Penatalaksanaan Abses Septum Nasi Odontogenik
Penatalaksanaan Abses Septum Nasi Odontogenik
ODONTOGENIK
Rini Rahma Wulandari, Puspa Zuleika
Bagian IKTHT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya /
Departemen KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang
Abstrak
Abses septum nasi adalah kumpulan pus yang terbentuk diantara kartilago septum
dengan mukoperikondrium atau diantara tulang septum dengan mukoperiosteum.
Abses septum nasi jarang ditemukan dan biasanya terjadi pada laki-laki. Salah
satu penyebab abses septum adalah infeksi gigi, walaupun kasusnya sangat jarang
ditemukan. Diagnosis abses septum nasi ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Abses septum merupakan kasus
yang harus segera ditangani karena komplikasinya dapat berat. Penatalaksanaan
berupa aspirasi jarum, insisi dan drainase abses disertai pemberian antibiotik
spektrum luas.
Dilaporkan satu kasus abses septum pada wanita usia 63 tahun sebagai
akibat penyebaran infeksi gigi, yang telah dilakukan aspirasi, insisi dan drainase
dengan anestesi lokal juga telah diberikan antibiotik intravena dan ekstraksi
ganggren radiks.
Kata kunci : abses septum nasi, infeksi gigi, tatalaksana
Abstract
A nasal septal abscess is defined as a collection of pus between the cartilage and
its mucophericondrium or bony septum with its mucoperiosteum. Nasal Septal
abscess is rare and usually occurs in man. A dental infection is one cause of the
nasal septum abscess, although the cases are rare. Diagnosis is based on history,
physical examination and additional evaluation. Nasal septal abscess is an
emergency case that should treat rapidly. The management of abscess is needle
aspiration, incision, drainage and board spectrum antibiotics.
It was reported one case of nasal septal abscess in women aged 63 years
as a result of the spread of dental infection who has been performed with needle
aspiration, incision and drainage under local anesthesia and also been given
intravenous antibiotics and radicular gangrene extraction.
Key words: nasal septal abscess, tooth infection, management
PENDAHULUAN
1
1-6
satu kasus emergensi yang jarang terjadi. 1,4 Abses septum ini paling sering
menyebabkan hancurnya kartilago septum selain hematom septum. Septum nasi
merupakan struktur dari hidung yang sangat penting, dimana hancurnya kartilago
septum baik sebagian maupun komplit dapat mempengaruhi fungsi dan bentuk
dari hidung.7
Penyebab abses septum nasi yang paling sering (75%) adalah trauma,
dapat juga terjadi sebagai akibat infeksi sinus (etmoiditis dan sfenoiditis),
vestibulitis, furunkulosis, dan infeksi gigi walaupun jarang terjadi. Penyebab lain
yang pernah dilaporkan adalah pasien dengan status imunologi yang rendah
(immunocompromised).1-5,8,9 Gejala abses septum adalah hidung tersumbat
biasanya bilateral, nyeri yang hebat dan terlokalisir pada hidung, lunak pada
puncak hidung, perubahan warna merah atau kebiruan pada mukosa septum, serta
gejala lain seperti demam dan sakit kepala.4,9,10
Penatalaksanaan abses septum ini adalah dengan aspirasi jarum yang
dilanjutkan dengan insisi dan drainase serta pemberian antibiotik spektrum luas
secara parenteral. Abses septum harus segera diobati sebagai kasus darurat karena
komplikasinya dapat berat, yaitu dalam waktu yang tidak lama dapat
menyebabkan nekrosis pada tulang rawan septum sehingga menimbulkan
deformitas berupa hidung pelana, retraksi kolumela, dan pelebaran dasar hidung.
Komplikasi lain juga dapat terjadi seperti infeksi intrakranial, trombosis sinus
kavernosus, selulitis dan abses orbita.1,4-6
KEKERAPAN
Abses septum jarang ditemui dan biasanya terjadi pada laki-laki. Sebanyak
74% mengenai umur dibawah 31 tahun, dan 42 % mengenai umur diantara 3-14
tahun.11,12 Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada bagian anterior
kartilago septum, walaupun pernah juga ditemukan pada posterior septum
nasi.1,2,12
Suatu
penelitian
yang
dilakukan
Jalaludin
dari
departemen
otorinolaringologi Kuala Lumpur dari bulan Juni tahun 1981 sampai Juni 1991
melaporkan sebanyak 14 kasus abses septum dimana 71,4% laki-laki dan 28,6%
perempuan. Rentang usia 6-55 tahun dengan rata-rata usia 25,8 tahun, dimana
43% terjadi pada usia 16-35 tahun. Etiologi yang terbanyak adalah faktor trauma
85,7%, sinusitis kronis dan vestibulitis masing-masing sebanyak 7,15%.13
Abses septum sebagai akibat penyebaran dari infeksi gigi sangat jarang
terjadi. Pada tahun 1982 da Silva dkk melaporkan dua pasien abses septum
sebagai komplikasi infeksi gigi.5 Ozan dkk pada tahun 2006 melaporkan satu
kasus sebagai komplikasi perawatan akar gigi. 1 Abses septum nasi di RSCM
dilaporkan sebanyak 9 kasus selama 5 tahun (1989-1994). Bagian THT FKUSU/RSUP H. Adam Malik selama tahun 1999-2004 mendapatkan 5 kasus. 12
Berdasarkan data rawat inap pasien THT di rumah sakit dr. Mohammad Hoesin
Palembang, didapatkan 3 kasus abses septum nasi dalam 2 tahun (2010-2012).
ANATOMI
Septum nasi adalah struktur garis tengah bidang sagital yang membagi
hidung menjadi dua rongga yang berbentuk kubah. Tebal septum nasi secara
normal 2-4 mm yang sekaligus menjadi dinding medial dari kavum nasi. Septum
nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang yang membentuk
septum adalah lamina perpendikularis os etmoid, os vomer, krista nasalis os
maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago
septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela. Septum nasi dilapisi oleh
perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang,
sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian terbesar dari septum
nasi dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid posterior dan kartilago
septum anterior.11, 14-16
Lamina perpendikularis os etmoid membentuk sepertiga atas atau lebih
septum nasi, berhubungan dengan bagian horizontal os etmoid yang bagian
bawahnya bertumpu pada os vomer. Di bagian anterior dan superior berhubungan
dengan os frontal dan os nasal, di posterior berhubungan dengan tonjolan os
sfenoid, di postero-inferior dengan os vomer dan antero-inferior dengan kartilago
septum. Os vomer terletak di septum nasi bagian posterior dan inferior. Dibagian
superior membentuk sendi os sfenoid dan lamina perpendikularis os etmoid, dan
di bagian inferior dengan krista nasalis os maksila dan os palatina. Krus medial
dari kartilago alar mayor dan prosesus nasal bawah (krista) maksila membentuk
bagian anterior septum.14,16,17
Kartilago septum nasi merupakan sekeping tulang rawan tunggal yang
berbentuk quadrilateral sebagai bagian anterior inferior septum nasi. Dibelakang
bersatu dengan bagian tulang septum dan lamina perpendikularis os etmoid,
bagian bawahnya bertumpu pada lekukan os vomer, krista maksila dan spina
maksila. Periosteum dan perikondrium dari tulang rawan septum dihubungkan
oleh jaringan penghubung yang dibentuk oleh ligamentum yang memungkinkan
terjadinya gerakan dari tulang tersebut.17
Perdarahan hidung sebagian besar berasal dari arteri karotis eksterna dan
interna. Arteri sfenopalatina (cabang dari arteri maksilaris dan arteri karotis
eksterna) dan arteri palatina desendens memperdarahi bagian posteroinferior
septum sedangkan bagian anterosuperior septum dan dinding lateral memperoleh
perdarahan dari arteri etmoidalis anterior dan posterior. Arteri palatina mayor
(juga cabang arteri maksilaris) melalui kanalis insisivus menyuplai darah ke
bagian anteroinferior. Cabang arteri labialis superior (cabang arteri fasialis)
menyuplai bagian anterior tuberkel septum. Pada bagian kaudal septum yatiu tepat
di belakang vestibulum terdapat pleksus Kiesselbach yang merupakan anstomosis
dari arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior dan arteri palatina mayor. Venavena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arteri. Vena pada vestibulum dan struktur luar hidung mempunyai hubungan
dengan sinus kavernosus melalui vena oftalmika superior. 11, 16-18
ANATOMI GIGI
Regio dentoalveolar dikelilingi oleh sinus maksila dan dasar cavum nasi di
bagian atasnya serta mandibula dibagian bawahnya. Anatomi dasar gigi terdiri
dari bagian mahkota dan akar. Bagian mahkota terlihat dalam mulut, sedangkan
bagian akar terbenam di dalam tulang rahang dan gusi. Secara makroskopis
bagian mahkota gigi terdiri dari enamel/email dan dentin, sedangkan bagian akar
gigi terdiri dari sementum dan rongga pulpa yang berisi tanduk pulpa, ruang
pulpa, saluran pulpa serta foramen apikal. Setiap gigi memiliki satu sampai tiga
akar gigi, masing-masing memiliki beberapa permukaan berbeda tergantung posisi
dari akar gigi tersebut, antara lain sisi bukal, fasial, palatal, labial, insisal dan
lingual. Bagian akar gigi yang mengalami infeksi akan menyebar ke daerah
permukaan gigi yang ada di dekatnya.19
ETIOLOGI
Penyebab abses septum nasi sangat banyak antara lain trauma, penyebaran
infeksi dari sinusitis etmoid, sinusitis spenoid, infeksi gigi, komplikasi operasi
hidung, vestibulitis dan furunkulosis, juga ditemukan pada pasien dengan status
imunologi yang rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jalaludin MAB
5
7%
abses
septum
disebabkan
trauma
akibat
tindakan
septomeatoplasti.3
Pang KP dan Seth DS tahun 2002 melaporkan satu kasus abses septum
nasi pada anak usia 12 tahun sebagai komplikasi dari speno-etmoiditis akut. 20
Walaupun jarang terjadi, penyebaran akibat infeksi gigi juga pernah dilaporkan
oleh Da Silva dkk pada tahun 1982 pada dua pasien dengan abses septum nasi. 5
Ozan, Polat dan Heler tahun 2006 juga melaporkan satu kasus abses septum nasi
yang disebabkan penjalaran infeksi gigi.1
Penyebab lain abses septum nasi adalah vestibulitis, furunkulosis dan
status imunitas tubuh yang rendah (immunocompromised). Dinesh R dkk pada
tahun 2011 dari rumah sakit Taiping Perak Malaysia melaporkan 3 kasus abses
septum nasi non trauma pada penderita diabetes melitus. 2 Sedangkan Salam B dan
Camilleri A tahun 2008 melaporkan satu kasus abses septum nasi non trauma pada
pasien dengan imunokompeten di rumah sakit universitas Manchester United
Kingdom.4
Organisme yang paling sering menyebabkan abses septum nasi yang
didapatkan dari hasil kultur pus adalah Staphylococcus aureus. Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus milleri, Streptococcus viridans, Staphylococcus
epidermidis, Haemophilus influenza dan organisme anaerob juga didapatkan dari
hasil kultur mikroorganisme.2,3,5-7,12,20 Penelitian Tavares dkk (2002) melaporkan
sebanyak 42,9% dari hasil kultur adalah Stafilokokus aureus, selain itu juga
ditemukan bakteri Streptokokus viridan (21,4%), Enterokokus fekalis (7,1%) dan
Streptokokus piogens (7,1%).21
PATOFISIOLOGI
jaringan septum nasi yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas dan retraksi
yang menimbulkan kontraktur septum nasi.3
Infeksi dari sinus menyebar secara langsung sepanjang permukaan
jaringan. Lamina perpendikularis os etmoid merupakan jalan masuk langsung bila
terdapat infeksi dari sinus frontal dan sfenoid ke etmoid kemudian ke septum
hidung. Peter Pang mempercayai bahwa sfenoiditis akut dapat menyebabkan
abses septum nasi melalui perluasan langsung subperiosteal dari permukaan
anterios os sfenoid, bidang periosteum dari vomer dengan lamina perpendikularis
os etmoid ke permukaan subperikondrial dari kartilago quadrilateral. Selain itu
mekanisme lain yang mungkin menjadi penyebab adalah penyebaran langsung
melalui
fisura
tulang,
deformitas
tulang
kongenital,
atau
melalui
abses
septum
nasi
ditegakkan
keluhan
hidung
tersumbat
nasi.
ditanyakan
Oleh
karena
itu
perlu
kemungkinan-kemungkinan
trauma,
adanya
gejala-gejala
sinusitis,
riwayat
penyakit
atau
tindakan
sebelumnya. 2,9,12,15,20
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak hidung bagian luar (apeks nasi)
hiperemis, edema, dan kulit mengkilat serta nyeri pada sentuhan. Rinoskopi
anterior tampak pembengkakan septum nasi baik unilateral maupun bilateral
terutama pada bagian anterior dengan warna yang bervariasi dari abu-abu sampai
ungu kemerahan, pada sentuhan terasa lunak, perabaan menggunakan benda
tumpul pembengkakan terasa fluktuatif. Pemberian kapas yang dibasahi dengan
solutio tetrakain efedrin 1% tidak mengempis.3,9,26 Selain itu juga diperiksa nyeri
tekan pada sinus, keadaan gigi-geligi dan pemeriksaan lain yang berhubungan
dengan kemungkinan penyebab abses septum nasi.12,24,25 Tindakan aspirasi berguna
untuk membantu menegakkan diagnosis dan pemeriksaan kultur, selain itu juga
dapat mengurangi tekanan dalam abses dan mencegah terjadinya infeksi
intrakranial.6,12,24
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari penyebab abses septum
nasi yang akan berkaitan dengan terapi, juga untuk melihat sejauh mana terjadinya
komplikasi. Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah laboratorium, foto toraks,
foto sinus paranasal dan kultur resistensi pus. Selain itu dapat dilakukan
pemeriksaan tomografi komputer daerah sinus untuk mendeteksi adanya abses
septum nasi.3,12,24,25
Diagnosis infeksi gigi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat
penyakit gigi atau periodontal. Gigi sensitif terhadap panas dimana nyeri
berkurang dengan dingin, nyeri gigi saat diperiksa. Adanya gigi yang goyang,
kantong periodontal, gingival edema, gigi yang rusak (gangren). Pada
pemeriksaan radiografi (periapikal) ditemukan adanya perluasan dari membran
periodontal. Foto panoramik ditemukan osteitis, kista radikuler atau lusen pada
periapikal gigi. Pembengkakan daerah muka, bibir dan dasar mulut pada kasus
dengan infeksi yang meluas. Riwayat sakit gigi sebelumnya, cabut gigi dan
operasi daerah mulut.23
KOMPLIKASI
Keterlambatan dalam mendiagnosis dan tatalaksana menyebabkan
peningkatan angka kejadian komplikasi yang serius. Komplikasi dari abses
septum nasi dapat berupa estetik maupun intrakranial. Komplikasi estetis berupa
deformitas hidung (saddle nose) yang merupakan komplikasi paling sering terjadi.
Hal ini disebabkan kerusakan yang berat dari rangka tulang hidung. Kartilago
septum nasi mangalami nekrosis dikarenakan terganggunya aliran darah akibat
vaskulitis trombosis. Cairan pus memisahkan mukoperikondrium dari kartilago,
menyebabkan nekrosis iskemik, diikuti lisis oleh bakteri. Kartilago yang hancur
diganti dengan jaringan fibrotik yang dapat membentuk jaringan parut yang
kemudian menyebabkan kontraksi yang asimetris sehingga menimbulkan gejala
hidung buntu. Hilangnya penyangga dari dorsum nasi dapat menyebabkan
deformitas berupa hidung pelana (saddle nose). Pada anak-anak komplikasi ini
dapat mempengaruhi perkembangan wajah, karena kartilago berguna untuk
menunjang hidung dan perkembangan wajah 4,5,9,20
Banyaknya aliran limfatik perineural pada dasar tengkorak bagian anterior
dan tidak adanya katup pada sistem vena antara vena angularis dan sinus
kavernosus melalui vena oftalmika dapat mempermudah penyebaran infeksi ke
intrakranial menyebabkan trombosis sinus kavernosus, meningitis, abses otak dan
empiema subaraknoid. Penyebaran infeksi ke daerah yang berdekatan seperti mata
dan sinus paranasal yang menyebabkan selulitis orbita dan abses.4,5,9
PENATALAKSANAAN
Abses septum nasi merupakan kasus emergensi yang harus ditangani
sesegera mungkin. Pertama kali disarankan untuk melakukan aspirasi jarum
sebelum melakukan insisi dan drainase abses, kemudian dikirim untuk pewarnaan,
kultur dan resistensi tes. Langkah selanjutnya adalah insisi dan drainase. Beberapa
10
A
B
Gambar 3. A) Tehnik insisi abses septum, B)
Pemasangan drain Penrose
15
Pemberian antibiotik spektrum luas untuk gram positif dan gram negatif
serta kuman anaerob dapat diberikan secara parenteral. Sebelum
diperoleh hasil kultur dan tes resistensi dianjurkan untuk pemberian
preparat penisilin intravena dan terapi terhadap kuman anaerob. Pada
kasus tanpa komplikasi, terapi antibiotik parenteral diberikan selama 35 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral selama 7-10 hari. Bila
terjadi destruksi kartilago septum nasi maka rekonstruksi harus segera
dilakukan untuk mempertahankan punggung septum nasi dan mukosa
septum, menghindari perforasi dan mencegah kelainan perkembangan
muka. Selain itu sumber infeksi abses septum nasi juga harus
diobati.4,5,7,9
11
efektifitas
melawan
bakteri
anaerob
dapat
digunakan
metronidazol.22
Bila terjadi perforasi septum nasi dan deformitas pelana kuda yang
diakibatkan hilangnya kartilago septum nasi maka dapat dilakukan
rekonstruksi dengan tandur tulang rawan tragus, konka aurikula atau
tulang iga autolog. Diameter tulang rawan septum nasi yang hilang
harus diperkirakan secara cermat. Jika jumlah kartilago yang
diperlukan untuk rekonstruksi terlalu besar, sebaiknya digunakan
kartilago dari tulang iga. Kartilago konka aurikula dapat digunakan
untuk anak-anak dimana lebih sedikit tulang rawan yang diperlukan.
Tandur
tulang
rawan
distabilkan
dan
difiksasi
pada
pelat
implantasi,
tandur
difiksasi
diantara
lapisan
12
Seorang wanita 63 tahun berasal dari luar kota datang ke poliklinik THT
RSMH Palembang tanggal 4 Januari 2012 dengan keluhan utama benjolan
kemerahan di lubang hidung kanan dan kiri disertai keluhan tambahan nyeri
seperti berdenyut di puncak hidung. Anamnesis didapatkan lebih kurang dua
minggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasa timbul benjolan di kedua
lubang hidung terutama bagian dasar hidung. Mula-mula ukurannya kecil yang
semakin lama semakin besar meluas ke daerah antara hidung dan juga bibir
bagian atas. Benjolan membesar sampai menyumbat hidung, berwarna kemerahan
serta nyeri (gambar 4). Lima hari sebelum masuk rumah sakit bengkak meluas ke
batang hidung serta pipi kanan dan kiri. Jika pasien memencet hidungnya maka
keluar nanah berwarna kuning encer yang mengalir ke mulut melalui gusi gigi
depan atas kanan dan kiri. Riwayat trauma, mencabut bulu hidung, dan infeksi di
hidung disangkal. Riwayat sering sakit gigi dan timbul benjolan di sudut bibir atas
dengan hidung 1 bulan yang lalu, benjolan pecah dan mengalir nanah melalui gusi
gigi bagian atas depan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 90 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 37C.
Dari pemeriksaan THT didapatkan telinga kanan dan kiri lapang, membran telinga
intak, dan refleks cahaya baik. Pada pemeriksaan fisik hidung luar terdapat
deformitas pada hidung berupa pembengkakan pada apeks nasi dan dorsum nasi.
Rinoskopi anterior tampak kavum nasi dekstra dan sinistra sempit, bengkak
berwarna merah pada kedua sisi septum nasi bagian inferior dan terasa nyeri. Pada
waktu perabaan terdapat fluktuasi pada daerah yang bengkak (gambar 4). Pasase
kedua cavum nasi tidak ada. Rhinoskopi posterior dalam batas normal.
Pemeriksaan rongga mulut didapatkan adanya fisura pada gusi rahang atas
bagian depan mulai dari pertengahan rahang atas sampai di atas gigi insisivus
kiri, juga di atas gigi kaninus kanan. Dari fisura tersebut keluar nanah encer
berwarna kuning kehijauan. Gigi geligi dijumpai gangren radiks pada gigi
insisivus dan kaninus rahang atas kanan dan kiri, molar 2 kanan atas, dan molar 1
kiri atas (gambar 5). Tonsil dan dinding belakang faring tidak dijumpai kelainan.
13
Gambar
septum nasi
4.
Abses
Dilakukan aspirasi pada kavum nasi kiri di bagian yang paling fluktuasi,
didapatkan pus 3,5 cc (gambar 6). Aspirasi juga dilakukan pada kavum nasi kanan
didapatkan pus campur darah 1 cc. Pus lalu dikirim ke laboratorium untuk
pemeriksaan kultur dan resistensi tes. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik pasien didiagnosis dengan abses septum nasi dextra sinistra. Pasien
disarankan untuk dirawat, serta persiapan untuk insisi abses dengan anestesi lokal.
Pasien diterapi dengan pemberian cairan infus ringer laktat 20 tetes permenit,
antibiotik ceftriakson 2x1 gr intravena, metronidazol 3x500mg intravena, asam
mefenamat 3x500mg peroral dan obat kumur antiseptik. Dilakukan pemeriksaan
darah, foto toraks dan foto sinus paranasal. Pasien direncanakan untuk konsul
bagian penyakit dalam untuk persiapan insisi serta konsul bagian gigi dan mulut
untuk mencari fokal infeksi.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 4 Januari 2012
didapatkan Hb: 12,3 g/dl, leukosit: 8.800/mm3, trombosit: 527.000/mm3, waktu
perdarahan: 3 menit, waktu pembekuan: 10 menit, gula darah sewaktu: 64 mg/dl.
Hasil foto toraks didapatkan kesan kardiomegali dan hasil foto sinus paranasal
tidak dijumpai kelainan pada sinus paranasal, septum nasi intak. Hasil konsultasi
dengan bagian penyakit dalam pasien dengan diagnosis hipertensi derajat 2
dengan hipertensi heart disease (HHD) kompensata, diberikan captopril 3x25 mg
dan clobazam 1x10mg.
Satu hari setelah dirawat dilakukan insisi abses dengan anestesi lokal.
Insisi secara vertikal dilakukan didaerah yang paling fluktuatif pada septum nasi
kiri sedekat mungkin dengan dasar hidung, lalu insisi diperdalam dengan klem.
Dilakukan evakuasi pus dan bekuan darah sebanyak 5cc. Jaringan nekrotik
dikeluarkan sampai bersih. Dilakukan penekanan abses septum kanan ke arah kiri,
14
dijumpai saluran antara septum kanan dan kiri yang ditandai dengan keluarnya
pus dari septum kiri saat septum nasi kanan ditekan. Kemudian kartilago septum
dievaluasi dan ditemukan adanya nekrosis dan destruksi. Dilakukan insisi pada
septum nasi kanan juga agar evakuasi pus dan jaringan nekrotik dapat dilakukan
sebersih mungkin. Dipasang drain karet dari kedua insisi dan tampon hidung
anterior kearah septum pada kedua kavum nasi (gambar 7).
Hasil foto ronsen panoramik didapatkan kesan berupa sisa akar gigi
insisivus rahang atas, tampak gambaran kista radikuler pada insisivus 2 rahang
atas sebelah kiri, insisivus 1, 2 dan kaninus rahang atas sebelah kanan. Hasil
konsultasi dengan bagian gigi dan mulut didapatkan fokal infeksi berupa gangren
radiks pada gigi insisivus, kaninus kanan dan kiri rahang atas, molar 2 kanan atas
dan molar 1 kiri atas, saran untuk dilakukan ekstraksi gangren.
Empat hari setelah insisi dan drainase abses septum nasi tampon dilepas,
tampak septum nasi hiperemis, bengkak minimal dan tidak fluktuatif. Tampon
anterior dipasang kembali pada kedua kavum nasi, obat-obat sebelumnya
dilanjutkan. Hari keenam pasca insisi dan drainase abses, drain dilepas tampon
anterior dilepas. Tampak kavum nasi dekstra dan sinistra lapang, konka inferior
eutropi, septum nasi hiperemis minimal, tidak dijumpai pembengkakan dan
perforasi. Tampon anterior dipasang kembali, terapi dilanjutkan. Pada hari ketujuh
mulai dilakukan ekstraksi gangren radiks secara bertahap sampai gigi gangren
habis. Pada hari keempat belas pasien sudah diperbolehkan untuk rawat jalan
dengan terapi pemberian antibiotik klindamisin 3x300 mg selama tujuh hari.
Hasil kultur resistensi didapatkan Staphylococcus aureus yang sensitif
dengan sefotaksim, amikasin, gentamisin dan klindamisin. Satu minggu setelah
dirawat, pasien kontrol ulang ke poliklinik THT RSMH Palembang, tidak ada lagi
15
Gambar 6. Komplikasi berupa hidung pelana dan mukosa ginggiva yang kembali normal.
DISKUSI
Dilaporkan satu kasus abses septum nasi sebagai komplikasi infeksi gigi
pada seorang wanita berusia 65 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Jalaludin dari departemen otorinolaringologi Kuala Lumpur dari bulan Juni tahun
1981 sampai Juni 1991 dilaporkan sebanyak 14 kasus abses septum dimana 71,4%
laki-laki dan 28,6% perempuan. Rentang usia 6-55 tahun dengan rata-rata usia
25,8 tahun, dimana 43% terjadi pada usia 16-35 tahun. 13 Abses septum nasi
sebagai akibat penyebaran infeksi gigi sangat jarang terjadi, Da Silva dkk 5 pernah
melaporkan dua kasus abses septum nasi dan Ozan dkk 1 melaporkan satu pasien
abses septum nasi sebagai komplikasi infeksi gigi. Infeksi gigi dapat mencapai
septum melalui perluasan langsung. Lokasi anatomis yang berdekatan antara gigi
insisivus atas (regio maksila) dengan dasar hidung menjelaskan bahwa abses dari
gigi insisivus atas sentral dapat meluas dan menonjol ke dasar hidung.23
Anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah benjolan kemerahan
di bagian tengah hidung kanan dan kiri disertai nyeri di puncak hidung, hidung
tersumbat, demam dan sakit kepala. Gejala tersering abses septum nasi adalah
hidung tersumbat yang progresif disertai nyeri berdenyut di puncak hidung, lesu,
16
demam, sakit kepala dan terasa lunak pada daerah sekitar hidung. Dari anamnesis
juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, bengkak pada gusi rahang atas depan
disertai keluarnya nanah pada gusi yang bengkak tersebut satu bulan yang lalu.
2,9,12,15,20,26
didapatkan adanya riwayat penyakit gigi, gingival edema atau gigi yang rusak
(gangren). Pada kasus dengan infeksi yang meluas ditemukan adanya
pembengkakan daerah muka, bibir dan dasar mulut. 1,5,22,23
Pada pemeriksaan fisik hidung luar terdapat deformitas pada hidung
berupa pembengkakan pada apeks nasi dan dorsum nasi. Rinoskopi anterior
tampak kavum nasi dekstra dan sinistra sempit, bengkak berwarna merah pada
kedua sisi septum nasi bagian inferior. Pada waktu perabaan terdapat fluktuasi dan
terasa nyeri pada daerah yang bengkak. Pada pemeriksaan daerah rongga mulut
dijumpai fisura di gingiva rahang atas bagian anterior. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan bahwa pada abses septum nasi ditemukan deformitas pada hidung
luar disertai pembengkakan septum nasi baik unilateral maupun bilateral terutama
pada bagian anterior dengan warna bervariasi dari abu-abu sampai ungu
kemerahan, pada perabaan terasa lunak dan fluktuatif.
3,9,12,24
17
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ozan F, Polat S, Yeler H. Nasal septal abscess caused by dental infection:
A case report. The internet journal of otorhinolaryngology. 2006. Vol 4. No
2.
2. Dinesh R, Avatar S, et al. Nasal septal abscess with uncontrolled diabetes
mellitus. Case report. Med J Malaysia. 2011. Vol 66. No.3. p:253-254.
3. Lo SH, Wang PA. Nasal septal abscess as a complication of laser inferior
turbinectomy. Original article. Chang Gung Med J. 2004. Vol 27 (5). p:
390-392.
4. Salam B, Camilleri A. Non-traumatic nasal septal abscess in an
immunocompetent patient. Case report-rhinology. 2009. Vol 47. P:476477.
5. Da Silva M et al. Nasal septal abscess of dental origin. Arch otolaryngol.
1982. Vol 108. p: 380-381.
6. Canty PA, Berkowitz RG. Hematoma and abscess of the nasal septum in
children. Arch otolaryngol head and neck surg. 1996. Vol 122. p:13731376.
19
21
22
23
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai
hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur
periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3)
jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah
operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh
sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal
(Karasutisna, 2001). Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi
yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian
akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi
(nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara
cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk
ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar
progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang
nekrosis tersebut (Cilmiaty, 2009).
berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut;
(2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya
bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty,
2009). Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola
patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi
mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat
(Soemartono, 2000).
Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam
tulang alveolar yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian
menyebar keluar setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang
subperiosteal. Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana pus
dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal.
Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke
berbagai arah melalui jaringan lunak.
25
Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang
atas dianggap bertanggung jawab atas penyebaran nanah
ke arah palatal
Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak
dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan
suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat
proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh
bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan
mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal.
Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher dan akar. Mahkota gigi menjulang di
atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat
dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat
rongga pulpa. Gigi seri tengah rahang atas biasanya gigi yang paling terlihat,
karena mereka adalah bagian tengah atas dua gigi di bagian depan mulut, dan
mereka berada mesial dengan panjang keseluruhan maxillary lateral yang
incisor.The dari rahang atas gigi insisivus sentralis gugur adalah 16 mm pada
Rata-rata, dengan mahkota yang 6 mm dan akar menjadi 10 mm [17]
dibandingkan dengan maksila sentral permanen insisivus, rasio panjang akar
dengan panjang mahkota. lebih besar pada gigi sulung. Diameter mahkota
mesiodistally lebih besar dari panjang cervicoincisally, yang membuat gigi
tampak lebih luas daripada tinggi dari sudut pandang labial.
The maxillary central incisors are usually the most visible teeth, since they are the
top center two teeth in the front of a mouth, and they are located mesial to the
maxillary lateral incisor.The overall length of the deciduous maxillary central
incisor is 16 mm on average, with the crown being 6 mm and the root being
10 mm.[17] In comparison to the permanent maxillary central incisor, the ratio of
the root length to the crown length is greater in the deciduous tooth. The diameter
of the crown mesiodistally is greater than the length cervicoincisally, which makes
the tooth appear wider rather than taller from a labial viewpoint.
The permanent maxillary central incisor is the widest tooth mesiodistally in
comparison to any other anterior tooth. It is larger than the neighboring lateral
incisor and is usually not as convex on its labial surface. As a result, the central
incisor appears to be more rectangular or square in shape. The mesial incisal angle
is sharper than the distal incisal angle. When this tooth is newly erupted into the
mouth, the incisal edges have three rounded features called mammelons. [18]
Mammelons disappear with time as the enamel wears away by friction.
Maxillary lateral incisor
Main article: Maxillary lateral incisor
26
The maxillary lateral incisor is the tooth located distally from both maxillary
central incisors of the mouth and mesially from both maxillary canines.
Maxillary canine
Main article: Maxillary canine
The maxillary canine is the tooth located laterally from both maxillary lateral
incisors of the mouth but mesially from both maxillary first premolars. It is the
longest tooth in total length, from root to the incisal edge, in the mouth.
INTERNAL CAROTID A.
Ant. Etmoid a.
Post.etmoid a.
Dorsal nasal a.
Kieselbach
Collumellar a.
Sup labial a.
Sphenopalatina a.
27
Facial a.
Internal maxillary a.
EXTERNAL CAROTID A.
Persarafan
Bagian anterior dan superior rongga hidung mendapat persarafan sensoris
dari nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris
yang berasal dari nervus oftalmikus (n.V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian
besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion
sfenopalatinum.22,23,25
Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion
ini menerima serabut sensoris dari nervus maksila (n.V-2), serabut parasimpatis
dari nervus petrosus profundus. Disamping mempersarafi hidung, ganglion
sfenopalatina mempersarafi kelenjar lakrimalis dan palatum 24,21
28