg &
kasus
67% dari
Noduler
kasus
Selularitas
25% dari
Campuran
kasus
lainnya
Deplesi Limfosit Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit
limfosit
5% dari
Sedang
Agak cepat
Cepat
kasus
e. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat
dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat
segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar
limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Biasanya berawal sebagai :
pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi
sangat besar.
Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala
penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas,
penekanan terhadap esofagus menyebabkan sulit menelan, pada syaraf
menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena
mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi
( 1010F ).
Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat
mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F )
selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa
minggu.
Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan
menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema
anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti
terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan.
Namun biasanya penyakit ini sudah menyebar keseluruh sistem limfatik
lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma. Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar
lain:
1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC
2. Sering keringat malam
3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan
f. Pathway
Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus
Nyeri
Pembesaran kelenjar
getah bening
Gangguan termoregulasi
Hipertermi
Resiko terjadinya
Resiko terjadinya
infeksi
Sistem pernapasan
Sistem saraf
Sistem pencernaan
Sistem
Respons psikososial
muskuluskletal
Pa O2 menurun
Paralisis faringeal
Efek hiperventilasi
Penurunan suplai
PCO2 meningkat
Sesak napas
Kesulitan menelan
Penurunan
imunitas
efektif
Jalan nafas tidak
Produksi asam
Penurunan nafsu
makan
meningkat
Peristaltik
menurun
Tindakan invasif
oksigen kejaringan
lambung
Peningkatan
produksi sekret
Sesak napas
Koping tidak
Peningkatan
efektif
metabolisme
anaerob
Mual, nyeri
Peningkatan
lambung konstipasi
produksi asam
laktat
efektif
Kelemahan fisik
umum,odem
Kecemasan
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1.
Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
2.
3.
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
2. Khemoterapi
a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna
keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi
kombinasi MOPP:
M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
O = Oncovin = vincristine 1,0 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,
stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin
terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.
2. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
f.
maupun abdomen.
Sistem respirasi
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada
g.
benjolan.
Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat
h.
i.
j.
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang
dideritanya.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati /
ginjal secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah
bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan
stadiumnya.
d. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
e. Perencanaan
7.
8.
Keperawatan
o
12. 13.
1.
Diagnosa
9.
Tujuan / Kriteria
10.
Intervensi
11.
Rasional
Hasil
Nutrisi
14. Setelah
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan intake yang
tidak adekuat
( mual, muntah)
dengan
15.
Kriteria
Hasil :
BB meningakat
Nafsu makan
pasien meningkat
17.
2. pasien mendapat informasi yang tepat.
18.
19.
20.
3. pasien mendapat informasi yang tepat.
21.
22.
4. untuk memudahkan pasien menelan.
23.
24.
25.
6. untuk menetukan diet yang diperoleh
oleh px
Gangguan
penelanan
berkurang
26. 27.
2.
berkurang
28. Setelah
Resiko
terjadinya infeksi
berhubungan
dengan proses
inflamasi.
terjadi
infeksi,
dengan
Kriteria
Hasil :
batas normal
Tidak ada tanda
31. 32.
3
Cemas
inflamasi
Keringat
34.
berkurang
Setelah
berhubungan
dilakukan tindakan
35.
dengan kurangnya
keperawatan selama
36.
pengetahuan
tentang
penyakitnya.
kebutuhan tubuh
33.
38. 39.
4
Hipertermi
berhubungan
dengan tak
efektifnya
termoregulasi
sekunder terhadap
inflamasi
40.
membaik
2. Meningkatkan masukan secara perlahan
2. Beri makan klien sedikit tapi sering
3. Klien dapat memahami dan mau
3. Beritahu klien pentingnya nutrisi
meningkatkan masukan nutrisi
37.
4. Peningkatan energi dan protein pada
4. Pemberian diet TKTP
tubuh sebagai pembangun
meningkat,
porsi habis,
BB tidak turun
drastis
41. Setelah
n suhu
tubuh
klien
menurun
dengan
Kriteria
Hasil :
42.
49. 50.
5
Intoleransi
51. Setelah
1. Mengevaluasi
respon
aktivitas yang
dilakukan
terhadap aktivitas,
berhubungan
tindakan
melaporkan
adanya
dengan tidak
keperawa
peningkatan
kelelahan,
seimbangnya
tan
perubahan
persediaan dan
selama
kebutuhan oksigen
2x24 jam
kelemahan umum
Aktivitas
serta kelelahan
dapat
karena gangguan
terpenuhi
pola tidur
selama
perawata
dalam
pasien 1. Memberikan
mencatat dan
atau
dispnea,
tanda
kemampuan
serta
53.
vital
54.
selama dan setelah aktivitas.
2. Memberikan lingkungan yang 2. Mengurangi stress dan stimulasi yang
nyaman
dan
membatasi
berlebihan,
serta
meningkatkan
pengunjung selama fese akut atas
istirahat.
indikasi.
Menganjurkan
untuk
55.
56.
n dengan
3. Menjelaskan
kriteria
hasil :
58. 59.
6
Nyeri
60. Setelah
berhubungan
dilakukan
tindakan
saraf
keperawa
tan
selama
57.
1. menentukan tindak lanjut intervensi.
62.
2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta
tekanan darah meningkat, nadi,
pernafasan meningkat
3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
2x24 jam
(berbincang-bincang)
4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas
diharapka
dan nyeri.
intensitas
nyeri
berkurang
dengan
kriteria
hasil :
Klien merasa
nyaman
Skala nyeri
menurun
GCS E4V5M6
Tanda-tanda vital
normal(nadi : 60100 kali permenit,
suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20
kali permenit)
61.
analgetika.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.