Anda di halaman 1dari 11

Infeksi virus dengue menyebabkan keadaan yang bermacam-macam tergantung daya

tahan tubuh dan virulensi virus, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang
tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue (DD), atau bentuk yang lebih
berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Berikut
adalah bagan spektrum klinis infeksi virus dengue:
Infeksi Virus Dengue
Asimtomatik

Demam Tidak
Spesifik

Simtomatik

Demam Dengue

Demam Berdarah
Dengue

Perdarahan
Perdarahan
Syok positif
Syok negative
negative
(-)
positif
(+)
(+)
Bagan 1: Spektrum klinis infeksi virus dengue (WHO, 2011)(-)

Demam Dengue (DD) adalah salah satu varian klinis infeksi virus dengue, yang
ditandai oleh gejala panas 2-7 hari tanpa disertai gangguan hemostatk dan kebocoran plasma.
Gejala klinisnya adalah, sebagai berikut:
1. Demam
- Timbul mendadak, berlangsung 2-7 hari
- Disertai tidak mau bermain (not doing well), nafsu makan menghilang, mual,
-

kadang disertai muntah.


Kadang kurva suhu berbentuk pelana (sadle-back fever)
Suhu turun mendadak, kemudian penderita merasa/tampak membaik dan muncul

nafsu makan.
2. Nyeri
- Nyeri kepala
- Nyeri belakang kepala (retro-orbital)
- Nyeri otot (myalgia)
- Nyeri sendi (atralgia)
3. Ruam
- Pada awal sakit dapat timbul kemerahan (flushing) pada kulit penderita.
- Pada periode penyembuhan dapat muncul confalescence rash, berupa morbilli
like rash yang lokasinya di ekstremitas bawah (shoe like appearance) dan di
ekstremitas atas (handgloves like appearance)
4. Manifestasi perdarahan
- Tidak selalu ada

Dapat berupa torniquet tes yang positif, petekie, epistaksis, perdarahan gusi dan
dapat terjadi perdarahan masif berupa hematemesis/melena yang samapai

membutuhkan transfusi darah.


5. Dapat dijumpai gejala gastrointestinal, berupa diare dan gejala saluran napas atas
berupa batuk serta pilek yang ringan. (PDT, 2008)
Pemeriksaan:
-

Lakukan pemeriksaan klinis yang lengkap meliputi anamnesis yang teliti, tetapkan
hitungan hari sakit penderita datang, pemeriksaan fisik yang cermat khususnya

mencari tanda perdarahan (kalau mungkin lakukan torniquet test)


Laboratorium rutin sering dijumpai leukopeni, dan dapat disertai penurunan
trombosit (seringkali masih > 100.000)
Diagnosis etiologis:
a. Serologis elisa, memeriksa IgM dan IgG dengue, lakukan pada hari sakit 5,
untuk lebih memperoleh hasil positif.
b. Serologis hemaglutinasi inhibisi, dengan mengambil serum sepasang, serum
pertama saat masuk rumah sakit dan serum kedua usakan 7 hari kemudian
(seringkali susah dipenuhi).
c. Virologi, isolasi virus dari spesimen darah, usahakan pengambilan serum saat
periode febris, kemudian dengan dry ice dikirim ke pusat-pusat pemeriksaan
virologi (dilakukan saat riset). (PDT, 2008)

Demam Berdarah Dengue (DBD) salah satu varian klinis infeksi virus dengue, yang
ditandai oleh panas 2-7 hari dan pada saat panas turun disertai/disusul dengan gangguan
hemostatik dan kebocoran plasma. Kriteria diagnosis DBD, adalah sebagai berikut.
Kriteria Klinis 1. Demam tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hari
(2 atau lebih)
2. Terdapat manifestasi perdarahan seperti tourniquet positif,
petechiae,

echimosis,

purpura,

perdarahan

mukosa,

epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan


atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi
turun, tekanan darah turun, kulit dingin dan lembap
terutama di ujung jari dan ujung hidung, sianosis sekitar
mulut, dan gelisah
2

Kriteria

1. Trombositopenia (100.000L atau kurang)


2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih

Laboratoris
(harus

terpenuhi)
Tabel 1: Kriteria Diagnosis Demam Berdarah Dengue (WHO, 2011)
Pemeriksaan :
-

Lakukan anamnesis yang cermat, tetapkan hitungan/jumlah/besaran hari sakit dan

berapa lama penderita sudah berada pada klinis yang diasses sebagai DBD ini.
Lakukan pemeriksaan fisik yang seksama, gangguan sirkulasi berupa penyempitan
tekanan nadi, penurunan sistole dan diastole. Efusi pleura dan asites, sebagai

akibat kebocoran plasma.


Laboratorium rutin didapat leukopeni, trombositopeni, dan peningkatan PCV

20%.
Foto thorax untuk mendeteksi efusi pleura.
Etiologis. Serologis hanya diperlukan pada penderita yang tampilan klinisnya
meragukan, sedangkan virologis hanya dilakukan saat riset. (PDT, 2008)

Menurut WHO (1986), berdasarkan berat ringannya penyakit, klasifikasi DBD adalah,
sebagai berikut:
1. Derajat I : tanda-tanda demam disertai gejala lain seperti mual, muntah, sakit pada ulu
hati, pusing, nyeri otot, dll, tanpa adanya perdarahan spontan dan bila dilakukan uji
tourniquet menunjukkan hasil positif (+) terdapat bintik-bintik merah. Selain itu, pada
pemeriksaan

laboratorium

menunjukkan

tanda-tanda

hemokonsentrasi

dan

trombositopenia.
2. Derajat II: tanda-tanda adanya perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain misalnya
pada gusi, epistaksis, dll.
3. Derajat III: bila telah terdapat tanda-tanda yang mengarah pada shock, yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi ( 20 mmHg) atau tekanan darah menurun, penderita gelisah,
dan tampak kebiruan pada sekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.
4. Derajat IV: Keadaan shock (profound shock) yang ditunjukkan dengan adanya
kehilangan kesadaran, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur. Kondisi ini
disebut DSS (Dengue Shock Syndrome). Penderita dalam keadaan kritis dan
memerlukan perawatan intensif di ICU. (Hastuti O, 2008)
WHO (2009) membagi gejala klinis demam dengue menjadi 3 fase (lihat lampiran 1):
3

A. Fase I Fase Demam.


Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan, eritema
kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien dapat
memiliki gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia,
mual, dan muntah sering terjadi dan dapat sulit dibedakan dengan demam non-dengue
pada fase awal. Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kepastian dari dengue.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (mis.
hidung dan gusi) dapat terlihat. Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan
perdarahan gastrointestinal dapat terjadi. Hati dapat membesar dan terasa sakit pada
beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat memberikan tanda
sebagai infeksi dengue (WHO, 2009). Tanda dan gejala ini kurang dapat membedakan
antara severe dan non severe dengue sehingga perlu monitoring lebih untuk berhati - hati
dalam menilai fase perkembangan ke fase kritis (WHO, 2009).
B. Fase II Fase Kritis.
Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3-7 namun temperatur sedikit
menurun yaitu 37.5-380 C atau lebih rendah dan juga menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang meningkat. Periode kebocoran
plasma berlangsung selama 24 48 jam (WHO, 2009). Pasien yang memiliki keadaan
peningkatan permeabilitas kapiler akan bertambah parah dengan kehilangan volume
plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan
kebocoran plasma tersebut. Foto thorax dan USG abdomen dapat digunakan sebagai alat
bantu diagnosa. Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik kritis dan
sering didahului oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama, menyebabkan
hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik asidosis,
dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) (WHO, 2009).
C. Fase III Fase Penyembuhan/Recovery.
Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana terjadi
reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72 jam, dimana keadaan umum akan membaik,
nafsu makan bertambah, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil,
dan diuresis terjadi. Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini (WHO, 2009).
Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari absorpsi
cairan. Sel darah putih perlahan mengalami peningkatan setelah suhu tubuh menurun
diikuti dengan peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan
ascites dapat terjadi akibat dari terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun

fase recovery yang dapat dikaitkan dengan edema paru atau gagal jantung kongestif
(WHO, 2009).
Patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui
secara pasti, tetapi sebagian besar menganut the secondary heterologous infection
hypothesis yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi
dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam
jangka waktu yang tertentu (diperkirakan 6 bulan sampai 5 tahun). (WHO,2011)
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: (1) respon
humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. (2)
Limfosit T baik T-helper (CD4) dan sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler
terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu Th1 akan memproduksi interferon gamma,
IL-2, dan limfokin, sedangkan Th2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. (3) Monosit dan
makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. (4) Aktivasi
komplemen olek kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. (WHO,2011)
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita
dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi yang akan terjadi dalam
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan
menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Di samping itu replikasi virus degue
terjadi akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigen dan antibodi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen C3
dan C5 yang menyebabkan tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan terjadi
perembesan plasma yang ditandai peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, ascites).Renjatan yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan syok sehingga terjadi anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian.
Selain itu, kompleks antigen antibodi dapat menyebakan terjadinya agregasi trombosit
dan aktivasi system koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh darah. Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Terjadinya agregasi membuat trombosit
dihancurkan oleh RES (Reticulo Endhotelial System) sehingga terjadi trombositopenia. Selain
itu, agregasi trombosit dapat menyebabkan pengeluaran platelet faktor III sehingga terjadinya
koagulopati konsumtif, yang kemudian mengakibatkan gangguan fungsi trombosit dan
penurunan faktor pembekuan (II, V, VII, IX, X, XII dan fibrinogen). Di sisi lain, aktivasi
5

koagulasi dapat menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi system kinin
yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
(WHO,2011)

Gambar 1: Patogenesis terjadinya perdarahan dan syok pada DBD (WHO,2011)


Penatalaksanaan
Periode Febris
Apabila penderita virus dengue datang pada periode febris, saat/ketika belum/tidak dapat
dibedakan DF/DBD, maka pengobatan yang dapat diberikan adalah sbb:
-

Antipiretik.
Parasetamol sebagai pilihan dengan dosis 10 mg/kgBB/kali tidak lebih dari 4 kali
sehari. Jangan memberikan aspirin dan ibuprofen karena dapat menimbulkan

gastritis dan atau perdarahan.


Antibiotik tidak diperlukan
Makan disesuaikan dengan kondisi nafsu makannya.
Apabila penderita ditetapkan rawat jalan, maka kalau dalam perjalanan didapat
keluhan dan tanda klinis seperti dibawah ini dianjurkan untuk segera datang ke
rumah sakit untuk pengobatan selanjutnya. Gejala dan tanda yang dimaksud

adalah:
o Nyeri abdomen
o Tanda perdarahan di kulit, petekie, ekimosis
o Perdarahan lain seperti epistakasi dan perdarahan gusi.
o Penderita tampak loyo dan pada perabaan terasa dingin.
Kebutuhan carian harus dipenuhi. Pemberian cairan dapat diberikan per oral, akan
tetapi apabila penderita tidak mau minum, muntah terus, atau panas yang terlalu
6

tinggi maka pemberian cairan intravena menjadi pilihan. Apabila cairan intravena
dijadikan pilihan terapi, maka dikenal formula untuk memenuhi cairan rumatan
yaitu formula Halliday Segar dengan rincian sbb:
Berat Badan (Kg)
Cairan rumatan (volume)/24 jam
10
100 cc/KgBB
10-20
1000 cc + 50 cc/KgBB diatas 10 kg
> 20
1500 cc + 20 cc/KgBB diatas 20 kg
* setiap derajat C peningkatan temperatur, cairan ditambah 12 % dari
kebutuhan rumatan.
Untuk rumatan ini dapat diberikan solutio D5 Saline untuk anak usia > 3 tahun
atau D5 Saline untuk penderita 3 tahun.
-

Lakukan observasi secara cermat tanda vital pasien setiap 6 jam, dengan tujuan
untuk mendeteksi tanda-tanda kebocoran plasma yang mengarah ke DBD.

Periode Afebris
Dengue Fever
Kebanyakan penderita Demam Dengue, setelah panas turun, merasa/tampak lebih
segar, timbul nafsu makan dan akan segera sembuh tanpa disertai komplikasi, sehingga tidak
ada pengobatan khusus. Kadang timbul gejala klinis confalescence pethecial rash pada
tangan atau kaki dengan memberi kesan seperti sarung tangan atau kaus kaki. Dalam
prosentase yang kecil periode konfalesence ini membutuhkan waktu agak panjang.
Dengue Hemmorhagic Fever
Setelah diagnosis DBD dibuat oleh dokter, maka tetapkan terlebih dahulu derajatnya,
apakah grade I/II yang tidak disertai gangguan sirkulasi, ataukah grade III/IV yang sudah
disertai syok. Perlu ditegaskan bahwa untuk penatalaksanaan penderita DBD yang harus
dikuasai oleh seorang dokter adalah pemberian cairan intravena sebatas cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode plasma leackage disertai pengamatan
yang teliti dan cermat secara periodik (lihat lampiran 2 dan 3).
Cairan yang digunakan dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal Saline, Ringer Laktat, D5
Ringer Laktat, D5 Ringer Asetat, dan kolid yang mempunyai berat molekul yang lebih tinggi
seperti plasma atau pengganti plasma. (PDT, 2008)

LAMPIRAN

10

Daftar Pustaka

Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo
Surabaya. 2008. Surabaya: FK Unair. hlm. 102-107.
World Health Organization (WHO). 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO. Hlm. 162-167.
Hastuti O. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 20-21.
World Health Organization (WHO). 2011. Dengue and Dengue Hemorrhargic Fever. Diakses
http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf pada tanggal 8 November 2014.
World Health Organization (WHO). 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis,
Treatment, Prevention and Control.. Diakses

http://www.who.int/tdr/publications/documents/dengue-diagnosis.pdf pada tanggal 8


November 2014.

11

Anda mungkin juga menyukai