Anda di halaman 1dari 41

SOSIOLOGI PEDESAAN

GENDER

Dr.Ir.Harsuko Riniwati,MP
Email : riniwatisepk@ub.ac.id

1.
2.

PENDAHULUAN
Pengantar
Tujuan
Definisi
PENGERTIAN ISTILAH
GENDER SECARA UMUM
DAN KHUSUS
3. MENGAPA MEMPELAJARI
GENDER
4. KONDISI UMUM DI
PEDESAAN PERIKANAN
PROFIL AKTIVITAS
DOMESTIK

PROFIL AKTIVITAS
PRODUKTIF
PROFIL KEGIATAN SOSIAL
KEMASYARAKATAN
PROFIL AKSES, KONTROL
5. ALAT ANALISIS DALAM

MEMAHAMI GENDER

MODUL

1. PENDAHULUAN
1.1 Pengantar
Sosiologi menyelidiki/meneliti masalah-masalah kehidupan
masyarakat itu sebagai suatu keseluruhan yang meliputi segala
aspek kehidupan manusia. Apabila kita bicara manusia mau
tidak mau mencakup laki-laki dan perempuan. Kesatuan
masyarakat mulai yang terkecil yaitu individu, keluarga,
golongan dan terbesar adalah masyarakat. Masyarakat adalah
golongan besar atau kecil dari beberapa manusia yang dengan
sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh
satu sama lain
Faktor-faktor yang mendorong manusia bermasyarakat adalah :
a) Hasrat sosial adalah hasrat untuk menghubungkan dirinya
dengan individu lainnya atau kelompok
b) Hasrat meniru adalah hasrat untuk
menyatakan secara
diam-diam atau terang-terangan sebagian dari salah gejala
atau tindakan.
c) Hasrat berjuang adalah hasrat untuk berjuang mengalahkan
lawan
d) Hasrat bergaul adalah hasrat untuk bergabung dengan
orang-orang
tertentu,
kelompok
tertentu
misalnya
organisasi, club dan lain-lain.
e) Hasrat untuk memberitahukan adalah hasrat untuk
menyampaikan persamaan-persamaan kepada orang lain,
biasanya disampaikan dengan suara, bintang jasa, dan
bertujuan mencapai hubungan dengan orang lain.
f) Hasrat untuk mendapat kebebasan yaitu hasrat untuk
menghindarkan diri dari tekanan atau pembatasan
g) Hasrat sexuil yaitu hasrat untuk mengembangkan keturunan

4. GENDER

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

h. Hasrat bersatu yaitu adanya kenyataan bahwa manusia itu adalah makhluk lemah
maka dari itu mencari kekuatan bersama, sehingga mereka berlindung bersamasama.
i. Adanya kesamaan turunan, kesamaan keyakinan, dan lain-lain.
Manfaat mempelajari sosiologi adalah untuk digunakan dalam memecahkan persoalan
yang timbul dalam kelompok, golongan maupun masyarakat. Masalah yang sering
timbul dalam kelompok, golongan dan masyarakat yaitu konflik dan pertentangan.
Untuk mengatasi konflik dan pertentangan dalam masyarakat diperlukan suatu analisis
yang tepat. Seperti kita ketahui bahwa timbulnya masyarakat digambarkan sebagai
berikut :
Individ
u

Keluarg
a

Golongan

Masyarakat

Bangsa
/negar

Gambar 4.1. Unsur atau bagian dari masyarakat

Semua unsur dalam pembentukan masyarakat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Untuk mengatasi konflik atau pertentangan antara individu, anggota keluarga,
golongan atau masyarakat laki-laki dan perempuan dapat digunakan analisis gender.
Dalam sejarah perkembangan jaman, terjadi perubahan sosial yang menyebabkan
kesenjangan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Kesenjangan tersebut
menunjukkan adanya hubungan yang kurang serasi diantara kedua golongan (laki-laki
dan perempuan). Untuk mempelajari adanya kesenjangan hubungan secara sosial
antara laki-laki dan perempuan perlu pemahaman terhadap konsep gender.

1.2 Tujuan Instruksional Khusus


Penguasaan materi dalam modul ini, diharapkan mahsiswa akan dapat
a) Menjelaskan pengertian istilah gender secara umum dan khusus
b) Menjelaskan kondisi gender di pedesaan perikanan yang meliputi profil aktivitas
domestik, produktif, sosial kemasyarakatan, akses dan kontrol terhadap
sumberdaya
c) Menjelaskan Alat analisis dalam memahami gender
1.3 Definisi
1.3.1 Definisi Umum
Gender dapat diterjemahkan jenis kelamin yaitu merupakan suatu istilah yang
menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara social. Gender
selain mempunyai makna sosial juga budaya dan psikologis
Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan fungsi dan peran
antara laki-laki dan perempuan.
Pembedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan
karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi
dibedakan atau dipilah-pilah menrut kedudukan, fungsi dan peranan masingmasing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Page 2 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

2. PENGERTIAN ISTILAH GENDER SECARA UMUM DAN


KHUSUS
2.1 Pengertian Umum

Gender sebagai konsep adalah hasil pemikiran atau rekayasa manusia untuk
menemukenali berbagai permasalahan dan untuk mencari jalan pemecahan yang
menghambat kemajuan perempuan.
Oleh karena terdapatnya perbedaan adat istiadat, budaya, agama dan sistem nilai
antara satu bangsa, masyarakat dan suku dengan yang lain, maka kedudukan,
fungsi dan peran laki-laki juga perempuan di suatu negara atau di suatu daerah
dapat berbeda.
Jadi gender atau hubungan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu
dapat berbeda disebabkan adanya perbedaan adat istiadat, budaya, agama dan
sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tersebut. Gender juga
dapat berubah karena pengaruh perjalanan sejarah, serta karena pengaruh
perubahan politik, ekonomi dan sosial budaya atau pengaruh kemajuan
pembangunan
Untuk dapat memahami gender dengan lebih baik ada baiknya dipahami
pengertian sex (jenis kelamin). Sex juga berarti jenis kelamin, namun demikian
istilah seks tersebut mempunyai makna yang berbeda secara mendasar bila
dibandingkan dengan istilah gender. Seks merupakan sejumlah perbedaan
fisiologis dalam struktur dan fungsi yang membedakan laki-laki dan perempuan
atau kelompok laki-laki dan perempuan pada manusia, binatang dan tumbuhtumbuhan.
Istilah seks mengacu kepada struktur reproduksi, hormon dan ciri-ciri fisik.
Sebagai struktur hormon, seks tersusun dari sejumlah hormon endrogean (lakilaki) dan hormon estrogen (perempuan). Istilah seks juga sering dikaitkan
dengan alat yang berfungsi untuk mencapai kepuasan jasmani. Dengan
pengertian tersebut diatas maka istilah seks mempunyai makna biologis.
Jika kita bicara sex berarti mengacu pada beberapa hal sebagai berikut :
a. Kodrat Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan dan tidak dapat diubah oleh
manusia
b. Jenis kelamin adalah sesuatu pemberian, jadi tidak dapat memilih
c. Jenis kelamin laki-laki mempunyai ciri-ciri yang tidak dapat dipertukarkan
peran dan fungsinya. Misalnya perempuan hamil, melahirkan, menyusui.
Sedangkan laki-laki membuahi. Adanya perbedaan secara biologis antara lakilaki dan perempuan tersebut adalah diciptakan Tuhan untuk saling meengkapi,
menyayangi, menghormati, membutuhkan, merindukan dan lain-lain.
Sedangkan jika kita bicara tentang gender, adalah jika selama yang dibicarakan
adalah diluar faktor biologis seperti telah diuraikan diatas. Jadi jika bicara
tentang gender adalah bicara masalah hubungan sosial laki-laki dan perempuan
seperti hal berikut ini :
a. Sifat yang mlekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara
sosial dan budaya. Umumnya disebut kodrat budaya.
b. Sifat yang melekat tersebut merupakan perkembangan budaya suatu bangsa
atau suku yang sifatnya cukup dinamis
c. Merupakan buatan manusia maka sifat tersebut dapat dipertukarkan
d. Contoh sifat melekat pada laki-laki yaitu gagah, rasional, tegas dan lain-lain.
Sifat melekat pada perempuan yaitu lembut, emosional, lemah.
e. Perempuan mempunyai sifat yang dikonstruksi pada laki-laki misalnya
manajer, pilot, perencana pembangunan, dan lain-lain. Laki-laki juga
mempunyai sifat yang dikonstruksi pada perempuan misalnya ahli masak,
Page 3 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

salon kecantikan, penjahit, penari, dan lain-lain. Pekerjaan yang seringkali


melekat dengan peran perempuan dan laki-laki tersebut dapat mengalami
perubahan dari waktu ke waktu dan dapat berbeda dari satu tempat dengan
tempat yang lain karena sangat erat kaitannya dengan kebiasaan, adat
istiadat, etnis, pendidikan dan lain-lain.
Sifat-sifat tersebut kenyataannya selama ini mayoritas perempuan seperti itu,
namun keadaan tersebut karena sudah merupakan budaya, tata/sistem nilai nilai,
dan telah disosialisasikan serta dikondisikan pada masing-masing jenis kelamin
sejak masih bayi. Jadi sejak bayi, laki-laki dan perempuan sudah dibedakan
dalam hal hubungan sosialnya.
Pembedaan tersebut akhirnya menjadi sesuatu yang menyebabkan adanya
kesenjangan gender di semua bidang kehidupan. Misalnya sejak kecil sudah
dibiasakan perempuan erat dengan warna pink yang mengandung konotasi lemah
lembut, sedangkan laki-laki warna biru yang mengandung konotasi lebih kuat.
Padahal semua warna baik untuk laki-laki dan perempuan.
Menurut Mufidah (2003) Perbedaan Seks dan Gender adalah sebagai berikut :
Seks (Jenis Kelamin)

Gender
Kultural

Biologis

Pemberian Tuhan

Diajarkan melalui Sosialisasi

Tidak dapat di ubah

Dapat diubah

Peran Seks

Laki-laki

Produksi

Peran Gender

Perempuan

Reproduksi
Haid, Hamil,
Melahirkan, menyusui dan
sebagainya

Memasak, merawat anak


dan OT, mendidik anak,
bekerja diluar rumah,
menjadi tenaga kerja
professional, dan
sebagainya

Gambar 4.2. Pembedaan Gender dan Sex


Sumber : Mufidah (2003)

Dari aspek gender, ada fenomena bahwa sejak kecil anak-anak sudah dibiasakan
bahwa laki-laki berkaitan erat dengan pekerjaan publik dan penuh tantangan,
Page 4 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

sehingga perempuan yang ada kebanyakan memilih di sektor domestik dan takut
akan tantangan. Padahal jika dikondisikan bahwa semua pekerjaan baik dan
mampu dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, semua juga mampu
melaksanakan. Seperti terlihat dari fakta yang terjadi pada 2 orang perempuan
penyelam sebagai berikut :

Contoh,

pada peringatan hari Kartini diperlihatkan 2 orang perempuan


melakukan olahraga menyelam dan dipertontonkan kepada pengunjung
wisata di Ancol Jakarta. Padalah anggapan masyarakat bahwa olahraga
menyelam itu penuh resiko, tantangan dan berat sehingga yang mampu
melakukan adalah laki-laki. Ternyata perempuan juga mampu. Setelah
ditanya kenapa berani melakukan olahraga tersebut, perempuan tersebut
menjawab awalnya saya juga ragu-ragu apakah saya bisa
melakukannya? Ternyata setelah perempuan menekuni tidak ada
masalah. Semua lancar-lancar saja, dan yang dirasakan selama ini bahwa
perempuan merasa tidak mampu dan takut karena dikondisikan oleh
lingkungannya baik dalam keluarga maupun masyarakat.

2.2 Pengertian Khusus (terkait istilah-istilah gender)


a. Kesenjangan gender

Kesenjangan gender (gender gap) adalah kenyataan keadaan yang


menunjukkan bahwa dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan
hubungan antara laki-laki dan perempuan situasinya timpang. Artinya yang satu
kedudukannya lebih tinggi dan atau peranannya lebih besar dari yang lain.
Kesenjangan gender inilah yang sebenarnya menjadi masalah pokok atau inti
permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kedudukan, fungsi dan
peranan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan serta yang
harus segera dicarikan upaya pemecahannya.
Upaya untuk mengurangi adanya kesenjangan dan peningkatan peranan
perempuan Indonesia sudah mulai dilakukan sejak diangkatnya menteri muda
peranan wanita pada tahun 1978 dan terus berlanjut hingga sekarang. Hanya
saja sekarang namanya berubah menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan.
Meskipun sudah banyak kemajuan yang dicapai dalam kurun waktu hampir 30
tahun tetapi masih banyak ditemukan berbagai kesenjangan/ketimpangan gender
yang merugikan perempuan sebagai sumberdaya pembangunan yang potensial.
Pembangunan yang dapat memperbaiki kesenjangan gender yaitu strategi
pembangunan dengan pendekatan gender. Hal tersebut dilakukan untuk
menghilangkan, mengurangi, memperbaiki kesenjangan gender yang lebih
banyak merugikan perempuan. Untuk melakukan pembangunan dengan
pendekatan
gender
telah
dicanangkan
program
pemerintah
yaitu
Pengarusutamaan Gender atau PUG yang saat ini sedang digalakkan untuk
dososialisasikan pada seluruh pemerintah daerah agar kebijakan dan program
pembangunannya tidak bias gender dan selalu mengintegrasikan aspek gender.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pembangunan dengan pendekatan gender
adalah pembangunan yang dalam penyusunan perencanaannya telah
mengakomodasikan aspirasi, kepentingan dan peranan laki-laki dan perempuan
didalamnya serta memperhatikan da1mpaknya baik terhadap laki-laki maupun
terhadap perempuan. Sedangkan perencanaan pembangunan dengan pendekatan
gender (gender development plan) adalah perencanaan pembangunan yang
penyusunannya menggunakan informasi dan data yang sudah dipilah-pilah atau
Page 5 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

dipisah-pisahkan menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan.


Apabila para pejabat pembuat kebijakan dan pengambil keputusan telah
mengakomodasikan aspirasi, kepentingan dan peranan laki-laki dan perempuan
dalam perencanaan pembangunan yang disusunnya, serta telah memikirkan dan
memperhatikan dampak pembangunan itu baik terhadap laki-laki maupun
perempuan berarti bahwa pejabat dimaksud sudah peka terhadap masalah
gender (gender sensitif) atau sudah tanggap terhadap gender (gender
responsive) (Anonymous, 1996)
Upaya pemecahan masalah berkaitan dengan adanya ketimpangan/kesenjangan
gender adalah melalui pembangunan dengan pendekatan gender. Caranya antara
lain dewasa ini telah dikembangkan wawasan Keadilan dan Kesetaraan Gender
(KKG) antara laki-laki dan perempuan serta teknik analisis gender dengan
berbagai metode.

b) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG)


Keadilan gender adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Agar adil,
diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan hal-hal yang secara sosial dan
menurut sejarah menghambat perempuan dan laki-laki untuk bisa berperanan
dan menikmati hasil dari peran yang telah dimainkannya. Keadilan gender akan
menhantar kepada kesetaraan gender. Kesetaraan berarti perempuan dan lakilaki memiliki status yang sama dan kondisi yang sama untuk menggunakan
haknya dan kemampuannya secara penuh dalam memberikan sumbangannya
kepada pembangunan politik, ekonomi, serta budaya. Penilaian yang sama
diberikan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki atas kesamaan
maupun pe vrsamaan yang mereka miliki atas berbagai peran yang mereka
lakukan (Mufida, 2002). Untuk mencapai KKG telah digalakkan strategi
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam setiap tahapan pembangunan dalam
semua institusi.
Lebih jauh diuraikan tentang kesetaraan adalah kondisi hubungan yang harmonis
antara laki-laki dan perempuan. Hubungan yang harmonis adalah hubungan yang
dilaksanakan secara selaras, serasi dan seimbang. Hubungan yang selaras, serasi
dan seimbang adalah hubungan yang diwujudkan melalui jalinan pola sikap dan
perilaku antara laki-laki dan perempuan yang saling peduli, menghormati dan
menghargai serta saling membantu dan mengisi.
Dalam kondisi hubungan yang serba saling itu, maka antara laki-laki dan
perempuan dapat bekerjasama sebagai mitrasejajar. Sebagai mitra sejajar/mitra
setara mengandung arti bahwa laki-laki dan perempuan duduk sama rendah,
berdiri sama tinggi. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi mengandung arti
bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban serta
kesempatan yang sama untuk berperan di segala bidang kehidupan dan dalam
segenap kegiatan pembangunan.
Oleh karena itu laki-laki dan perempuan mempunyai kesamaan kedudukan, hak,
fungsi dan peranan, maka dalam menghadapi berbagai permasalahan
pembangunan, yang ringan sama dijinjing dan yang berat sama dipikul. Dengan
demikian hasilnya diharapkan akan terasa menjadi lebih adil dan merata baik
bagi laki-laki maupun perempuan.
Hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan sebagai mitra setara
tersebut harus dapat diwujudkan dalam jalinan pola sikap dan perilaku pada
kehidupan nyata sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun dalam
masyarakat dan pembangunan.
Dalam kondisi atau suasana terjalinnya kerjasama sebagai mitra setara dengan
Page 6 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

kaum laki-laki itu maka perempuan mempunyai kesempatan untuk menggunakan


hak yang setepat-tepatnya dan mampu mengaktualisasikan potensi dirinya, serta
meningkatkan kedudukan, fungsi dan peranannya, baik sebagai penentu
kebijakan dan pengambil keputusan maupun sebagai pemanfaat dan penikmat
hasil pembangunan.
c) Feminisme

Feminisme adalah suatu kesadaran terhadap kondisi ketertindasan dan


eksploitasi terhadap kaum perempuan didalam masyarakat di dunia kerja dan
dalam keluarga, serta sebuah tindakan gerakan oleh laki-laki dan perempuan
untuk mengubahnya.

Pendapat tentang feminisme antara lain : (a) bukan menganggap jelek/remeh


pekerjaan domestik, tetapi hendaknya ada pembagian kerja yang baik antara ibu,
bapak, anak laki-laki dan perempuan; (b) tidak melarang lemah lembut, fisik
perempuan boleh lemah lembut, tetapi hendaknya persepsi masyarakat tidak
mempengaruhi /menghubungkan dengan cara berfikir, gaya kepemimpinan
perempuan dan lain-lain. Jika dihubungkan dengan hal tersebut, maka akan
merugikan posisi perempuan.

d) Peran gender

Peran pokok manusia pada dasarnya ada 3 yaitu peran produktif,


reproduktif/domestik dan sosial. Peran produktif yaitu peran yang dihargai
dengan uang atau barang disebut juga peran publik. Contoh petani, peternak,
penjahit, pengusaha, guru dan lain-lain. Peran reproduktif/domestik adalah peran
yang tidak dihargai dengan uang atau barang, terkait dengan kelangsungan hidup
manusia, sering disebut dengan peran domestik. Contoh mengambil air, mendidik
anak, memasak, bersih-bersih, menyiram tanaman, dan lain-lain. Peran sosial
adalah peran yang dilakukan dalam lingkup tidak terbatas untuk keluarga saja
seperti rekreasi dan lain-lain, tetapi juga untuk keperluan masyarakat. Contoh
pengajian, PKK, arisan, siskamling, kelompok atau organisasi kemasyarakatan/
profesi dan lain-lain (Astuti, 1998).

Mengapa peran domestik yang dilekatkan pada perempuan akan merugikan,


karena (1) membuat perempuan tergantung; (2) Di jaman modern, sektor ini
merupakan sektor yang terbelakang, bergaul dengan dunia luar (sektor publik)
sedikit dan pekerjaan tidak mendapatkan imbalan uang; (3) terkurungnya
perempuan di sektor domestik mengakibatkan 3 hal yaitu kesiapannya untuk
hidup di masyarakat, kemandirian ekonominya dan perubahan kepribadiannya,
misalnya

Perempuan jadi tidak berkembang informasinya tentang masyarakat.


Hidupnya terbatas pada urusan dapur dan anak saja. Karena keterbatasan
informasi ini, dia jadi tampak bodoh tidak tahu masalah-masalah besar
yang terjadi di luar rumahnya. Dia jadi tidak siap untuk terjun ke
kehidupan masyarakat, misalnya bila suaminya sudah tidak ada lagi;

Karena pekerjaannya tidak dibayar maka posisi ekonominya menjadi


lemah, sehingga kalau terjadi perceraian, perempuan yang hanya menjadi
ibu rumah tangga lebih banyak mengalami kesulitan. Karena ini berarti
sumber ekonomi rumah tangga hilang;

Akibat dari kedua hal diatas, maka sangatlah wajar kalau perempuan
(yang terkurung di sektor domestik) dihinggapi rasa rendah diri.
Page 7 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Kepribadiannya tidak berkembang sebagaimana mestinya, terutama kalau


terjun ke sektor publik. Dia jadi kurang pada kemampuannya sendiri
sebagai manusia, kecuali sebagai manusia rumah tangga.
e) Perbedaan gender

Adanya perbedaan gender yang dikonstruksi secara sosial oleh masyarakat akan
merugikan posisi perempuan dan menimbulkan beberapa istilah dalam gender
antara lain :
Peran gender/ gender role yaitu perempuan domestik, laki-laki publik adak
merugikan perempuan. Selain peran gender ada beberapa perbedaan
gender yang merugikan perempuan yaitu :
Identitas gender/ gender identity , misalnya perempuan lemah, lembut,
emosional dan lain-lain, sehingga tidak baik menjadi pemimpin. Laki-laki
itu gagah, rasional, dan lain-lain, sehingga baik menjadi pemimpin.
Norma gender/ gender norm, misalnya perempuan keluar malam tidak
baik, laki-laki tidak masalah.
Stereotip gender/ stereotype gender , misalnya perempuan pesolek,
perempuan besi, dan lain-lain.

f) Beban kerja berlebihan (over burdent)


Beban kerja yang berat pada perempuan dapat dijelaskan sebagai berikut : kelas
perempuan umumnya dibagi 3 yaitu kelas atas, menengah dan bawah.
Perempuan kelas atas umumnya pekerjaan domestik dikerjakan oleh pembantu,
sedangkan kegiatan publik yang dilakukan lebih untuk aktualisasi diri, dan
menambah cakrawala berpikir. Perempuan kelas menengah sama dengan kelas
atas dan umumnya lebih aktif di bidang sosial juga. Perempuan kelas bawah,
karena ekonomi keluarga, maka aktivitas domestik, publik, sosial dikerjakan
sendiri, apabila tidak ada pembagian kerja yang adil antara ketiga kegiatan
tersebut maka beban kerja perempuan akan menjadi berat.
g) Bias Gender
Sikap yang menunjukan sikap berpihak pada salah satu jenis kelamin tertentu
secara sosial.
h) Stereotype (Stereotip)
Stereotip adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok
tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang
tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa
prasangka positif dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk
melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk
stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki
sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang. Berbagai
disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula stereotipe:
psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola komunikasi
tentang kelompok tersebut, dan konflik antarkelompok. Sosiolog menekankan
pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompok-kelompok dalam tatanan
sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis menekankan bahwa stereotipe
secara definisi tidak pernag akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan
seseorang kepada orang lainnya, tanpa memperdulikan kenyataan yang
sebenarnya. Walaupun jarang sekali stereotipe itu sepenuhnya akurat, namun
beberapa penelitian statistik menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus
stereotipe sesuai dengan fakta terukur (Wikipedia, 2011)
i) Patriarki, tata nilai sosial budaya suatu masyarakat yg menempatkan ayah
Page 8 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

(laki-laki) sebagai pemimpin keluarga (Wahyuni, 2011). Dan kebalikannya, tata


nilai sosial budaya suatu masyarakat yang menempatkan ibu (perempuan)
sebagai pemimpin keluarga disebut matriarki.
j) Diskriminasi Gender, memperlakukan seseorang atau kelompok org secara
berbeda karena jenis kelamin (Wahyuni, 2011).
k) Buta Jender, anggapan pembagian tugas laki-laki dan perempuan adalah
kodrat. Misalkan laki-laki di sektor publik dan perempuan di sektor domestik
(Wahyuni, 2011)
l) Sadar Gender (gender awareness), yaitu kondis/keadaan seseorang yang sudah
menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
m) Peka/Sensitif Gender (gender sensitive), yaitu kemampuan dan kepekaan
seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan
lainnya dari perspektif gender (disesuaikan dengan kepentingan yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan).
n) Mawas Gender (gender perspective), yaitu kemampuan seseorang memandang
suatu keadaan berdasarkan perspektif gender.
o) Peduli/Responsif
Gender
(gender
concern/responsive),
yaitu
kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang sudah dilakukan dengan
memperhitungkan kepentingan kedua jenis kelamin.

3. MENGAPA MEMPELAJARI GENDER


Beberapa alasan mengapa perlu mempelajari gender, maka dapat dilihat hal-hal
berikut:
a) Melihat sejarah
Pada jaman dahulu yaitu jaman kerajaan/penjajahan ada ratu (Tri Buwana) ada
raja. Ada pemimpin perang perempuan (Cut Nya Dien, Kristina Martatiahahu, dll)
dan ada pemimpin perang laki-laki. Hal tersebut menunjukkan adanya persamaan
gender pada semua kegiatan baik domestik maupun publik. Namun dengan
perjalanan, waktu kondisi tersebut mengalami pergeseran dimana terjadi
kemunduran pada perempuan. Bentuk-bentuk ketertinggalan perempuan muncul
seperti perbuadakan, kebodohan, belenggu intelektual, belenggu moral, dan lainlain.
Dengan melihat kondisi semacam itu menggugah hati R.A Kartini untuk
memperjuangkan nasib perempuan. Pada saat itu R.A Kartini disebut sebagai
tokoh emansipasi. Hingga saat ini emansipasi antara perempuan dan laki-laki
sudah banyak kemajuan namun masih juga banyak kesenjangan gender dalam
berbagai bidang kehidupan.
Bentuk-bentuk ketertinggalan tersebut akan menimbulkan ketidakadilan gender
seperti subordinasi terhadap perempuan, marjinalisasi peranan perempuan,
pandangan stereotype perempuan, beban kerja yang berlebihan pada perempuan
(overburden), diskriminasi dan tindak kekeranan terhadap perempuan.
Subordinasi terhadap perempuan adalah pandangan yang menempatkan
kedudukan dan peranan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Marjinalisasi
peranan perempuan adalah perempuan tersingkir dari berbagai kegiatan
pembangunan. Pandangan stereotype perempuan adalah pandangan terhadap
perempuan yang fungsi dan perannya hanya melaksanakan tugas-tugas domestik
/kerumahtanggaan.
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender diatas akan menghambat kemajuan
perempuan. Ketidakadilan tersebut dirasakan atau muncul setelah manifestasi
ketidakadilan mempengaruhi kebijakan, perencanaan pembangunan maupun
Page 9 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

pelaksanaan di lapang, sehingga dipandang perlu untuk mengatasi permasalahan


itu. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah yaitu peningkatan peran
perempuan.
b) Melihat Kenyataan
Beberapa kenyataan berikut jika tidak mendapat perhatian, maka bisa saja
menjadi penghambat pembangunan jika kualitas perempuan tidak
ditingkatkan yaitu :

Adanya pergeseran peran dan posisi perempuan


Jumlah penduduk Indonesia (data tahun 1995) menunjukkan bahwa total
penduduk Indonesia 192.712.788 terdiri jumlah perempuan lebih banyak
dari laki-laki dan tampaknya dari tahun ke tahun semakin meningkat yaitu
96.983.832 orang perempuan (50,33 %) dan 95.728.956 orang laki-laki
(49,67 %).
Indonesia sedang membangun. Sumberdaya manusia untuk keperluan
pembangunan baik laki-laki maupun perempuan harus ditingkatkan apalagi
perempuan. Dari sisi jumlah lebih banyak dari aspek kualitas lebih rendah.
Jika perempuan tidak ditingkatkan kualitasnya maka dapat menghambat
pembangunan. Peningkatan kualitas perempuan dapat melalui program
pemberdayaan.

c) Melihat ukuran keberhasilan pembangunan


Cara untuk mengukur keberhasilan pembangunan dalam suatu bangsa atau
negara mengalami pergeseran pemikiran yang semakin lama semakin lengkap
menuju ke terciptanya alat untuk mengukur mutu pembangunan manusia dan
mutu kehidupan masyarakat. Proses perubahan pemikiran tersebut melalui
periodisasi tertentu sebagai berikut :

Sampai dengan tahun 1970, pertumbuhan ekonomi dipacu untuk


memperlancar pembangunan di bidang lain. Semakin cepat pertumbuhan
ekonomi masyarakat, maka pengelolaan sumberdaya masyarakatnya
semakin baik. Hal ini mudah dipahami karena kegiatan ekonomi difokuskan
pada produksi. Semakin banyak barang dan jasa yang tersedia untuk
dikonsumsikan dalam masyarakat dapat semakin meningkat pula
kesejahteraan masyarakat tersebut dan pada gilirannya mempermudah
penyediaan fasilisasi untuk pembangunan bidang-bidang lain yang
memang harus berkembang secara beriringan. Ukuran yang didasarkan
pada jumlah produksi agregatif masyarakat dipandang memadai sebagai
alat untuk menilai keberhasilan pembangunan.
Dalam perkembangannya ternyata ditemukan bukti-bukti bahwa negara
yang telah meningkat hasil produksinya dengan laju pertumbuhan yang
tinggi belum tentu mensejahterakan masyarakat banyak secara merata.
Pertumbuhan produksi merupakan syarat bagi kesejahteraan masyarakat
tetapi belum memadai. Untuk mencukupinya perlu rekayasa untuk
mengatur distribusi hasil produksi tersebut menyebar ke lapisan
masyarakat yang semakin luas. Hal ini mudah dipahami karena uang satu
rupiah yang sama akan membawa dampak kesejahteraan yang berlipat
ganda bila berhasil diterimakan kepada masyarakat yang tergolong tak
punya daripada tertumpuk pada lapisan masyarakat yang sudah tergolong
punya. Oleh karena itu negara atau bangsa yang dinilai berhasil adalah
negara yang mengatur pengelolaan sumberdaya masyarakat sehingga hasil
pertumbuhan ekonomi dapat diterima masyarakat secara lebih merata
(growth with equity). Gagasan bapak-angkat, anak angkat, sub kontrak
Page 10 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

dan bentuk-bentuk kemitraan lainnya mulai menjadi sangat populer untuk


mencapai idealisme equitable growth tersebut.
Awal dasawarsa 1980 an ditandai dengan pergeseran popularitas fokus
pembangunan dengan bergesernya paradigma kriteria keberhasilan
pembangunan dengan semakin diterimanya paradigma pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan yang benar harus memperhatikan dampak
lingkungan hidup. Paradigma ini mempunyai argumentasi bahwa bila
pembangunan tidak ramah kepada kelestarian lingkungan hidup sehingga
lingkungan menjadi rusak, lingkungan hidup akan berbalik menghambat
kelanjutan pembangunan itu sendiri dan bahkan dapat menghentikan
sama sekali pembangunan tersebut. Paradigma pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) tersebut diataspun berkembang
dan dilengkapi dengan muatan tambahan seperti keharusan pertumbuhan
yang mantap (stable growth) dan keharusan semakin luasnya keterlibatan
masyarakat banyak untuk berperan serta dalam proses penciptaan nilai
tambah (participatory development).
Awal tahun 1990 muncul paradigma baru yaitu people centered
development yang mempertanyakan gegap gempitanya pembangunan itu
untuk siapa, bila tidak untuk pengembangan manusianya. Pembangunan
yang dikatakan baik adalah pembangunan yang menghasilkan fasilitasi
agar manusia dapat meningkat mutu kehidupannya baik sebagai individu
maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Bila kita berbicara tentang
kehidupan manusia maka mau tidak mau kita harus melihat kenyataan
tentang adanya perbedaan antara peran dan kedudukan laki-laki dan
perempuan. Ternyata terdapat indikasi-indikasi bahwa kemajuan ekonomi
tidak selalu membawa dampak pada kemajuan bagi laki-laki dan
perempuan sama besar. Karena latar belakang sejarah budaya yang sudah
bertahun-tahun status perempuan tertinggal, maka ketertinggalan ini akan
berlanjut bila pembangunan masyarakat tidak menghasilkan fasilitasi yang
memungkinkan perempuan mengejar ketertinggalan tanpa memaksa
laki-laki untuk menunggu. Jadi pembangunan yang dinilai baik adalah
pembangunan yang membawa dampak mempersempit kesenjangan
gender antara laki-laki dan perempuan tersebut

4. KONDISI GENDER DI PEDESAAN PERIKANAN


Dalam bidang pertanian, termasuk didalamnya perikanan, peranan perempuan
banyak dipelajari dan diperhatikan baik oleh kalangan dalam negeri maupun luar
negeri (organisasi internasional) misalnya FAO, Bank Dunia dan lain-lain.
Hasilnya menunjukkan bahwa peranan perempuan cukup besar dalam
pembangunan nasional dan pembangunan ekonomi. Perkembangannya dilakukan
dengan pembinaan-pembinaan yang intensif, terarah dan sistematis melaui
repelita-repelita hingga sekarang dituangkan dalam program pembangunan
nasional 2000-2004 yang dituangkan dalam UU no 25 tahun 2000 dan
Pengarusutamaan Gender (PUG) di segala program pembangunan
yang
dituangkan dalam Instruksi Presiden No 9 tahun 2000.
Program-program berperspektif gender tersebut diatas ditujukan untuk
meningkatkan kualitas perempuan, dalam rangka pemberdayaan perempuan,
memperkecil adanya kesenjangan gender dan akhirnya akan terwujud Keadilan
dan Kesetaraan Gender (KKG). Untuk mempercepat terwujudnya tujuan-tujuan
tersebut di daerah dikembangkan lembaga-lembaga dan program-program
Kondisi gender di pedesaan perikanan, diilustrasikan kasus di desa Mayangan
Probolinggo (Riniwati dan Rista, 2010). Aktivitas masyarakat dibagi 3 yaitu
aktivitas produktif, reproduktif dan sosial kemasyarakatan. Aktivitas produktif
Page 11 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

adalah aktivitas yang jika dikerjakan menghasilkan pendapatan. Sebaliknya


aktivitas produktif adalah aktifitas yang jika dikerjakan maka tidak menghasilkan
pendapatan. Aktivitas sosial kemasyarakatan merupakan aktivitas yang
dibutuhkan seseorang untuk berinteraksi dengan masyarakat lebih luas. Kondisi
yang ada di desa pesisir Mayangan Probolinggo, aktivitas produktif di bidang
perikanan yang dilakukan oleh masyarakat meliputi usaha penangkapan ikan,
penangkapan ikan, pengolahan ikan, pemasaran ikan, penyediaan sarana
produksi perikanan.
Ada pembagian yang jelas dalam pekerjaan produktif, dimana perempuan
mengerjakan pasca panen dan laki-laki melakukan kegiatan operasional
penangkapan ikan di laut. Pemisahan atau pembagian pekerjaan produktif ini
tidak akan menimbulkan bias gender jika dalam penanganan masyarakat baik
oleh pemerintah maupun instansi terkait, kebutuhan praktis dan strategis
perempuan dan laki-laki mendapat perhatian yang seimbang. Demikian juga
pendekatan kebijakan menuntut para birokrat dan masyarakat secara luas yang
lebih sensitif dan responsif gender.
Ada pembagian kerja yang jelas juga antara pekerjaan produktif melekat kepada
laki-laki, domestic melekat kepada perempuan. Kegiatan sosial yang sifatnya
rutin tidak menunjukkan perbedaan, namun yang mengandung unsur strategis
(pengrus organisasi, akses terhadap program pelatihan, dan lain-lain) ada
pembagian yang jelas.
Sebagai contoh, jika peran dan fungsi laki-laki melakukan kegiatan penangkapan
ikan di laut lebih mendominasi, hal tersebut tidak menyebabkan persepsi
masyarakat untuk menganggap bahwa perempuan tidak bisa dan tidak pantas
melakukan bisnis atau aktivitas usaha penangkapan ikan. Jika hal ini terjadi,
maka akan terjadi persepsi merugi bagi keluarga yang mempunyai anak
perempuan sementara bisnis nya di bidang penangkapan ikan.
Jika terjadi demikian kebutuhan gender praktis dan strategis tidak terpenuhi.
Akibatnya, perempuan menjadi acuh tak acuh dengan dunia bisnis bidang
penangkapan ikan. Padahal perempuan dapat belajar bagaimana memanajemen
usaha perikanan tangkap baik di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau level
lebih tinggi yaitu menjadi sarjana perikanan di bidang pengelolaan sumberdaya
penangkapan ikan. Perempuan dapat berperan sebagai manajer atau pengelola
yang dapat memperkerjakan tenaga kerja yang ada.
Fakta menunjukan bahwa perempuan di desa pesisir Mayangan Probolinggo,
dominan melakukan kegiatan pasca panen (kegitan produktif) dan semua
kegiatan reproduktif. Sedangkan kegiatan sosial porsi perempuan dan laki-laki
sama dalam kegiatan arisan dan pengajian, namun pada porsi pelatihan dan
program-program lebih banyak manfaatnya bagi laki-laki.
Dalam masyarakat Mayangan Probolinggo, telah terjadi proses sosialisasi
pengembangan sifat-sifat manusia yang dikehendaki oleh lingkungan sosialnya
sejak seseorang masih usia dini. Secara historis, sosialisasi ke dalam peran yang
ditetapkan bagi perempuan dan laki-laki atau peran seksual berakar pada
adanyapembagian kerja antara laki-laki dan perempuan untuk memenuhi
keperluan biologi, ekonomi dan sosial.
Kondisi sektor perikanan terkait dengan studi yang dilakukan Sadli (2010), studi
tentang tentang proses sosialisasi di 110 lingkungan budaya yang masih buta
huruf mengungkapkan bahwa perbedaan pengisian peran baru mulai jelas
diajarkan setelah seorang gadis mencapai usia remaja. Ia disuruh mengasuh
adiknya, patuh kepada orang tuanya dan menunjukkan rasa tanggung jawab.
Pada usia yang sama, anak laki-laki diajarkan untuk bisa berdiri sendiri (selfreliant) dan harus mulai berprestasi, yaitu mencari nafkah.
Hal ini terutama berlaku dalam lingkungan budaya dimana laki-laki harus berburu
dan mencari nafkah dengan menggunakan kekuatan fisik, sedangkan perempuan
Page 12 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

tinggal di rumah untuk melahirkan, mengasuh, dan merawat anggota


keluarganya.
Di dalam lingkungan budaya yang telah mengalami industrialisasi, dimana
kekuatan fisik untuk berperang atau bekerja menjadi kurang penting, dasar
terjadinya bifurkasi kepribadian model laki-laki dan perempuan dianggap
membatasi perkembangan manusia seutuhnya. Kecenderungannya, pada
masyarakat yang mengalami industrialisasi, pembagian kerja seksual tidak lagi
jelas dan ketat pembatasannya.
Peran masyarakat dalam sosialisasi adalah member kesempatan yang sama
terhadap anak laki-laki dan perempuan untuk dapat membantu diri sendiri
dengan mengembangkan dan menerapkan sifat asertif, seperti berani
menyatakan pendapat, mau mengembangkan potensi dan kemandiriannya serta
menunjukkan kemampuannya untuk mengurangi sifat selalu ingin dilindungi,
sikap ketergantungannya dan kepasifannya.
Pola pembagian kerja yang jelas antara laki-laki dan perempuan juga merupakan
satu bukti bahwa masyarakat cenderung mengarah kepada aliran fungsional
dalam hal pola sosialisasi peran gender kepada generasi berikutnya. Aliran
fungsional mengindikasikan bahwa ketergantungan perempuan merupakan
sesuatu yang alamiah dan sesuatu yang diperlukan untuk menjamin
keharmonisan masyarakat.
Pelopor aliran ini adalah Talcott Parson dari AS, menyatakan bahwa selalu akan
terjadi harmoni di masyarakat, karena bagian-bagian atau kelompok-kelompok
yang ada akan saling bekerjasama secara saling melengkapi. Perempuan di
sektor domestik, laki-laki di sektor publik. Perempuan di sektor domestik, bentuk
keluarga yang seperti sekarang menggejala dimana kaum perempuan bekerja di
sektor domestik merupakan sesuatu yang sudah alamiah sesuai pembagian kerja
di masyarakat perempuan mengurus rumah tangga, laki-laki mencari
penghasilan.
Perempuan yang bekerja di sektor domestik dianggap wajar dan perlu. Kalau ada
yang merasa menderita karena itu dan melakukan aksi pembangkangan, maka
perempuan tersebut merupakan faktor pengganggu keharmonisan masyarakat.
Teori fungsional dianggap sebagai teori konservatif karena kecenderungannya
untuk mempertahankan apa yang ada alias status quo misalnya, bila ada
perempuan yang menolak bekerja di sektor domestik karena tidak percaya
bahwa ini adalah kodrat budaya-nya, dia akan dihukum oleh pandangan
masyarakat yang negatif terhadap dirinya.
Dia dianggap sebagai perempuan yang tidak bertanggung jawab terhadap
keluarganya, karena tidak menjalankan fungsi yang semestinya, sok modern, dan
kebarat-baratan. Di kota
berkat kesadaran yang meningkat, masuknya
perempuan di sektor publik sudah bisa diterima, meskipun masih di embelembeli selama tidak mengganggu pekerjaan domestic. Di desa keadaan ini
(perempuan di sektor publik) diterima karena terdesak oleh faktor ekonomi atau
kemiskinan.
Menurut Ritzer dan Goodman (2005), masalah utama dalam aliran fungsional
adalah bagaimana cara masyarakat memotivasi dan menempatkan individu pada
posisi mereka yang tepat. Dalam system stratifikasi, hal ini dapat diturunkan
menjadi dua masalah.
Pertama, bagaimana cara masyarakat menanmkan kepada individu yang tepat itu
keinginan untuk mengisi posisi tertentu.
Kedua, segera setelah individu berada pada posisi yang tepat, lalu bagaimana
cara masyarakat menanamkan keinginan kepada mereka untuk memenuhi
persyaratan posisi mereka.
Penempatan sosial yang tepat dalam masyarakat/ menjadi masalah karena tiga
alasan mendasar yaitu : (1) Posisi tertentu lebih menyenangkan untuk diduduki
Page 13 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

ketimbang posisi yang lain, (2) posisi tertentu lebih penting untuk menjaga
kelangsungan hidup masyarakat ketimbang posisi yang lain, (3) Posisi-posisi
sosial yang berbeda memerlukan bakat dan kemampuan yang berbeda pula.
Mencermati permasalahan bagi masyarakat yang mengacu kepada aliran
fngsional, maka sosialisasi peran gender berdasarkan norma androgini yaitu
menyeimbangkan kemampuan laki-laki dan perempuan berdasarkan menutup
apa kekurangan dari masing-masing. Laki-laki diperbolehkan untuk lebih akrab
dengan segi perasaannya, dirangsang untuk mengembangkan kemampuannya
akan empati dan untuk menaruh perhatian yang leih besar pada hubunganhubungan interpersonalnya disamping tetap melatih berbagai kebutuhan
pengembangan sifat asertif dan kemandiriannya.
Demikian juga bagi perempuan, yang telah memiliki sifat lebih akrab dari segi
perasaan dan empati untuk dirangsang pula untuk mengembangkan kebutuhan
pengembangan sifat asertif dan kemandiriannya. Sosialisasi peran dan fungsi
perempuan dan laki-laki dengan pola androgini ini merupakan alternative untuk
dipertimbangkan jika perempuan tidak mau terkungkung dalam mitos dan
stereotip yang merugikan pengembangan dirinya sebagai manusia yang utuh.
Profil akses dan pengambilan keputusan Terhadap Sumberdaya, Akses
adalah wewenang menggunakan sumberdaya yang dimiliki, namun tidak
mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan.
Sumberdaya dikelompokkan menjadi sumberdaya alam, manusia dan buatan.
Sumberdaya alam dalam bidang perikanan antara lain tanah, laut, ikan, air.
Sumberdaya manusia adalah semua tenaga kerja yang menjadi komunitas
masyarakat pesisir pantai Mayangan Probollinggo. Sedangkan yang termasuk
sumberdaya buatan antara lain teknologi, pasar, informasi, program kredit,
program pelatihan, dan lain-lain.
Sumberdaya di lokasi penelitian dan yang terkait dalam pembangunan pelabuhan
adalah sumberdaya alam (tanah, laut, air, ikan, bahan bakar), sumberdaya
manusia (tenaga kerja), sumberdaya buatan terkait pembangunan pelabuhan
perikanan pantai Mayangan ( kolam pelabuhan, dermaga, pasar ikan, fasilitas
penunjang lainnya, sarana darat meliputi lahan darat, pembagian zoning areal
darat, jalan dan lapangan parkir, kolam penampungan ikan hidup, laboratorium,
gedung pertemuan nelayan, gudang BAP, transit shed, suplai air tawar, suplai
BBM, tempat pembuangan sampah, bangunan toilet umum, kios dan kantin,
ruang gen set, masjid, instalasi pengolah air limbah, taman).
Akses dan pengambilan keputusan perempuan terhadap sumberdaya lebih
rendah daripada laki-laki. Kondisi ini diawali dari proses pembangunan pelabuhan
yang bias gender sehingga tidak mewakili aspirasi semua pihak yang
membutuhkan. Kebutuhan terkait dengan gender adalah spesifik. Kebutuhan
praktis gender yaitu kebutuhan jangka pendek baik untuk perempuan maupun
terhadap laki-laki. Kebutuhan praktis gender terpenuhi belum tentu berorientasi
juga untuk kebutuhan strategis gender (kebutuhan jangka panjang). Realisasi
pelaksanaan proses pembangunan pelabuhan perikanan Pantai Mayangan yang
bias gender gender tersebut, factor yang mempengaruhi antara lain karena actor
atau pelaksana pembangunan tersebut dominan dilakukan oleh laki-laki mulai
perencana, pelaksana dan pemonev. Actor itu dipandang sebagai manusia yang
mempunyai maksud dan tujuan.

4. ALAT ANALISIS DALAM MEMAHAMI GENDER

Alat analisis untuk memahami gender dengan menggunakan analisis gender


adalah suatu analisis data dan informasi tentang laki-laki dan perempuan untuk
Page 14 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

mengidentifikasikan dan mengungkapkan 4 hal dalam kehidupan keluarga dan


masyarakat yang mencakup hal berikut :
a) Kedudukan dan peranan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan
masyarakat;
b) Tingkat akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya;
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol, dan
d) Dampak pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan terhadap manfaat
pembangunan. Sedangkan teknik analisis gender adalah suatu teknik analisis
untuk mengetahui profil kedudukan dan peranan laki-laki dan perempuan
dalam pembangunan di segala bidang dan tingkatan.
Dengan demikian analisis gender dipergunakan untuk menyelaraskan hubungan
antara laki-laki dan perempuan, posisi dan kedudukan masing-masing, kebutuhan
masing-masing sumberdaya. Analisis gender diperuntukkan dalam membangun
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang lebih setara dan lebih adil. Oleh
karena itu, dalam penelitian berperspektif gender selalu diikuti dengan tindakan
implementasi yang dapat dipergunakan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
gender (Astuti, 2002).
Hubungan antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor dan
tidak berlaku secara universal, tidak bersifat statis dan monoton. Oleh karena itu,
faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut seperti faktor lingkungan,
sosial, ekonomi, politik, kelembagaan, budaya perlu juga dikaji. Konflik yang
terjadi maupun cara penyelesaian konflik juga merupakan bagian dari analisis
gender. Analisis gender dilakukan dengan unit analisisnya adalah jenis kelamin.
Oleh karena itu dalam pengumpulan data juga dibedakan antara laki-laki dan
perempuan. Analisis gender juga dapat digunakan pada proyek pembangunan
mulai tahapan identifikasi
permasalahan ataupun potensi, perencanaan,
implementasi, monitoring serta evaluasi suatu program ataupun proyek (Astuti,
2002).
Secara mikro, analisis gender juga dapat dilakukan pada berbagai bidang
penelitian baik yang terkait dengan pendidikan, politik,pertanian, perikanan,
peternakan, perkebunan, kehutanan, kesehatan, kekerasan
terhadap
perempuan, kemiskinan, dan sebagainya.

Beberapa metode analisis gender dan aplikasinya akan dibahas dalam kajian ini,
yaitu teknik analisis Harvard, Matrik Analisis Gender (MAG), Longwe, Gender
Analisis Pathway dan P2MDBG (Perencanaan Pembangunan Masyarakat Desa
Berwawasan Gender)
Astuti (2002) mengatakan bahwa analisis gender dapat dilakukan pada berbagai
level, yaitu :
a) Level grassroot / mikro (rumah tangga dan masyarakat). Alat analisis yang
digunakan dapat berupa : a. Pembagian kerja gender / peran, b. akses dan
kontrol terhadap sumberdaya, c. posisi sosial politik dan kapasitas pengambilan
keputusan pada laki-laki dan perempuan.
b) Level institusi, yaitu kapasitas gender institusi yang meliputi :
Kebijakan yang adil gender, termasuk dalam hal ini adalah partisipasi laki-laki
dan perempuan, anggaran yang adil gender,

struktur organisasi dalam institusi yang memperhatikan kesetaraan dan


keadilan gender, dan
Personil dalam organisasi yang sensitif dan sadar gender.
c) Level proyek meliputi :
partisipasi semua staf maupun pimpinan dalam proses pengambilan,
akses dan kontrol terhadap fasilitas dan manfaat proyek.

Page 15 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

4.1 Analisis Gender Metode Harvard


Metode ini sering disebut GFA (Gender Frame work Analysis) yang pertama kalinya
dikemukakan oleh Overhold et al(1986) yang dirancang sebagai landasan untuk profil
gender dari suatu kelompok sosial. Kerangka metode ini tersusun atas empat elemen
pokok, yaitu :
a) Profil Aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender, yang memuat daftar
tugas laki-laki dan perempuan (perempuan melakukan apa ?, laki-laki melakukan
apa ?). Aktivitas tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produktif, reproduktif /
domestik dan sosial politik keagamaan. Melihat profil aktivitas maka
memungkinkan juga untuk melakukan pengelompokan menurut umur, etnis, kelas
sosial tertentu, dimana dan kapan tugas-tugas tersebut dilakukan.
b) Profil akses (perempuan dapat memperoleh sumberdaya apa, laki-laki dapat
memperoleh sumberdaya apa, perempuan menikmati apa, laki-laki menikmati
apa).
c) Profil kontrol (perempuan mengambil keputusan penggunaan sumberdaya apa,
laki-laki penentu penggunaan sumberdaya apa). Sumberdaya di sini adalah
sumberdaya yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas tersebut serta manfaat
apa yang diperoleh dari melakukan aktifitas.
d) Faktor-faktor yang menyangkut hal-hal yang mengakibatkan adanya pembagian
kerja, adanya profil, akses dan kontrol suatu masyarakat tersebut.
Kerangka analisis Harvard dapat dilihat pada tabel berikut
Kegiatan

Perempuan /Anak
perempuan

Laki-laki / Anak lakilaki

Kegiatan Produktif
Pertanian
Mencari nafkah lain
Pekerjaan, dll
Kegiatan Reproduktif
Penyediaan air bersih
Penyediaan makanan
Pengasuh Anak
Yang terkait dg
kesehatan,dll
Kegiatan Sosial

Profil akses dan control (pengambilan keputusan) terhadap


sumberdaya
Sumberdaya

Akses
Perempuan Laki-laki

Tanah
Peralatan
Uang
Pendidikan, dll
Manfaat :
Selain income
Harta kekayaan
Kebutuhan dasar
Pendidikan

Page 16 of 41

Kontrol
Perempuan Laki-laki

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Faktor yang mempengaruhi


Hambatan

Peluang

Faktor yang
mempengar
uhi

4.2

Norma, nilai, adat, faktor


demografis
Struktur masyarakat
Faktor ekonomi
Faktor politik
Ukuran legal
Pendidikan
Sikap masyr.thd pekerja
sosial
Kerangka metode analisis Harvard ini dapat digunakan pada tingkat mikro
(masyarakat dan rumah tangga, baik dalam setiap sektor maupun siklus
proyek).

Matrik Analisis Gender (MAG)


MAG adalah suatu cara untuk melakukan analisis gender pada suatu proyek
pembangunan dengan menggunakan alat, yaitu matrik. Alat ini digunakan untuk
menentukan berbagai akibat dari suatu proyek pembangunan pada laki-laki dan
perempuan. Analisis sebaiknya dilakukan oleh sekelompok orang anggota masyarakat
yang terdiri dari laki-laki dan perempuan secara seimbang.
Analisis ini dapat digunakan pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, serta tahap
evaluasi proyek. Pada tahap perencanaan, alat ini digunakan untuk menentukan
apakah proyek yang akan dilakukan diharapkan mempunyai dampak atau akibat pada
gender sesuai
dengan tujuannya misalnya meningkatkan KKG. Pada tahap
pelaksanaan, sangat berguna dalam mempertimbangkan apakah gender sudah dipakai
dalam memperbaiki disain proyek yang sedang dilaksanakan. Pada tahap evaluasi
sangat berguna untuk mengetahui akibat proyek secara lebih luas terhadap laki-laki
dan perempuan.
Tingkat dan kategori Analisis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tk.
Analisis

Tenaga

Waktu

Sumberdaya

Budaya

KategoriLaki-laki

Analisis
Perempuan

Rumah tangga

Page 17 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah


Masyarakat

Brawijaya University 2012


_

Keterangan :
Pada kolom tersebut diisi dampak negatif (-) dan positif (+) dengan adanya proyek /
kebijakan
Untuk menentukan dampak + dan dapat didasarkan pada hasil wawancara terhadap
laki-laki dan perempuan
Jika dampak negatif lebih banyak daripada dampak positif berarti kebijakan / proyek
tersebut tidak atau kurang bermanfaat dan sebaliknya.
Jika dampak negatif lebih banyak bagi perempuan berarti kebijakan / proyek tersebut
kurang bermanfaat bagi perempaun dan sebaliknya.
4.3

LONGWE
Metode Longwe digunakan sebagai alat analisis, yaitu menganalisis proses pemampuan
perempuan, bukan dalam arti kesejahteraan material. Tujuannya adalah untuk
memahami lima butir kriteria analisis (kesejahteraan, akses, penyadaran partisipasi
aktif dan kontrol), sehingga dapat menginterpretasikan pembangunan perempuan
sebagai suatu proses yang pentingdan bagian integral dari proses pembangunan serta
untuk mencapai KKG dalam lima butir tersebut.
Komponen dalam masing-masing variabel dapat dilihat pada berikut :
Variabel
1.
Kesejahter
aan

2. Akses

3.
Penyadara
n

1. Partisipasi
a. Pemerat
aan
b. Keterliba
tan
5. Kontrol

Komponen
Pangan, papan, sandang,
pendapatan, layanan
kesehatan, angka kematian,
buta huruf, status gizi,
kemampuan membaca,
menulis, kemampuan
berbahasa Indonesia dan
lain-lain.
Tanah, lapangan, kredit,
pelatihan, fasilitas
pemasaran, teknologi dan
lain-lain.
Isu dan kebutuhan
perempuan, diskriminasi
perempuan, kemampuan
menganalisis isu sejalan
dengan hak dan kepentingan,
dan lain-lain.
Proses perencanaan, penentu
kebijakan, dan administrasi.
Penetapan kebutuhan,
formulasi proyek,
implementasi dan monitoring
serta evaluasi, dan lain-lain.
Keseimbangan penguasaan
terhadap faktor produksi dan
distribusi manfaat tidak ada
pihak pada posisi dominan
atau sub ordinat, misalnya :
L dan P mempunyai kontrol
yang sama terhadap
Page 18 of 41
pendapatan.

Keterangan
Diperlukan data pembuka
wawasan yang terpilah
gender
Profil
aktivitas
masyarakat
Indikator

Monev
Melek huruf perempuan
90-95 %
Usia harapan hidup > 70
tahun
AKI 300-325 per 100.000
Sumbangan pendapatan
perempuan 35-50 %
Partisipasi
perempuan
45-55 %
Peningkatan penghasilanperempuan 50-70 %
Peningkatan
usaha
ekonomi
produktif
dengan modal di atas 5
juta (25 %)

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Secara aplikasi, sama dengan menganalisis metode Harvard hanya saja pada
metode Longwe lima level pemerataan digambarkan keberhasilan pemerataan dan
pemampuannya dengan piramida. Lima level pemerataan merupakan hubungan
hirarki. Oleh karena itu pemerataan / persamaan kontrol lebih penting untuk
pembangunan perempuan daripada pemerataan kesejahteraan. Level pemerataan
yang lebih tinggi secara otomatis adalah level pembangunan yang lebih tinggi.
Hirarki pemampuan / pemberdayaan dapat disusun dalam bentuk piramida sebagai
berikut :

Matrik analisis metode Longwe dapat dilihat pada tabel berikut :


Sektor

Pro
yek

Kesejahtera
an

Ak
ses

Penya
daran

Partisi
pasi

Kon
trol

Pertanian
Pendidikan
dan
pelatihan
Industri
Proyek milik
perempuan

Salah satu langkah dapat ditempuh dengan membuat pohon masalah dan pohon
tujuan.

Variabel pengamatan dan data primer yang dikumpulkan pada metode Longwe dapat
dilihat ditabel berikut :
Variabel
1. Akses dalam unit usaha

Data Yang Dikumpulkan


Akses terhadap sumberdaya modal (lahan, modal
dan peralatan)
Akses terhadap informasi (teknologi tepat guna,
harga dan lokasi bahan baku, saprodi, harga
Page 19 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

2.

Partisipasi dalam
pengelolaan,
pendapatan dan
pengembangan usaha

3.

Kesadaran pengelolaan
dan pengembangan
usaha (pengetahuan,
pemahaman dan
strategi pemecahan
masalah)

Brawijaya University 2012

a.

b.

c.

4.

Pengambilan
keputusan dan kontrol
pada sumberdaya dan
manfaat

a.

b.

c.

d.

4.4

produk, lokasi pemasaran dan selera konsumen /


pembeli).
Pengadaan bahan baku/sarana produksi
Pengadaan modal usaha
Pengadaan tenaga kerja
Pengadaan peralatan
Mengatur penggunaan bahan baku / saprodi
Mengatur penggunaan modal usaha
Mengatur penggunaan tenaga kerja
Mengoperasikan peralatan
Memasarkan hasil produksi
Jumlah dan jenis penggunaan pendapatan
Mencari peluang pasar
Menambah peluang usaha
Pengetahuan
Penggunaan faktor produksi menurut jumlah dan
jenis, asal/sumber modal, waktu, pengembalian
dan tingkat bunga modal pinjaman.
Proses produksi : rencana skala usaha, waktu
pelaksanaan usaha, jenis/macam komoditas.
Aktivitas
pemasaran:
waktu
dan
lokasi
penjualan, harga per unit, proporsi jumlah yang
dijual, sistem pemasaran.
Pemahaman
Persepsi serta upaya terhadap pengembangan
usaha
Strategi pemecahan masalah
Pengadaan bahan baku / sarana produksi
Pemasaran hasil produksi
Penggunaan faktor produksi
Jenis dan kualitas bahan baku/sarana produksi
dan peralatan
Tempat pembelian bahan baku/sarana produksi
dan peralatan
Jumlah dan jenis kelamin tenaga kerja yang
direkrut
Proses produksi
Penentuan waktu proses produksi
Penentuan luas lahan dan jenis komoditi
Penentuan jumlah jenis barang dan bahan
pelengkap
Ketentuan proporsi jumlah produk
Pemasaran
Tempat/lokasi penjualan
Harga jual
Proporsi jumlah yang dijual
Sistem pemasaran
Mengatur jumlah penjualan menurut alokasi
tempat
Alokasi pendapatan

Moser
Metode Moser adalah suatu metode atau teknis analisis gender yang membantu
perencana atau peneliti dalam menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam
tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender. Metode Moser ini
Page 20 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan (kesetaraan, keadilan, anti


kemiskinan, efisiensi, penguatan atau pemberdayaan), identifikasi terhadap peranan
majemuk perempuan (reproduksi, produksi, sosial kemasyarakatan), serta identifikasi
kebutuhan gender praktis dan strategis.
Ada 6 alat yang dipergunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk semua tingkatan,
dari proyek sampai perencanaan daerah, yaitu
a) Identifikasi Peranan Gender (Tri peranan)
Seperti halnya kerangka Harvard, alat ini mencakup penyusunan pembagian
kerja gender / pemetakan aktivitas laki-laki dan perempuan dalam rumah
tangga selama 24 jam. Yang dimaksud Tri Peranan dalam Moser adalah sama
dengan kerangka Harvard, membagi peranan perempuan yang berpendapatan
rendah ke dalam peranan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan atau kerja
sosial.
b) Penilaian Kebutuhan Gender
Moser mengembangkan alat ini dari konsep minat / kebutuhan gender dari sudut
perempuan. Perempuan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dengan
laki-laki karena tri peranan mereka sebagaimana posisi sub ordinal mereka
terhadap laki-laki dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhab tersebut dibedakan
ke dalam minat / kebutuhan praktis gender dan strategis gender.
Kebutuhan praktis gender(practical gender needs) berkaitan dengan kondisi
kehidupan sehari-hari, sedangkan kebutuhan strategis gender (strategic gender
needs / interests) berhubungan dengan posisi subordinasi. Perbedaan antara
kebutuhan praktis dan strategis gender tampak pada tabel berikut :

Kebutuhan praktis gender


(KPG)
Cenderung bersifat jangka pendek &
menengah
Unik bagi kelompok perempuan
Berkaitan dg kebutuhan sehar-hari :
pangan, papan, penghasilan,
kesehatan anak, dll
Mudah didentifikasi oleh kelompok
perempuan yang bersangkutan
Dapat diatasi dg penyediaan input
spesifik : pangan, pompa, klinik, dll

Memenuhi kebutuhan praktis :


Cenderung melibatkan perempuan
sbg penerima manfaat atau
mungkin partisipan
Dapat meningkatkan kondisi
kehidupan perempuan
Umumnya tidak merubah peran dan
hubungan gender yang mentradisi

Page 21 of 41

Kebutuhan strategis gender


(KSG)
Cenderung bersifat jangka panjang
Bersifat umum hampir seluruh
perempuan
Berkaitan dengan posisi yang kurang
menguntungkan : subordinasi,
kelangkaan sumber dan pendidikan,
kerentanan terhadap kemiskinan
dan tindakan kekerasan
Penyebab posisi yang kurang
menguntungkan dan potensi untuk
berubah tidak selalu dapat
diidentifikasi
Dapat diatasi melalui peningkatan
kesadaran, kepercayaan diri,
pendidikan, penguatan organisasi
perempuan, mobilisasi politik, dsb.
Memenuhi kepentingan / kebutuhan
strategis:
Melibatkan perempuan sebagai agen
pembangunan atau memberdayakan
perempuan untuk menjadi agen
pembangunan
Dapat meningkatkan kedudukan
perempuan dalam masyarakat
Dapat memberdayakan perempuan
dan merubah hubungan gender

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

c) Pendisagregasian (pemisahan) kontrol atas sumberdaya dan pengambilan


keputusan dalam rumah tangga (alokasi sumberdaya intra rumah tangga dan
kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga). Alat ini digunakan
untuk menemukan siapa yang mengontrol sumberdaya dalam rumah tangga, siapa
yang mengambil keputusan penggunaan sumberdaya dan bagaimana keputusan
itu dibuat.
d. Menyeimbangkan peranan
Menyeimbangkan peranan sangat berhubungan dengan bagaimana perempuan
mengelola keseimbangan antara tugas-tugas produktif, reproduktif, dan
kemasyarakatan. Termasuk mempertanyakan tentang Apakah suatu intervensi
yang direncanakan akan meningkatkan beban kerja perempuan pada satu peranan
dengan konsekuensi terhadap peranan perempuan lainnya.
e. Matrik kebijakan WID / GAD
Matrik kebijakan Women In Development (WID) atau Gender And Development
(GAD) memberikan suatu kerangka untuk mengidentifikasi atau mengevaluasi
pendekatan-pendekatan yang sedang atau dapat digunakan untuk dapat ditujukan
pada tri peranan, serta kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategis gender pada
perempuan dalam proyek dan program. Matrik ini dibedakan ke dalam 5
pendekatan yaitu kesejahteraan, keadilan, anti kemiskinan, efisiensi, dan
pemberdayaan.
f. Melibatkan perempuan, organisasi penyadaran gender dan perencana dalam
perencanaan
Tujuan dari alat ini untuk memastikan bahwa KPG dan KSG diidentifikasi dan dijamin
sebagai kebutuhan-kebutuhan nyata perempuan. Matrik analisis metode Moser dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Proyek
No
Nama

Peranan yang difokuskan


Reprod.

Prod.

Kemasyr

KG
KGP

Pendekatan
kebijakan

Ket. lain

KGS

Catatan :
Tuliskan nomor dan judul / nama proyek
Perempuan difokuskan pada peranan apa
Kebutuhan gender apa yang ingin dipenuhi
4.5 Gender Analysis Pathway (GAP)

Metode GAP adalah metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender dengan
melihat aspek akses, peran, manfaat dan kontrol
yang diperoleh laki-laki dan
perempuan dalam program pembangunan mulai perencanaan sampai dengan
monitoring dan evaluasi. Berikut disajikan langkah-langkah (alur kerja analisis) pada
kasus program Keluarga Berencana (KB).
Langkah-langkah (alur kerja analisis) tersebut adalah :

Melakukan analisis bias gender yang ada di wilayah penelitian. Analisis bias
gender ini meliputi kesenjangan dalam faktor sosial, ekonomi, sosial, budaya
dan agama. Aplikasi matrik identifikasi masalah Gender dapat dilihat pada
tabel berikut
Page 22 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012


PENYEBAB MASALAH

N
o

IDENTIFIKASI
MASALAH

Faktor Sosial
Budaya

Faktor
Agama

Faktor Sosial Ekonomi

Ket

Kesetaraan dlm
Prog. KB bagi
laki-laki sangat
rendah

- Suami tidak
pantas ikut KB
- KB urusan
perempuan

- Laki-laki harus
mencari nafkah tidak
punya waktu untuk
mengetahui selukbeluk KB
- Terbatasnya pilihan
kontrasepsi yg
murah untuk laki-laki

Melakukan diskusi bersama tim kerja di wilayah penelitian untuk membangun


matrik analisis gender. Aplikasi matrik analisis gender ini dapat dilihat pada tabel
berikut :

Kebijakan
saat ini

Data terpilih

Isu Gender
Faktor Kesenjangan
Peran
Kontrol

Akses
1
Peserta
KB laki2
perlu
ditingkatkan

2
Sampai akhir
bulan Juli 2001
:
-Peserta KB
laki-laki
=
1,38 %
Perempuan
=98,62%

3
Pelaya
nan KB
sebagi
an
besar
untuk
perem
puan

4
Kurang/sedi
kit sekali
laki-laki yg
berpartisipa
si secara
langsung
dlm prog.
KB

5
Walaupun peserta
KB adalah
perempuan tetapi
pengambilan
keputusan adalah
di tangan laki-laki

Manfaat
6

Ket

7
Peran serta
laki-laki
dalam
program KB
sangat
rendah

Dari matrik
I dan II ini, sudah dapat formula kebijakan gender yang baru dan
I
indikator secara jelas terukur dan dapat diaplikasikan di lapangan.

Setelah kebijakan baru diformulasikan selanjutnya tetapkan kegiatan-kegiatan


Tujuan
operasional
kebijakan saat
yang responsif gender dengan sasaran laki-laki dan perempuan.

Hasilpartisipasi
dari analisis
gender model GAP ini dituangkan ke dalam matrik Program
lakiII
laki dalam KB
Aksi yang berisi langkah-langkah atau intervensi yang akan dilaksanakan di
wilayah kerja secara lengkap.

Secara lengkap langkah-langkah


kebijakan tersebut tertuang dalam gambar

ini mningkatkn

Formulasi

Data pembuka jml


penduduk di
Sumsel 6.806.800
jiwa,
laki2=3.481.864 jw
atau 50,36 %
Peremp=3.324.136

jw atau 49,64%

Faktor kesenjangan
Akses peserta KB
pd umumnya
peremp, partispasi
peserta KB peremp
98,62%.
Laki2=1,380%.
Kontrol
pengambilan
keputsn dilakukn
oleh laki2

responsif pelayan
Meningkatkan
peran serta
laki2 dalam
program KB
1,36% menjadi
Meningkatkan
pelayanan KB
laki2

III
Advokasi KIE KB
laki2
Pelayanan
Pelatihan tenaga

Sasaran :

Indikator
Gender Angka
Akseptor KB
meningkat
menjadi
3,48 %.

Page 23 of 41

s
u

Rencana Tindak

PUS
Keluarga
Toga
Institusi
pemerintah
Sarana
Yankes

Pelaksanaan
tahun 2002

M
o
n
i
t
o
r
i
n
g
d
a
n

e
v
a
Brawijaya University 2012
l
u
a
s
i

e
n
Mata Kuliah / MateriKuliah
d
e
r
p
e
r
a
n
s
e
r
t
a
4.6

Perencanaan Pembangunan Masyarakat Desa Berwawasan Gender (P2MDBG)

P2MDBG adalah perencanaan pembangunan yang disusun dari, oleh dan untuk
a
masyarakat berdasarkan permasalahan, kebutuhan, potensi dan upaya pemecahan
i
masalah laki-laki
- dan perempuan secara berimbang. P2MDBG diperlukan karena
muara seluruh pembangunan
adalah masyarakat desa/ kelurahan baik perempuan
l
maupun laki-laki
sebagai
subyek
maupun obyek pembangunan yang diharapkan
a
mampu
k
memecahkan masalahnya
sendiri. Harapan tersebut dapat terwujud melalui
i
perencanaan dari, oleh, untuk masyarakat yang memungkinkan suara keinginan dan
kepentingan perempuan dan laki-laki terwakili secara seimbang.
Langkah-langkahd penerapan P2MDBG dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Kegiatan Kajian Gender

l
mKegiatan I

Kegiatan II

Kegiatan III

p
r
o
g
K
B
Profil kegiatan
perempuan
s
dan laki-laki
a
Profil peluang
&penguasaan
n
Profil kajian
g
partisipasi(ku
a dan
antitatif
t
kualitatif)
Profil Dampak

SKETSA
DESA

Masalah
/isme
gender

KALENDER

F1

F2

F4

F5

F6

F7

MUSIM

r
BAGAN
F3
e
KELEM
-BAGAAN
n
Keterangan gambar
:
F1 : Daftar masalah
dan potensi dari SKETSA Desa
d
F2 : Daftar masalah
dan potensi dari kalender musim
a
Gambar
langkah-langkah
P2MDBG
F3 : Daftar masalah
dan
Potensi
dari Bagan Penerapan
Kelembagaan
h
Page 24 of 41

P2MDBJ

Mata Kuliah / MateriKuliah


F4
F5
F6
F7

:
:
:
:

Brawijaya University 2012

Pengelompokan masalah dan potensi


Peringkat masalah
Pengkajian tindakan pemecahan masalah
Penentuan peringkat tindakan.

Kerangka analisis dengan P2MDBG dapat dilihat pada tebel berikut :


Tabel Pengelompokan Masalah dan Potensi
No
1
2
3
4

Permasalahan

Potensi

Tabel penentuan peringkat masalah


N
o

Masalah

Dirasakan
oleh
orang
banyak

Menghambat
peningkatan
pendapatan

Sering
terjadi

Tersedia
potensi untuk
memecahkan
masalah

Jumlah
nilai

Urutan
peringkat

1
2
3
4

Tabel Penentuan Peringkat Tindakan


Tindakan yang
layak

Pemenuhan
kebutuhan
orang
banyak

Dukungan
peningkatan
pendapatan

Dukungan potensi
untuk mengatasi
masalah

Jumlah
Nilai

Peringkat
tindakan

Jumlah
Nilai

Peringkat
tindakan

Tabel Penentuan Peringkat Tindakan


Tindakan yang
layak

Pemenuhan
kebutuhan
orang
banyak

Dukungan
peningkatan
pendapatan

Dukungan potensi
untuk mengatasi
masalah

REFERENSI
1. Departemen Dalam Negeri RI. Dirjen Pembangunan Masyarakat Desa., 1999.
Perencanaan Pembangunan Masyarakat Desa Berwawasan Gender
(P2MDBG). Jakarta
2. Kementerian Pemberdayaan Perempuan. 2001. Indikator Pembangunan
Gender Propinsi dan Kabupaten / Kota. Deputi Bidang Pengembangan
Page 25 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan.


3. Kementerian Pemberdayaan Perempuan. 2001. Analisis Gender. Bunga
Rampai. Bahan Pembelajaran Pelatihan PUG Bidang Kesehatan Reproduksi
dan Kependudukan.
4. Astuti, 2002. Aplikasi Teknik Analisis Gender. Penataran dan Lokakarya
Metodologi Penelitian Gender. Departemen Pendidikan Nasional. Ditjen Dikti.
Dirjen Pembinaan Penelitiandan Pengabdian Pada Masyarakat. Hotel
Agrowisata Batu Malang, 16-20 Juni 2002.
5. Ditjen Dikti, 2002. Konsep dan Kerangka Analisis Gender. Penataran dan
Lokakarya Metodologi Penelitian Gender. Departemen Pendidikan Nasional.
Ditjen Dikti. Dirjen Pembinaan Penelitiandan Pengabdian Pada Masyarakat.
Hotel Agrowisata Batu Malang, 16-20 Juni 2002.
6. Chilmia, E. 2000. Kajian Pemberdayaan Wanita Nelayan Di Desa Pantai
Kabupaten Dati II Gresik. Laporan Skripsi. Fakultas Perikanan Unibraw.
Malang.
7. Harsoyo, 1998. Kerangka Analisis / Metode Harvard. Pelatihan Teknik
Analisis Gender. PSW UGM. Yogyakarta. 12-13 Juni 1998.
8. Mayasari, F. 2001. Dampak Kebijakan Sub Sektor Perikanan Terhadap
Wanita Nelayan Di Desa Kedungcowek Kecamatan Kenjeran Kota
Surabaya. Laporan Skripsi. Fakultas Perikanan Unibraw. Malang.
9. Mufidah, CH. 2001. Faktor Sosial Budaya dan Agama Yang
Melanggengkan Ketimpangan Gender. PPHG. Fakultas Hukum. Unibraw.
10. Nuraini, 2002. Potensi dan Peluang Pemberdayaan Masyarakat
pantai
di
Kelurahan
Mayangan
Kecamatan
Mayangan
Kota
Probolinggo Jawa Timur. Laporan Skripsi. Fakultas Perikanan Unibraw.
Malang.
11.
Riniwati. 2004. Buku Ajar Kajian Gender. Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya
12. Sadli. 2010. Berbeda Tetapi Setara. Pemikiran tentang Kajian
P)erempuan. Kompas. Jakarta
13. Syafaat, 2002. Pengarusutamaan Gender (Gender Main and Streaming)
Dalam Pembangunan : Pergeseran Pendekatandari WID ke GAD. Pusat
Pengembangan Hukum dan Gender. Fakultas Hukum. Unibraw.
14. Supardan. 2008. Pengantar Ilmu Sosial. Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. Penerbit Bumi Aksara.
15. Widaningrum, 1998. Metode Longwe dan Aplikasinya. Pelatihan Teknik
Analisis Gender. PSW UGM. Yogyakarta. 12-13 Juni 1998.
16. Wisaptiningsih dan Riniwati, 2002. Analisis dan Indikator Gender Serta
Implementasinya, Implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) di
Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu, Kerjasama antara
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dengan P3W Unibraw Malang . 25
September 2002.
17. Wisadirana. 2004. Sosiologi Pedesaan. Kajian Kultural dan Struktural
Masyarakat Pedesaan. UMM Press

PROPAGASI
A. Latihan dan Diskusi (Propagasi vertical dan Horizontal)

1) Apa yang akan anda lakukan jika anda menjadi kepala Dinas
Perikanan dan Kelautan, jika ada program kredit usaha kecil
dan menengah (UKM) yang harus disalurkan ke usaha
Page 26 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

perikanan. Dinas Perikanan dan Kelautan mendapat


kepercayaan untuk mengatur program penyaluran kredit
tersebut. Bagaimana perencanaan yang anda buat agar
program tersebut berperspektif gender? Jelaskan pendapat
anda secara detail baik menggunakan flowchart maupun
diskripsinya. (nilai 40)
2) Ada kasus yang terjadi pada industri yaitu upah buruh
perempuan cenderung lebih rendah dari upah laki-laki. Faktorfaktor apa yang menyebabkan terjadinya kesenjangan gender
dalam hal rendahnya upah buruh perempuan tersebut?
Identifikasi akar permasalahan gender yang menyebabkan
upah buruh perempuan lebih rendah termasuk pada industri
perikanan dengan menggunakan pohon masalah dan pohon
tujuan yaitu identifikasi cara-cara penyelesaian masalah.
(nilai 40)

B.
1.
2.
3.

Pertanyaan (Evaluasi mandiri)


Apa yang dimaksud dengan gender?
Apa bedanya gender dengan seks?
Apa yang dimaksud dengan :

a) Kesenjangan gender
b) Kesenjangan gender
c) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG)
d) Feminisme
e) Peran gender
f) Perbedaan gender
g) Beban kerja berlebihan (over burdent)
h) Bias Gender
i) Stereotype (Stereotip)
j) Patriarki
k) Diskriminasi Gender
l) Buta Jender
m) Sadar Gender
n) Peka/Sensitif Gender
o) Mawas Gender
p) Peduli/Responsif Gender

C.

QUIZ -mutiple choice (Evaluasi)


Page 27 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah


D.

Brawijaya University 2012

PROYEK (penerapan topic bahasan pada dunia nyata)

Lembar Kasus
1. MENGAPA MARIA MATI?
Maria seorang gadis berusia 15 tahun. Ia berhenti sekolah pada usia 12 tahun
karena harus mengasuh adiknya 3 orang yang masih kecil. Selain mengasuh
adiknya, Maria juga membantu pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan
rumah, memasak dan mengambil air di mata air yang tempatnya cukup jauh.
Setahun kemudian, Maria tertarik untuk bekerja di kota negara tetangga
karena dijanjikan gaji yang cukup besar oleh seorang pencari tenaga kerja
yang kebetulan saudara Kepala Desa di kampungnya. Pekerjaan yang
dijanjikan adalah Pekerjaan Rumah Tangga (PRT). Maria berpikir itu pekerjaan
mudah karena merasa dalam kesehariaanya dia telah melakukan semua
pekerjaan tersebut dan mendapat gaji pula. Dia membayangkan gajinya akan
sangat membantu memenuhi kebutuhan keluarganya yang miskin. Akhirnya
Maria berangkat bersama saudara Kepala Desa tersebut ke Malaysia dengan
dukungan kedua orang tuanya.
Maria bekerja selama 2 (dua) tahun di Malaysia sebagai PRT. Namun tidak
seperti yang dibayangkan, ia mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari
majikannya. Ia tidak diberi upah, disiksa dan diperkosa. Maria tidak bisa
berbuat apa-apa karena rumah majikan dikelilingi tembok tinggi. Pada saat ia
hamil, majikannya memulangkannya kembali ke kampung. Karena terlalu
sering disiksa Maria menjadi sangat lemah dan sakit-sakitan. Sementara
karena tidak punya uang ia tidak bisa memeriksakan kandungannya ke
Puskesmas yang jaraknya 30 km. Akibatnya ketika hendak melahirkan Maria
harus menjalani operasi. Dokter memintanya ke Rumah Sakit di kota
kabupaten karena tidak ada peralatan yang memadai di Puskesmas. Tetapi
karena tidak memiliki uang, keluarganya masih harus mencari pinjaman
kesana kemari. Maria sudah tidak dapat bertahan lagi dan akhirnya meninggal
dunia.
Mengapa Maria Mati?
2. BENARKAH KUALITAS MANUSIA INDONESIA RENDAH?

Jumat, 25 Juli, 2003 oleh: Gsianturi. Benarkah Kualitas Manusia Indonesia


Rendah? Gizi.net - Benarkah Kualitas Manusia Indonesia Rendah?
Salah satu badan dunia yang bernaung di bawah organisasi PBB, United Nations
Development Programme (UNDP), baru-baru ini menjalankan "ritual" tahunan
dengan mengumumkan negara-negara menurut peringkat Human Development
Index (HDI)-nya. Dalam laporannya yang berjudul Human Development Report
2003 dengan indeks 0,682 Indonesia ditempatkan di peringkat 112 dari 175
negara. Sementara negara-negara jiran seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan
Filipina ada di peringkat yang lebih tinggi.
Malaysia misalnya, negara jiran yang dulu pernah bersekolah di Indonesia itu kini
menempati peringkat 58, jauh di atas Indonesia yang dulu pernah menjadi
gurunya. Thailand yang enam tahun lalu sama-sama dibantai oleh krisis ekonomi
berada di peringkat 74; sementara Filipina di peringkat 85.
Laporan UNDP yang sebenarnya "biasa-biasa" saja itu tidak urung menimbulkan
reaksi dari masyarakat, khususnya datang dari kaum intelektual dan birokrasi
pemerintahan. Bentuk reaksinya pun beraneka ragam, ada yang bisa menerima
secara apa adanya, ada yang cenderung tidak percaya, ada yang terkesan
mempertahankan diri, tetapi ada pula yang langsung menyerah kalah.
Page 28 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Laporan UNDP seperti itu sesungguhnya bukan barang baru karena sudah
dikerjakan selama belasan tahun. Setiap tahun dipublikasi ke berbagai negara,
khususnya negara-negara yang menjadi objek studinya. Sebagai penyedap
laporan ditaruhlah bumbu-bumbu yang ditulis menurut persepsi tim studinya
meskipun tidak seluruh data yang mendukung adalah data yang lengkap serta
aktual. Ada juga data yang masih harus diklarifikasi validitasnya.

3. Mutu Manusia
Pada dasarnya HDI merupakan satuan yang dikembangkan oleh UNDP untuk
mengukur keberhasilan pembangunan pada suatu negara. HDI merupakan suatu
angka yang diolah berdasarkan tiga dimensi sekaligus; masing-masing adalah
panjang usia (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup (standard
of living) suatu bangsa. Secara teknis ketiga dimensi ini dijabarkan menjadi
beberapa indikator, yaitu kesehatan dan kependudukan, pendidikan serta
ekonomi.
Indikator kesehatan menyangkut angka kematian bayi (infant mortality rate),
angka kematian balita (under-five mortality rate), dsb. Indikator kependudukan
menyangkut usia harapan hidup (life expectancy), penduduk yang tak
mempunyai harapan hidup sampai usia 60 tahun (people not expected to survive
to age 60), dsb. Indikator pendidikan menyangkut angka melek huruf (literacy
rate), anak yang berpendidikan sampai kelas lima sekolah dasar (children
reaching grade 5), angka partisipasi pendidikan (enrollment ratio), dsb.
Sedangkan indikator ekonomi antara lain menyangkut indeks kemiskinan
(poverty index).
Demi melihat konstruksi HDI yang terjabarkan dalam indikator-indikator tersebut
jelaslah HDI merupakan ukuran keberhasilan (atau kegagalan) pembangunan
kesehatan dan kependudukan, pendidikan, serta ekonomi pada suatu bangsa.
Implikasinya HDI yang tinggi menunjukkan keberhasilan pembangunan
kesehatan, kependudukan, pendidikan dan ekonomi di suatu negara; sebaliknya
HDI yang rendah menunjukkan pembangunan kesehatan, kependudukan,
pendidikan dan ekonomi di suatu negara.
Selanjutnya penafsiran HDI sebagai indikator mutu manusia kiranya tidak terlalu
salah sepanjang satuannya adalah bangsa atau manusia di negara tertentu, dan
konteksnya terbatas pada kesehatan, kependudukan, pendidikan dan ekonomi.
HDI bukanlah ukuran mutu manusia dalam satuan individu atau orang per orang.
Apakah publikasi UNDP yang mendudukkan Indonesia di peringkat 112 dari 175
negara untuk tahun 2003 menunjukkan bahwa mutu manusia Indonesia rendah?
Untuk menjawab masalah ini perlu kita pelajari sistem publikasi UNDP itu sendiri.
Dalam mempublikasi laporan tahunannya, UNDP mengklasifikasi negara-negara
di dalam kelompok tinggi (high human development) dengan indeks di atas
0,800; kelompok menengah (medium human development) dengan indeks 0,501
sampai dengan 0,800; serta kelompok rendah (low human development) dengan
indeks di bawah 0,500.
Khusus di dalam laporannya tahun 2003 ini Indonesia dengan indeks 0,682
dimasukkan di dalam kelompok menengah, yaitu pada peringkat 112 dari 175
negara. Di kelompok menengah ini terdapat banyak negara tetangga kita seperti
Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Di luar itu ada Meksiko, Brasilia, Rusia,
dan Cina. Di kelompok tinggi ada nama-nama Singapura, Norwegia, Eslandia,
Australia, Jepang, Amerika Serikat (AS); sedangkan di kelompok rendah terdapat
nama-nama Nepal, Bangladesh, Togo, Nigeria, Mauritania, Angola, dan Burundi.
Melihat data tersebut sesungguhnya, prestasi Indonesia tidaklah terlalu buruk,
setidak-tidaknya lebih baik dari negara-negara yang berada di kelompok rendah.
Mutu manusia Indonesia sedang-sedang saja. Mutu manusia Indonesia lebih baik
dibanding Nepal, Bangladesh, Togo, Mauritania, Nigeria, dan Angola; tetapi lebih
Page 29 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

buruk dibanding Singapura, Norwegia, Eslandia, Australia, Jepang, dan AS.


Yang membuat kita kebakaran jenggot adalah, mengapa mutu manusia Indonesia
lebih rendah atau lebih buruk daripada Vietnam (109), Filipina (85), Thailand
(74), Malaysia (58), dsb? Mengapa mutu manusia Indonesia berada jauh di
bawah Brunei Darussalam (31), Singapura (28), dan Australia (11) yang
ketiganya berada di kelompok tinggi? Mengapa mutu manusia Indonesia lebih
rendah daripada kelompok manusia di sekitarnya?
Tiga Kata Kunci, Meskipun kita tidak perlu meyakini secara membabi buta atas
publikasi UNDP dalam pemeringkatan HDI, kiranya ada baiknya kita menarik
pelajaran dari publikasi tersebut.
Lebih buruknya mutu manusia Indonesia dibanding Vietnam, Filipina, Thailand,
Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura dan Australia harus kita akui untuk
kemudian dapat kita jadikan alat pemicu dan pemacu untuk memperbaiki diri.
Ada tiga kata kunci untuk meningkatkan mutu kita; masing-masing adalah visi,
komitmen, dan disiplin. Dalam hal misi kita bisa belajar dari Malaysia misalnya.
Negeri Jiran yang satu ini semenjak pertengahan tahun '90-an sudah membuat
visi yang dikenal dengan Malaysia 2020.
Pada pertengahan tahun '90-an pemerintah Malaysia sudah memiliki gambaran
masyarakat Malaysia seperempat abad ke depan sehingga program-program
pembangunan di negara tetangga itu difokuskan pada pencapaian visi. Siapapun
yang berkuasa dan memimpin negeri akan selalu berpegang pada visi yang telah
menjadi kesepakatan bangsa. Dengan demikian segala upaya di- sinergikan
untuk mencapai visi.
Dalam hal komitmen kita bisa belajar dari Thailand misalnya. Ketika Thailand dan
Indonesia sama-sama dibantai krisis pertengahan 1997 ternyata kedua negara
benar-benar porak-poranda. Bangsa Thailand ternyata mempunyai komitmen
yang kuat untuk mengakhiri krisis. Komitmen ini diimplementasi ke tingkat
operasional.
Pernah dalam periode tertentu kegiatan seminar, lokakarya, pertemuan, dan
sebagainya, yang biasa dijalankan dengan berlebihan lalu dilaksanakan secara
sederhana; jauh dari hotel mewah, jauh dari cost yang tinggi, dan sebagainya.
Alhasil negeri ini berhasil keluar dari kemelut krisis, sementara itu negara kita
masih bergulat dengan krisis yang belum berakhir.
Dalam hal disiplin kita dapat belajar dari Singapura. Negara yang mungil ini bisa
menjadi maju dan menjadi pusat perhatian dunia karena kedisiplinan di berbagai
bidang dijunjung tinggi.
Apakah kita telah memiliki visi, komitmen dan disiplin untuk lebih memajukan
manusia Indonesia?
Apakah kita berani mengambil pelajaran dari publikasi UNDP tersebut untuk
belajar dari negara-negara lain yang lebih maju, khususnya negara tetangga
kita? Itu semua sangat tergantung kepada komitmen kita bersama.
Ki Supriyoko (Dosen Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa Yogyakarta; Vice
President of Pan-Pasific Association of Private Education yang bermarkas di
Tokyo, Jepang)

Sumber: http://www.suarapembaruan.com
4. PEREMPUAN

Kesimpulannya, peranan seorang istri sebagai ibu rumah tangga adalah


untuk
menjadikan
rumah
itu
sebagai
sakan, yakni
"tempat
yang
menenangkan dan menenteramkan seluruh anggotanya." Dan dalam konteks
Page 30 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

inilah Rasulullah Saw. menggarisbawahi sifat-sifat seorang istri yang baik yakni
yang menyenangkan suami bila ia dipandang, menaati suami bila ia
diperintah, dan ia memelihara diri, harta, dan anak-anaknya, bila suami jauh
darinya.
Sebagai ibu, seorang istri adalah pendidik pertama dan utama bagi anakanaknya, khususnya pada masa-masa balita. Memang, keibuan adalah rasa
yang dimiliki oleh setiap wanita, karenanya wanita selalu mendambakan
seorang anak untuk menyalurkan rasa keibuan tersebut. Mengabaikan potensi
ini, berarti mengabaikan jati diri wanita. Pakar-pakar ilmu jiwa menekankan
bahwa anak pada periode pertama kelahirannya sangat membutuhkan
kehadiran ibu-bapaknya. Anak yang merasa kehilangan perhatian (misalnya
dengan kelahiran adiknya) atau rnerasa diperlakukan tidak wajar, dengan dalih
apa pun, dapat mengalami ketimpangan kepribadian.
Rasulullah Saw. pernah menegur seorang ibu yang merenggut anaknya secara
kasar dari pangkuan Rasulullah, karena sang anak pipis, sehingga membasahi
pakaian Rasul. Rasulullah bersabda, "Jangan engkau menghentikan pipisnya.
(Pakaian) ini dapat dibersihkan dengan air tetapi apakah yang
dapat
menghilangkan kekeruhan dalam
jiwa anak ini (akibat perlakuan kasar
itu)?
Para ilmuwan juga berpendapat bahwa, sebagian besar kompleks kejiwaan yang
dialami oleh orang dewasa adalah akibat dampak negatif dari perlakuan yang
dialaminya waktu kecil. Oleh karena itu, dalam rumah tangga dibutuhkan
seorang penanggung jawab utama terhadap perkembangan jiwa dan mental
anak, khususnya saat usia dini (balita). Disini pula agama menoleh kepada ibu,
yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki sang ayah, bahkan tidak dimiliki
oleh wanita-wanita selain ibu kandung seorang anak.
HAK-HAK DALAM BIDANG POLITIK, Apakah wanita memiliki hak-hak dalam
bidang politik? Paling tidak ada tiga alasan yang sering dikemukakan sebagai
larangan keterlibatan mereka:
a) Ayat Ar-rijal qawwamuna 'alan-nisa' (Lelaki adalah pemimpin bagi kaum
wanita) (QS An-Nisa, [4]: 34)
b) Hadis yang menyatakan bahwa akal wanita kurang cerdas dibandingkan
dengan akal lelaki; keberagamaannya pun demikian.
c) Hadis yang mengatakan: Lan yaflaha qaum wallauw amrahum imra'at (Tidak
akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada
perempuan).
Ayat dan hadis-hadis di atas menurut
mereka
mengisyaratkan bahwa
kepemimpinan hanya untuk kaum lelaki, dan menegaskan bahwa wanita harus
mengakui kepemimpinan lelaki. Al-Qurthubi dalam tafsirnya menulis tentang
makna ayat di atas:
Para lelaki (suami) didahulukan (diberi hak kepemimpinan, karena lelaki
berkewajiban memberikan nafkah kepada wanita dan membela mereka, juga
(karena) hanya lelaki yang menjadi penguasa, hakim, dan juga ikut bertempur.
Sedangkan semua itu tidak terdapat pada wanita. Selanjutnya penafsir ini,
menegaskan bahwa: Ayat ini menunjukkan bahwa lelaki berkewajiban mengatur
dan mendidik wanita, serta menugaskannya berada di rumah dan melarangnya
keluar. Wanita berkewajiban menaati dan melaksanakan perintahnya selama itu
bukan perintah maksiat. Pendapat ini diikuti oleh banyak mufasir lainnya.
Namun, sekian banyak mufasir dan pemikir kontemporer melihat bahwa ayat di
atas tidak harus dipahami demikian, apalagi ayat tersebut berbicara dalam
konteks kehidupan berumah tangga.
Seperti
dikemukakan
sebelumnya,
kata
ar-rijal dalam ayat ar-rijalu
qawwamuna 'alan nisa', bukan berarti lelaki secara umum, tetapi adalah
"suami" karena konsiderans perintah tersebut seperti ditegaskan pada lanjutan
Page 31 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

ayat adalah karena mereka (para suami) menafkahkan sebagian harta untuk
istri-istri mereka. Seandainya yang dimaksud dengan kata "lelaki" adalah
kaum pria secara umum, tentu konsideransnya tidak demikian. Terlebih lagi
lanjutan ayat tersebut secara jelas berbicara tentang para istri dan kehidupan
rumah tangga. Ayat ini secara khusus akan dibahas lebih jauh ketika menyajikan
peranan, hak, dan kewajiban perempuan dalam rumah tangga Islam.
Adapun mengenai hadis, "tidak beruntung satu kaum yang menyerahkan
urusan
mereka
kepada
perempuan," perlu digarisbawahi bahwa hadis ini
tidak bersifat umum. Ini terbukti dan redaksi hadis tersebut secara utuh,
seperti diriwayatkan Bukhari, Ahmad, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi, melalui Abu
Bakrah.
Ketika Rasulullah Saw. mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat
putri Kisra sebagai penguasa mereka, beliau bersabda, "Tidak akan
beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan."
(Diriwayatkan oleh Bukhari, An-Nasa'i, dan Ahmad melalui Abu Bakrah).
Jadi sekali lagi hadis tersebut di atas ditujukan kepada masyarakat Persia
ketika itu, bukan terhadap semua masyarakat dan dalam semua urusan. Kita
dapat
berkesimpulan bahwa, tidak ditemukan satu ketentuan agama pun
yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang
politik, atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk
kaum lelaki. Di sisi lain, cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan dasar
pemahaman untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut.
Salah satu ayat yang sering dikemukakan oleh para pemikir Islam berkaitan
dengan hak-hak politik kaum perempuan adalah surat At-Taubah ayat 71: "Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah
awliya' bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang
makruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
Secara umum ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban
melakukan kerja sama antara lelaki dan perempuan untuk berbagai bidang
kehidupan yang ditunjukkan dengan kalimat "menyuruh mengerjakan yang
makruf dan mencegah yang munkar." Pengertian kata awliya' mencakup kerja
sama, bantuan, dan penguasaan; sedangkan pengertian yang terkandung dalam
frase "menyuruh mengerjakan yang makruf" mencakup segala segi kebaikan dan
perbaikan kehidupan, termasuk
memberikan nasihat
atau kritik kepada
penguasa, sehingga setiap lelaki dan perempuan Muslim hendaknya mengikuti
perkembangan masyarakat agar masing-masing mampu melihat dan memberi
saran atau nasihat untuk berbagai bidang kehidupan.
Menurut sementara pemikir, sabda Nabi Saw. yang berbunyi, "Barangsiapa yang
tidak memperhatikan
kepentingan
(urusan) kaum Muslim, maka ia tidak
termasuk golongan mereka." Hadis ini mencakup kepentingan atau urusan kaum
Muslim yang dapat menyempit ataupun meluas sesuai dengan latar belakang
dan tingkat pendidikan seseorang, termasuk bidang politik.
Di sisi lain, Al-Quran juga mengajak umatnya (lelaki dan perempuan) agar
bermusyawarah, melalui "pujian Tuhan
kepada mereka yang selalu
melakukannya." "Urusan mereka (selalu) diputuskan dengan musyawarah
(QS Al-Syura [42]: 38). Ayat ini dijadikan dasar oleh banyak ulama untuk
membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki dan perempuan. Syura
(musyawarah) menurut Al-Quran hendaknya merupakan salah satu prinsip
pengelolaan bidang-bidang kehidupan bersama, termasuk kehidupan politik.
Ini dalam arti bahwa setiap warga negara dalam hidup bermasyarakat dituntut
untuk senantiasa
mengadakan
musyawarah.
Sejarah
Islam
juga
menunjukkan betapa kaum perempuan tanpa kecuali terlibat dalam berbagai
Page 32 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

bidang kemasyarakatan. Al-Quran menguraikan permintaan para perempuan di


zaman Nabi Saw. untuk melakukan bai'at
(janji setia kepada Nabi dan
ajarannya), sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Mumtahanah ayat 12.
Sementara pakar agama Islam menjadikan bai'at para perempuan sebagai bukti
kebebasan untuk rnenentukan pandangan berkaitan dengan kehidupan serta
hak untuk mempunyai pilihan yang berbeda dengan pandangan kelompokkelompok lain dalam masyarakat, bahkan terkadang berbeda dengan pandangan
suami dan ayah mereka sendiri. Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak
wanita yang terlibat pada persoalan politik praktis, Ummu Hani, misalnya
dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad Saw. ketika memberi jaminan
keamanan kepada sebagian orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah
satu aspek bidang politik). Bahkan istri Nabi Muhammad Saw. sendiri, yakni
Aisyah r.a., memimpin langsung peperangan melawan Ali bin Abi Thalib yang
ketika itu menduduki jabatan kepala negara. Dan isu terbesar dalam peperangan
tersebut adalah suksesi setelah terhunuhnya Khalifah ketiga 'Utsman r.a.
Peperangan ini dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Unta (656
M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak
sahabat
Nabi
dan
kepemimpinannya
dalam
peperangan
itu,
menunjukkan
bahwa beliau
bersama para pengikutnya membolehkan keterlibatan perempuan dalam
bidang politik praktis sekalipun. Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, mereka mempunyai
hak untuk
bekerja dan menduduki jabatan-jabatan tertinggi, kendati ada
jabatan yang oleh sebagian ulama dianggap tidak boleh diduduki oleh kaum
wanita, yaitu jabatan kepala negara (Al-Imamah Al-Uzhma) dan hakim, namun
perkembangan masyarakat dari saat ke saat mengurangi pendukungan larangan
tersebut, khususnya persoalan kedudukan perempuan sebagai hakim, Dalam
beberapa kitab hukum Islam, seperti Al-Mughni, ditegaskan bahwa setiap
orang yang memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat
diwakilkan kepada orang lain, atau menerima perwakilan dari orang lain.
Atas dasar kaidah di atas, Dr. Jamaluddin Muhammad Mahmud berpendapat
bahwa
berdasarkan
kitab
fiqih - bukan hanya sekadar pertimbangan
perkembangan masyarakat - kita dapat menyatakan bahwa perempuan dapat
bertindak sebagai pembela maupun penuntut dalam berbagai bidang. Tentu
masih banyak lagi yang dapat dikemukakan mengenai hak-hak perempuan
untuk berbagai bidang. Namun, kesimpulan akhir yang dapat ditarik adalah
bahwa mereka adalah Syaqaiq Ar-Rijal (saudara sekandung kaum lelaki),
sehingga kedudukan serta hak-haknya hampir dapat dikatakan sama. Kalaupun
ada perbedaan hanyalah akibat fungsi dan tugas utama yang dibebankan
Tuhan kepada masing-masing jenis kelamin, sehingga perbedaan yang ada
tidaklah mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan daripada yang lain:
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi lelaki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan juga ada
bagian dari yang mereka usahakan, dan bermohonlah kepada Allah sebagian
dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS
An-Nisa, [4]: 32)
Di atas telah dikemukakan berbagai penafsiran yang sedikit banyak berbeda
satu dengan lainnya. Hemat penulis, perbedaan pendapat tersebut muncul
karena perbedaan kondisi sosial, adat
istiadat, serta kecenderungan
masing-masing, yang kemudian mempengaruhi cara pandang dan kesimpulan
mereka menyangkut ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi Saw.
Tidak mustahil, jika para pakar terdahulu hidup bersama putra-putri abad
kedua puluh, dan mengalami apa yang kita alami, serta mengetahui
perkembangan masyarakat dan IPTEK, mereka pun akan memahami ayat-ayat
Page 33 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Al-Quran sebagaimana pemahaman generasi masa kini. Sebaliknya, seandainya


kita berada di kurun waktu saat mereka hidup, tidak mustahil kita berpendapat
seperti mereka. Ini berarti bahwa seluruh pendapat yang dikemukakan, baik
dari para pendahulu maupun pakar yang akan datang, semuanya bermuara
kepada teks-teks keagamaan.
Sumber :
WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Penerbit Mizan
Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net

5. DEKLARASI KOMNAS HAM ASEAN , PERHATIKAN BURUH MIGRAN

Denpasar (ANTARA News) - Kerangka Kerja Sama Komisi-Komisi Nasional Hak


Asasi Manusia se-ASEAN yang dideklarasikan di Sanur, Bali, Kamis, sepakat untuk
memprioritaskan penanganan pelanggaran HAM yang menimpa buruh migran.
Ketua Komnas HAM (Indonesia), Abdul Hakim Garuda Nusantara yang
membacakan naskah deklarasi itu menyebutkan, Komnas HAM Malaysia akan
memperhatikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang menimpa buruh migran dari
sejumlah negara, termasuk dari Indonesia dan Thailand.
Namun pihak Komnas HAM Malaysia mensyaratkan buruh migran yang masuk
Negeri Jiran itu harus dilengkapi identitas resmi sebagai tenaga kerja untuk bisa
dibela.
Deklarasi Komnas HAM ASEAN diikuti penyampaian pernyataan dari masingmasing negara, yakni Malaysia disampaikan Tan Sri Abu Thalib Othman, Thailand
oleh Mrs Ambhorn Meesook, dan Philipina diwakili Dr Purific Acion Falera.
Inti naskah deklarasi yakni saling kerjasama peningkatan pelaksanaan HAM di
masing-masing negara. Komnas HAM di masing-masing negara memberikan
atensi kepada pemerintahnya dalam penanganan kasus HAM di negaranya.
Pertemuan bertajuk "Working Session of the ASEAN National Human Rights
Institutions Consultation Mechanism" itu juga sepakat menjalin komunikasi
melalui pertemuan setahun sekali di negara anggota, dengan penetapan tuan
rumah sesuai huruf abjad.
Menurut Abdul Hakim, pihaknya bersama Thailand dan Philipina juga telah
meminta perhatian kepada Komnas HAM Malaysia yang disebut "Suhukum",
untuk memperhatikan kasus-kasus buruh migran.
"Warga kita dan dari Thailand kan banyak yang menjadi buruh migran di
Malaysia, sehingga masalah ini juga menjadi prioritas. Tetapi Malaysia minta
persyaratan bahwa buruh migran itu harus dilengkapi dokumen legal," ujarnya.
Disebutkan bahwa Komnas HAM bergerak atau melakukan tugasnya menurut
hukum negara masing-masing. Buruh migran dari Indonesia di Malaysia, dalam
penanganan kasus HAM sesuai hukum negara tersebut.
Oleh karena itu diharapkan buruh migran yang ke Malaysia memperhatikan
legalitas dokumen kerjanya, sehingga jika suatu saat tertimpa kasus pelanggaran
HAM, ada alasan kuat untuk mendesak Komnas HAM Malaysia menanganinya
secara tepat.
Page 34 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Naskah deklarasi kerjasama Komnas HAM ASEAN tersebut selanjutnya


disampaikan kepada forum satgas tingkat tinggi atau utusan tinggi negara yang
melakukan pertemuan di Hotel Rittz Carlton di Jimbaran, sebagai masukan dalam
merumuskan Piagam HAM ASEAN.

Sumber : http://www.antara.co.id/arc

6. BERPOLITIK CARA PEREMPUAN, Oleh NUNUNG K. RUKMANA

Baru-baru ini, Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Jabar menegaskan


bahwa saatnya kini kaum perempuan menyatukan kekuatan untuk memilih wakilwakilnya dari kaum perempuan. Kaum perempuan hendaknya tidak menjadi
objek pelecehan sosial dan politik yang dilakukan oleh politisi laki-laki dan
mengimbau agar kaum perempuan memilih partai politik yang peduli perempuan.
Soal 30% kuota perempuan dalam perpolitikan Indonesia sudah tuntas seiring
dikeluarkan UU-nya. Tinggal berpulang pada kaum perempuan, akankah mereka
siap berkompetisi dengan mitranya, kaum pria yang mayoritas? Sedangkan
kepada kaum pria, sudah siapkah membuka diri untuk menerima kaum
perempuan dalam konteks partisipasi politik praktis?
Kuota 30%, seperti ditulis R. Valentina dalam artikelnya "Apa Sesungguhnya
Substansi Kuota 30%? ("PR", 6 Oktober 2003), berarti, pertama, tindakan
perlakuan khusus terhadap perempuan. Kedua, bertujuan mempercepat
persamaan posisi dan kondisi yang adil bagi perempuan yang termarginalkandan
lemah secara sosial dan politik serta mendorong pengakuan, persamaan
kesempatan, dan penikmatan hak-hak asasi perempuan. Ketiga, berakibat pada
pencapaian keadilan dan kesetaraan. Kuota sendiri merupakan salah satu bentuk
dari tindakan afirmatif, yaitu tindakan khusus sementara yang perlu diambil
untuk mempercepat kesempatan dan manfaat guna mencapai persamaan dan
keadilan.
Dengan bekal mayoritas pemilih adalah kaum perempuan, logikanya akan banyak
politisi perempuan tampil di panggung legislatif. Namun, sudahkah kaum
perempuan sendiri memberikan kepercayaan kepada politisi perempuan yang
notabene dari kalangannya untuk memperjuangkan nasib dan hak-haknya dalam
kehidupan sosial dan politik? Tampaknya ada kekuatan budaya politik yang justru
dipelihara dalam perspektif kalangan perempuan bahwa urusan publik, apalagi
politik, lebih pantas menjadi lahan permainan kaum pria.
Perjuangan untuk menegakkan keadilan dan hak-hak sosial kaum perempuan
sering diabaikan justru karena sebagian kaum prianya menganggap kaum
perempuan itu lemah dan mudah diatur. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi
kaum perempuan yang menghendaki keadilan dan hak-hak sosialnya ditegakkan
memberikan
kepercayaan
sepenuhnya
kepada
kaum
pria
untuk
memperjuangkan.
Maka, solusi yang paling dini harus dibangun adalah kepercayaan diri pada kaum
perempuan untuk memiliki kemampuan melakukan partisipasi politik sejak unit
keluarga, yaitu dalam pengambilan keputusan secara demokratis bagi
kemaslahatan bersama. Untuk itu, setiap perempuan harus memiliki bekal
pengetahuan dan wawasan serta keterampilan berpolitik yang semuanya
berpulang pada bagaimana pola pendidikan politik bagi perempuan dirancang
sedemikian rupa sehingga mereka melek politik. Baik dalam arti sempit, yaitu
berpolitik dalam koridor partai politik maupun dalam arti luas yaitu turut terlibat
dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama,
baik dalam unit keluarga, masyarakat maupun negara.
Page 35 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Partisipasi politik. Indonesia sudah cukup maju dalam memberikan


kesempatan berpolitik pada kaum perempuan. Sebagai perbandingan, di Mesir,
perempuan baru untuk pertama kalinya diberi hak pilih tahun 1949. Wacana yang
tak proporsional terhadap aktivitas berpolitik kaum perempuan Muslim, boleh jadi
karena bias budaya Timur Tengah. Bagaimanapun, arus pemikiran Islam yang
masuk ke Indonesia memang berasal dari sana. Banyak intelektual dan ulama
Indonesia menimba ilmu dan belajar fikih di sana sehingga tidak mengherankan
bila mereka memiliki banyak kesamaan pandangan dalam soal-soal partisipasi
politik perempuan dengan pemikir Timur Tengah.
Berdasarkan data, sepanjang sejarah legislatif di Indonesia, angka keterwakilan
perempuannya tidak melebihi 12,5%. Angka itu pun hanya dapat dicapai pada
periode 1992-1996. Minimnya angka itu menjelaskan subordinasi perempuan
dalam berbagai proses pengambilan keputusan, baik sebagai objek maupun
subjek. Lebih jauh, hal itu berimplikasi pada pemapanan praktik diskriminasi
perempuan dalam masyarakat. Padahal, dalam proses berdemokrasi yang sehat,
harus diakui bahwa politik keterwakilan adalah aspek utama dalam sistem
demokrasi.
Secara teoretis, keterwakilan memiliki empat sifat. Pertama, ideologi. Seseorang
merepresentasikan nilai atau kepercayaan tertentu yang umumnya diwadahi
dalam suatu partai politik. Kedua, geografis. Seseorang mewakili konstituen
dalam lokal wilayah tertentu. Ketiga, fungsional. Seseorang merepresentasikan
kepentingan dari suatu kelompok tertentu. Keempat, sosial yang merupakan
bentuk representasi identitas kelompok tertentu.
Keterwakilan perempuan dalam legislatif merupakan dampak dari kuatnya
partisipasi politik kaum perempuan itu sendiri. Secara garis besar, partisipasi
politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta aktif
dalam kehidupan politik. Kegiatan itu mencakup tindakan-tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat politik, menjadi anggota
suatu parpol, dll. Substansi partisipasi politik tidak lepas dari proses sosialisasi
politik, pendidikan politik, dan rekruitmen politik.
Sosialisasi politik perempuan adalah proses penanaman nilai-nilai dan
pembentukan sikap dan pola tingkah laku politik perempuan. Pendidikan politik
menyangkut proses seseorang diperkenalkan dengan sistem politik, sedangkan
rekruitmen politik perempuan adalah suatu proses saat mana suatu parpol
mencari anggota perempuan yang berbakat untuk menjadi kader pengurus atau
menjadi calon legislatif dari parpol itu.
Menurut hasil penelitian tentang partisipasi politik perempuan di negara-negara
berkembang, ada kecenderungan rendah dibandingkan laki-laki. Pasalnya,
mereka lebih banyak terlibat dalam urusan rumah tangga atau domestik.
Memang diakui bahwa ada beberapa keterbatasan bagi perempuan untuk
berkiprah dalam dunia politik. Tiga di antaranya yang menonjol yaitu, pertama,
aspek supply and demand. Supply berkaitan dengan faktor-faktor prinsipal yang
menentukan kemampuan politik perempuan. Demand merupakan faktor
institusional dan politis yang berkaitan dengan masalah rekruitmen politik bagi
perempuan. Antara supply dan demand ini tidak saling bergantung karena
perempuan bisa saja mengantisipasi kesulitan-kesulitan praktis dalam
mengombinasikan peran-peran domestiknya dengan jabatan-jabatan politik
(Vicky Randal, 1982:127 dalam Faisal Siagian, 1996:228, Analisis CSIS).
Kedua, keterbatasan kemampuan perempuan dalam dunia politik erat kaitannya
dengan masalah sosialisasi politik. Sosialisasi politik cenderung menggiring
perempuan untuk mendapatkan status tertentu tanpa usahanya sendiri (ascribe
status). Githesen and Prestage mengatakan bahwa masalah yang dihadapi
perempuan dalam dunia politik mencakup ketegangan antara ascribe status dan
achieved status yang merupakan akibat proses sosialisasi politik.
Page 36 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

Ketiga, faktor yang bersifat situasional yang meliputi masalah yang bersifat
keibuan. Tanggung jawab pada anak-anak di rumah tampaknya merupakan
rintangan paling serius bagi perempuan untuk membuka akses dalam meraih
jabatan-jabatan politis dan pemerintahan. Selain itu, masalah krusial lain adalah
perempuan bekerja tidak memiliki banyak waktu yang tersisa sehingga ada
ketidakmungkinan menerima jabatan politik tertentu. Keadaan itu menyebabkan
bentuk partisipasi politik perempuan menjadi noninstitusional.
Sebuah pengamatan mengungkapkan bahwa perempuan yang terjun ke dalam
kegiatan politik dan mendapat jabatan politik dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok. Kelompok pertama adalah perempuan yang memperoleh jabatan
politik karena mereka memiliki hubungan dengan laki-laki tertentu. Misalnya
suaminya eksekutif, sang istri duduk di dewan. Ayahnya duduk di legislatif,
putrinya dikader untuk duduk di legislatif. Ayahnya memiliki reputasi sosial politik
sehingga putrinya dianggap dan diposisikan cukup mampu menjadi anggota
dewan.
Kelompok kedua adalah perempuan yang terjun ke dunia politik setelah bebas
tugas dalam membesarkan anak-anaknya. Hal itu menyebabkan usia karier
politiknya menjadi lebih pendek. Kelompok ketiga adalah perempuan yang dalam
usia muda 30-an terjun dalam politik. Biasanya mereka telah cukup lama aktif
dalam dunia ormas, LSM atau organisasi ekstrakampus. Mereka inilah yang
termasuk jenis politisi perempuan profesional karier yang jumlahnya paling
sedikit akibat proses sosialisasi, pendidikan, dan rekruitmen politik perempuan
yang tidak berakar dan berjalan secara sistematis.
Sejumlah pengamat menunjukkan sikap apatis terhadap perkembangan
partisipasi politik perempuan. Apabila politik dirumuskan sebagai pengelolaan
kekuasaan, kemampuan dalam mengendalikan situasi adalah modal psikologis
yang paling penting. Mereka yang berkecimpung di dunia politik tidak hanya
dituntut bermoral, namun harus memiliki keyakinan bahwa mereka mempunyai
daya kendali terhadap ruang lingkup publik (self efficacy) yang sederhananya
harus tahan banting. Keyakinan ini dalam proses pemunculan perilaku
merupakan komponen mendasar yang menjadi cikal-bakal bagi terbentuknya
keahlian berpolitik.
Seorang politisi idealnya memiliki kemampuan untuk mewujudkan prakarsa
politiknya menjadi karya yang aktual. Ia tidak hanya kaya akan gagasan, namun
sekaligus gesit berinisiatif. Semua daya upaya dikerahkan guna mengarahkan
situasi sesuai orientasi yang dikehendaki. Maka, hanya dengan kelengkapan self
efficacy akan timbul suatu kondisi internal pada diri politisi sehingga mampu
mengaktualkan diri menjadi politisi yang andal.
Keberhasilan yang ajek dalam mengendalikan situasi, pada gilirannya akan
membangun internal locus of control yakni kepribadian yang ditandai tingginya
daya kontrol individu terhadap situasi. Sekali lagi, eksisnya self efficacy menjadi
dasar kekuatan seorang politisi. Tetapi, justru di sanalah muncul keraguan
terhadap perempuan yang dalam asumsi klasik dianggap tidak memiliki aset
psikis tersebut.
Padahal, riset yang dilakukan Ralf Scwarzer yang melibatkan 12.840 individu di
14 negara menyimpulkan self efficacy adalah kenyataan universal yang terdapat,
baik pada laki-laki maupun perempuan. Khusus di Indonesia, uji psikometrik
pada 260 subjek perempuan dan 276 subjek laki-laki tidak menemukan
perbedaan self efficacy yang signifikan (Reza, Forum Keadilan, 03/2003, "Politisi
Perempuan").
Dengan temuan itu, nyatalah bahwa pada dasarnya perempuan telah memiliki
potensi psikopolitik yang setara dengan laki-laki sehingga tidak ada alasan bagi
kaum pria untuk mencitrakan mitranya sebagai perempuan yang tidak pantas
atau cocok berkiprah di dunia politik. Dengan demikian, baik laki-laki maupun
Page 37 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

perempuan tetap mendapatkan porsi yang setara untuk memberikan pilihan


aktivitas kariernya. Karena kenyataannya, tidak semua kaum laki-laki berminat
terjun ke dalam kancah politik praktis.
Oleh karena itu, adalah sikap arif jika kita memberikan tempat kepada cara-cara
perempuan berpolitik, seperti halnya kaum pria memiliki cara-caranya sendiri.
Kita akan melihat mana yang lebih banyak memberikan akses yang positif bagi
perkembangan demokrasi yang lebih sehat dan berkeadilan. Pasalnya, selama ini,
Indonesia dibangun di atas fondasi demokrasi yang didominasi dengan cara-cara
berpolitik laki-laki yang melahirkan perilaku otoriter, birokratisme, yang
membawa ke arah tindakan KKN dan penindasan atas HAM. Wallahaalam.
Sumber:
Penulis, Wakil Ketua DPW PKB Jabar
7. HAM DALAM DUA PANDANGAN

Di antara keistimewaan agama Islam adalah bahwa agama ini selalu selaras
dengan semua dimensi kehidupan manusia, di segala zaman dan segala tempat.
Di antara dimensi sosial yang tak luput dari pandangan Islam adalah masalah hak
asasi manusia. Meskipun isu tentang HAM baru dimunculkan dunia Barat sekitar
60 puluh tahun yang lalu dan Deklarasi HAM baru ditandatangani tahun 1948,
namun sesungguhnya Islam sejak ribuan tahun lalu telah mengajarkan prinsipprinsip HAM kepada umat manusia.
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang terbaik dan khalifah Allah di
muka bumi. Atas alasan ini, manusia layak untuk menerima penghormatan serta
memiliki hak-hak yang istimewa. Pada prinsipnya, HAM adalah hak-hak yang
dimiliki manusia karena kedudukannya sebagai manusia. Dalam hal ini, warna
kulit, ras, bahasa, dan etnik sama sekali tidak boleh mempengaruhi terpenuhinya
hak-hak tersebut, karena hak-hak itu asasi dan universal.
Berkaitan dengan hal ini, Hasan Rahimpour Azgadi, seorang cendekiawan Iran
mengatakan sbb. Kita sebagai muslim harus mempercayai bahwa kita dapat
memiliki sebuah sistem HAM yang universal, tanpa memperdulikan etnis atau ras.
Karena, nabi-nabi Tuhan termasuk Nabi Muhamamd SAW adalah nabi bagi semua
umat. Alamah Muhamamd Taqi Jafari almarhum, seorang filsuf asal Iran,
menyatakan bahwa ada lima tiang utama yang harus selalu ditegakkan dalam
sepanjang sejarah manusia, yaitu kehidupan yang layak, kemuliaan manusia,
pendidikan dan pengajaran, kebebasan, dan kesetaraan setiap orang di hadapan
hukum.
Keistimewaan HAM dalam pandangan Islam adalah keselarasannya dengan fitrah
manusia. Dengan kata lain, nilai-nilai hak-hak manusia dalam Islam selalu
sejalan dengan fitrah manusia. Sebagain di antara nilai-nilai ini adalah keadilan,
sikap baik kepada orang lain, penghormatan kepada orangtua, usaha untuk
mencapai kemerdekaann, dll. Nilai-nilai HAM yang sesuai dengan fitrah manusia
artinya tidak terbatas pada bangsa tertentu saja, dan dapat diterapkan bagi
semua bangsa di dunia.
Oleh karena itu, bila kita menginginkan terbentuknya suatu UU universal
berkaitan dengan HAM, penyusunan UU ini harus memperhatikan kehendakkehendak fitrah manusia. Deklarasi dan UU HAM internasional yang saat ini sudah
disusun oleh pemerintah Barat tidak memenuhi syarat ini, meskipun ada juga
beberapa sisi positifnya. Sementara itu, UU HAM produk Barat tidak memiliki
landasan yang kokoh dan logis untuk bisa dijadikan sebagai hukum yang
universal dan mengikat seluruh bangsa di dunia. Bahkan, pada kenyataannya,
Deklarasi HAM yang disusun negara-negara Barat pada tahun 1948 merupakan
hasil dari transformasi AS dan Eropa pada abad lalu dan mengacu pada paham
Page 38 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

liberalisme dan sekularisme.


Ketidakselarasan Deklarasi HAM 1948 dengan budaya dan nilai-nilai yang dianut
sebagian bangsa di dunia telah menyebabkan timbulnya keinginan untuk
mengamandemen isi deklarasi tersebut. Dalam rangka inilah, pada tahun 1980,
Dewan Islam telah mengadakan sidang di London dan menyusun draft Deklarasi
HAM Islam Universal. Dalam deklarasi ini terlihat adanya perbedaan pandangan
kaum muslimin terhadap sebagian isi Deklarasi HAM 1948. Dalam draft HAM
Islam ini disebutkan bahwa hak asasi manusia dalam pandangan Islam berakar
pada kepercayaan kepada Tuhan dan undang-undang apapun yang dibuat
manusia harus selaras dengan hukum Tuhan.
Sementara itu, bila kita menilik lebih jauh pada Deklarasi HAM versi Barat, kita
akan melihat bahwa pola pikir Barat-lah yang menjadi acuan. Hal ini diakui pula
oleh Edward Mortimor, wartawan terkemuka Inggris, yang mengatakan, Tidak
bisa dipungkiri bahwa deklarasi ini lebih banyak mengambil pola Barat
dibandingkan dengan pandangan negara-negara lainnya. Memang di dalam
deklarasi ini disebutkan adanya pengakuan terhadap hak asasi individu, seperti
kebebasan berpendapat, bekerja, memiliki tempat tinggal, hak untuk
mendapatkan keamanan, dll, dan semua hak-hak itu diakui oleh semua agama
samawi.
Namun, dalam Deklarasi HAM Internasional 1948 sama sekali tidak disebutkan,
apakah pendudukan atau penjajahan terhadap sebuah bangsa merupakan
pelanggaran HAM atau tidak? Apakah perampokan sumber daya alam suatu
bangsa atau pelecehan terhadap hak-hak asasi suatu masyarakat, dihitung
sebagai pelanggaran HAM atau tidak? Jika saja Deklarasi HAM Internasional
menyebutkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini, dengan segera akan
terambil kesimpulan bahwa negara-negara Barat penyusun deklarasi ini adalah
pelaku pelanggaran HAM terbesar di dunia, akibat segala penjajahan yang
dilakukannya di berbagai penjuru dunia.
Dalam pandangan Islam, hak asasi manusia dipandang dari berbagai segi secara
menyeluruh. Menurut Islam, setiap individu memiliki hak asasi yang jelas.
Namun, individu ini tentu saja merupakan bagian dari sebuah masyarakat dan
karenanya, dia harus menjaga hak-hak masyarakat itu. Oleh karena itu,
pemerintah harus melindungi hak-hak invidu dan masyarakat sekaligus. Bahkan,
dalam Islam, hak-hak yang harus dilindungi oleh pemerintah adalah termasuk
hak-hak hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian, dalam
pandangan Islam, manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri, masyarakat,
dan alam sekitarnya.
Doktor Rahimpour Azghadi, mengatakan sebagai berikut, HAM memiliki dua
batasan, pertama adalah menghormati kebebasan orang lain, dan kedua,
melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh Tuhan, akal, dan moral kepada
manusia. Penekanan Islam terhadap pelaksanaan kewajiban dan pemenuhan hak
adalah poin penting yang tidak banyak diperhatikan oleh Deklarasi HAM versi
Barat. Dalam Deklarasi HAM 1948, yang lebih banyak dibicarakan adalah hak-hak
individu belaka, namun tidak disebutkan kewajiban individu terhadap
masyarakat. Padahal, manusia yang memiliki kehendak dan kemampuan,
bagaimana mungkin hidup di dunia tanpa ada tanggung jawab terhadap dunia
tempatnya hidup?
Di Barat, HAM, sebagaimana hak-hak lainnya, merupakan sebuah kontrak dan
ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan suara terbanyak masyarakat. Ketika
sebuah UU ditetapkan oleh sekelompok orang, ada banyak kemungkinan yang
bisa terjadi. Pertama, mungkin saja orang-orang itu melakukan kesalahan dalam
penyusunan UU itu. Kedua, mungkin saja orang-orang itu sepakat menyusun UU
yang memenangkan kelompok tertentu. Ketiga, mungkin saja orang-orang itu
menetapkan UU dengan mengikuti hawa nafsunya, bukan mengedepankan hati
Page 39 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

nurani. Dan keempat, tentu saja, karena UU tersebut ditetapkan oleh sekelompok
orang, mereka juga berhak untuk membatalkannya kapanpun juga.
Berkaitan dengan hal ini, Rahimpour Azgadi, cendikiawan Iran, mengatakan sbb,
Dalam budaya Barat, UU HAM tidak bisa menjadi sesuatu yang suci dan
pelaksanaannya tidak bisa menjadi sebuah kewajiban. Karena, sebagaimana
kontrak perjanjian sosial lainnya, UU HAM itu bisa dibatalkan atau ditafsirkan
sesuai kehendak manusia. Dalam kondisi seperti ini, tak heran bila muncul
fenomena legalisasi perkawinan sesama jenis atau pengguguran kandungan di
sebagian negara Barat. Menurut sudut pandang mereka, perkawinan sesama
jenis merupakan hak asasi yang tidak bisa diganggu-gugat. Begitu pula, setiap
perempuan dianggap memiliki hak asasi untuk memilih membesarkan anak atau
menggugurkan kandungannya.
Sebaliknya, dalam pandangan Islam, landasan dari UU HAM adalah fitrah
manusia. Dengan demikian, segala sesuatu yang berada di luar fitrah manusia
tidak bisa dianggap sebagai hak asasi. Selain itu, dalam HAM menurut pandangan
Islam, prinsip hidup dan kehidupan memiliki peran penting. Hidup adalah sebuah
amanat Ilahi dan tidak boleh disia-siakan begitu saja. Oleh karena itu,
pengguguran janin dalam kandungan merupakan sebuah perbuatan dosa dan
bertentangan dengan HAM.
Dalam pandangan Islam, nyawa manusia haruslah dijunjung tinggi dan
dilindungi. Tindakan membunuh diri sendiri atau membunuh orang lain adalah
pelanggaran terhadap HAM. Selain itu, Islam memandang bahwa manusia
memiliki dua jenis kehidupan, yaitu kehidupan duniawi dan kehidupan spiritual.
Oleh karena itu, Islam memandang kebebasan manusia untuk memiliki
kehidupan spiritual sebagai sebuah hak asasi. Hal ini jelas tidak diakui oleh UU
HAM bersi Barat.
Salah satu prinsip penting HAM dalam Islam adalah melindungi kehormatan dan
kemuliaan semua manusia. Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk
terbaik dan khalifah Allah di muka bumi. Dengan demikian, Islam tidak sekedar
mengakui hak hidup manusia di muka bumi, tetapi bahkan mensyaratkan agar
manusia hidup di muka bumi secara layak dan mulia. Artinya, Islam tidak
menghendaki ada sebagian manusia yang hidup terhina, direndahkan, atau
didiskriminasi oleh sebagian manusia yang lain. Ustad Muhammad Taqi Jafari
dalam hal ini menyatakan, Manusia harus memiliki ketakwaan dan kemuliaan
akhlak. Bila tidak, dunia akan menjadi lebih buruk daripada hutan. HAM haruslah
melindungi prinsip kemuliaan manusia.
Poin penting lain yang menjadi pembeda antara HAM dalam pandangan Islam
dengan HAM dalam pandangan Barat adalah poin kebebasan. Pada dasarnya,
Islam dan Barat memiliki kesamaan pandangan, yaitu bahwa kebebasan adalah
hak asasi manusia. Namun, Islam memandang bahwa kebebasan adalah alat
untuk mencapai kesempurnaan dan kemuliaan manusia. Tetapi, kebebasan dalam
Islam memiliki batasan. Rahimpour Azgadi mengatakan, Kebebasan dalam
pandangan Islam adalah kebebasan bersyarat, yaitu kebebasan tidak boleh
melanggar kebebasan orang lain, kebebasan tidak boleh menyeret manusia
kepada kejahatan, dan kebebasan tidak boleh menghalangi manusia untuk
mencapai kesempurnaannya.
Sebaliknya, kebebasan dalam pandangan Barat tidak memiliki batas selain bahwa
kebebasan seseorang tidak boleh melanggar kebebasan orang lain. Akibatnya, di
negara-negara Barat, kebebasan diterapkan tanpa kendali. Dewasa ini,
kebebasan itu telah merusak berbagai sendi kehidupan. Misalnya, hubungan seks
antara laik-laki dan perempuan di Barat sedemikian bebasnya, sehingga sendisendi keluarga menjadi hancur, angka perceraian tinggi, dan banyak anak-anak
yang lahir tanpa bapak yang jelas. Selain itu, penyakit akibat pergaulan bebas,
semisal AIDS, merebak luas dan merenggut korban termasuk bayi-bayi tidak
Page 40 of 41

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University 2012

berdosa sekalipun.
Bahkan lebih ironisnya, paham kebebasan dalam kaca mata Barat diterapkan
sebagai kebebasan bagi pemerintah Barat untuk melakukan berbagai perilaku
hegemoni, infiltrasi, invasi, dan penjajahan. Pemerintah negara-negara adidaya
Barat tidak saja melanggar HAM yang selama ini mereka gembar-gemborkan,
bahkan juga memanfaatkan HAM sebagai alat untuk mencapai kepentingan
mereka. Dengan standar yang mereka buat sendiri, pemerintah Barat memberi
penilaian tentang pelaksanaan HAM di negara-negara lain dan kemudian
memberikan sanksi, seperti embargo ekonomi atau tekanan politik.
Tentu saja, negara-negara yang menerima tekanan dan bahkan embargo dari
Barat dengan dalih pelanggaran HAM, adalah negara-negara yang tidak mau
mematuhi keinginan-keinginan Barat. Salah satu contoh dalam hal ini adalah
Republik Islam Iran. Selama ini, Republik Islam Iran selalu menolak campur
tangan dan infiltrasi AS dan selama itu pula, Iran menerima berbagai tekanan,
embargo, dan propaganda buruk yang dilancarkan AS. Padahal, bila dilihat secara
objektif, kasus-kasus pelanggaran HAM yang dituduhkan AS terhadap Iran tidak
ada bukti kebenarannya.
Sebaliknya, betapa banyak kita lihat hari ini, pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh negara-negara Barat, terutama AS, namun tidak mendapatkan tanggapan
yang semestin ya. Misalnya, pelanggaran HAM yang sangat nyata dilakukan oleh
AS di Penjara
Abu Ghraib dan Guantanamo, dibiarkan saja oleh negara-negara Barat lainnya.
Meskipun ada kecaman dari berbagai pihak, namun pada prakteknya, tidak ada
tindakan nyata apapun yang mereka lakukan dalam menghentikan pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh AS itu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
HAM dalam pandangan Barat adalah semu belaka. Sebaliknya, HAM dalam
pandangan Islam adalah HAM yang hakiki dan seharusnya diterapkan oleh umat
manusia sedunia.

Page 41 of 41

Anda mungkin juga menyukai