Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus bukan merupakan penyakit spesifik; agaknya, hidrosefalus ini
menggambarkan kelompok keadaan yang beragam yang merupakan akibat dari
terganggunya sirkulasi dan absorpsi CSS atau, pada keadaan yang jarang, akibat dari
meningkatnya produksi oleh papilloma pleksus koroid(Behrman, Kliegman , & Arvin,
2000). Hidrosefalus merupakan keadaan yang disebabkan gangguan keseimbangan
antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel otak. Jika
produksi CSS lebih besar daripada absorpsi, CSS akan terakumulasi dalam sistem
ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi asi
ventrikel(Wong, 2008).
Hidrosefalus adalah suatu keadaan dimana patologis otak yang dapat
mengakibatkan gangguan dari cairan serebrospinalis yang berubah menjadi banyak,
disebabkan oleh karena obstruksi aliran cairan serebrospinalis (CSS), gangguan
absorpsi dan atau produksi cairan serebrospinalis yang sangat berlebihan. Terjadinya
gangguan cairan serebrospinalis dapat diakibatkan oleh kemungkinan beberapa hal, di
antaranya malformasi vaskular, abses, perdarahan, keradangan otak, dan lain
sebagainya(Hidayat,

2008).

Hidrosefalus

merupakan

penumpukan

cairan

serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak; walaupun
pada kasus hidrosefalus eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam
rongga araknoid (Nurarif & Kusuma, 2015).
2.2 Jenis Hidrosefalus
Ada beberapa istilah dalam klasifikasi hidrosefalus menurut Satyanegara
(2010) dalam (Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:
1. Hidrosefalus interna: menunjukkan adanya dilatasi ventrikel.
2. Hidrosefalus eksternal: cenderung menunjukkan adanya pelebaran rongga
subarachnoid di atas permukaan korteks.
3. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan hidrosefalus dimana ada hubungan
antara sistem ventrikel dengan rongga subarachnoid otak dan spinal.
4. Hidrosefalus nonkomunikans bila ada blok di dalam sistem ventrikel atau
salurannya ke rongga subarachnoid.
2.3 Etiologi Hidrosefalus

Hidrosefalus dapat terjadi karena gangguan sirkulasi likour di dalam sistem


ventrikel atau oleh produksi berlebihan likour. Hidrosefalus obstruksi atau
nonkomunikans terjadi bila sirkulasi likour otak terganggu, yang kebanyakan
disebabkan oleh stenosis akuaduktus Sylvius, Atresia foramen magendi dan luschka,
malformasi vaskuler, atau tumor bawaan. Hidrosefalus komunikans yang terjadi
karena produksi berlebihan atau gangguan penyerapan juga jarang ditemukan (Nurarif
& Kusuma, 2015).
2.4 Patofisiologi Hidrosefalus
Dua mekanisme pembentukan CSS adalah sekresi oleh pleksusu koroid dan
rabas menyerupai cairan limfatik yang berasal dari cairan ekstraselular otak. Cairan
serebrospinal bersirkulasi melalui seluruh sistem ventrikel, kemudian diabsorpsi
dalam rongga subaraknoid dengan mekanisme yang tidak sepenuhnya dipahami.
Diagnosis pranatal jelas memberikan dampak terhadap prevalensi kelahiran
hidrosefalus pada saat ini. Kemajuan teknologi dalam pemeriksaan MRI dan CT Scan
telah menghasilkan informasi yang sangat berharga tentang patofisiologi berbagi
penyakit. Hidrosefalus disebabkan oleh berbagai keadaan; hidrosefalus dapat
merupakan penyakit kongenital (gangguan perkembangan janin dalam uterus atau
infeksi intrauteri), atau didapat (neoplasma, perdarahan, atau infeksi) (Nurarif &
Kusuma, 2015).

2.5 Gambaran Pathway Hydrocephalus


-

Produksi Likour berlebih


Peningkatan resistensi aliran likour
Penekanan tekanan sinus venosa

Sakit dan nyeri kepala

Nyeri akut

Penumpukan cairan serebrospinalis


(CSS) dalam ventrikel otak secara aktif

Peningkatan TIK

HIDROSEFALUS
Berduka

Desakan pada medulla


oblongata

Desakan
pada otak mobilitas
Hambatan
selaput meningen
fisik

Gangguan mekanisme
pengaturan/persarafan
di medulla oblongata

Kulit meregang hingga


Vasokontriksi
tipis pasien tidak dapat
pembuluh darah otak
bergerak atau
(arteri otak)
menggerakkan kepala

Nausea, vomitus

Gangguan aliran
darah
Kepala
membesar
ke otak

Anoreksia

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Penurunan fungsi
Hipoksia cerebral
neurologis
Tumbuh kembang
Resiko
anak terganggu
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

Pemasangan VP Shunt

Tindakan pembedahan

Keterlambatan
Krisis pada keluarga
pertumbuhan dan
perkembangan
Kurang informasi
terhadap penyakit

Resiko infeksi
Defisiensi
pengetahuan Ansietas

Sumber:(Nurarif & Kusuma, 2015)

Desakan pada jaringan


otak

2.6 Manifestasi Klinis Hidrosefalus


A. Masa bayi, tahap awal
1. Pertumbuhan kepala cepat dan abnormal
2. Fontanel menonjol (terutama fontanel anterior) kadang-kadang tanpa
pembesaran kepala:
a. Tegang
b. Tidak berdenyut
3. Dilatasi vena-vena kulit kepala
4. Sutura terpisah
5. Tanda Macewen (bunyi perkusi: seperti pot retak)
6. Penipisan tulang tengkorak
B. Masa bayi, tahap lanjut
1. Pembesaran frontal, atau penonjolan dahi
2. Mata yang masuk ke dalam
3. Tanda Setting sun sklera terlihat di atas iris
4. Refleks pupil lamban, respons terhadap cahaya tidak sama
C. Masa bayi, umum
1. Iritabilitas (rewel)
2. Letargi
3. Bayi menangis ketika digendong atau ditimang dan diam ketika dibiarkan
berbaring tenang
4. Refleks infantil awal mungkin masih ada
5. Respons yang normalnya terjadi tidak muncul
6. Dapat memperlihatkan:
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Opistotonos (sering berlebihan)
c. Spastisitas ekstremitas bawah
d. Muntah
7. Kasus lanjut:
a. Kesulitan menghisap dan minum susu
b. Tangisan yang melengking, singkat dan bernada tinggi
c. Gangguan kardiopulmonal

D. Masa kanak-kanak
1. Sakit kepala pada saat bangun tidur, perbaikan terjadi setelah muntah atau
dalam posisi tegak
2. Papiledema
3. Strabismus
4. Tanda-tanda traktus ekstrapiramidal (mis, ataksia)
5. Iritabilitas (rewel)
6. Letargi
7. Apatis
8. Konfusi (bingung)
9. Inkoherensi
10. Muntah ((Wong, 2008).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Hidrosefalus
1 Pengukuran lingkar kepala setiap hari
2 Pertumbuhan/pembesaran kepala yang cepat
3 CT Scan, MRI, EEG
4 Isotope Ventriculograms (Nurarif & Kusuma, 2015).
2.8 Penatalaksanaan Hidrosefalus
Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested
hydrocephalus) mungkin oleh rekanalisasi ruang subarachnoid atau kompensasi
pembentukan CSS yang berkurang. Tindakan bedah belum ada yang memuaskan
100%, kecuali bila bila penyebabnya ialah tumor yang masih bisa diangkat. Ada tiga
prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu:
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksusu koroidalis, dengan
tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid. Misalnya,
ventrikulo-sisternostomi Tirkildsen pada stenosis akuaduktus.pada anak hasilnya
kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absorpsi.
3. Pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial.

a. Penanganan sementara yang dapat dilakukan antara lain:


1) Terapi konservatif medikamentosa; ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan pleksus choroid
(asetazolamid 100 mg/kgBB/hari; furosemid 1,2 mg/kgBB/hari) atau upaya
meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi di atas hanya bersifat sementara
sebelum dilakukan terapi defenitif diterapkan atau bila ada harapan
kemungkianan pulihnya gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini
tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko
terjadinya gangguan metabolik.
2) Drainase liqouor eksternal; dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler
yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Keadaan
ini dilakukan untuk penederita yang berpotensi menjadi hidrosefalus
(hidrosefalus transisi) atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan
tindakan ini adalah adanya ancaman kontaminasi liqour dan penderita harus
selalu dipantau secara ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah
puksi ventrikel yang dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran
ventrikel yang terjadi.
b. Operasi pemasangan pintas (shunting)
Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan membuat
aliran loquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti;
peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-anak lokasi kavitas yang terpilih
adalah rongga peritoneum, mengingat mampu menampung kateter yang cukup
panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadinya
infeksi relatif lebih kecil dibanding rongga jantung. Biasanya cairan LCS
didrainasi dari ventrikel, namun terkadang pada hidrosefalus komunikans ada
yang didrain ke rongga subarachnoid lumbar (Satyanegara, 2010 dalam (Nurarif
& Kusuma, 2015).
c. Penanganan Alternatif
Tindakan alternatif selain operasi pintas (shunting) diterapkan khususnya bagi
kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem ventrikel termasuk juga
saluran keluar ventrikel IV (misal; stenosis akuaduktus, tumor fossa posterior,
kista arakhnoid). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit daripada
memasang shunt, mengingat restorasi aliran liqour menuju keadaan atau
mendeteksi normal selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisial.
Penanganan yang dapat dilakukan antara lain:

1) Terapi etiologik; Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan strategi


terbaik; seperti antara lain pengomtrolan kasus yang mengalami intoksikasi
vitamin S, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran liqour,
pembersihan sisa darah dalam liqour atau perbaikan suatu malformasi. Pada
beberapa kasus diharuskan untuk melakukan terapi sementara terlebih dahulu
sebelum diketahui secara pasti lesi penyebab atau masih memerlukan tindakan
operasi shunting karena kasusu yang mempunyai etiologi multifactor atau
mengalami gangguan aliran liqour sekunder.
2) Penetrasi membrane; Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan
membuat jalan alternatif melalui rongga subarachnoid bagi kasus-kasus
stenosis akuaduktus atau gangguan aliran pada fossa posterior (termasuk tumor
fossa

posterio).

Selain

memulihkan

fungsi

sirkulasi

liqour

secara

pseudofisiologi, ventrikulostomi III dapat mebciptakan tekanan hidrostatik


yang uniform pada seluruh sistem saraf pusat sehingga mencegah terjadinya
perbedaan tekanan pada struktur-struktur garis tengah yang rentan (Nurarif &
Kusuma, 2015).
2.9 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Biasanya pada klien hidrosefalus terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun atau
bayi yang baru lahir.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya klien kepalanya membesar, nyeri kepala hebat dan tidak sembuh
dengan analgetika cenderung semakin bertambah, mata membesar dan mata selalu
melihat kebawah, kelumpuhan anggota gerak, kesadaran menurun, GCS menurun.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan nyeri kepala hebat, kepala membesar, kesadaran
menurun, kelumpuhan anggota gerak, GCS menurun.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Hidrosefalus merupakan penyakit bawaan namun hidrosefalus juga merupakan
komplikasi dari penyakit meningitis terutama meningitis tuberkulosa.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan hidrosefalus biasanya keluarga atau orang-orang terdekat
pernah mengidap penyakit TB atau juga meningitis TB. Tetapi hidrosefalus

merupakan penyakit kelainan bawaan atau adakah keluarga kx untuk ibu kx


sewaktu hamil yang menderita demam tifoid dan menularkan kepada janin
melalui darah.
6. Pola pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Pada klien hidrosefalus biasanya personal hygienenya kurang karena terjadi
kelumpuhan anggota gerak dan kesadaran menurun.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien hidrosefalus terjadi gangguan kebutuhan nutrisi apalagi yang
sudah mengalami kelumpuhan anggota gerak dan kesadaran menurun,
biasnya klien terpasang infus dan NGT.
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi juga kadang-kadang terjadi gangguan apabila klien sudah
mengalami kelumpuhan anggota gerak dan kesadarannya menurun, klien
biasanya terpasang dower kateter.
d. Pola istirahat dan tidur
Pada umumnya klien hidrosefalus mengalami gangguan tidur karena adanya
cairan cerebrispinal pada waktu pre op dan post op biasanya klien tidak
mengalami gangguan pola istirahat dan tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan
Pada umumnya klien mengalami gangguan dalam melakukan aktivitasnya.
f. Pola Persepsi dan konsep diri
Biasanya pada klien dengan hidrosefalus mengalami gangguan dalam pola
persepsi dan konsep diri karena klien mengalami gangguan dalam cara
menerima gambaran dirinya.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya klien dengan hidrosefalus daya pengelihatan mengalami
gangguan karena adanya cairan yang menumpuk pada otak sehingga terjadi
pembesaran pada kepala, sedangkan pendengaran, penciuman, perabaan
biasanya tidak mengalami gangguan, klien juga biasanya mengalami nyeri
kepala, dan kognitif klien terganggu karena klien dan keluarga tidak mengerti
tentang penyakit yang diderita oleh klien
h. Pola reproduksi dan sexual

Biasanya klien dengan hidrosefalus mengalami disfungsi sexual dikarenakan


kelumpuhan anggota gerak dan kesadaran yang menurun.
i. Pola hubungan peran
Pada umumnya klien dengan hidrosefalus kehilangan perannya sebagai
anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien dengan hidrosefalus mengalami kecemasan dan gelisah
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien dengan hidrosefalus yang tidak mengalami gangguan
kesadaran dan tidak mengalami kelumpuhan anggota gerak kx tidak
mengalami gangguan dalam pola tata nilai dan kepercayaan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Biasanya pada klien Hydrosephalus kepala tampak membesar, mata
melihat kebawah, pupil oedem, sesak nafas, GCS menurun, dan kecerdasan
menurun.
b. Palpasi: Biasanya turgor kulit menurun, membran mukosa kering, pada kepala
kulit tipis mengkilat.
c. Perkusi: Pada kepala klien apabila dilakukan perkusi maka didapatkan kepala
klien terasa lunak.
d. Auskultasi: Biasanya klien bradikardi dengan tekanan darah naik.
e. Pemeriksaan nervus
Pada pemeriksaan nervus didapatkan kelainan pada nervus III, IV dan VI
(menggerakkan bola mata) mata seperti tanda matahari terbit, nervus VII
wajah kx tampak kaku karena terdapat tekanan, pada nervus XI susah
menggerakkan leher dan pundak, pada nervus XII kx tidak dapat
menggerakkan lidah.
f. Pemeriksaan rangsangan meningeal
Pada pemeriksaan rangsangan meningeal biasanya pada kx dengan
hidrosefalus didapatkan kaku kuduk positif, kernik negatif.
2.10 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat pemasangan VP
shunt.

2. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik: ketidak


mampuan bayi dalam mengerakan kepala akibat peningkatan ukuran dan berat
kepala
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan perawatan pasca operasi.
4. Resiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kerusakan kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan.
5. Resiko perubahan fungsi keluarga b/d situasi krisis (anak dalam catat fisik).
2.11 Intervensi Keperawatan
1. Dx. Keperawatan:Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat
pemasangan VP shunt.
Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi adanya
gejala gejala infeksi
Kriteria hasil:
-

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi

penularan serta penatalaksanaannya


Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dala batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat

Intervensi:
Intervensi
1. Dorong teknik mencuci tangan dengan 1. Mencegah
baik.
2. Bersihkan daerah pemasangan VP shunt

Rasional
infeksi nosokomial

perawatan.
2. Mencegah infeksi dengan mencegah
pertumbuhan

secara berkala.

saat

bakteri

di

daerah

pemasangan.
3. Mengetahui apakah terjadinya tanda3. Kaji kondisi luka pasien.

tanda infeksi.
4. Mencegah resiko infeksi nosokomial.

4. Instuksikan pengunjung untuk mencuci


tangan

saat

memasuki

meninggalkan ruangan klien.


5. Cuci tangan sebelum dan sesudah
setelah melakukan perawatan kepada
klien.

5. Mencegah resiko infeksi nosokomial.

dan
6. Pemberian antibiotik dapat mecegah
terjadinya infeksi.

6. Berikan

antibiotik

sesuai

dengan

indikasi.
2. Dx. Keperawatan: Resiko perubahan fungsi keluarga b/d krisis situasi (anak
dalam catat fisik).
Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan keluarga menerima
keadaan anaknya, mampu menjelaskan keadaan penderita.
Kriteria hasil:
Keluarga berpartisipasi dalam merawat anaknya dan secra verbal keluarga dapat
mengerti tentang penyakit anaknya.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
1. Jelaskan secara rinci tentang kondisi 1. Pengetahuan dapat mempersiapkan
penderita,

prosedur,

terapi

dan

prognosanya.

2. Keluarga

2. Ulangi penjelasan tersebut bila perlu


dengan contoh bila keluarga belum
mengerti.
3. Klarifikasi

keluarga dalam merawat penderita.

kesalahan

asumsi

dan

misskonsepsi.

dapat

menerima

informasi agar tidak menimbulkan salah


persepsi.
3. Untuk menghindari salah persepsi.
4. Keluarga

dapat

mengemukakan

perasaannya.

4. Berikan kesempatan keluarga untuk


bertanya.
3. Dx. Keperawatan: Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan pasca
operasi.
Tujuan:Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan keluarga mengetahui
tentang penyakit yang dialami dan memahami tentang perawatan pasca operasi.
Kriteria hasil:
-

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,

prognosis dan program pengobatan


Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara

benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya

seluruh

Intervensi:
Intervensi
Rasional
1. Tentukan tingkat pengetahuan pasien 1. Mempengaruhi
pilihan
dan kemampuan untuk berperan serta

terhadap

intervensi yang akan dilakukan.

dalam proses rehabilitasi.


2. Jelaskan kembali mengenai penyakit 2. Memberikan
yang diderita pasien dan perlunya

kesempatan

untuk

mengklrifikasi kesalahan persepsi.

pengobatan atau penanganan.


3. Anjurkan untuk mengungkapkan apa 3. Meningkatkan kembali pada perasaan
yang

dialami,

bersosialisasi

dan

meningkatkan kemandiriannya.
4. Bekerja dengan orang terdekat untuk
menentukan peralatan yang diperlukan
dalam rumah sebelum pasien pulang.

normal dan perkembangan hidupnya


pada situasi yang ada.
4. Jika pasien dapat kembali kerumah,
perawatan dapat difasilitasi dengan alat
bantu.

4. Dx. Keperawatan: Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan


imobilitas fisik: ketidak mampuan bayi dalam mengerakan kepala akibata
peningkatan ukuran dan berat kepala
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil:
-

Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,

hidrasi, pigmentasi). Tidak ada luka/lesi pada kulit


Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah

terjadinya cedera berulang


Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami

Intervensi:
Intervensi
1. Ubah posisi setiap dua jam.
2. Observasi
palpasi

eritema,
area

Rasional
1. Menghindari tekanan dan meningkatkan

kepucatan

sekitar

dan

terhadap

aliran darah.
2. Hangat dan pelunakan adalah tanda
perusakan jaringan.

kehangatan dan pelunakan jaringan


3. Mencegah resiko infeksi nosokomial.

setiap perubahan posisi.

3. Jaga kebersih seminimal mungkin, 4. Mencegah resiko infeksi nosokomial.


hindari paparan terhadap panas pada

5. Mencegah resiko infeksi nosokomial.

kulit.
4. Instuksikan pengunjung untuk mencuci
tangan

saat

memasuki

dan

meninggalkan ruangan klien.

6. Latihan menggerakkan kepala mencegak


penekanan pada area tertentu yang dapat
mengakibatkan

kerusakan

integritas

5. Cuci tangan sebelum dan sesudah

kulit.
setelah melakukan perawatan kepada 7. Untuk memantau keadaan integumen
klien.

kulit secara dini.

6. Dorong latihan rentang gerak dan


mobilitas kepala, bila memungkinkan.
7. Kaji kulit kepala setiap 2 jam dan

8. Untuk

mengurangi

tekanan

menyebabkan stess mekanik.


9. Jaringan akan mudah nekrosis bila
kalori dan protein kurang.

monitor terhadap area yang tertekan.


8. Baringkan kepala pada bantal busa.
9. Berikan nutrisi sesuai kebutuhan.

5. Dx. Keperawatan: Resiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan


berhubungan

dengan

kerusakan

kemampuan

untuk

mencapai

tugas

perkembangan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terdapat perubahan
dan perkembangan menjadi lebih baik.

yang

Kriteria hasil:
-

Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya


Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena

adanya ketidakmampuan
Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas
Kematangan fisil: wanita: perubahan fisik normal pada wanita yang terjadi

dengan transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa


Kematangan fisik: pria perubahan fisik normal pria yang terjadi dengan transsi

dari masa kanak-kanan ke dewasa


Status nutrisi seimbang, BB normal

Intervensi:
Intervensi
Rasional
1. Instruksikan orang tua atau keluarga 1. Bayi dapat melihat dan tertarik pada
untuk meletakkan mainan berwarna
cerah di dekat bayi.
2. Instruksikan orang tua atau keluarga

mainan

tersebut

sehingga

dapat

menggerakkan kepalanya.
2. Belajar menahan kepalanya tetap tegak.

untuk menggendong bayi dalam posisi


tegak.
3. Instruksikan orang tua atau keluarga

3. Gerak reflek akan terjadi semakin


bertambahnya umur.

untuk mengajak bayi meraba dan


merasakan berbagai bentuk permukaan
seperti mainan yang aman.
4. Instruksikan orang tua atau keluarga

4. Melatih kemampuan bicara dan bahasa.

untuk mengajak berbicara, menirukan


suara-suara yang dikeluarkan oleh bayi.

5. Memberi rasa aman dan kasih sayang.

5. Instruksikan orang tua atau keluarga 6. Melatih kemampuan sosialisasi dan


untuk memeluk dan membelai bayi.
6. Instruksikan orang tua atau keluarga
untuk mengajak bayi tersenyum.

kemandirian.

Anda mungkin juga menyukai