Referat Hemofilia
Referat Hemofilia
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang
pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada waktu itu
penyakit hemofilia sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah
bawaan laki-laki yang diturunkan seorang wanita sehat. (1)
EPIDEMIOLOGI
Laporan dari badan dunia menyebutkan insidensi hemofilia A berkisar antara
1 kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3 diantaranya tidak didapatkan riwayat
keluarga dengan hemofilia. Hemofilia B berkisar antara 1 kasus/25.000 laki-laki,
merupakan dari seluruh kasus hemofilia.(3)
Insidensi hemofilia A di Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 1 kasus
diantara 5000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Insidensi hemofilia B berkisar antara 1
kasus diantara 30.000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Di Amerika Serikat prevalensi
hemofilia A berkisar antara 20,6 kasus diantara 100.000 laki-laki dan 60%
diantaranya berat. Sedangkan untuk hemofilia B berkisar antara 5,3 kasus/100.000
laki-laki, 44% diantaranya berat. (3)
Sementara itu menurut Rebecca Elstrom (2002) dari University of
Pennsylvania Medical Center Philadelphia, insidensi hemofilia A pada pria adalah 1 :
5.000, dan insidensi hemofilia B berkisar 1 : 32.000 pria. (4,5)
Sedangkan untuk hemofilia C prevalensi tertinggi diderita orang-orang
Ashkenazi Jews (di Israel, diperkirakan sekitar 8%). Di Inggris, 383 pasien menderita
hemofilia C dari sekitar 59 orang penduduk. Di Perancis terdapat 39 penderita
diantara 290.000 penduduk. (6)
Prevalensi hemofilia terendah pada orang Cina. Sedangkan jika ditinjau dari
jenis kelamin, karena hemofilia dikaitkan dengan sex-linked koagulopati yang
berkaitan dengan X-linked; maka prialah yang terkena, wanita hanya menjadi karier
yang berkaitan dengan gennya dan biasanya tidak didapatkan adanya manifestasi
gangguan perdarahan. (3)
ETIOLOGI
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada pasangan
kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi dan fungsi dari faktor
pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan tersebut maka semakin berat derajat
hemofili yang diderita. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor
VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor IX. (7)
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul
secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi) yang
berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi
mutasi tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier. (7)
Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi kongenital faktor XI
yang disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini dapat terlihat dari 6 orang Ashkenazi
Jewish, dimana pada pasien hemofilia C tersebut terlihat adanya mutasi gen faktor
XI. Akibat dari mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein aktif yang berkaitan
dengan disfungsi molekul faktor pembekuan.
(6)
PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur yaitu : (1)
1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F X aktif.
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X aktif.
3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F X sampai
terbentuknya fibrin yang stabil.
Faktor XII
Tromboplastin
Faktor XI
jaringan
Faktor IX
Faktor VII
Faktor trombosit 3
Faktor X
Intrinsik
Faktor V
Ekstrinsik
Faktor IV
Protrombin
Trombin
fibrinogen menjadi fibri monomer yang labil dan akhirnya oleh faktor XIII dan
trombin diubahj menjadi fibrin polimer yang stabil.
Jalur intrinsik
Jalur ekstrinsik
PK
HMWK
XII
XIIa
XI
XIa
IX
Tissue factor
IXa
VIIa
VIII
Ca
VII
PG
Ca
Xa
V
Pf
Fibrinogen
3
Ca
Protrombin
Trombin
Fibrin
Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi
FVIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. di dalam sirkulasi FVIII akan
membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willibrand adalah
protein berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya
sebagai protein pembawa FVIII dan melindunginya dari degradasi proteolisis. Di
samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada proses adhesi trombosit. Faktor
VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk F
IXa dalam proses aktivasi F X (lihat skema koagulasi). Pada orang normal aktifitas
faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktifitas F VIII rendah. faktor
VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya meningkat jika terdapat
kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII yang tinggi merupakan
faktor resiko trombosis. Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati
dan memerlukan vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup
vitamin K atau ada antagonis vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang
mirip F IX tetapi tidak dapat berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak
pada kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu
mengaktifkan faktor X menjadi Xa (lihat skema koagulasi). Nilai rujukan aktifitas F
IX berkisar 50-150%. Aktifitas F IX rendah dijumpai pada hemofilia A, defisiensi
vitamin K, antikoagulan oral, penyakit hati. (8)
MANIFESTASI KLINIS
Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar
F VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4
golongan : (1,9,10)
a. Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2%
Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis)
sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5%
Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi
walaupun jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat.
c. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25%
Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan.
Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma.
d. Sub hemofilia
Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII C 2650%. Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi sesudah
suatu operasi besar dan lama.
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke
dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya
seperti lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka
kecil atau spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia, mengalir
dengan cepat mengisi ruangan sendi. Penderita dapat merasakan permulaan
timbulnya perdarahan pada sendi ini karena ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul
rasa sakit yang hebat, menetap disertai engan spasme otot, dan gerakan sendi yang
terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus
meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah
kondral. Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen. (3)
Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi
peradangan dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya.
Akhirnya kartilago dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang
permanen menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga terjadi hipertrofi karena
radang sinovia kronik dan menghasilkan pembengkakan sendi yang persisten tanpa
disertai nyeri yang nyata. (3)
Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang terlambat
(delayed bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini
biasanya ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan
berhenti dan sesudah beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, perdarahan
timbul kembali. Hal ini dapat diterangkan, pada permulaan trombosit dan pembuluh
darah dapat menghentikan perdarahan untuk sementara, tetapi karena jaringan fibrin
tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup luka maka timbul perdarahan
kembali. (1,9)
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi
hemofilia yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai sebagai akibat trauma dan
menyebar mengenai satu daerah yang luas dan sering tanpa ada perbedaan warna
kulit diatasnya. Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa
menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan; dan bahkan
menyebabkan kematian. Perdarahan di bawah leher ini dapat terjadi sesudah anestesi
mandibular, punksi vena jugular. (1,9)
Pada penderita hemofili C, pada pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali
jika terjadi manifestasi perdarahan. Pada beberapa tempat dapat terjadi memarmemar. Pasien juga kadang mengeluhkan demam, kelemahan, dan takikardia jika
terjadi perdarahan yang masif. (6)
PEMERIKSAAN
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita hemofilia A,
B dan C, diantaranya : (3,6)
1. Pemeriksaan laboratorium :
Derajat berat ringannya hemofilia didasarkan pada konsentrasi FVIII atau FIX
di dalam plasma.
o
Pada neonatus yang lahir prematur, kadar FIX lebih rendah 20-50% dari
kadar normal, dan akan kembali normal setelah jangka waktu 6 bulan.
sedangkan FVIII normal selama periode tersebut.
Untuk
penghambat
autoantibody
dan
alloantibody,
akan
terjadi
perpanjangan aPTT setelah pemberian plasma dalam jangka aktu 1-2 jam.
o
CBC
Kadar faktor XI
Prothrombin time (PT), aPTT, and thrombin time (TT) : aPTT memanjang
jika terjadi defisiensi faktor XI, dimana PT dan TT normal. Pengukuran
spesifik aktifitas faktor XI sangat diperlukan untuk konfirmasi diagnosis.
Selain itu juga diperlukan pengukuran faktor pembekuan lainnya serta
MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan antara sendi.
demikian,
pemeriksaan
radiologis
dapat
dilakukan
untuk
10
DIAGNOSIS
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik
dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat
perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan
penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT (prothrombin time masa protrombin plasma), APTT (activated
partial thromboplastin time masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT
(thrombin time masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai
pemanjangan APTT sedangkan pemeriksaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit,
uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan Ttdalam batas normal. Pemanjangan
APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalut intrinsik
sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga
defisiensi salah satu faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT
yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah. (8)
DIAGNOSA BANDING
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan mana
yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau
dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas
masing-masing faktor. Untuk mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu dilakukan
assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktifitas F VIII rendah sedang pada hemofilia
B aktifitas F IX rendah. (8)
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan
dari penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktifitas
F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau
gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F
VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi
proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan
masa perdarahan memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada
11
Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian pertama kali
dilaporkan tahun 1980 yang berkaitan dengan hemofilia dan HIV. Rata-rata
serokonversi lebih dari 75% untuk penyakit yang berat, 46% untuk yang moderat,
dan 25% untuk penyakit yang ringan. Pada kasus hemofilia berat, serkonversi
yang diobservasi rata-rata 46%. Di Amerika Serikat kematian akibat hemofilia
meningkat dari 0,4 kematian per 1 juta penduduk dari tahun 1979-1981 menjadi
1,2 kematian per 1 juta penduduk pada tahun 1987-1989. penyebab kematian
terutama disebabkan perdarahan intrakranial dan perdarahan lainnya dari AIDS
serta serosis hepatis.
Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Jika ini terjadi
maka angka kematian akan meningkat menjadi 1,2 kali lebih banyak
dibandingkan kematian hemofilia murni.
Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan
kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan lunak
akibat obstruksi saluran napas atau kerusakan organ dalam.
12
Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun akan
terhambat pertumbuhan skil dan kemampuan kognitifnya demikian pula halnya
dalam emosi dan masalah perilaku.
Kadar faktor XI tidak berkaitan dengan tendensi perdarahan pada hemofilia C,
13
dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.
Untuk jelasnya terlihat dalam tabel kutipan ini. (15)
Tabel 1. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Kadar faktor VIII (%)
Simptom
<1
1-5
5-25
25-30
Tabel 2. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Lesi
Hemarthrosis
Kadar
faktor
VIII
normal)
BB)
15 20%
10-15
20-40%
15-20
80-100%
40-50
ringan,
hematoma
Hemarthrosis berat dan
hematoma
otot
di
daerah-daerah penting
Operasi besar
14
infus. Komponen tidak tahan pada suhu kamar, jadi pemberiannya sesegera mungkin
setelah komponen mencair. (11)
Ringan
VIII Dosis
diinginkan (%)
(u/kg/bb)
30%
IX
mula
30
(u/kg/bb)
diperlukan
diberikan
u/kgBB seterusnya
15 10 u/kgBB tiap 12
50%
Dosis
mula
hari
30 Dosis
mula
60
seterusnya
100%
mula
60
15
penyakit vol Willebrand dengan dosis 0,2-0,5 ug/kgBB. Obat ini dilarutkan dalam
30 cc garam fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam
beberapa jam. Infus yang diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia
dan muka menjadi merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi.
2. EACA dan Tranexamic Acid
Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asama traneksamik (Tranexamic Acid),
dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini dapat diterangkan karena
sifat anti fibrinolisis EACA dan asam traneksamik menyebabkan fibrin yang
sudah terbentuk tidak segera dilisiskan, oleh plasmin. Dengan dosis 50-100
mg/kgBB intravena atau peroral, segerak sebelum tindakan dimulai, kemudian
diulang 3 jam berikutnya, dan seterusnya setiap 6 jam selama 1 minggu
berikutnya memberikan hasil yang baik. Juga dapat diberikan dosis 4-5 g tiap 4
jam pada orang dewasa dengan hasil yang baik.
3. Kortikosteroid
Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis pemberian
kortikosteroid sangat berguna. Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti
koagulan atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.
4. Analgetik
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab lainnya,
obt analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus dihindarkan, begitu pula
obat analgetik lainnya yang mengganggu agregasi trombosit.
Pengobatan utama pada penderita hemofilia C terutama dengan pemberian
produk plasma (FFP). Keuntungan pemberian FFP ini adalah mudah dilakukan,
sedangkan kerugiannya dalam bentuk dapat terjadi over volume darah, potensial
untuk transmisi agen infektif, dan kemungkinan terjadi reaksi alergi. Fresh frozen
plasma ini juga dapat digunakan jika tidak didapatkan konsentrat faktor XI. Dosis
pemberian untuk loading dose adalah 15-20 mL/kg IV, yang selanjutnya diberikan 36 mL/kg 4 kali 12 jam setelah hemostasis terjadi. Selama pemberian harus selalu
dimonitor overload cairan terutama pada anak-anak kecil; adanya reaksi alergi;
16
Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat bermain dan lainlain), walau tanpa ada gejala yang berat. Maka koreksi harus tetap diberikan
100% dan dilakukan pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi diberikan 3050% per 12 jam setelahnya dapat dilakukan 1 atau 2 kali lagi.
Anak dengan hemofilia berat dan ada riwayat perdarahan intrakranial maka
harus diberikan tindakan profilaksis.
17
18
Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama untuk
vaksin hepatitis B.
selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada ibu
hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS), dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek genetik pada fetus yang menyebabkan
terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih
yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau ini masih
kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan trimester II dan III.
Jika ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus diberikan
penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang akan
dilakukan. (9)
DAFTAR PUSTAKA
19
1.
2.
3.
Copyright
2012,
eMedicine.com,
Inc.
Http://www.
eMedicine.com.html
4.
5.
6.
Healthwise,Incorporated.Hemophilia.Http://www.Healthwise.Inc.Html.
20