Osteoarthritis (OA)
Osteoarthritis (OA)
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak
ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain.
Penderita OA mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada
sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga
sangat mengganggu mobilitas penderita.1
Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia yang
merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih banyak menderita
OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih banyak 2 kali dibandingkan
wanita kulit putih.1
Pada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik maupun radiologi didapatkan
peningkatan jumlah kasus OA lutut. Menurut The Framingham Osteoarthritis Study gambaran
radiologik OA lutut yang berat (grade III dan IV menurut kriteria Kellgreen-Lawrence) makin
meningkat dengan bertambahnya umur, yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada
umur 70-79 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun. Wanita yang mempunyai gambaran
radiologik osteoarthritis berat adalah 10,6% pada umur kurang dari 70 tahun, 17,6% pada umur
70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada laki-laki 12,8% pada
umur kurang dari 70 tahun, 18,2% pada umur 70-79 tahun dan 17,9% pada umur lebih dari 80
tahun. Prevalensi radiologik OA akan meningkat sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45
tahun jarang didapatkan gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambaran radiologik OA
lutut yang berat mencapai 20%.2
Dari aspek rehabilitasi medik, penyakit sendi degeneratif, dapat menimbulkan kecacatan
fisik dalam beberapa tingkat, yaitu, tingkat impairmen (kerusakan sendi, terutama yang
menyebabkan keluhan nyeri), tingkat disabilitas (adanya kecacatan fisik, sehingga terganggunya
activity of daily living), dan handikap (tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, akibat
hambatan psikologis, sosial, dan vokasional oleh karena kecacatan fisik yang dideritanya).3
Sebagian besar manajemen OA bertujuan untuk mengurangi nyeri secara farmakologis.
Pemberian latihan juga sudah umum diberikan pada pasien OA, tetapi masih banyak difokuskan
hanya pada impairmen lokal di sekitar sendi yang terkena seperti kelemahan otot, keterbatasan
luas gerak sendi, dan nyeri. Padahal manajemen yang efektif seharusnya juga memperhatikan
keterbatasan fungsional dan disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA. 4
Oleh karena itu pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas latihan secara holistik untuk pasien
OA lutut.
BAB 2
OSTEOARTHRITIS LUTUT
2.1. Definisi
2.3. Patogenesis
OA dapat terjadi berdasarkan 2 mekanisme berikut, yaitu (1) Beban yang berlebihan pada
komponen material kartilago sendi dan tulang subkondral yang normal, sehingga terjadi
kerusakan/kegagalan jaringan, dan (2) kualitas komponen material kartilago yang jelek sehingga
dengan beban yang normal pun tetap terjadi kerusakan.1
celah sendi.3,7 Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren & Lawrence menyusun gradasi OA
lutut menjadi : 8
Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak nampak deformitas
tulang.
Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah sendi.
Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya celah sendi.8
Klinis
2.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OA lutut terdiri dari terapi farmakologik dan non farmakologik. Terapi
farmakologik dapat berupa analgesik baik dari golongan non steroid (NSAID) maupun golongan
steroid, dapat diberikan oral maupun injeksi intraartikular. Suplemen glukosamin sulfat dan
kondroitin sulfat sebagai bahan dasar tulang rawan sendi juga sering digunakan sebagai terapi
OA. Mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti, tetapi dikatakan bermanfaat dalam
metabolisme kartilago sendi dan mempunyai efek anti inflamasi. Injeksi intraartikular dengan
asam hyaluronat sebagai viscosuplement dikatakan juga dapat memperbaiki kekentalan dan
elastisitas cairan sinovial, efek anti inflamasi dan anti nosiseptif, menghambat degradasi enzim
kartilago sendi, spons mekanik (absorbsi mediator inflamasi), umpan balik positif untuk sintesis
asam hyaluronat endogen, dan merangsang sintesis matriks tulang sendi.4,9,10
Terapi non farmakologis terdiri dari edukasi pada penderita, terapi modalitas, latihan, dan
pemberian alat bantu/ortesa. Terapi modalitas bisa berupa terapi panas (Short wave diathermy,
micro wave diathermy, ultrasound diathermy), terapi dingin, TENS, dan terapi laser. Pemakaian
terapi panas bertujuan mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot, mengurangi kekakuan sendi,
menambah ekstensibilitas tendon. Kompres dingin pada sendi OA akan menghambat aktivitas
kolagenase di dalam sinovium. Kompres dingin juga mengurangi spasme otot. Terapi listrik
TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) digunakan untuk mengurangi nyeri melalui
kerjanya menaikkan ambang rangsang nyeri. Terapi laser pada dekade terakhir ini mulai populer
digunakan pada OA untuk mengurangi nyeri.4,9,11
Ortosis atau alat bantu pada OA lutut diberikan untuk mengurangi beban sendi,
menstabilkan sendi, mengurangi gerakan sendi, memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal,
dan mencegah deformitas. 9,11
Terapi bedah (arthroscopy, osteotomy, atrhroplasty) diindikasikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi konservatif.7
BAB 3
TERAPI LATIHAN PADA PENDERITA OA LUTUT
Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pasien dengan OA lutut. Menurut
Minor, tujuan program latihan pada pasien OA adalah:
1.
Mengurangi
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan luas gerak sendi, menormalkan pola jalan, dan
memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut dengan cara mengurangi stress pada sendi,
mengurangi joint forces, dan memperbaiki biomekanik sendi.
3.
Mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas
dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.4
Program latihan pada pasien OA harus disusun secara individual sesuai keadaan pasien.
Pada pasien dengan kelemahan otot yang signifikan dan berkurangnya gerakan sendi, tujuan
awal dari latihan adalah mengurangi impairmen, memperbaiki fungsi, dan persiapan untuk
aktivitas fisik. Pada pasien OA dengan kekuatan otot dan luas gerak sendi (LGS) yang baik maka
program latihan difokuskan pada perlindungan sendi dan general conditioning. 4
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun program latihan untuk
penderita OA lutut, yaitu :4,5
3. Usia
Usia bukan merupakan kontraindikasi melakukan latihan. Guideline latihan sama bisa
diterapkan pada penderita usia lanjut dengan memperhatikan adanya resiko fraktur dan ganguan
keseimbangan. 5
4. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya OA. Menurunkan berat badan diketahui
menurunkan gejala OA dan resiko terjadinya OA. Program penurunan berat badan harus
termasuk dalam program latihan pasien OA dengan obesitas. Berjalan dengan kecepatan sedang,
bersepeda, dan latihan di air merupakan latihan yang aman dan bermanfaat untuk pasien OA
lutut dan hip, termasuk pasien yang obesitas/overweight.5
berkurang. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan berkurangnya LGS pada OA, antara lain
perubahan pada sendi, pemendekan struktur myotendinosus di sekitar sendi karena nyeri dan
kelemahan. Otot yang lebih pendek dari panjang idealnya menyebabkan kerugian secara
biomekanik saat ia bekerja. Oleh karena itu latihan peregangan harus diberikan sejak awal.12
Latihan fleksibilitas dimulai dengan pasien menggerakkan sendinya pada seluruh luas
gerak sendi yang ada untuk mencegah berkurangnya luas gerak sendi. Selanjutnya ditambahkan
latihan peregangan yang dilakukan dengan pelan, gentle, dan sustained stretching. Sustained
stretching adalah menahan peregangan selama 20-40 detik, atau lebih, kemudian relaks, dan
mengulangi peregangan lagi. Peregangan yang tiba-tiba, kasar, atau ballistic stretching harus
dihindari karena bisa menimbulkan eksaserbasi OA. Untuk pasien OA hip dan lutut otot yang
penting untuk diregangkan adalah otot quadrisep dan hamstring.12
Luas gerak sendi yang cukup, kekuatan otot, dan daya tahan sangat penting untuk
aktivitas berjalan, keseimbangan, naik-turun tangga, dan bangkit dari kursi. Tabel berikut
menunjukkan LGS ekstremitas bawah yang diperlukan untuk beberapa aktivitas
Tabel 3.2. LGS fungsional untuk ekstremitas bawah4
Sendi
Panggul
Lutut
Pergelangan
kaki
Gerakan
Ekstensi
Fleksi
Abduksi
Adduksi
Rotasi interna
Rotasi eksterna
Ekstensi
Fleksi
Dorsofleksi
Plantarfleksi
Berjalan di
tempat datar
15
37
7
5
4
9
0
70
10
15
0
112
20
17
0
93
15
-
Latihan ROM rutin setiap hari dengan periode weight bearing dan non weight bearing
penting untuk menjaga kesehatan sendi. Pada individu tertentu diperlukan latihan yang didesain
khusus sesuai impaiment dan pathologi sendinya. Umumnya petunjuk untuk latihan fleksibilitas
menurut American College of Sports Medicine (ACSM) dan Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) adalah sebagai berikut.5
Tabel 3.3. Rekomendasi untuk latihan fleksibilitas5
Latihan penguatan isotonik adalah latihan penguatan dinamik dengan beban konstan
dimana otot berkontraksi memanjang (eksentrik) atau memendek (konsentrik) di sepanjang luas
gerak sendinya. Kontraksi eksentrik menyebabkan stress yang lebih besar tetapi menghasilkan
kekuatan otot yang lebih besar pula. Latihan isotonik bemanfaat untuk meningkatkan kekuatan
otot, daya tahan, dan power.
gerakan terjadi melalui suatu rentang sendi pada kecepatan angular yang konstan selama otot
memendek atau memanjang dengan beban dapat bervariasi.12,13 Menurut deLisa latihan ini jarang
digunakan karena memerlukan peralatan isokinetik untuk latihan dan hubungannya dengan
aktivitas fungsional masih belum jelas.12 Walaupun demikian, beberapa penulis mengatakan
bahwa latihan isokinetik dapat menguatkan otot lebih efisien dibandingkan latihan isotonik. 13
Latihan penguatan juga bisa dibedakan menjadi latihan closed kinetic chain (bagian distal
ekstremitas terfiksasi) dan open kinetic chain (bagian distal ekstremitas bebas). Latihan open
kinetic chain memungkinkan penderita melakukan penguatan secara spesifik pada satu
gerakan/otot pada satu sendi, misalnya penguatan ekstensor lutut, tetapi latihan ini meningkatkan
shear forces pada sendi sehingga bisa menimbulkan eksaserbasi OA lutut. Quadricep setting,
SLR, dan PRE dengan quadriceps bench adalah contoh latihan open kinetic chain. Latihan
closed kinetic chain menyebabkan shear forces yang lebih kecil dan lebih menyerupai aktivitas
sinergis dan firing pattern untuk aktivitas sehari-hari12. Contoh latihan closed kinetic chain untuk
OA lutut antara lain partial/mini squat, wall slides, dan lunge.
Latihan penguatan dimulai dengan latihan penguatan isometrik (brief isometric exercise)
karena latihan ini tidak melibatkan gerakan sendi dan tidak memperberat gejala OA lutut. Sendi
lutut diposisikan pada posisi yang nyaman (biasanya posisi ekstensi) dan kemudian otot
quadrisep dikontraksikan maksimal selama minimal 6 detik, minimal dilakukan 2 kali sehari.
Sambil melakukan kontraksi otot pasien diminta untuk menghitung dengan suara keras untuk
menghindari manuver Valsava. Penggunaan elastic belt atau rubber loop yang terbuat dari tire
inner tube ( ban dalam) merupakan cara praktis untuk mendapat feedback proprioseptif saat otot
berkontraksi isometrik melawan tahanan.(gambar3.1).14
Gambar 3.1. Latihan isometric counterrresistance antara otot quadrisep dengan gluteal dan
hamstring kontralateral menggunakan elastic band atau belt loop di pergelangan kaki.14
Kontraksi isometrik harus ditahan minimal 6 detik untuk memungkinkan tercapainya
puncak tegangan otot dan perubahan metabolik di otot, dan tidak boleh lebih dari 10 detik karena
akan menyebabkan otot cepat kelelahan/fatique. 13
Latihan quadricep setting adalah contoh latihan penguatan isometrik otot quadrisep
dengan fokus pada kontraksi vastus medialis obliq. Latihan dilakukan dengan pasien posisi
supine atau duduk dan lutut posisi ekstensi dan pergelangan kaki dorsifleksi. Pasien diberi
perintah tekan lutut anda ke bawah, dan kencangkan otot paha. Kontraksi ditahan selama 10
detik, istirahat beberapa detik, dan kemudian kontraksi lagi. 13,15 Latihan dilakukan 8-12 kali
repetisi, diulang beberapa kali sehari. Jika pasien merasa kurang nyaman, bisa ditambahkan
gulungan handuk di bawah lutut.15
Latihan stright leg rising (SLR) adalah latihan penguatan isometrik otot quadrisep
dengan fokus pada otot rectus femoris. Latihan ini juga melibatkan kontraksi dinamik otot
fleksor hip. Posisi pasien supine dengan lutut ekstensi. Untuk menstanbilkan pelvis dan
punggung bawah, hip dan lutut kontra lateral diposisikan fleksi, kaki diletakkan netral di alas
latihan. Pasien diperintahkan untuk mengkontraksikan quadrisep, kemudian tungkai diangkat
sekitar 45o fleksi hip sambil lutut tetap ekstensi. Tungkai ditahan pada posisi tersebut selama 10
hitungan kemudian tungkai diturunkan. Sesuai dengan kemampuan pasien, tungkai bisa
diturunkan 30o atau 15o fleksi hip untuk menambah beban pada quadrisep, atau dengan
menambahkan beban di pergelangan kaki. 13
Gambar3.3. Latihan straight leg rising (tanpa beban dan dengan beban). 15,16
Untuk menghindari cedera pada otot, berikan tahanan secara bertahap, serta turunan
kontraksi otot secara bertahap pula. Hal ini membantu peningkatan tegangan/tension otot secara
bertahap, menjamin kontraksi otot yang bebas nyeri, dan menghindari resiko gerakan sendi yang
tidak terkontrol. Menahan nafas (valsava manuver) sering terjadi saat penderita melakukan
latihan isometrik. Hal ini harus dihindari karena bisa meningkatkan tekanan darah dengan cepat.
Rhytmic breathing dengan penekanan pada ekspirasi saat melakukan kontraksi otot, harus
dilakukan saat melakukan latihan isometrik untuk mengurangi resiko tersebut. Latihan isometrik
dengan intensitas tinggi merupakan kontra indikasi bagi penderita dengan gangguan jantung dan
vaskuler.13
Progressive resistance exercise (PRE) adalah latihan penguatan isotonik dinamik dengan
beban yang ditingkatkan secara bertahap. Latihan penguatan dengan PRE lebih baik untuk
menjaga dan meningkatkan fungsi otot, mengurangi nyeri sendi, dan meningkatkan fungsi pasien
OA lutut.4,13
Salah satu metode untuk PRE adalah metode DeLorme-Watkins yang terdiri
dari serial kontraksi otot dengan beban meningkat sehingga pada akhir latihan otot mengangkat
beban yang maksimal.13 Latihan ini bisa dilakukan dengan NK table/quadirceps bench. Caranya
adalah sebagai berikut :
a.
Tentukan beban maksimal 10 kali repetisi (10 repetition maximal resistance/ 10 RM), yaitu
beban maksimal yang bisa diangkat oleh otot 10 kali pada luas gerak sendi penuh .
c.
d. pada prosedur ini sudah termasuk latihan pemanasan karena awalnya pasien mengangkat beban
hanya dan RM
e.
Wall slides adalah salah satu latihan penguatan closed kinetik chain untuk otot
quadrisep. Caranya, penderita berdiri bersandar pada dinding dengan jarak antara kaki dengan
dinding sekitar 1 kaki(32cm), kemudian punggung digeser ke bawah samapi lutut fleksi sekitar
20-30o. Jika ditambahkan kontraksi quadrisep sebelah medial dengan menjepit bola diantara
kedua lutut maka penguatan terutama ditujukan untuk otot vastus medialis. Kontraksi ditahan
selama 10 detik, kemudian penderita menaikkan kembali badannya. Latihan diulang 8-12 kali
dengan istirahat diantara kontraksi. Otot vastus medialis merupakan otot yang paling sering
mengalami kelemahan diantara kelompok otot quadrisep dan bisa menyebabkan gerakan patella
yang tidak normal.15
badan. Selain itu latihan aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen, serta
memperbaiki gejala depresi dan kecemasan.4,7
Latihan aerobik bisa dilakukan di darat dan di air (aquaterapi). Bentuk latihan aerobik
yang dianjurkan adalah berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di
kolam. Berenang dan latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang lebih ringan dibandingkan
bentuk latihan aerobik yang lain. Setiap sesion latihan aerobik harus diawali oleh latihan
pemanasan yang terdiri dari latihan ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan. 4
Jika latihan jalan kaki atau jogging menyebabkan gejala yang dikeluhkan pasien
bertambah berat, intensitas latihan harus dikurangi atau bentuk latihan dirubah. Alas kaki yang
baik sangat penting dan latihan lebih baik dilakukan di permukaan yang lunak. Untuk dapat
meningkatkan kapasitas aerobik heart rate yang harus dicapai adalah 60-80% dari target heart
rate untuk latihan selama 20-30 menit, 3-4 kali seminggu. Naik turun tangga juga merupakan
bentuk latihan aerobik yang baik, tapi menyebabkan joint loading yang maksimal pada hip dan
lutut sehingga tidak dianjurkan untuk pasien OA lutut dan hip.4
Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut ekstensi saat pedal sepeda
berada di bawah.
13,16
Tingkat beban diatur bertahap mulai dari minimal sampai sedang. Latihan
dilakukan 5 menit dengan beban ringan selama 2 hari, kemudian beban dinaikkan dan waktu
ditambah 5 menit. Setiap peningkatan level dilatih selama 3 hari sampai waktu latihan 20-30
menit.16
naik
turun
tangga,
dari
dilakukan
lantai.
latihan
Perlu
yang
fungsional khusus yang dialami pasien. Latihan ini berupa latihan penguatan dengan modifikasi
aktivitas sehari-hari. Contohnya adalah sebagai berikut13:
-
Latihan step-up dan step down : latihan naik dan turun tangga.13
Wall slides dan mini squat sampai 90o atau sebatas toleransi: bertujuan melatih aktivitas duduk
dan berdiri dari duduk dengan bantuan lengan, serta menentukan perlu tidaknya adaptasi tinggi
kursi untuk fungsi yang lebih aman.13
Partial lunge : bertujuan melatih mekanika tubuh yang efektif untuk mengambil benda di lantai
dengan konsentrasi pada kontrol otot trunk saat melakukan gerakan. Pasien diajarkan untuk
mengkontraksikan otot abdomen untuk menstabilkan pelvis saat melakukan gerakan lunge.13
Latihan keseimbangan dan proprioseptif, dimulai bila pasien mempunyai kemampuan kontrol
yang baik, misalnya dengan berjalan sepanjang garis sempit, latihan dengan bola Swiss, atau
latihan keseimbangan dengan wobble board. 13,17 Latihan Tai Chi juga efektif untuk memperbaiki
keseimbangan pada penderita OA.13 Menurut deLisa belum ada metode paling baik untuk
mengoptimalkan keseimbangan pada penderita OA, tetapi beberapa penelitian menunjukkan
bahwa latihan penguatan dan latihan aerobik dengan berjalan memperbaiki stabilitas postural
penderita OA 12
Latihan ambulasi : penggunaan alat bantu jalan dikurangi ketika kekutan otot quadrisep
membaik ( MMT 4/5) atau nyeri berkurang. Latihan ambulasi dilakukan pada permukaan yang
bervariasi, naik turun ramp, pertama dengan bantuan kemudian mandiri.13
manajemen gejala OA, dan program latihan di rumah. Program yang diberikan adalah latihan
yang aman dilakukan di rumah berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi, dan
latihan enduran/daya tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan untuk mengurangi berat
badannya. 13
Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan menghindari gerakan fleksi
yang berlebihan, menghindari memposisikan sendi pada satu posisi dalam waktu yang lama,
menghindari overuse, mengontrol berat badan, mengurangi beban pada sendi yang nyeri,
menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi
yang paling kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik. 7,11
Home exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi pasien OA
lutut. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di rumah merupakan tujuan yang
utama karena sangat berhubungan dengan perbaikan fungsi fisik penderita OA.
leaflet latihan di rumah untuk pasien OA.
Berikut contoh
BAB 4
PENUTUP
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif yang mengenai kartilago sendi yang
sangat sering terjadi. Terjadinya penyakit ini dipengaruhi oleh genetik, usia, metabolisme, dan
gerakan-gerakan pada sendi. OA pada lutut sering terjadi karena lutut merupakan sendi
penyangga berat tubuh yang utama.
Impairmen yang sering timbul pada OA antara lain nyeri yang sering muncul karena
stress mekanik atau aktivitas di lutut yang berlebihan, nyeri waktu istirahat pada OA stadium
lanjut, stiffness sendi, keterbatasan luas gerak sendi, kelemahan otot (terutama otot quadrisep),
gangguan proprioseptif dan keseimbangan, serta gangguan aktivitas sehari-hari. Jika tidak diatasi
bisa timbul disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA.
Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pasien dengan OA lutut. Tujuan
program latihan pada pasien OA adalah mengurangi impairmen dan memperbaiki fungsi,
melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut, serta mencegah disabilitas dan menurunnya
kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level aktifitas fisik
sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.
Penelitian menunjukkan bahwa latihan pada OA relatif aman tetapi harus disusun secara
individual dengan mempertimbangkan usia, faktor komorbid, dan mobilitas pasien secara umum.
Cochrane Database of Systematic Review dan Philadelpia Panel Evidence-Based Clinical
Practice Guidelines menyimpulkan bahwa latihan penguatan. peregangan, latihan aerobik dan
latihan fungsional terbukti mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi fisik pada penderita OA. 13
Latihan juga dapat meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki aliran darah dan kerja jantung,
menjaga/menurunkan berat badan, memperbaiki mood, dan meningkatkan daya tahan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schumacher Jr, H; Ralph, MD; Klippel, John H, MD; Koopman, William J, MD. Osteoarthritis :
Epidemiology, Pathology, and Pathogenesis. In : Primer on the Rheumatic Diseases. 10th ed.
Arthritis Foundation. Atlanta, 1993. p.184-190
2. Herry Isbagio, Bambang SH . Masalah dan Penanganan Osteoarthritis Sendi lutut. Cermin Dunia
Kedokteran. 1995. hal 8-11
3. Reni H. Masduchi. Rehabilitasi Nyeri pada Sendi Degeneratif. SMF/Bagian Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi RSU dr.Soetomo/FK UNAIR. PKB Rehabilitasi Medik, Surabaya, 2005.
4. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoatrhritis. 2 nd ed. Professional
Communications Inc. Caddo, 2000. p 53-65, 117-135
5. Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS. Osteoarthritis. 2 nd ed. Oxford University Press. New
York, 2003. p 1-7, 299-308
6. Cailliet R. Knee Pain and Disability. F.A Davis Company. Philadelpia, 1980. p1-3, 97
7. Moskowitz RW, Altman RD, et al. Osteoarthritis Diagnosis and Medical/Surgical Management.
4th ed. Lippincot Williams-Wilkins. 2007. p28, 258-263
8.
Elyas E. Pendekatan Terapi Fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDOSRI
2002. Bidang Pendidikan da LAtihan Pengurus Besar PERDOSRI. Jakarta, 2002. hal 53-63
9. Tulaar ABM. Peran Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik pada Tatalaksana Osteoarthritis.
Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest. Februari 2006. hal 46-54
10. The National Institute of Health. Osteoarthritis Symptoms and Treatments. (online). Available
from : http//www.heartspring.net
11. Angela BMT. Rehabilitasi Medik pada Osteoarthrits. Cermin Dunia Kedokteran. 1995. hal 32-34
12. Stitik TP, Foye PM, et al . Osteoarthritis. In : DeLisa J, editor. Physical Medicine &
Rehabilitation Principles and Practice. 4th ed. Lippincot Williams-Wilkins, 2005. p 765-785
13. Kisner C, Cosby LA. Therapeutic Exercise Foundation and Technique. 5 th ed. F.A. Davis
Company. Philadelpia, 2007.p 149-222, 314-316, 744-751,
14. Swezey LS. Rehabilitation of Arthritis and Allied Condition. In : Krusens Handbook of Physical
Medicine and Rehabilitation. WB Saunders. Philadelpia, 1990. p 679-700.
15. Erstad S. Patellar tracking disorders : Exercises. (Online). Available from :http//www. Cigna.com
16. Pain exercises. Knee Pain Exercise. (online). Available from:http// Painexercise.net
17. OToole FW. Exercise in the treatment of musculoskeletal disease . In : Exercise Therapy
Prevention and Treatment of Disease. Blackwell Publishing. Oxford, 2005.