Jurnal Batu Bara
Jurnal Batu Bara
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
kurang dari 20%. Bituminous digunakan untuk menghasilkan listrik, kokas, dan pemanas
ruangan. Anthracite Coal Sering disebut sebagai hard coal, antrasit memiliki struktur
yang keras, hitam dan berkilau, kandungan suplhur rendah dan karbon yang tinggi.
Anthracite merupakan klasifikasi tertinggi dari batubara, kadar air umumnya kurang dari
15%. Indonesia adalah pemasok batubara terbesar kedua bagi Jepang. Batubara Indonesia
terutama dihasilkan dari Kalimantan, Sumatera, serta sejumlah kecil dari Jawa, Sulawesi,
dan tempat lain. Batubara Indonesia memiliki kadar abu dan sulfur yang rendah sehingga
dikenal ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan batubara Indonesia semakin kompetitif
di pasar dunia. Dan untuk menjamin pasokan batubara bagi industri dalam
negeri,membuka tambangtambang
investasi
asing,
serta
mengeliminasi
penambangan
ilegal
maka
pemerintah
a. Pencairan Batubara
Salah satu kekurangan batubara bentuknya yang berupa padatan serta
memiliki massa yang besar dengan densitas yang kecil serta kalori yang kecil pula
berbeda dengan minyak bumi yang memiliki nilai kalori yang besar. Untuk
menaikan nilai kalori dari batubara tersebut maka batubara tersebut harus
ditingkatkan nilai kalornya dan salah satunya yaitu dengan dicairkan sehingga dapat
digunakan seperti minyak. Teknologi pencairan batubara saat ini terdiri atas tiga
teknologi penciaran yaitu teknologi gasifkasi (indirect liquefaction coal), pirolisis,
dan hidroliquefaction (direct coal liquefaction).Pirolisis dan hidroliqufaksi
membutuhkan pemurnian untuk dapat menghasilkan bahan bakar cair, sedangkan
gasifikasi membutuhkan sintesis untuk menghasilkan bahan bakar cair.Untuk
batubara peringkat rendah sampai sedang lebih baik menggunakan teknologi
hidroliquefaction dan pirolisis sedangkan untuk batubara tingkat tinggi bisa
menggunakan gasifikasi.Saat ini teknologi yang sering digunakan untuk pencairan
batubara yaitu gasifikasi (indirect liquefaction coal) yang digunakan oleh SASOL
(South Africa Synthetic Oil Liquefaction) Afrika Selatan dan
pertama berlangsung terbentuk gas generator (Campuran gas CO dan NO2). Panas
yang dilepaskan menyebabkan kokas memijar.Setelah itu pemasukan udara
dihentikan, dan sebagai gantinya uap air dialirkan melalui kokas tersebut.kokas
memijar kemudian mereduksi uap air menjadi hydrogen dan kokas sendiri
teroksidasi menjadi karbon monoksida. Dari produk utama CO dan H2 (gas sintesa),
diteruskan pembuatan bahan bakar cair dengan bantuan katalis.(Hidayat, 1995)
2. Pirolisis
Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan meggunakan pemanasan
tanpa adanya oksigen. Proses ini atau disebut juga proses karbonasi atau yaitu
proses untuk memperoleh karbon atau arang, disebut juga High Temperature
Carbonization pada suhu 450 C-500 C. Dalam proses pirolisis dihasilkan gas0
gas, seperti CO, CO2, CH4, H2, dan hidrokarbon ringan. Jenis gas yang
dihasilkan bermacam-macam tergantung dari bahan baku. Salah satu contoh
pada pirolisis dengan bahan baku batubara menghasilkan gas seperti CO, CO 2,
NOx, dan SOx. Yang dalam jumlah besar, gas-gas tersebut dapat mencemari
lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung. Paris et al. (2005) mengatakan bahwa pirolisis
merupakan proses pengarangan dengan cara pembakaran tidak sempurna bahanbahan yang mengandung karbon pada suhu tinggi. Kebanyakan proses pirolisis
menggunakan reaktor bertutup yang terbuat dari baja, sehingga bahan tidak
terjadi kontak langsung dengan oksigen. Umumnya proses pirolisis berlangsung
pada suhu di atas 300C dalam waktu 4-7 jam. Namun keadaan ini sangat
bergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya (Oemirbas, 2005).
Pencairan batubara dengan proses pirolisis baik untuk batubara dengan nilai
kalori rendah sampai sedang karena pada batubara kelas ini akan kita dapatkan
gas metana yang lebih banyak dibandingkan kelas tinggi selain itu arang yang
dihasilkan dapat dibentuk menjadi kokas untuk pembriketan yang berguna untuk
kebutuhan rumah tangga serta industri kecil sampai menengah. Pada proses
pirolisis akan didapatkan residu padat berupa tar yang berkadar karbon tinggi
serta minyak dan gas berkadar hidrogen tinggi yang akan digunakan untuk
mengkonversi menjadi bahan bakar cair.(hidayat, 1995)
3. Hidroliquefaksi (Direct coal liquefaction)
Proses hidroliquefaksi disebut juga sebagai proses hidrogenasi katalitik atau
proses pencairan batubara dengan hidrogenasi batubara dalam larutan donor
hidrogen dengan bantuan katalistis oksida besi pada tekanan antara 35-275
atmosfir dan temperature sekitar 375-450 0 C. tekanan dan temperatur tinggi
digunakan untuk memecahkan batubara menjadi fragmen-fragmen reaktif yang
disebut radikal bebas (hidayat, 1995). Agar menghasilkan konversi cair yang
cukup tinggi diperlukan stabilisasi terhadap radikal bebas, sekaligus mencegah
terjadinya polimerisasi menjadi produk tak larut dan tak reaktif. Menurut
berkowist, N. transformasi batubara menjadi minyak sintetis merupakan proses
hidrogenasi yang melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Batubara presasfalten asfalten minyak
Dari
ketiga
sistem
proses
pencairan
batubara
diatas
maka
dengan
sederhana dan tidak membutuhkan dana yang besar serta dapat di kombinasikan
dengan sistem pembangkit tenaga listrik dimana batubara kelas tinggi menjadi
sumber energi untuk memanaskan rekator pirolisis dan boiler yang digunakan untuk
memanaskan uap air.
didihkan sampai menjadi steam, volumenya akan meningkat sampai 1600 kali,
menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak. Energi
yang terdapat pada uap panas ini digunakan untuk memutar turbin dan generator akan
berputar dengan sendirinya sehingga menghasilkan arus listrik. Secara garis besar
pembangkit tenaga listrik uap terdiri atas komponen: boiler, reactor pembakaran,
kondensor, dan turbin uap. Keempat komponen tersebut saling terhubung dan
membentuk suatu siklus, seperti gambar dibawah ini:
c.
K
o
k
a
s
Kokas sebagai bahan baku proses pembuatan baja di dalam blast furnace, kokas
dihasilkan dari pemanasan batubara jenis coking coal. Coking coal adalah batubara yang
ketika dipanaskan pada temperatur tinggi tanpa udara mengalami tahapan plastis
sementara, yaitu secara berurutan mengalami pelunakan, pengembangan, dan memadat
kembali menjadi kokas. Batubara lainnya yang tidak memiliki kemampuan untuk
dijadikan kokas merupakan batubara jenis non-coking coal. Indonesia memiliki
sumberdaya batubara kualitas rendah dengan jumlah cadangan terbanyak. Batubara
kualitas rendah ini lebih banyak merupakan batubara jenis non-coking coal. Oleh karena
itu, dilakukan pengembangan batubara jenis non-coking coal di Indonesia sebagai bahan
baku industri metalurgi yaitu dengan cara metode coal blending. Metode coal blending
merupakan proses pencampuran batubara jenis coking coal dan non-coking coal dengan
perbandingan
komposisi tertentu. Metode ini dilakukan agar batubara jenis non-coking coal yang
melimpah di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai kokas. Proses pembuatan kokas
dilakukan dengan memanaskan coking coal di dalam coke oven pada suhu 900 1100oC.
Pada suhu 900oC, volatile matter mulai menguap jika dipanaskan di dalam tungku
tertutup. Setelah volatile matter menguap semua, bersamaan mulai terbentuk pula kokas
yang stabil. Beberapa kandungan dalam batubara yang mempengaruhi kualitas
pembuatan kokas, diantaranya adalah kandungan sulfur, kandungan abu (ash) dan bentuk
CSN (crucible swelling number). Batubara dengan kadar sulfur tinggi mempunyai nilai
jual yang rendah jika batubara dipakai sebagai bahan bakar. Apabila dipakai sebagai
kokas metalurgi pada pembuatan baja maka batubara dengan sulfur yang tinggi
akanmenimbulkan masalah dengan keberadaan sulfur di dalam produk baja. Oleh karena
itu, berdasarkan standar kualitas batubara, kadar sulfur maksimal adalah 1%. Pada analisa
kadar abu, semakin banyak mineral yang terdapat di dalam batubara maka kadar abunya
juga semakin tinggi. Mineral matter tersebut akan mempengaruhi proses karbonisasi
batubara sehingga kadarnya di dalam batubara maksimal 12%. Selain itu, kemampuan
swelling yaitu kemampuan batubara untuk memuai juga mempengaruhi kualitas batubara.
Bila pemuaian kokas menunjukan nomor 0-2, batubara tersebut bukan batubara kokas
yang baik karena pori - porinya terlalu rendah. Bila CSN-nya 8-9 tingkat pemuaiannya
terlalu tinggi berarti bila dijadikan kokas terlalu berpori-pori besar sangat rapuh. Batubara
dengan nomor CSN 4-6 adalah ideal untuk diproses menjadi kokas karena batubara ini
akan menjadi kokas yang cukup berpori dan kuat menahan beban. Pada penelitian ini
dilakukan analisa pengaruh komposisi batubara yang digunakan dalam pembuatan kokas
dengan metode coal blending, juga akan dilakukan analisa pengaruh kandungan (%) total
sulfur, kandungan (%) abu serta CSN (crucible swelling number) dan perbedaan waktu
pemanasan kokas agar mengetahui waktu optimum yang digunakan untuk menghasilkan
kokas paling baik.
akan digunakan dalam pembuatan beton normal untuk konstruksi beton yang
bersifat massal.
Proses pembuatan beton ini dibagi menjadi : tahapan yaitu tahap persiapan, tahap
perhitungan, tahap pencampuran dan pengadukan, tahap pencetakan benda, tahap
perawatan.
Tahap persiapan, yaitu mencari data tentang agregat halus dan agregat kasar
meliputi data analisis ayak, berat jenis agregat, kadar air agregat, daya serap air, dan
kadar air kering udara.
Tahap perhitungan, yaitu menentukan kadar semen untuk tiap proporsi campuran
beton, diantaranya kadar semen 280 kg/m3 beton, 300 kg/m3 beton dan 320 kg/m3 beton.
Kadar air semen ini kemudian dilakukan perhitungannya mulai dari C/E, slump teoretis,
silinder rata-rata, koordinat titikpatah A (x, y) dalam menentukan prosentase agregat
halus (pasir) dan persentase agregat kasar (kerikil atau batu pecah). Kemudian dicari
volume absolut bahan beton (pasir+kerikil+se-men) dari volume absolut ini kemudian
ditentukan volume beton yang akan dibuat. Hal ini kemudian dikonversikan
keberbandingan berat dengan mengalikan berat jenisnya masing masing.
Tahap pencampuran dan pengadukan, yaitu bahan beton yang sudah ditimbang
sesuai dengan proporsi campuran masing-masing, kemudian dimasukkan ke dalam mesin
pengasuk secara berurutan, mulai dari agregat kasar kemudian pasir lalu 2/3 air
pencampuran dan semen, diaduk hingga merata dan terakhir sisa air pencampurannya
(termasuk admix-ture yang terlebih dahulu dicam-purkan dalam air pengaduk). Apabila
adukan beton dilihat sudah merata dan homogeny