Annisa' wa Ummahat
Perempuan sering disebut dengan panggilan 'wanita'. Panggilan ini
lazim dipakai di negeri kita. Seperti darmawanita, karya wanita, wanita karir,
korp wanita, wanita Islam dsb. Kata-kata "wanita
"wanita" " (bhs.Sans), berarti lawan
dari jenis laki-laki, juga diartikan perempuan (lihat :KUBI). Pada masa dahulu
banyak penulisan cerita tentang wanita yang dianggap hanya sejenis sejenis
komoditi penggembira, penghibur, teman bercanda. Keberadaannya pada
zaman jahiliyah sangat tidak diterima, bahkan kelahirannya akan disambut
dengan kematian, karena wanita itu hanya pembawa aib keluarga. Jabang-
jabang bayi itu mesti dibunuh, begitu kesaksian Kitab suci tentang perangai
orang-orang jahiliyah (QS.16:58).
Dalam kebudayaan Minangkabau sejak lama yang kemudian
berkembang menjadi “adat “adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”
menempatkan wanita sebagai ‘orang rumah’ dan ‘pemimpin’ dari
masyarakatnya dengan sebutan “bundo
“bundo kandung”,
kandung”, menyiratkan kokohnya
kedudukan perempuan Minangkabau pada posisi sentral. Dalam budaya
Minangkabau perempuanlah pemilik seluruh kekayaan, rumah, anak, suku
bahkan kaumnya. Namun, laki-laki dalam oposisi-biner perannya adalah
sebagai pelindung dan pemelihara harta untuk ‘perempuan’-nya dan ‘anak
turunan’-nya. Maka generasi Minangkabau yang dilahirkan senantiasa
bernasab ayahnya (laki-laki) dan bersuku ibunya (perempuan), suatu
persenyawaan budaya yang sangat indah.
Skor Laki-
Laki-laki dan Perempuan
Bagaimana kedudukan perempuan atau ibu itu?
Pertama, perempuan adalah makhluk yang bermartabat manusia, dan
merupakan Rahmat Allah yang agung, seperti disebutkan: "Wamin
"Wamin ayatihi
an khalaqa lakum min anfusikum azwajan, litas kunu ilaiha, ilaiha, wa
ja'ala bainakum mawaddatan wa rahmatan,"
rahmatan," maknanya menjadi salah
satu bukti kebenaran ayat Allah (Rahmat Allah). Dijadikannya
Dijadikannya dari diri kamu
sendiri (manusia) pasangan-
pasangan-pasangan jenis lain, supaya dengan
pasangan-
pasangan-pasangan itu kamu bisa membina kehidupan yang sakinah, dan
saling menumbuhkan cinta kasih (mawaddah) serta perlindungan (rahmat)
(Q.S.30:21).
Sejak hampir dua millenium berlalu, menurut Al Qur'anul Karim,
perempuan telah ditetapkan dalam derajat yang sama dengan jenis laki-laki-laki
dengan penamaan azwajan atau pasangan hidup (Q.S.16:72, 30:21, 42:11).
Dalam masa pemerintahan “le roi cest moi” di Perancis, orang masih
mempertanyakan, apakah makhluk perempuan tergolong jenis manusia
yang punya hak dan kewajiban yang sama dengan laki- laki-laki? Atau hanya
sekedar benda yang boleh dipindah-
dipindah-tangankan sewaktu-
sewaktu-waktu atau untuk
diperjual-
diperjual-belikan sebagai komoditi budak yang menjadi sumber pendapatan
bagi pemiliknya?
Kata woman dalam bahasa Inggris berasal dari “womb
“womb man”,
man”, atau
manusia berkantong, sebuah pemahaman Eropa klasik tentang suatu
makhluk setengah manusia yang mempunyai kantong dan bertugas menjadi
tempat tumbuh calon manusia. Ah “dia” kan hanya womb man atau
manusia kantong (“manusia” yang hanya kantong tempat manusia).
Kedua, secara fisikal dan kasat mata perempuan memiliki fisik yang
lebih lemah dari laki-
laki-laki. Contoh sederhana, seorang laki-
laki-laki sehat yang
menjadi buruh di Teluk Bayur mampu memikul beban satu kwintal di atas
punggungnya. Hal yang mustahil bagi perempuan.
perempuan. Skornya 1- 1-0 untuk
laki-
laki-laki. Namun harus diakui ada kekuatan
kekuatan dalam diri perempuan yang tidak
tertandingi oleh laki-
laki-laki. Di antaranya kemampuan menanggung beban
berat dalam rahimnya selama sembilan bulan sepuluh hari. Beban itu
dipikulnya dengan segala senang hati dan penuh ketabahan. Beban berat
itu tak pernah ditinggalkan di rumah walaupun ia berpergian. Tak pernah
dititipkan ketika bekerja. Tidak pernah minta dipikulkan kepada orang lain,
suaminya (yang sesungguhnya juga memiliki beban itu). Sepanjang
"membawa" hingga sang bayi keluar, tidak ada upah yang diharapkan (jika
hendak dibandingkan: buruh angkat menerima upah). Kalau toh ada rasa
cemas dan beban berat bagi laki- laki-laki ketika menunggu di luar kamar
bersalin, hanya tampak dalam mondar mondar--mandir sambil menghabiskan
berbatang-
berbatang-batang rokok. Mungkin dadanya gedebak- gedebak-gedebuk apakah bayi
akan selamat. Begitu kecemasan
kecemasan pada laki-
laki-laki sekuat apapun. Kini skor
menjadi 0-0-1 untuk laki-
laki-laki.
Mengapa laki-
laki-laki menjadi lemah dan perempuan menjadi kuat,
seperti kenyataan di atas ?? Jawabnya, tidak lain karena perempuan teguh
dalam perannya dan berada dalam citranya. Keteguhan sikap perempuan
(ibu) akan bertambah kokoh oleh ketaatan akan agamanya, dan menjadikan
perempuan sanggup menghindar dari dari hal-hal yang merusak
keyakinannya. Perempuan adalah juga manusia biasa, yang tidak dapat
mengelak dari sifat manusiawinya, yang sewaktu-waktu merasa senang
menerima hal-hal yang menyenangkan secara duniawi (lahiriyah, materi).
Akan tetapi, sisi keyakinan (ukhrowiyah
(ukhrowiyah)) mengikuti ajaran agama (basis
(basis
religi, yang dalam Islam dikenal sebagai pemahaman tauhid)
tauhid) yang teramat
dalam, akan merupakan kekuatan tangguh yang mampu membentengi
perempuan dari kejatuhan kedalam jurang kehinaan (makshiyat). Keteguhan
keyakinan kepada ajaran Agama dalam kehidupan (seseorang) perempuan
sangat berperan dalam menjaga tidak hilangnya citra perempuan itu.
Agama Islam selanjutnya dengan tegas mengingatkan bahwa citra
(identitas) perempuan itu terletak pada budaya “malu”. Bila budaya malu
telah hilang keteguhan perempuan akan lenyap, que sera- sera- sera, akhirnya
terjadilah apa yang terjadi. Ibu rela membunuh anak sendiri, kekentalan
sifat keperempuanan akan lebur menjadi perempuan jalang, dan perempuan
mengandung menggugurkan
menggugurkan janinnya. Na'udzubillah.
Cinta
Cinta adalah sesuatu yang indah. Cinta merupakan karakteristik
kemanusiaan. Cinta bukan sesuatu yang turun dari langit, yang dijual di
pasar swalayan, yang ditawarkan di pasar-
pasar-pasar wanita, klub-
klub-klub malam
atau motel-
motel-motel. Di tempat-
tempat-tempat itu, cinta diawali ajakan dinner-
dinner-party,
dan berakhir di atas ranjang. Setelah
Setelah itu habis perkara.
Bila kita melihat ke dalam Islam, hukum yang sangat berat ditimpakan
ditimpakan
kepada manusia yang melakukan kegiatan membuat anak tanpa aturan.
Islam menyebutnya perbuatan "zina." Hukumannya dirajam, dicambuk 100
kali, yang dalam pandangan sementara pejuang Hak Asasi Manusia (di
Barat) sangat tidak manusiawi. Bahkan mereka menuding pelaksanaan
surat An Nur ayat 1-1-4 itu bertentangan dengan HAM. Padahal mengabaikan
ketentuan agama tersebut, bagi umat Muslimin, menyebabkan hilangnya
HAM. Misalnya, ibu yang hamil kehilangan hak- hak-nya sebagai seorang ibu
karena laki-
laki-laki yang menghamilinya berperangai "habis manis serpah
dibuang," atau berdalih sudah membayarkan sejumlah uang atau benda
kepada perempuan
perempuan yang melayaninya hingga hamil. Jika wanita yang juga
senang dengan perlakuan itu, sebenarnya ia menghilangkan sendiri
hak-
hak-nya. Pada gilirannya si anak yang mempunyai hak untuk hidup tidak
pernah mendapatkannya sama sekali. Tragisnya, janin manusia berakhir
berakhir di
kantong kresek, dibuang ditumpukan sampah. Menyedihkan sekali.
Keadaan itu juga disebabkan oleh melemahnya peran rumah tangga
seiring dengan hilangnya peran perempuan dan ibu.
Kesimpulan?