Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

Disusun Oleh:
Rizqina Putri
1408465586

Pembimbing :
dr. Diah Siswanti, Sp.JP-FIHA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KARDIOLOGI


DAN KEDOKTERAN VASKULER FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah
koroner disebut penyakit jantung koroner yang lebih dikenal dengan sindroma
koroner akut. Penyakit ini menyerang pembuluh darah yang mengalirkan darah ke
jantung sehingga terjadi penyempitan pada arteri koroner. Penyempitan arteri

koroner ini terjadi akibat proses aterosklerosis atau spasme ataupun kombinasi
dari keduanya.1,2
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa
lebih dari 7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002,
angka ini diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020.
American Heart Association (AHA) pada tahun 2004 memperkirakan prevalensi
PJK di Amerika Serikat sekitar 13 juta. Angka kematian karena PJK di seluruh
dunia tiap tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara berkembang terdapat 39
juta.3 Survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari
1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun 2007 terdapat sekitar 400
ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung koroner menjadi pembunuh
nomor satu di dalam negeri dengan tingkat kematian mencapai 26%.3
Sindrom koroner akut berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang
diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus Unstable Angina Pectoris
(UAP), infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI) dan infark miokard dengan
ST elevasi (STEMI). 2
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh
iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga
varian utama angina pectoris yaitu angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris
prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil.1
Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat dirumah sakit karena
angina pectoris tidak stabil, dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat
serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah
diagnosis ditegakan.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1

Definisi
Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri

dada yang khas, yaitu dada seperti ditekan benda berat, seperti ditusuk-tusuk dan
nyeri sering menjalar ke lengan kiri atau ke kedua lengan. Nyeri timbul biasanya

saat melakukan aktifitas dan dapat menghilang saat aktifitas dihentikan, nyeri juga
dapat dipicu oleh aktifitas emosional. Angina terjadi sebagai konsekuensi dari
iskemia miokardium. Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen
miokardium antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil dan denyut
jantung. Berikut adalah klasifikasi dari angina:4,5
a.

Angina stabil
Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang

dengan istirahat atau penghentian stimulus, gejala muncul karena iskemia


miokardium yang disebabkan oleh gangguan pasokan darah pada miokardium.
Angina stabil gejalanya bersifat reversible dan tidak progresif.
b.

Angina tidak stabil


Angina dengan frekuensi dan derajat keparahan yang meningkat, dengan

serangan

yang

lama

dan

hanya

menghilang

sebagian

dengan

nitrat

sublingual.riwayat penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis


buruk, dengan kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark
miokardium akut atau kematian mendadak.
c.

Angina prinzmetal
Angina prinzametal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi

segmen ST pada EKG yang menandakan adanya iskemik transmural. Keadaan


yang tidak biasa ini berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang
bertambah, yang dengan cepat hilang melalui pemberian nitrogliserin dan dapat
diprovokasi oleh asetilkolin. Angina ini dapat terjadi pada arteri yang strukturnya
normal, pada penyakit arteri koroner campuran atau dalam keadaan stenosis
oklusif koroner berat.
2.2
Klasifikasi
Yang dimasukkan ke dalam angina pektoris tak stabil yaitu:4
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
2.

berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil,
lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya,

3.

sedangkan faktor presipitasi makin ringan.


Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada


keseragaman. Dimana klasifikasi dibuat berdasarkan beratnya serangan angina
dan keadaan klinik.4,6
A. Berdasarkan beratnya angina :
1. Kelas I
Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya
nyeri dada.
2. Kelas II
Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi
tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir.
3. Kelas III
Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik
sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
B. Berdasarkan keadaan klinis:
1. Kelas A: Angina tak stabil sekunder.
2. Kelas B: Angina tak stabil primer.
3. Kelas C: Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
C. Intensitas pengobatan:
1. Tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal.
2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar.
3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang
maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.

Tabel 1. Classification of unstable angina6

2.3

Epidemiologi
Peneletian yang dilakukan oleh Guthrie, Vlodaver, Nicoloff, dan Edwards

terhadap 47 pasien dengan angina didapat 12 diantaranya dengan angina tak


stabil dan 35 dengan angina stable (20 diantaranya dengan angina stabil berat dan
15 sisanya dengan angina stabil sedang). Dari data klinis yang didapat, tidak ada
perbedaan yang mendasar dari pasien dengan tipe angina yang dimilikinya, seperti
faktor usia, jenis kelamin, tingkat tekanan darah, kadar lipid, kebiasaan merokok,
penyakit diabetes, riwayat keluarga, atau riwayat miokardial infark dari pasien
sebelumnya.7

Tabel 2. Clinical characteristics of patients grouped according to category of angina7


2.4

Patogenesis
Menurut American Heart Association (AHA) patogenesis angina pektoris tak

stabil disebabkan karena adanya ruptur plak, trombosis dan agregasi trombosit,

vasospasme, dan erosi pada plak tanpa ruptur.4,6


Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris
tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.4
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalamai ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic
cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu timbunan lemak. Kadangkadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya

enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan


dinding plak (fibrous cap).4,6
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil.4
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag
dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan
thrombus kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang
ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak
stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan
factor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan thrombin dan fibrin.4
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokontriksi dan pembentukan trombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai thrombosis yang intermiten pada angina tak stabil.4
Vasospasme
Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peranan penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina
Prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali
terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peranan penting dalam
terbentuknya thrombus.4
Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Adanya
perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
7

penyembitan pembuluh darah dengan cepat dan keluhan iskemia. Menurut


American Heart Associationn (AHA) terdapat 3 hal yang dapat menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah, yaitu peningkatan kadar kolesterol trigliserida
dalam darah, peningkatan tekanan darah, dan riwayat merokok yang dapat
mempercepat terbentuknya aterosklerosis pada arteri koroner terutama pada aorta
dan pembuluh darah arteri pada kaki. 4,6
2.5

Gambaran Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan

angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual,
sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat
tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau
ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat
menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.4,8
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga
dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien
mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CKMB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi
segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang
negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap
awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.

Gambar 1. Algorithm to risk stratify patients with unstable angina based on ECG and
repeated Troponin measurements6

2.6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:4,8
Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran EKG penderita angina pektoris tak stabil dapat berupa depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang
ikatan his dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG
pada UAP bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri
ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan
kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam
waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi
gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
Uji latih
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat
normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.
Tujuan dari stress test adalah:

Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak

Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh


darah utama akan memberi hasil positif kuat
Pada pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan

menunjukan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat
treadmill. Bila hasilnya negative maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya
positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan
untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan
pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi PCI karena
resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal
ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding
regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.
Rontgen Thoraks
Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran
jantung dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut Europian Society
of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I
positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian
bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan d otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki

kualitas hidup dengan mencegah

serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.


2.7

Penatalaksanaan

10

Pengobatan Medikal
Berdasarkan International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendation
(AHA/ACC) tahun 2010, tatalaksana SKA dibagi atas Pra Rumah Sakit
(Prehospital) dan Rumah Sakit (Hospital). Adapun algoritmanya adalah sebagai
berikut:9
Unstable Angina Pectoris/Non ST Elevation Myocardial Infarction
(UAP/NSTEMI) Risiko Tinggi:9

Pertimbangkan strategi invasif segera apabila nyeri dada refrakter, ST


deviasi persisten atau berulang, VT, hemodinamik tidak stabil atau

terdapat tanda gagal jantung


Mulai terapi utk SKA seperti Nitrogliserin, heparin, penyekat beta, CPG,

penyekat glycoprotein IIb/IIIa


Rawat dengan monitoring dan nilai status risiko

SKA risiko rendah atau sedang (normal EKG atau perubahan segmen ST-T
non diagnostik):9

Lakukan pemeriksaan enzim jantung serial


Ulang EKG dan lakukan monitoring EKG kontinyu bila memungkinkan
Pertimbangkan pemeriksaan non invasif
Bila kemudian tidak ditemukan bukti iskemia atau infark dengan tes yang
dilakukan, maka pasien dapat dipulangkan dengan tindak lanjut nantinya

Terapi inisial pada SKA adalah sebagai berikut:9


1. Oksigen
Pemberian Oksigen dalam 6 jam pertama terapi
Pemberian O2 > 6 jam pada keadaan pasien dgn nyeri dada menetap atau
berulang atau hemodinamik yang tidak stabil, pasien dengan tanda
bendungan paru dan pasien dgn saturasi O2 < 90%
2. Aspirin
Diberikan 160-325 mg dikunyah (tidak ada bukti perdarahan lambung)
Penggunaan aspirin supositoria dilakukan pada pasien dgn mual, muntah
atau ulkus peptik atau gangguan pada saluran pencernaan atas
Dosis pemeliharaan 75-100 mg/hari
3. Nitrogliserin

11

Diberikan tablet nitrogliserin sublingual sampai 3 kali dengan interval 3-5

menit
Kontraindikasi pada TD<90mmHg atau 30mmHg lebih rendah dari
pemeriksaan

TD

awal,

bradikardia

<50x/menit

atau

takikardia

>100x/menit tanpa adanya gagal jantung & infark ventrikel kanan


4. Analgetik
Analgetik terpilih adalah Morfin
Diberikan jika pemberian Nitrogliserin sublingual atau semprot tidak
respons
Diberikan secara IV untuk mengurangi nyeri pada SKA (Kelas IIA)
5. Clopidogrel dan antiplatelet lain
CPG (Antiagregasi platelet) bermanfaat pada pasien STEMI dan NSTEMI

risiko sedang sampai tinggi


Dosis pertama (loading dose) 300mg yang dilanjutkan dgn dosis

pemeliharaan 75mg
Pasien untuk invasif terapi diberikan dosis 600mg

Tindakan Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk memberi darah yang lebih banyak kepada otot
jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner. Ada 4 dasar jenis
pembedahan:10
1. Ventricular aneurysmectomy : rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel
kiri.
2. Coronary arteriotomy : memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri
koroner.
3. Internal thoracic mammary : revaskularisasi terhadap miokard.
4. Coronary Artery Baypass Grafting (CABG) : Hasilnya cukup memuaskan
dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas
hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
1. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)
3. Laser angioplasty
2.8

Komplikasi

12

Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi


akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium
mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah
periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerob lenyap dan sel
tidak memenuhi kebutuhan energinya. Aritmia, karena insidens PJK dan hipertensi
tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik.
Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran
darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung . Gagal jantung
terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan
disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau
tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang
lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera
pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 11
2.9

Prognosis4
Delapan puluh persen dengan angina tak stabil dapat distabilkan dalam 48

jam setelah diberi terapi medikamentosa secara agresif. Pasien-pasien ini


kemudian membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dengan tread mill test atau
ekokardiografi

untuk

medikamentosa

atau

menentukan
pasien

apakah

membutuhkan

pasien

cukup

pemeriksaan

dengan
angiografi

terapi
dan

selanjutnya tindakan revaskularisasi.


Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain pasien yang tidak
mempunyai angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya
tidak memakai obat anti angina dan ECG normal atau tidak ada perubahan dari
sebelumnya; enzim jantung tidak meningkat termasuk Troponin dan biasanya usia
masih muda.
Risiko sedang bila ada angina yang baru dan makin berat, didapatkan
angina pada waktu istirahat, tak ada perubahan segmen ST, dan enzim jantung
tidak meningkat.
Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina
berlangsung lama, atau angina paska infark; sebelumnya sudah mendapat terapi

13

yang intensive, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang baru,


didapatkan kenaikan Torponin, dan ada keadaan hemodinamik tidak stabil.
Bila manifestasi iskemia datang kembali secara spontan atau pada waktu
pemeriksaan, maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi, bila pasien tetap stabil
dan termasuk risiko rendah maka terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya
pasien dengan risiko tinggi yang membutuhkan tindakan invasif segera, dengan
kemungkinan tindakan revaskularisasi.

BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Y

Usia

: 49 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: IRT

Tanggal MRS

: 10 Desember 2015

Tanggal pemeriksaan : 12 Desember 2015


Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak 11 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
-

1 tahun SMRS pasien mulai merasakan keluhan nyeri dada. Nyeri dada
dirasakan saat beraktifitas terutama setiap saat mandi. Nyeri dada timbul
pada saat pasien mengambil air dengan gayung. Nyeri seperti dihimpit

14

benda berat. Nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri disertai dengan
sesak napas. Nyeri yang dirasakan hilang dalam hitungan menit (5-10
menit). Nyeri berkurang setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada dirasakan
semakin sering dan semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3
kali dalam seminggu (saat beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10
menit. Seiring waktu nyeri dada hampir dirasakan setiap hari, terkadang 23 kali dalam sehari. Nyeri dada dirasakan selama 30 menit hingga 1 jam.
Nyeri dada mulai sering dirasakan saat pasien beristirahat. Pasien
mengaku pernah merasakan nyeri dada yang disertai sesak napas yang
dirasakan selama 2 jam. Karena keluhan nyeri dadanya ini pasien
berulang kali berobat ke RSUD Arifin Ahmad, RS Santa Maria dan RS
-

Awal Bros, baik berobat jalan maupun rawat inap.


11 jam SMRS pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri yang semakin
berat. Nyeri dirasakan seperti dihimpit benda berat dan nyeri yang
dirasakan tidak menjalar. Nyeri dada masih timbul saat pasien beristirahat.
Nyeri dada dirasakan selama 2 jam. Sebelumnya pada hari yang sama
pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2 kali dalam selang waktu 3-4 jam.
Nyeri dada seperti dihimpit benda berat. Nyeri dada yang dirasakan tidak
terlalu kuat dan berlangsung selama 15-30 menit. Keluhan nyeri pada
pasien disertai adanya sesak napas, perasaan berdebar-debar dan
berkeringat dingin. Mual (-), muntah (-), demam (-), bengkak dan kebas
pada ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Namun pasien
mengeluhkan nyeri di ulu hati.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Pasien baru mengetahui memiliki penyakit jantung 1 tahun yang lalu.


Pasien tidak rutin mengkonsumsi obat jantung.

Hipertensi tidak ada.

Riwayat DM tidak ada.

Riwayat asma tidak ada.

Riwayat maag tidak ada.

15

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat penyakit hipertensi tidak ada

Riwayat penyakit diabetes tidak ada

Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Ekonomi


-

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

Pasien mengaku jarang berolahraga


Pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak.
Pasien tidak merokok dan minum alkohol

Pemeriksaan fisik
-

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Kaadaan gizi

: Baik

Vital sign (Bangsal)


-

Tekan darah

: 140/100 mmHg

Nadi

: 97 kali/menit

Pernapasan

: 24 kali/menit

: 36,6 0C

Suhu

Tinggi badan : 160 cm


Berat badan : 55 kg
IMT
: 21,48

Pemeriksaan fisik
Kepala dan Leher
Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
JVP tidak meningkat (5-2 cm H2O)
Pembesaran KGB di leher (-)
-

Thorak
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi

: Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,

penggunaan otot bantu pernapasan (-)


: Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
16

Auskultasi

: Vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)

Jantung
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis tidak teraba
Perkusi: Batas jantung kanan 2 jari lateral linea parasternalis
dextra,
batas jantung kiri 1 jari lateral LMC sinistra ICS V
Auskultasi
: Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-),

gallop (-)
-

Abdomen

Inspeksi
-

Auskultasi

: Tampak datar, venektasi (-), scar (-)


: Bising usus (+) normal 12 x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba
-

Perkusi

: Timpani

Ekstremitas
Akral hangat
CRT < 2 detik
Edema (-/-)
Tampak sianosis pada kuku (-)
Deformitas (-)
Diagnosis Kerja : Angina Pektoris Tak Stabil dd/ NSTEMI
-

17

Pemeriksaan darah rutin (12 Desember 2015)

WBC : 13,2 x 103 / uL


RBC : 4,28 x 106 / uL
HGB : 12,5 g/dl
HCT : 38,1 %
MCV : 89,0 fL
MCH : 29,2 pg
MCHC: 32,8 g/dl
PLT : 240 x 103

Kimia darah (12 Desember 2015)

GLU I : 136 mg/dL


URE I : 59,0 mg/dL
CRE I : 1,60 mg/dL
BUN I : 27,6 mg/dL
Troponin 1
: 0,01 ug/l

Elektrolit (12 Desember 2015)

Na+

: 145 mmol/L

K+

: 4,52 mmol/L

Cl

: 102,7 mmol/L

EKG (12 Desember 201)

Interpretasi :
Irama sinus rhytm, rate 94x/menit, aksis deviasi ke kiri, gelombang T

inverted pada V1-V6, ST depresi pada V6.


-

Foto Thorax (12 Desember 2015)

Cor

Pulmo : Corakan vaskular normal, CVA tajam

Kesan : Kardiomegali

: CTR > 50%

Resume
-

Ny. Y, 49 tahun, datang ke RSUD AA dengan keluhan nyeri

dada sebelah kiri sejak 11 jam SMRS. 1 tahun SMRS pasien mulai
merasakan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan saat beraktifitas
terutama setiap saat mandi. Nyeri dada timbul pada saat pasien mengambil
air dengan gayung. Nyeri seperti dihimpit benda berat. Nyeri yang
dirasakan tidak menjalar. Nyeri disertai dengan sesak napas. Nyeri yang
dirasakan hilang dalam hitungan menit (5-10 menit). Nyeri berkurang
setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada dirasakan semakin sering dan
semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam seminggu
(saat beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu
nyeri dada hampir dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari.
Nyeri dada dirasakan selama 30 menit hingga 1 jam. Nyeri dada mulai
sering dirasakan saat pasien beristirahat. Pasien mengaku

pernah

merasakan nyeri dada yang disertai sesak napas yang dirasakan selama 2
jam. Karena keluhan nyeri dadanya ini pasien berulang kali berobat ke
RSUD Arifin Ahmad, RS Santa Maria dan RS Awal Bros, baik berobat
jalan maupun rawat inap.
-

11 jam SMRS pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri yang


semakin berat. Nyeri dirasakan seperti dihimpit benda berat dan nyeri
yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri dada masih timbul saat pasien
beristirahat. Nyeri dada dirasakan selama 2 jam. Sebelumnya pada hari
yang sama pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2 kali dalam selang
waktu 3-4 jam. Nyeri dada seperti dihimpit benda berat. Nyeri dada yang
dirasakan tidak terlalu kuat dan berlangsung selama 15-30 menit. Keluhan
nyeri pada pasien disertai adanya sesak napas, perasaan berdebar-debar
dan berkeringat dingin. Mual (-), muntah (-), demam (-), bengkak dan

kebas pada ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Namun
pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati. Pasien memiliki kebiasaan suka
makan makanan berlemak dan bersantan. Pasien mengaku tidak pernah
olahraga.
-

Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/100 mmHg, nadi


97x/menit, napas 24x/menit, pemeriksaan jantung didapat kardiomegali
dan pada pemeriksaan abdomen didapat nyeri tekan epigastrium positif.
Tidak terdapat peningkatan enzim jantung. Pemeriksaan foto toraks
didapat kardiomegali dan dari pemeriksaan EKG didapat kesan UAP dd
NSTEMI.

DIAGNOSA : Angina pektoris tidak stabil (UAP)

Dispepsia
DD

: NSTEMI

Rencana Penatalaksanaan
Non farmakologis
Pasien bed rest
Posisi pasien semifowler
Pemberian O2 nassal canul 3L/menit
Farmakologis
IVFD RL 20 tpm
Aspilet 1x160 mg
ISDN 3x5 mg
Lovenox 2x0,4 cc (sc)
Clopidogrel 1x75 mg
Atorvastatin 1x40 mg
Inj. Ranitidin 2x1 amp

FOLLOW UP
FOLLOW UP

Tan

ggal
10/1 -Nyeri dada

2/20 berkurang,
-Sesak napas
15
berkurang,
-Badan masih

Komposme

A
-

ntis

T: 120/70
mmHg

O2 nassal canul 3L/menit


IVFD RL 20 tpm
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Lovenox 2x0,4 cc (sc)
Clopidogrel 1x75 mg

terasa lemah,
-Demam (-),
-BAK & BAB
lancar,
-Nafsu makan

84x/menit
-

S: 36,5 C

P: 22

(+),
-Agak sulit
-

tidur
11/1 -Nyeri dada (-),
-Sesak napas
2/20
(-),
15
-Demam (-),
-BAK & BAB

12/1

N:

Komposme

ntis

T: 110/70
mmHg

(+).

S: 36,3 C

P: 20

N:
80x/menit

x/menit
Pasien diperbolehkan pulang

2/20
15
-

Simvastatin 1x20 mg
Ranitidin 2x1 tab
Alprazolam 1x0,5 mg
-

O2 nassal canul 3L/menit


IVFD RL 20 tpm
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Lovenox 2x0,4 cc (sc)
Clopidogrel 1x75 mg
Simvastatin 1x20 mg
-

x/menit

lancar,
-Nafsu makan

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien mengalami angina


pektoris tidak stabil dan dispepsia. Diagnosis angina pektoris tidak stabil
ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri dada
semakin memberat, lebih sering, timbul ketika pasien sedang beristirahat,
dimana sebelumnya nyeri dada dirasakan timbul ketika pasien melakukan
aktifitas berat dan hilang ketika pasien beristirahat. Hal ini sesuai dengan
salah satu kriteria angina tak stabil yaitu angina yang semakin bertambah
berat, sebelumnya didahului oleh angina stabil, lalu serangan angina
timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
presipitasi makin ringan. Dispepsia ditegakkan berdasarkan keluhan yang
dialami pasien yaitu terdapat nyeri ulu hati dan pada pemeriksaan fisik
abdomen didapatkan nyeri tekan pada epigastrium yang positif.
-

Dari anamnesis didapatkan pasien jarang berolahraga dan sering


mengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan. Hal Ini merupakan salah
satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terbentuknya plak di arteri
koroner. Dari pemeriksaan EKG, didapatkan gambaran T inverted di V1V6 dan ST depresi di V6. Adanya gambaran T inverted tanpa ST elevasi,
maka diagnosa pasien kemungkinan UAP atau NSTEMI. Pemeriksaan
petanda biokimia jantung diperlukan untuk membedakan keduanya. Pada
pasien ditemukan kadar TPI (-) sehingga diagnosa NSTEMI dapat
disingkirkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar, T. Bahri. Penyakit jantung koroner dan hypertensi. Medan: USU;


2004.
2. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome without ST
elevation : implementation of new guidelines.Lancet 2001;358:1533-8.
3. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2015
Dec Available from URL : http://www.who.int/cardiovasculardiseases/
cvd_14_deathHD.pdf
4. Rahman AM. Angina Pektoris Stabil. Dalam : Sudoyo AW, Setiuohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Penerbit FK UI,2006. Jakarta: p.1611.
5. Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S,
Bambang S, Idrus A, Marcelius S.K, Siti S.S (Editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.Penerbit FK UI 2006. Jakarta. P.1606-8.
6. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. A classification of unstable angina
revisited. Availavle from URL: http://circ.ahajournals.org/content/102/1/118.
7. R B Guthrie, Z Vlodaver, D M Nicoloff, J E Edwards. Pathology of stable
and
unstable
angina
pectoris.
Available
from
URL:
http://circ.ahajournals.org/content/51/6/1/1059.
8. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC
Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 15 Dec
2015. Avalaible form: http://www.escardio.org/guidelines-surveys/escguidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx
9. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku pandauan kursus
bantuan hidup Tantung lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support). Ed
2013. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
(PERKI). 2013
10. Anwar TB. Nyeri dada. Universitas Sumatera Utara: e-USU Repository;
2004.
11. Barriento, Aida Suarez; Romero, Pedro Lopez; Vivas, David and et al.
Circadian Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011.
Accessed 15 Dec 2015. Avalaibale form: http://www.suc.org.uy/
correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-CircadianVariations.pdf
-

Anda mungkin juga menyukai