Anda di halaman 1dari 2

Kera Dan Kepiting

Suatu hari di zaman dahulu, kera dan kepiting bertemu di suatu tempat. Kera mempunyai biji
kesemek, sedangkan kepiting mempunyai nasi bungkus.
"Kepiting, kepiting, tukarlah nasi bungkusmu dengan biji kesemek ini,” kata kera.
“Tak mau, biji itu tak bisa langsung dimakan,” jawab kepiting.
“Kalau nasi bungkus sekali makan habis, maka biji ini kalau ditanam bisa tumbuh dan berbuah
setiap tahun. Dan buahnya itu dapat dimakan,” bujuk kera.

Kepiting berpikir sejenak. Akhirnya, mau juga ia menukarkan nasi bungkusnya dengan biji
kesemek.
Kepiting membawa pulang biji itu dan menanamnya di ujung halaman rumahnya. Setiap hari
kepiting menyiram tanaman itu.
“Cepatlah tumbuh, hai biji kesemek, kalau tidak nanti aku potong,” kata kepiting. Begitulah kata
kepiting tiap kali ia menyirami dan memberinya pupuk.

Akhirnya, pohon kesemek itu banyak berbuah, dan buah itu mulai masak, warnanya kuning
kemerah-merahan.
Kepiting ingin makan buahnya, tetapi ia tidak dapat memanjat pohon. Meskipun kakinya delapan,
setiap kali ia mencoba memanjat, ia segera jatuh ke tanah. “Gedebuk,” begitulah bunyinya.
“Susah sekali,” pikir kepiting.

Kemudian, datanglah kera. “Kepiting, kepiting, sedang apa kamu di situ,” tanya kera.
Kepiting menceritakan pohon kesemeknya dan minta tolong memetikkan buahnya.
“Oh kalau begitu gampang sekali, aku dapat menolongmu,” kata kera.

Dengan cepat kera memanjat pohon itu dan memetik satu buah yang kelihatannya enak sekali.
Kemudian buah itu dimakannya dengan lahap. Kera itu terus menerus makan, tidak ingat pada
kepiting yang ada di bawah.

Kepiting menunggu dengan tidak sabar, sambil menitikkan air liurnya.


“Ayo kera, lemparlah satu untukku,” kata kepiting.
“Cerewet sekali kepiting ini,” kata kera sambil melemparkan satu buah yang belum masak pas
mengenai tubuh kepiting. Badan kepiting remuk, keluarlah anak-anak yang sedang
dikandungnya.

Anak-anak kepiting itu segera masuk ke bawah batu yang ada di dekatnya.
Sebenarnya, kera tidak bermaksud membunuh kepiting, maka ia terkejut dan segera turun dari
pohon kesemek itu lalu menghampiri dan menggoyang-goyangkan badan kepiting.
Tetapi kepiting sudah mati.
Kera cepat-cepat pulang ke gunung.

Anak-anak kepiting dalam waktu singkat menjadi dewasa. Mereka memelihara tanaman gandum
untuk dibuat kue. Lalu mereka pergi ke gunung untuk mencari tempat tinggal kera.

Di tengah jalan mereka bertemu dengan buah berangan.


“Kepiting-kepiting, kalian mau ke mana?” sapa buah berangan.
“Kami mau ke gunung mencari kera untuk membalas dendam.”
“Bungkusan apa itu?” tanya buah berangan selanjutnya.
“Ini kue gandum, nomor satu dan paling enak di Jepang,” kata kepiting.
“Bolehkah aku minta satu, supaya aku bisa menolong kalian?” kata buah berangan.
Kepiting memberi satu kue gandum kepada buah berangan. Akhirnya, mereka menjadi sahabat
yang baik.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan seekor lebah.
“Bolehkah aku minta satu kue itu, supaya aku bisa menolongmu?” kata lebah.
Kepiting memberikan satu kue gandum kepada lebah.

Kemudian, mereka pun menjadi sahabat yang baik.


Mereka melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan kotoran sapi serta lesung besar yang
berbunyi “duk,duk,duk”. Akhirnya kotoran sapi dan lesung pun menjadi sahabat mereka, dan
bersama-sama menuju rumah kera. Suara mereka sangat bising.

Rombongan kepiting dan sahabat-sahabatnya sampai di rumah kera. Kera tidak ada di rumah.
Mereka menunggu saat yang tepat untuk menyerang kera sambil bersembunyi di sekitar rumah
kera.

Buah berangan berdiam di dalam abu perapian. Kepiting-kepiting menunggu di dalam tempayan.
Lebah bersembunyi di langit-langit dekat pintu masuk. Kotoran sapi menunggu di lantai depan
pintu masuk. Lesung menanti di atas pintu masuk.

Tak lama kemudian, kera pulang. Waktu itu sedang musim gugur. Udara sangat dingin. Segera
kera menyalakan api di perapian untuk menghangatkan badannya. Setelah apinya menyala,
buah berangan meledak mengenai muka kera.
“Aduh, panasnya…. !” jerit kera, lalu ia lari ke tempayan tempat air. Kera mencoba menciduk air
dengan tangannya. Bersamaan dengan itu, kepiting-kepiting menggigit hidung, telinga, dan
tangan kera.

Terbirit-birit kera lari ke arah pintu. Lebah dengan sigap menyengat kepala kera itu, “cus”. Bukan
main sakitnya.
“Tolong, tolong!” jeritnya, sambil mencoba keluar rumah.
Di depan pintu, kera terpeleset dengan kotoran sapi dan segera lesung melompat dari atas pintu
mengenai tubuh kera.

Kera merintih kesakitan dan berkali-kali minta maaf kepada kepiting-kepiting yang masih
menempel di tubuhnya.
Akhirnya, kepiting memaafkan kera itu.

Cerita Rakyat dari Jepang

Anda mungkin juga menyukai