Anda di halaman 1dari 8

Azwajan, Mitra Setara Kaum Lelaki

(Mengkaji Peran dan Citra Perempuan)

Oleh: H.Mas'oed Abidin.


Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Sumbar Padang.

Tatkala saya menulis makalah ini, pemberitaan tentang pengguguran


kandungan (aborsi) telah menyita perhatian publik selama berhari-
berhari-hari di
negeri ini. Tega-
Tega-teganya, calon ibu menggugurkan kandungannya,
kandungannya,
paramedis menjebloskan jabang bayi ke dalam kresek plastik plastik dan
membuangnya di sembarang tempat (kolong jembatan, pembuangan pembuangan
sampah, septic-
septic-tank dsb). Masih dalam tahun 1997, sebuah berita dari
Medan. Seorang "dukun cinta" disangka membunuh 40 orang wanita yang
ingin memupuk cinta dan rumah tangga mereka. Ironinya, mereka mati
mengenaskan di tangan sang dukun.
Kedua berita di atas sangat mengejutkan dan memunculkan pertanyaan.
pertanyaan.
Berapa harga seorang wanita? Bagaimana peran dan citra perempuan?
Banyak orang geleng kepala, dan serta merta menjatuhkan
menjatuhkan vonis: citra
perempuan telah lenyap! Beban kesalahan terpikul ke pundak wanita.
Hidupnya segumpal janin di dalam rahim perempuan
perempuan adalah anugerah yang
membuktikan peran fitrah-
fitrah-biologis perempuan. Kecemasan sebagian
perempuan atas cinta dan jaminan hidupnya merupakan sesuatu yang wajar
saja.
Sementara dalam anggapan "sebelah mata" (diferensial gender),
perempuan adalah makhluk lemah. Benarkah ??? Tanpa sadar,
kadang-
kadang-kadang perempuanpun menampilkan dirinya sebagai makhluk yang
lemah. Secara psikologis, mereka acap ragu mempertahankan dan
memelihara fitrahnya sebagai perempuan.

Annisa' wa Ummahat
Perempuan sering disebut dengan panggilan 'wanita'. Panggilan ini
lazim dipakai di negeri kita. Seperti darmawanita, karya wanita, wanita karir,
korp wanita, wanita Islam dsb. Kata-kata "wanita
"wanita" " (bhs.Sans), berarti lawan
dari jenis laki-laki, juga diartikan perempuan (lihat :KUBI). Pada masa dahulu
banyak penulisan cerita tentang wanita yang dianggap hanya sejenis sejenis
komoditi penggembira, penghibur, teman bercanda. Keberadaannya pada
zaman jahiliyah sangat tidak diterima, bahkan kelahirannya akan disambut
dengan kematian, karena wanita itu hanya pembawa aib keluarga. Jabang-
jabang bayi itu mesti dibunuh, begitu kesaksian Kitab suci tentang perangai
orang-orang jahiliyah (QS.16:58).
Dalam kebudayaan Minangkabau sejak lama yang kemudian
berkembang menjadi “adat “adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”
menempatkan wanita sebagai ‘orang rumah’ dan ‘pemimpin’ dari
masyarakatnya dengan sebutan “bundo
“bundo kandung”,
kandung”, menyiratkan kokohnya
kedudukan perempuan Minangkabau pada posisi sentral. Dalam budaya
Minangkabau perempuanlah pemilik seluruh kekayaan, rumah, anak, suku
bahkan kaumnya. Namun, laki-laki dalam oposisi-biner perannya adalah
sebagai pelindung dan pemelihara harta untuk ‘perempuan’-nya dan ‘anak
turunan’-nya. Maka generasi Minangkabau yang dilahirkan senantiasa
bernasab ayahnya (laki-laki) dan bersuku ibunya (perempuan), suatu
persenyawaan budaya yang sangat indah.

Ada lagi yang memanggil wanita dengan sebutan 'perempuan.'


(bhs.kawi,KUBI).
bhs.kawi,KUBI). Kata "empu" berasal dari Jawa kuno, berarti pemimpin
(raja), orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat
keutamaan yang lain. Bila istilah ini yang lebih mendekati kebenaran, saya
lebih cenderung
cenderung memakai kata perempuan selain wanita. Karena di
dalamnya tergambar banyak peran. Antara lain pemimpin, pandai, pintar,
dan memiliki segala sifat keutamaan rahim, penuh kasih sayang, juga
dengan jelas mengungkapkan citra perempuan sebagai makhluk pilihan, pilihan,
pendamping jenis kelamin lain (laki-
(laki-laki). Laki-
Laki-laki yang kebanyakannya,
dalam pandangan sebagian wanita, memiliki sifat pantang kerendahan,
pantang kalongkahan, superiority complex,
complex, tak mau disalahkan dan tak mau
dikalahkan, tidak sedikit yang akhirnya bisa bertekuk lutut dihadapan
perempuan.
Ada nama yang lebih bagus daripada kata wanita atau perempuan itu.
Dalam kitab suci Al Qur'an di sebut Annisa' atau Ummahat.
Ummahat. Konotasinya
adalah ibu. "Ibu" bisa berakronim "Ikutan Bagi Ummat." Annisa' adalah tiang
bagi suatu negeri. Bila Annisa'-
Annisa'-nya baik, baiklah negeri itu, dan bila
Annisa'-
Annisa'-nya rusak, celakalah negeri itu (Al Hadits). Sorga di bawah telapak
kaki ibu (Ummahat)
(Ummahat) sesuai ajaran Islam. Kaidah Al- Al-Qurani menyebutkan,
Nisa'-
Nisa'-nisa' kamu adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun
(para lelaki) menjadi benih bagi Nisa'-
Nisa'-nisa' kamu. Kamu dapat mendatangi
mendatangi
ladang-
ladang-ladangmu darimana (kapan saja). Karena itu kamu berkewajiban
berkewajiban
memelihara eksistensi atau identitas (Qaddimu
(Qaddimu li anfusikum)
anfusikum) dengan
senantiasa bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23). Dalam bagian lain Nabi saw
meungkapkan, dunia ini indah berisikan pelbagai perhiasan (mata'un),
perhiasan yang paling indah adalah isteri-
isteri-isteri yang saleh (perempuan atau
ibu yang tetap pada perannya dan konsekwen dengan citranya) (Al Hadits).
Begitu penafsiran Ialam tentang kedudukan perempuan, yang diyakini
seorang Muslim (walau ditolak non Muslim yang menganggap Islam sebagai
misunderstood
misunderstood religion.)

Skor Laki-
Laki-laki dan Perempuan
Bagaimana kedudukan perempuan atau ibu itu?
Pertama, perempuan adalah makhluk yang bermartabat manusia, dan
merupakan Rahmat Allah yang agung, seperti disebutkan: "Wamin
"Wamin ayatihi
an khalaqa lakum min anfusikum azwajan, litas kunu ilaiha, ilaiha, wa
ja'ala bainakum mawaddatan wa rahmatan,"
rahmatan," maknanya menjadi salah
satu bukti kebenaran ayat Allah (Rahmat Allah). Dijadikannya
Dijadikannya dari diri kamu
sendiri (manusia) pasangan-
pasangan-pasangan jenis lain, supaya dengan
pasangan-
pasangan-pasangan itu kamu bisa membina kehidupan yang sakinah, dan
saling menumbuhkan cinta kasih (mawaddah) serta perlindungan (rahmat)
(Q.S.30:21).
Sejak hampir dua millenium berlalu, menurut Al Qur'anul Karim,
perempuan telah ditetapkan dalam derajat yang sama dengan jenis laki-laki-laki
dengan penamaan azwajan atau pasangan hidup (Q.S.16:72, 30:21, 42:11).
Dalam masa pemerintahan “le roi cest moi” di Perancis, orang masih
mempertanyakan, apakah makhluk perempuan tergolong jenis manusia
yang punya hak dan kewajiban yang sama dengan laki- laki-laki? Atau hanya
sekedar benda yang boleh dipindah-
dipindah-tangankan sewaktu-
sewaktu-waktu atau untuk
diperjual-
diperjual-belikan sebagai komoditi budak yang menjadi sumber pendapatan
bagi pemiliknya?
Kata woman dalam bahasa Inggris berasal dari “womb
“womb man”,
man”, atau
manusia berkantong, sebuah pemahaman Eropa klasik tentang suatu
makhluk setengah manusia yang mempunyai kantong dan bertugas menjadi
tempat tumbuh calon manusia. Ah “dia” kan hanya womb man atau
manusia kantong (“manusia” yang hanya kantong tempat manusia).

Hak asasi perempuan dalam rangkuman Hak Asasi Manusia yang


diperjuangkan
diperjuangkan orang hingga hari ini, sudah diperlakukan secara sangat
sempurna sejak 15 abad yang silam dalam ajaran Islam. Itu berarti delapan
abad mendahului pandangan Barat yang ragu- ragu-ragu mengakui perempuan.
Agama Islam melihat perempuan (ibu) sebagai mitra yang setara
(partisipatif) bagi jenis laki-
laki-laki. Dalam konteks Islam ini, sesungguhnya tak
perlu ada emansipasi bila emansipasi diartikan perjuangan untuk
persamaan derajat. Yang amat diperlukan adalah pengamalan sepenuhnya
peran perempuan sebagai mitra, yang satu dan lainnya saling terkait, saling
membutuhkan, dan bukan untuk eksploatasi. Sebagai pemahaman
azwaajan,
azwaajan, pasangan atau kesetaraan. Tidak punya arti sesuatu kalau
pasangannya tidak ada. Tidak jelas eksistensi sesuatu kalau tidak ada yang
setara di sampingnya. “Pasangan”, mungkin tidak ada kata yang lebih tepat
dari itu.
Di barat, selama ini memang ada gejala kecenderungan penguasaan
hak-
hak-hak wanita itu, bahkan paling akhir adalah hilangnya
hilangnya wewenang "ibu"
dalam rumah tangga sebagai salah satu unit inti dalam keluarga besar
(extended family).

Kedua, secara fisikal dan kasat mata perempuan memiliki fisik yang
lebih lemah dari laki-
laki-laki. Contoh sederhana, seorang laki-
laki-laki sehat yang
menjadi buruh di Teluk Bayur mampu memikul beban satu kwintal di atas
punggungnya. Hal yang mustahil bagi perempuan.
perempuan. Skornya 1- 1-0 untuk
laki-
laki-laki. Namun harus diakui ada kekuatan
kekuatan dalam diri perempuan yang tidak
tertandingi oleh laki-
laki-laki. Di antaranya kemampuan menanggung beban
berat dalam rahimnya selama sembilan bulan sepuluh hari. Beban itu
dipikulnya dengan segala senang hati dan penuh ketabahan. Beban berat
itu tak pernah ditinggalkan di rumah walaupun ia berpergian. Tak pernah
dititipkan ketika bekerja. Tidak pernah minta dipikulkan kepada orang lain,
suaminya (yang sesungguhnya juga memiliki beban itu). Sepanjang
"membawa" hingga sang bayi keluar, tidak ada upah yang diharapkan (jika
hendak dibandingkan: buruh angkat menerima upah). Kalau toh ada rasa
cemas dan beban berat bagi laki- laki-laki ketika menunggu di luar kamar
bersalin, hanya tampak dalam mondar mondar--mandir sambil menghabiskan
berbatang-
berbatang-batang rokok. Mungkin dadanya gedebak- gedebak-gedebuk apakah bayi
akan selamat. Begitu kecemasan
kecemasan pada laki-
laki-laki sekuat apapun. Kini skor
menjadi 0-0-1 untuk laki-
laki-laki.

Mengapa laki-
laki-laki menjadi lemah dan perempuan menjadi kuat,
seperti kenyataan di atas ?? Jawabnya, tidak lain karena perempuan teguh
dalam perannya dan berada dalam citranya. Keteguhan sikap perempuan
(ibu) akan bertambah kokoh oleh ketaatan akan agamanya, dan menjadikan
perempuan sanggup menghindar dari dari hal-hal yang merusak
keyakinannya. Perempuan adalah juga manusia biasa, yang tidak dapat
mengelak dari sifat manusiawinya, yang sewaktu-waktu merasa senang
menerima hal-hal yang menyenangkan secara duniawi (lahiriyah, materi).
Akan tetapi, sisi keyakinan (ukhrowiyah
(ukhrowiyah)) mengikuti ajaran agama (basis
(basis
religi, yang dalam Islam dikenal sebagai pemahaman tauhid)
tauhid) yang teramat
dalam, akan merupakan kekuatan tangguh yang mampu membentengi
perempuan dari kejatuhan kedalam jurang kehinaan (makshiyat). Keteguhan
keyakinan kepada ajaran Agama dalam kehidupan (seseorang) perempuan
sangat berperan dalam menjaga tidak hilangnya citra perempuan itu.
Agama Islam selanjutnya dengan tegas mengingatkan bahwa citra
(identitas) perempuan itu terletak pada budaya “malu”. Bila budaya malu
telah hilang keteguhan perempuan akan lenyap, que sera- sera- sera, akhirnya
terjadilah apa yang terjadi. Ibu rela membunuh anak sendiri, kekentalan
sifat keperempuanan akan lebur menjadi perempuan jalang, dan perempuan
mengandung menggugurkan
menggugurkan janinnya. Na'udzubillah.

Cinta
Cinta adalah sesuatu yang indah. Cinta merupakan karakteristik
kemanusiaan. Cinta bukan sesuatu yang turun dari langit, yang dijual di
pasar swalayan, yang ditawarkan di pasar-
pasar-pasar wanita, klub-
klub-klub malam
atau motel-
motel-motel. Di tempat-
tempat-tempat itu, cinta diawali ajakan dinner-
dinner-party,
dan berakhir di atas ranjang. Setelah
Setelah itu habis perkara.

Cinta perlu ditumbuhkan, dirakit, dibina dan dilestarikan. Untuk itu


diperlukan tindakan nyata yang berkesinambungan antara dua jenis
manusia dengan martabat yang sama, sama-
sama-sama setara manusia manusia.
Bukan antara seorang manusia dengan setengah manusia, atau manusia
berkantong (womb man). Mustahil cinta dapat dibina pada dua jenis
manusia yang berbeda bermartabatnya, satu bermartabat manusia dan
yang lain bermartabat
bermartabat hewan. Martabat kemanusiaan ditunjukkan dengan
ditunaikannya kewajiban kepada manusia yang menjadi pasangan cinta itu.
Sehingga
Sehingga hak-
hak-nya dapat dinikmatinya. Hak dan kewajiban tidak
semata-
semata-mata diukur dengan materi, tetapi lebih pada perlakuan dan tindak
kelakuan mulia dan perangai bermartabat (manusiawi, humanity).

Dalam kasus perempuan yang ramai-


ramai-ramai masuk barisan abortus,
mungkin sekali tidak semata-
semata-mata enggan melahirkan anak, tetapi lebih
dihantui rasa malu. Laki-
Laki-laki yang tidak mau bertanggungjawab
bertanggungjawab menjadi
bapak bagi anak yang bakal lahir itu seringkali luput dari pengamatan.
Atau, mungkin "kerjasama" membuat anak itu di luar dari kaedah-
kaedah-kaedah
kemanusiaan (aturan-
(aturan-aturan, agama, adat, norma-
norma-norma masyarakat,
hukum yang berlaku).

Bila kita melihat ke dalam Islam, hukum yang sangat berat ditimpakan
ditimpakan
kepada manusia yang melakukan kegiatan membuat anak tanpa aturan.
Islam menyebutnya perbuatan "zina." Hukumannya dirajam, dicambuk 100
kali, yang dalam pandangan sementara pejuang Hak Asasi Manusia (di
Barat) sangat tidak manusiawi. Bahkan mereka menuding pelaksanaan
surat An Nur ayat 1-1-4 itu bertentangan dengan HAM. Padahal mengabaikan
ketentuan agama tersebut, bagi umat Muslimin, menyebabkan hilangnya
HAM. Misalnya, ibu yang hamil kehilangan hak- hak-nya sebagai seorang ibu
karena laki-
laki-laki yang menghamilinya berperangai "habis manis serpah
dibuang," atau berdalih sudah membayarkan sejumlah uang atau benda
kepada perempuan
perempuan yang melayaninya hingga hamil. Jika wanita yang juga
senang dengan perlakuan itu, sebenarnya ia menghilangkan sendiri
hak-
hak-nya. Pada gilirannya si anak yang mempunyai hak untuk hidup tidak
pernah mendapatkannya sama sekali. Tragisnya, janin manusia berakhir
berakhir di
kantong kresek, dibuang ditumpukan sampah. Menyedihkan sekali.
Keadaan itu juga disebabkan oleh melemahnya peran rumah tangga
seiring dengan hilangnya peran perempuan dan ibu.

Kalangan liberal seringkali merendahkan atau menolak peran


perempuan sebagai ibu di dalam rumah tangga. Melahirkan dan mengasuh
mengasuh
anak dilihat sebagai suatu peran yang out of date. date. Bila seseorang
memerlukan anak bisa ditempuh jalan pintas melalui adopsi
adopsi atau mungkin
satu ketika dengan teknologi kloning (?). Tuntutan ekonomi ekonomi atau
mengumpulkan materi menjadi perhatian utama yang perlu disegerakan,
disegerakan,
sehingga seorang wanita tidak lagi mampu mengangkat wajahnya jika ia
tidak memiliki pekerjaan di luar rumah. Perempuan sekarang
sekarang mestinya tidak
bergelimang dalam dapur, sumur dan kasur. Tapi dia harus keluar dari rotasi
ini, dan masuk ke dalam lingkaran kantor, mandor dan kontraktor.
Akibat nyata adalah anak-
anak-anak dirawat baby-
baby-sitter, paling-paling
dititipkan di TPA (tempat penitipan anak), atau dikurung di rumahnya sendiri
sendiri
sampai orang tua kembali ke rumah. Kondisi ini telah menyumbang
menyumbang lahirnya
"X Generation",
Generation", generasi yang sangat dicemasi masuk kelingkungan Asia
dimasa depan. Satu generasi yang bertumbuh tanpa aturan, jauh dari
moralitas, berkecendrungan meninggalkan tamaddun budayanya. Tercermin
pada perbuatan suka bolos sekolah, memadat, menenggak minuman keras,
pergaulan bebas, morfinis, dan perbuatan tak berakhlak. "X", mereka hilang
dari akar budaya masyarakat yang melahirkannya. Disinilah pentingnya
peran ibu. Semestinya para perempuan (ibu) yang memelihara perannya
sebagai ibu berhak mendapatkan "medali" sebagai pengatur rumahtangga
dan ibu pendidik bangsa. Inilah darma ibu yang sesungguhnya, yang
sebenar-benar darma.

Dalam perkembangan masa yang mengikuti gerak globalisasi terjadi


perubahan cuaca budaya. Perubahan yang seringkali melahirkan
ketimpangan-
ketimpangan-ketimpangan. Bahkan kepincangan yang diperbesar oleh tidak
adanya keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
kesempatan serta terdapatnya perbedaan kesempatan yang sangat
mencolok (fasilitas, pendidikan, lapangan kerja, hiburan, penyiaran
mass-
mass-media,) antara kota dan kampung. Akibat nyatanya adalah mobilitas
terpaksa yang pada akhirnya sangat mengganggu pertumbuhan masyar- masyar-
akat (social growth). Perpindahan penduduk secara besar-
besar-besaran ke kota
sebenarnya merupakan penyakit menular di tengah-tengah-tengah kemajuan
negeri yang tengah berkembang.
Dusun-
Dusun-dusun mulai ditinggalkan, kota-
kota-kota menjadi sempit untuk tempat
tinggal pendatang baru. Kehidupan yang keras menyebabkan orang
terpaksa menjual diri. Dasar-
Dasar-dasar kehidupan menjadi rapuh, akhlak
karimahpun hilang. Peran orangtua menjadi tumpul karena
ketegangan-
ketegangan-ketegangan antara ayah dan ibu yang umumnya timbul karena
tekanan ekonomi dan desakan materi. Ujungnya, anak-
anak-anak terlantar dan
keluarga menjadi berantakan.

Efisiensi sebagai kaidah produktifitas mulai diterapkan secara salah


dalam kehidupan keluarga modern. Orangtua lanjut usia (Lansia) mulai tak
dihiraukan, dan tempat mereka adalah Panti Jompo. Suatu tempat yang tak
memungkinkan para lansia mewariskan nilai- nilai-nilai luhur pada anak dan
cucunya.

Materi dan uang sudah menjadi buruan. Kehidupan terancam bahaya,


karena kesinambungannya berubah oleh meluasnya keluarga nomaden
modern. Beban resikonya tidak mudah diperhitungkan lagi. Kerusakan
Kerusakan yang
sulit menghindarinya adalah hilangnya jati diri. Mentalitas
Mentalitas mengarah pada
materialistik, permisivistik, bahkan hedonistik.
hedonistik. Biaya untuk perbaikannya
niscaya lebih besar dari biaya yang telah dikeluarkan untuk pertumbuhan
ekonomi.
Profil Perempuan Mandiri
Dalam keadaan seperti itu, kaum perempuan harus memaksimalkan
peran keperempuanannya, sebagai ibu di rumahtangganya dan pendidik di
tengah bangsanya. Peran dan citra perempuan mandiri terlihat jika
pembedaan jenis kelamin berlaku secara jelas dan pasti. Perbedaan
kewajiban dan hak serta kedudukan itu, memastikan berlakunya dual-
dual- sex.
sex.
Gejala yang mulai meruyak dalam kehidupan modern sekarang, atau seti- seti-
daknya dalam masyarakat liberal, adalah keinginan diterapkannya
diterapkannya uni-
uni- sex
(terlihat pada pakaian, asessories, pergaulan, kesempatan, pekerjaan dan
jamahan keseharian sosial budaya).

"Pendidikan formal yang dapat membuat wanita sejajar dengan


laki-
laki-laki berpeluang menjadikan wanita kehilangan jati dirinya sebagai
wanita. Secara tidak sadar wanita yang terpelajar itu menjadi lebih maskulin
daripada laki-
laki-laki. Ujung dari proses itu adalah ancaman kehidupan rumah
tangganya", kata Hani'ah. Selanjutnya, Hani'ah menyebutkan, "Sifat
feminim yang merupakan sumber kasih sayang, kelembutan, keindahan,
dan sumber cahaya ilahi mempunyai potensi untuk menyerap dan
mengubah kekuatan kasar menjadi sensitivitas, rasionalitas menjadi intuisi,
dan dorongan seksual menjadi spiritualitas
spiritualitas sehingga memiliki daya tahan
terhadap kesakitan, penderitaan
penderitaan dan kegagalan." (Hani'ah, "Wanita Karir
dalam Karya Sastra: Ada Apa Dengan Mereka?", makalah Munas IV dan
Pertemuan Ilmiah Nasional VIII, HISKI 12- 12-14 Desember 1997 di Padang).
Seperti terlukis dalam sebuah karya sastra Armyn Pane, Belenggu, Belenggu,
"hancurnya sebuah rumahtangga ideal akibat sikap isteri terlalu maskulin."
Maskulin dalam arti menunjukkan kekuasaan melebihi suami. Sirnanya asas
azwajan, mitra setara.

Sebenarnya tidak hanya ajaran Agama Islam yang mengungkapkan


secara jelas peran dan citra perempuan itu. Para penulis sastera juga
mengungkapkan peran perempuan Melayu (Timur) dengan pendirian
pendirian yang
kokoh, seperti terungkapkan dalam Syair Siti Zubaidah Perang China ;
"Daripada masuk agama itu, baiklah mati supaya tentu, menyembah
berhala bertuhankan batu, kafir laknat agama tak tentu," (Syair Siti
Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib Abdul Ghani, hal. 230).
Perempuan Melayu dengan sifat-
sifat-sifat mulia diantaranya lembut hatinya,
penyabar, penyayang kepada sesama, keras dalam mempertahankan harga
diri, tegas, teguh dan kuat iman dalam melaksanakan suruhan Allah,
pendamai, suka memaafkan dan mampu menjadi pemimpin masyarakatnya.
Wanita Melayu juga mempergunakan
mempergunakan akal di dalam berbuat dan bertindak,
bahkan terkadang terlalu keras dan berani, seperti ditunjukkan dalam syair
Siti Zubaidah itu (H. Ahmad Samin Siregar, Fak.Sastra USU Medan, Profil
Wanita Melayu dalam Syair Siti Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib
Abdul Ghani, makalah yang disampaikan dalam Munas IV dan Pertemuan
Ilmiah Nasional VIII HISKI, Padang 12-
12-14 Desember 1997).

Kesimpulan?

Apa yang bisa disimpulkan oleh seorang laki-laki tentang perempuan


empu, ahlinya ahli? Apa yang bisa disimpulkan oleh seorang anak
yang empu,
manusia tentang Ummahat, ibunya sendiri?
sendiri?
Sejauh mana seorang pasangan mampu menyimpulkan azwaajan, azwaajan,
pasangannya yang setara, yang tanpa pasangan itu dia tidak lengkap?
Mampukah anda menjelaskan bagian diri anda yang tidak anda miliki?

Yang paling mudah adalah memberi kesimpulan apa itu “wanita”,


teman penggembira. Atau menyimpulkan makhluk yang lebih rendah, si
manusia berkantong tempat menumbuhkan manusia. Itu mudah, womb
man.
man.

Kesimpulannya, jadilah Anda seorang perempuan dengan citra


seorang ibu, dimana kepadanya seluruh bakti diarahkan, dan sorga di
bawah telapak kakinya.

Padang, 20 Desember 1997

Anda mungkin juga menyukai