Hasnawir
Kementerian Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Balai Penelitian Kehutanan Makassar
Penulis
: Hasnawir
Editor
Desain sampul
: Tony Widianto
ISBN
: 978-602-95270-3-2
Diterbitkan oleh:
Kementerian Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Balai Penelitian Kehutanan Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16 Makassar (90243)
Tel/Fax: +62-411-554049/ +62-411-554058
Website: www.balithutmakassar.org,
Email: info@balithutmakassar.org; datinfo.bpkmks@gmail.com
Cetakan Pertama : Makassar, Oktober 2012
ii
PRAKATA
KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN
Bencana sedimen seperti bencana tanah longsor dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan
baik jumlah kejadian maupun jumlah korban jiwa yang ditimbulkan.Di
Indonesia, bencana sedimen banyak dipengaruhi oleh kondisi hujan yang
ekstrim dan juga aktivitas penggunaan lahan yang kurang sesuai.Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah menyikapi isu bencana
sedimen sebagai salah satu isu penting sehingga berbagai kegiatan
penelitian dan pengembangan telah dilakukan dan direncanakan
sebagaimanatermuat dalam Roadmap Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan 2010-2025.
Disadari bahwa pendekatan ilmiah dan teknologi mitigasi,termasuk
perencanaan penggunaan lahan dan pencegahan bencana harus terus
dikembangkan untuk mencari solusi yang efektif menyikapi potensial
bencana sedimen. Penggabungan ilmu dan teknologi terbaru dari
perspektif lokal dan nasional diperlukan untuk meningkatkan prediksi
bencana sedimen dan mengembangkan sistem peringatan bencana
sedimen secara tepat.
pemahaman
terhadap
proses
kejadian
bencana sedimen,
iii
peringatan dini dan contoh kasus evakuasi bencana sedimen yang telah
sukses dilakukan. Ini tentu akan memberikan suatu pengetahuan penting
dan dorongan dalam upaya-upaya menyikapi isu bencana sedimen saat ini
dan di masa yang akan datang. Harapan saya, buku ini dapat memberikan
wawasan bagi para pembaca sehingga jika mereka harus mengambil
bagian dalam operasi penanganan bencana sedimen, apapun kapasitasnya,
mereka tidak terlalu ketinggalan dari sisi teori dan aplikasi.
Jakarta, Agustus 2012
Kepala Badan
iv
KATA SAMBUTAN
KEPALA PUSLITBANG KONSERVASI DAN REHABILITASI
Sesuai dengan visi Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi
dan Rehabilitasi (PusKonseR) menjadi lembaga penyedia IPTEK bidang
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam yang terpercaya untuk
kepentingan
kelestarian
hutan
dan
kesejahteraan
masyarakat,
PusKonseRharus
memiliki
kemampuan
mengemas
dan
pembinaan
kegiatan-kegiatan
desiminasi
hasil-hasil
dasar
tersebut
di
atas,PusKonseRmenyambut
baik
salah
seorang
peneliti
dari
Balai
Penelitian
Kehutanan
vi
KATA SAMBUTAN
KEPALA BALAI PENELITIAN KEHUTANANMAKASSAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, buku dengan judul
Mitigasi Bencana Sedimen: Teori dan Aplikasi yang ditulis oleh
Hasnawir, S.Hut, M.Sc, Ph.D, salah seorang peneliti dari Balai Penelitian
Kehutanan Makassar dapat diterbitkan. Buku ini ditulis berdasarkan
tinjuan pustaka dan hasil penelitian yang dilakukan terkait bencana
sedimen. Buku ini memuat dasar-dasar teori bencana sedimen dan
aplikasi dari mitigasi bencana.
Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang memiliki tugas pokok
melaksanakan
penelitian
di
bidang
konservasi
dan
rehabilitasi,
vii
viii
KATA PENGANTAR
Indonesia diberkati dengan lingkungan alam yang sangat kaya.
Namun demikian, lingkungan alam dengan wilayah Indonesia yang
terletak di daerah iklim tropis dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca,
suhu dan arah angin yang cukup ekstrim dan digabungkan dengan kondisi
topografi dan batuan, memiliki resiko tinggi terhadap bencana. Bencana
sedimen di Indonesia seperti tanah longsor, aliran debris dan kegagalan
lereng menjadi ancaman yang serius. Ini disebabkan oleh karena jumlah
kejadian dan dampak yang diakibatkan oleh bencana ini menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan akhir-akhir ini. Bahkan bencana
sedimen khususnya bencana tanah longsor menjadi bencana yang paling
sering terjadi di Indonesia setelah banjir.
Berdasarkan isu yang berkembang seperti dikemukakan di atas,
buku ini disusun dengan maksud untuk memberikan pemahaman kepada
pembaca sekaligus sebagai petunjuk menyikapi isu terkait bencana
sedimen di Indonesia. Buku ini memuat dasar-dasar teori bencana
sedimen
seperti
faktor
mekanis
dan
faktor
pendorong
yang
ix
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul .........................................................................................
iii
vii
Kata Pengantar..........................................................................................
ix
xi
Daftar Tabel...............................................................................................
xii
xiii
1.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1.1.
10
16
19
27
27
28
31
39
41
49
PENUTUP...........................................................................................
51
Daftar Pustaka...........................................................................................
52
Singkatan-Singkatan ................................................................................
55
56
5.
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1:
Tabel 2:
Tabel 3:
Tabel 4:
Tabel 5:
Tabel 6:
Tabel 7:
Tabel 8:
Tabel 9:
pada
xii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1:
Gambar 2:
Gambar 3:
Gambar 4:
Gambar 5:
Gambar 6:
Gambar 7:
Gambar 8:
Gambar 9:
Gambar 10:
Gambar 11:
Gambar 12:
Gambar 13:
Gambar 14:
xiii
Gambar 15:
Gambar 16:
Gambar 17:
Gambar 18:
Gambar 19:
Gambar 20:
Gambar 21:
Gambar 22:
Selatan ..................................................................................... 46
Gambar 23:
Gambar 24:
xiv
1.
PENDAHULUAN
Bencana merupakan fenomena yang menimbulkan kerusakan atau
PEMICU
ANCAMAN
BAHAYA
RESIKO
BENCANA
BENCANA
KERENTANAN
bahaya
geologi
(geological
hazards),
bahaya
Kerentanan
(vulnerability)
yang
tinggi
dari
masyarakat,
Bencana
sedimen
didefinisikan
sebagai
fenomena
yang
masyarakat,
dan
atau
kerusakan
lingkungan, melalui
rusak air, dimana bencana sedimen memiliki potensi daya rusak yang
besar dan bersifat masif secara langsung atau tidak langsung yang
memiliki tingkat kerusakan, kerugian dan fatalitas tinggi. Menilik dari
pengalaman
bencana
sedimen
berpotensi
merusak
strukturdan
perlahan-lahan
akibat
pengaruhair
menerus.
Kecepatan
aliran
debris
terkadang
dapat
merusak
melarikan
diri.
Hal
ini
akan
Tanah longsor
Pohon
tumbang
Pabrik rusak
Aliran debris
Gambar3:
Jembatan
hancur
Jalan terpotong
memblokir lalu lintas
Bendungan penahan sedimen runtuh,
menyebabkan banjir di hilir
Kegagalan lereng
Tanah longsor
Kegagalan
lereng
Geologi
hubungannya
dengan geologi
Topografi
Kedalam pergerakan
yang sedang
curam
meter
Besaran pergerakan
Besar
Kecil
Kecepatan
Tiba-tiba
pergerakan
tiba-tiba
Faktor pemicu
Air tanah
Hujan deras
Tanda-tanda
pergerakan
permukaan
Penggunaan tanah
Tidak digunakan
pertanian
Kemungkinan terjadi
kembali
Mungkin terjadi
Tidak mungkin
terjadi untuk
beberapa tahun
daerah
danfaktor
penyebabnya.
Aliran
debris
dapat
Uraian
sungai
akumulasi
sungai
sedimen
melebihi
pada
dasar
gradien
oleh
Aliran
debris
terjadi
sebagai
lumpur
vulkanik
50%
13%
Batuan metamorf
11%
7%
Produk vulkanik
20%
5%
Batuan tersier
20%
35%
Batuan granit
21%
Lain-lain
18%
10
Aliran debris
Topografi DAS:
keberadaan dalam lereng
bukit yang tidak stabil dan
curam, adanya air tanah
dan mata air.
Kegagalan lereng
Geologi: selain dari kekuatan
batuan, faktor dominan adalah
tingkat pelapukan, perubahan,
retak dan patah, arah lapisan,
kondisi pori lapisan, dan
distribusi lapisan yang hilang
seperti lapisan permukaan.
Tanah Longsor
Tanah longsor terjadi paling
sering pada lapisan yang
disebut formasi tersier yang
terbentuk sekitar 2 sampai 6
juta tahun yang lalu. Ini
disebabkan karena formasi ini
Topografi sungai:
relatif baru, batuan rendah
longitudinal gradien dasar
dengan tingkat pemadatan dan
sungai dan longitudinal
Topografi: kegagalan lereng
kurang tahan terhadap
konfigurasi arah sungai.
cenderung terjadi pada lereng pelapukan. Pelapukan dari
o
40-50 , dan pada lereng atau formasi ini adalah khas dalam
Sedimen yang tidak stabil: daerah mudah untuk
tanah dan batuan dengan cepat
lapisan tanah lapuk yang menampung air, seperti lereng menjadi butiran dan menjadi
tebal pada sisi bukit
yang cekung.
lempung. Dua jenis batu berupa
dengan kemiringan,
batu pasir dan batu lempung,
ketebalan dan jumlah
Vegetasi: hutan memiliki efek memiliki properti
sedimen sungai,
untuk mencengah keruntuhan pembengkakan yang
konsentrasi volumetrik dan berkaitan dengan kegagalan
merupakan salah satu penyebab
distribusi ukuran butir dari disebabkan oleh infiltrasi
tanah longsor.
sedimen yang
curah hujan.
terakumulasi.
Faktor
Curah hujan: peningkatan
Pendorong mendadak debit air dan
intensitas air hujan yang
tinggi.
Faktor pendorong
menyebabkan tanah longsor
adalah air. Air dari hujan
meresap ke dalam tanah. Air
yang meresap menghasilkan
Aktivitas gempa, vulkanik:
tekanan air pori dan kemudian
jumlah sedimen yang tidak Aktivitas gempa, vulkanik:
menurunkan kekuatan geser
stabil dihasilkan oleh
tanah menjadi tidak stabil
tanah. Oleh karena itu, tanah
kegagalan lereng (faktor
ketika lereng stress akibat
longsor cenderung terjadi pada
mekanis), runtuhnya
gempa bumi atau letusan
musim hujan.
sebuah kawah disebabkan gunung berapi.
Sementara itu, tanah longsor
oleh letusan vulkanik.
yang disebabkan oleh aktivitas
Air tanah: peningkatan
manusia dikelompokkan
tekanan air pori tanah
menjadi dua jenis: tanah
disebabkan karena aliran
longsor yang terjadi akibat
bawah permukaan oleh curah pemotongan lereng di daerah
hujan menyebabkan kegagalan longsor dan tanah longsor yang
lereng.
terjadi akibat pemotongan atau
penimbunan pada lereng bukan
Aktifitas buatan: deforestasi daerah longsor.
dan mengubah lereng alami
dengan pemotongan dan
penimbunan lereng.
11
12
Lereng asli
Lereng asli
Massa tanah
yang bergerak
a)
Massa tanah
yang bergerak
b)
Posisi awal
Posisi awal
Jatuhan batu
c)
d)
Sebagian
jalan
tertutup
material
longsoran
e)
Gambar 5:
Lipatan
batuan
dasar di
bawah
tanah
f)
13
Tanah yang kurang padat dan tebal: jenis tanah yang kurang
padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih
dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 22o. Tanah jenis ini memiliki
potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.
Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena
menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
14
Adanya
material
timbunan
pada
tebing:
untuk
15
1.3
MekanismeTerjadinyaBencanaSedimen
Suatu permukaan tanah yang miring yang membentuk sudut
16
Keadaan tanah
setelah longsor
Bidang gelincir
Gambar 6:Kelongsoran lereng.
Kegagalan lereng dapat terjadi dalam setiap lereng yang curam.
Faktor pendorong kegagalan lereng terutama yang bersifat mengurangi
resistensi geser tanah pada lereng, seperti curah hujan dan meningkatnya
tingkat air tanah.
Di sisi lain, tanah longsor dari tipe akumulasi sedimen sungai
(sediment gradien type) dipicu ketika massa tanah kehilangan stabilitas
akibat pengaruh kejenuhan. Mekanisme terjadinya tipe longsoran pada
prinsipnya sama dengan penggunaan dalam analisis stabilitas lereng.
Secara sederhana, kegagalan lereng dan aliran debris terjadi ketika gaya
untuk memindahkan massa tanah menjadi lebih besar dari perlawanan
geser yang diperoleh dari persamaan Mohr-Coulomb di bawah ini dan
ditunjukkan pada Gambar 7.
17
= c + ( u) tan
dimana :
(1)
Kekuatan geser
(2)
L = kekuatan geser
= tegangan geser
Sedangkan stabilitas lereng dinilai dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut:
Fs >1 : kegagalan lereng tidak mungkin terjadi
Fs<1 : kegagalan lereng mungkin terjadi
Fs= 1 : lereng dalam kondisi kritis
18
2.
potency) yang sangat tinggi. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu potensi bahaya
utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain
pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta
potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api,
peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir dan lain-lain.
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi.
Di samping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga
memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) yang sangat
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi,
persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan
kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard
potency) ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki
kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman
kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi
bencana yang sangat tinggi.
Perjalanan sejarah bencana di Indonesia khususnya bencana alam
dimulai sejak tahun 1815 dengan meletusnya Gunung Tambora di Nusa
Tenggara Barat pada tanggal 11 sampai 12 April 1815. Letusan gunung ini
menyebabkan perubahan iklim dunia terutama perubahan cuaca di
Amerika Utara dan Eropa. Beberapa catatan bencana alam besar yang
terjadi di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 5 di bawah ini.
19
Bencana
Gunung Tambora meletus: Jumlah korban dari berbagai penelitian
menuliskan sekitar 71.000 jiwa meninggal dunia.
1883
1930
1963
2004
2005
2006
2007
Di
Indonesia,
bencana
sedimen
khususnya
tanah
longsor
20
28
318 178 277
18 116 26 171
2500
109 95 111
Tsunami
Tsunami
Tanah longsor
Tanah longsor
5995
73 2198 2 1515
Puting beliung
80000
Puting beliung
Konflik/kerusuhan sosial
Kekeringan
Kecelakaan transportasi
100000
Konflik/kerusuhan sosial
1500
2000
Kekeringan
Kecelakaan Industri
Kecelakaan transportasi
40
Kecelakaan Industri
18591
15562
2197
148
Hama tanaman
324
Hama tanaman
Gempa bumi
Gelombang pasang/abrasi
Jumlah korban
180000
Gempa bumi
500
Gelombang pasang/abrasi
4500
Banjir
20000
Aksi teror/sabotase
40000
Banjir
Aksi teror/sabotase
Jumlah Kejadian
160000
167768
140000
120000
78598
60000
3519
240
1739
Jenis Bencana
4000
4131
3500
3000
1919 1958
1415
1000
13
Jenis Bencana
21
25
20
15
10
5
Kalimantan Selatan
Banten
Lampung
Bali
Bengkulu
Maluku
Sulawesi Tangah
Sulawesi Barat
Sulawesi Utara
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Barat
Provinsi
22
Tanggal
16/07/2012
Provinsi
Maluku
Korban
2 jiwa meninggal dunia
08/07/2012
Sulawesi Tengah
19/06/2012
Maluku
01/06/2012
Jawa Barat
26/05/2012
Maluku
24/05/2012
Jawa Barat
08/05/2012
Jawa Tengah
05/05/2012
Jawa Tengah
Nihil
02/05/2012
Bengkulu
Nihil
10
02/05/2012
Jawa Barat
11
30/04/2012
Jawa Tengah
12
23/04/2012
Sulawesi Barat
13
20/04/2012
Jawa Barat
14
18/04/2012
Jawa Barat
15
14/04/2012
Jawa Barat
Nihil
16
17
09/04/2012
05/04/2012
Jawa Barat
Jawa Barat
18
04/04/2012
Jawa Barat
Nihil
19
02/04/2012
Jawa Barat
20
16/03/2012
Kerugian
2 rumah rusak
23
Tabel 6 (lanjutan)
No
26
Tanggal
26/02/2012
Provinsi
Sumetera Selatan
27
28
21/02/2012
19/02/2012
Jawa tengah
Jawa Barat
29
30
15/02/2012
14/02/2012
Jawa Barat
Jawa Barat
31
10/02/2012
Jawa Barat
32
33
34
35
04/02/2012
01/02/2012
20/01/2012
19/01/2012
Bali
Banten
Sumatera Selatan
Jawa tengah
Kerugian
Jalan utama longsor sepanjang 4
meter
2 jiwa meninggal dunia
8 rumah roboh
Nihil
2 rumah rusak berat, 3 rumah
terancam longsor
Nihil
2 rumah rusak berat
Nihil
1 rumah rusak berat, 4 rumah
terancam longsor
1 jiwa meninggal dunia, 1 luka 1 rumah rusak ringan
ringan
Nihil
1 rumah rusak berat
Nihil
21 rumah rusak ringan
1 jiwa meninggal dunia
Nihil
Nihil
2 rumah Roboh, 1 terancam roboh
36
37
18/01/2012
11/01/2012
Sumetera Selatan
Jawa tengah
38
39
09/01/2012
08/01/2012
Sumatera Barat
Jawa Barat
40
07/01/2012
Sumatera Barat
41
05/01/2012
Sumatera Selatan
42
01/01/2012
Jawa Tengah
43
01/01/2012
Jawa Tengah
44
45
01/01/2012
30/12/2011
Jawa Timur
Banten
46
20/12/2011
Sumatera Utara
47
19/12/2011
Sumatera Barat
48
14/12/2011
Lampung
49
06/12/2011
Jawa Barat
50
04/12/2011
Jawa Tengah
24
Korban
Nihil
Nihil
Akses jalan kecamatan tertimbun
material
Nihil
Menimbun jalur aliran sungai
2 Jiwa meninggal dunia, 2 jiwa 1 ruas jalan putus 10 meter
luka berat
1 jiwa meninggal dunia dan 1
jiwa terluka
Jalan sepanjang 25 meter,
mengalami penurunan sekitar 1,5
meter
16 jiwa / 5 KK mengungsi
3 rumah rusak berat dan 7 rusak
ringan
Nihil
12 rumah rusak berat, 6 desa
terisolir
Nihil
1 rumah rusak berat
1 jiwa meninggal dan beberapa Tidak ada data
jiwa terluka
3 jiwa meninggal dunia dan
Badan jalan ambles, 1 minibus
puluhan terluka
Nihil
3 rumah hancur, 2 mobil, jalan
lintas sumatera terputus
Nihil
Badan jalan menonjol 1,5 m
sepanjang 100 meter, sehingga
akses ke 25 dusun di 12 desa
terputus
57 KK/223 jiwa mengungsi
12 rumah rusak berat dan 29 rusak
ringan
Nihil
3 rumah rusak berat
Tabel 6 (lanjutan)
No
51
52
Tanggal
01/12/2011
30/11/2011
53
54
27/11/2011
25/11/2011
55
24/11/2011
56
24/11/2011
57
13/11/2011
58
04/11/2011
59
04/11/2011
60
61
62
03/11/2011
01/11/2011
20/09/2011
63
64
65
66
20/09/2011
10/09/2011
06/09/2011
13/08/2011
67
13/08/2011
Provinsi
Sumatera Selatan
Sumatera Utara
Korban
Nihil
6 jiwa meninggal dunai, 30
hilang
22 jiwa mengungsi
Nihil
Kerugian
2 rumah roboh, 1 terancam roboh
37 rumah tertimbun, 28 sepeda
motor, 4 mobil, 1 jembatan.
Bengkulu
6 rumah roboh
Jawa Timur
20 meter tanggul longsor, dengan
kedalaman 4 meter
Jawa Barat
2 jiwa meninggal dunia, 2 jiwa 5 rumah rusak berat
luka ringan, 28 mengungsi
Sumatera Barat
2 jiwa meninggal dunai, 1
1 rumah tertimbun, dan material
hilang
longsor menutup badan jalan
Jawa Barat
3 jiwa meninggal dunia, 2 luka 1 rumah rusak berat
berat
Jawa Tengah
2 jiwa meninggal dunia
6 rumah rusak berat dan 6 rusak
ringan
Jawa Tengah
Nihil
beberapa rumah dan jalan rusak
terkena longsor
Jawa tengah
Nihil
Puluhan rumah rusak
Jawa Barat
16 jiwa mengungsi
3 rumah rusak berat
Jawa tengah
4 jiwa meninggal dunia dan 2 Nihil
terluka
Sumatera Selatan
Nihil
1 rumah rusak berat
Sumatera Barat
4 jiwa meninggal dunia
1 rumah rubuh
Sulawesi Utara
1 jiwa tertimbun
3 motor
Kalimantan Selatan 17 jiwa terluka ringan
5 rumah ambruk, 1 rumah rusak
berat
Nusa Tenggara Timur 4 jiwa meninggal dunia dan 9
jiwa terluka
25
Kawasan hutan
Sungai Jeneberang
Gambar 10:
26
3.
3.1
pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang
dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan
tindakan-tindakan
pengurangan
resiko
jangka
panjang.Dalam
27
Gambar 12:
Ilustrasi
suatu
tindakan
yang
bijaksana
sebagai
Pemetaan
Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah
melakukan
pemetaan daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah
mengembangkan peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut
sangat berguna bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi
kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan
28
peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal,
diantaranya adalah : 1) Belum seluruh wilayah di Indonesia telah
dipetakan, 2) Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik, 3)
Peta bencana belum terintegrasi, 4)Peta bencana yang dibuat memakai
peta dasar yang berbeda beda sehingga menyulitkan dalam proses
integrasinya.
Pemantauan
Dengan mengetahui tingkat kerawanan secaradini, maka dapat
Penyebaran informasi
Penyebaran
informasi
dilakukan
antara
lain
dengan
cara:
informasi dengan
tujuan
meningkatkan
kewaspadaan
daerah
dalam
hal
penyebaran
informasi
diperlukan
29
Pelatihan/Pendidikan
Pelatihan
difokuskan
kepada
tata
cara
pengungsian
dan
Peringatan Dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat
sewaktu-waktu
terjadi
bencana.
Peringatan
dini
tersebut
tidak
bertambah.
Ada
beberapa
hal
yang
harus
perkembangan
pengendaliannya
30
sedimen
supaya
terkait
sedimen
bencana
terkait
dan
teknik
bencana
tidak
tanah
longsor,
karena
kerentanan
untuk
Namun,
31
faktor
pendorong
dengan
pendekatan
struktur
merupakan
mengidentifikasi
lokasi
dan
waktu
kejadian
sebelumnya.
32
33
a)
b)
Gambar 13:
34
a)
b)
Gambar 14:
35
a)
b)
Gambar 15:
36
3.3.2 Pendekatan
struktur
terhadap
pencegahan
kegagalanlereng
Secara umum, pencegahan bencana terkait kegagalan lereng
dengan menggunakan pendekatan struktural diklasifikasikan menjadi dua
jenis pekerjaan yaitu: pekerjaan pengawasan dan pekerjaan pengendalian.
Pekerjaan pengawasan digunakan untuk mengurangi faktor-faktor yang
dapat menyebabkan kegagalan lereng, sedangkan pekerjaan pengendalian
dimaksudkan untuk mencegah kegagalan lereng dengan instalasi struktur.
Secara sederhana dijelaskan dalam Tabel 7 dan ditunjukkan dalam
Gambar 16.
Tabel7: Pendekatan struktural terhadap pencegahan kegagalanlereng.
Tipe
Tujuan utama
Tipe pekerjaan
Pekerjaan
Untukmengurangi dampak
Pekerjaan drainase,
pegawasan
daricurah hujan
pekerjaan vegetasi,
pekerjaan
perlindungan lereng.
Pelandaian lereng
dari tanah yang
tidak stabil
Pekerjaan
Untuk memperkuatlapisan
Pekerjaan dinding
pengendalian
permukaantanahdalamlereng
penahan, pekerjaan
jangkar pada
tanah/batuan,
pekerjaan tanggul
37
Pekerjaan lereng
yang curam
Pekerjaan
beton boks
Pekerjaan
mempertahankan
diding
Pekerjaan jangkar
pada tanah
38
4.
PENGEMBANGAN SISTEM
PERINGATAN DAN EVAKUASI
Sistem peringatan (warning system) merupakan serangkaian
39
(knowledge), sikap
(attitude)dan praktik
potensi
bencana,
(d)
secara
umum
perlu
deteksi
keputusan
alarm
reaksi
transportasi
Sistem peringatan dan evakuasi bencana sedimen secara sederhana
40
Radio Communication
Posko 2
Kentongan
Posko 1
Monitoring sedimen
Monitoring Curah
Hujan
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Posko 3
Evakuasi pada
daerah aman
Camat
Kelompok Masyarakat
4.1
41
darurat
evakuasi.
Misalnya,
batasan
peringatan
dapat
42
40
30
20
10
Dtl0
0
Dtl2
40
0
Dtc0
Gambar 18:
Dtl1
KONDISI STABIL
80
Dtc1
Dtc2
120
WAKTU (Jam) (DURASI HUJAN)
43
PRAKIRAAN HUJAN
REGIONAL
Ya
Melebihi
Ambang?
KEADAAN KRITIS
Tidak
KEADAAN BIASA
Tidak
Ya
Longsor
mengancam
wilayah?
MULAI PROSEDUR
PERINGATAN DINI
Tidak
Ya
Hujan berakhir
(min. 6 jam
Tidak
Tidak
Melebihi
ambang
peringatan
Ya
KEADAAN KRITIS
BERAKHIR
Ya
PEMBERIAN
PERINGATAN DINI
Gambar 19:
44
Intensitas (mm/jam)
100
10
I= 52D-0.79
10
Durasi (jam)
100
Gambar 21: Ambang batas curah hujan untuk tanah longsor dangkal di
Provinsi
Sulawesi
Selatan,
di
atas
garis
peringatan
45
a)
b)
c)
Gambar 22:
d)
46
Bagian saluran
hujan
Bagian menampung
hujan
Gambar 23:
47
<<< >>
Gambar 24:
48
4.2
Kasus-Kasus Evakuasi
sudah
dievakuasi.
Keberhasilan
evakusi
di
Nagasaki
49
Fenomena
15:00
16:00
17:13
20:00
21:00
Tabel 9: Evakuasi dari tanah longsor di Nagasaki, Jepang pada bulan Juli
1997 (Omura, 2002)
Tanggal
15
Waktu Fenomena
rembesan dari celah baru
16
50
18
19
1:10
2:00
2:18
3:00
3:16
3:49
5.
PENUTUP
Bencana sedimen adalah fenomena yang menyebabkan kerusakan
dalam
buku
ini
diharapkan
dapat
berkonstribusi
dalam
51
Daftar Pustaka
Aleotti, P. (2004): A warning system of rainfall-induced shallow failure.
Engineering Geology, Vol.73, pp.247265.
Brand, E.W., Premchitt, J. and Phillipson, H.B. (1984): Relationship
between rainfall and landslides in Hong Kong. Proc. of theIV
International Symposium on Landslides, Toronto, vol. 1, pp.
377384.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB(2012) : Data Informasi
Bencana Indonesia, Jakarta.
Cannon, S.H. and Ellen, S.D. (1985): Rainfall conditions for abundant
debris avalanches, San Francisco Bay region, California. Geology,
Vol.38, pp.267272.
Coburn, A.W, Spences, R.J.S.and Pomonis, A. (1994) Disaster Mitigation.
Cambridge Architectural Research Limited, United Kingdom.
Crozier, M.J. (1999): Prediction of rainfall-triggered landslides: a test of
the antecedent water status model. Earth Surface Processes and
Landforms, Vol.24, pp.825833.
Gardland, G.G. and Olivier, M.J. (1993): Predicting landslides from
rainfall in a humid, subtropical region. Geomorphology, Vol. 8,
pp.165 173.
Hasnawir, Kubota T. and Castillo L.S. (2012): Rainfall-induced shallow
landslides in South Sulawesi, Indonesia. International Session of
Sabo meeting, 23-25 May 2012, Kochi,Japan.
Highland, L.M. and Bobrowsky, P. (2008): The Landslide Handbook-A
Guide to Understanding Landslides. Reston, Virginia, U.S.
Geological Survey Circular 1325, 129 p.
Ikeya, H. (1976): Introduction to sabo works: The preservation of land
against sediment disaster. The Japan Sabo Association, Japan.
52
of
Land,
Infrastructure
and
Transport-Japan
(2004):
53
54
Singkatan-Singkatan
BNPB
BPK
P3KR
SATKOR-LAK PB
SATLAK PB
UN-ISDR
UNESCO
USGS
UPT
55
TENTANG PENULIS
Hasnawir, S.Hut, M.Sc, Ph.D adalah Peneliti pada Balai Penelitian
Kehutanan Makassar, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan. Memulai karir peneliti sejak tahun 2000.
Menyelesaikan studi doktoral dan master bidang konservasi hutan dan
pengendalian
erosi
padaGraduate
School
of
Bioresource
and
Journal
of
Ecology&Development,dan
56