Anda di halaman 1dari 25

Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Swabakar (penyalaan api spontan) batu bara pada tambang batu bara bawah tanah
adalah salah satu bencana tambang batu bara yang paling mengerikan. Kalau terlambat
menemukannya atau salah mengambil tindakan yang tepat, swabakar akan menyebar luas
di dalam tambang bawah tanah, sehingga dapat terjadi situasi yang paling buruk, seperti
penyekatan (penutupan rapat) atau pembanjiran tambang. Hal ini, bukan saja
mengakibatkan terbenam dan terlepasnya sumber daya batu bara yang besar dan mesin-
mesin tambang, tetapi berhentinya kegiatan produksi dalam waktu yang panjang akan
menekan pengusahaan tambang batu bara, bahkan bisa berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup tambang batu bara tersebut. Disamping itu pula, swabakar di dalam
tambang bawah tanah, menimbulkan asap yang berasal dari nyala api, keracunan gas,
korban kehabisan napas, bahkan kadang kala dapat memicu ledakan gas dan debu batu
bara, sehingga kerugian terhadap manusia dan materi sangat besar.
Pada umumnya, zona ekstraksi di dalam tambang bawah tanah senantiasa berpindah ke
bagian yang makin dalam dan makin jauh dari tahun ke tahun. Seiring dengan hal ini, kondisi
yang tidak diharapkan dari segi pencegahan swabakar akan bertambah, misalnya
peningkatan panas bumi, peningkatan tekanan batuan di sekitar lubang bukaan dan
kebocoran udara akibat penguatan daya ventilasi. Oleh karena itu, petugas keselamatan
tambang bawah tanah (underground safety foreman) harus memahami betul mekanisme
terjadinya swabakar, untuk dapat melaksanakan tindakan pencegahan secara tepat, dan
selalu berusaha menemukan tanda-tanda atau gejala swabakar, serta membiasakan diri
dengan hal-hal yang berhubungan dengan gejala terjadinya swabakar, sehingga apabila
ternyata terjadi swabakar, dapat melakukan tindakan pemadaman api secara cepat dan
tepat.
II. Deskripsi Singkat
Mata Diklat ini membahas tentang terjadinya swabakar (penyalaan api spontan
batubara) pada tambang batubara bawah tanah serta tindakan pencegahan dan
penanganannya yang meliputi; pengertian swabakar, penyebab terjadinya swabakar, gejala
dan pendeteksian secara dini swabakar, tindakan pencegahan swabakar dan penanganan
serta penanggulangan terhadap terjadinya bencana swabakar.

Hal. 1 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

III. Tujuan Pembelajaran Umum


Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) dari mata diklat ini adalah agar peserta diklat
memiliki pemahaman tentang teknik atau cara pencegahan dan penanganan terhadap
bencana swabakar pada tambang batubara bawah tanah.
IV. Tujuan Pembelajaran Khusus
Adapun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) dari mata diklat ini adalah agar peserta
pelatihan mampu:
1. Memahami pengertian dasar swabakar batubara
2. Menjelaskan penyebab terjadinya swabakar batubara
3. Menjelaskan teknik pencegahan swabakar batubara
4. Menjelaskan tindakan penanggulangan bencana swabakar batubara

Hal. 2 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

BAB II
PENGERTIAN DASAR SWABAKAR BATUBARA

A. Pengertian Tentang Swabakar Batubara


Swabakar (Spontaneous Combustion) adalah pembakaran yang terjadi dengan
sendirinya. Swabakar dapat terjadi pada berbagai tempat penambangan batubara (tambang
terbuka atau tambang dalam) atau bahkan pada stockpile batubara.
Swabakar merupakan malapetaka dahsyat bila terjadi pada tambang bawah tanah
batubara. Keterlambatan dalam mendeteksi pencetusnya dapat menimbulkan kebakaran
besar dan tak terkendali, dapat menyebabkan cedera, kematian para pekerja yang ada
dalam tambang, bahkan dapat menyebabkan hancurnya pertambangan, karena dapat
berproduksi lagi, dan harus ditutup untuk selama-lamanya.
Swabakar dapat juga menimbulkan keracunan akut, yang berasal dari asap atau gas-
gas yang teremisi ke udara dalam tambang itu. Peristiwa keracunan terjadi jika beragam
jenis gas beracun, seperti karbon monoksida, nitrogen, sulfur, timbel dan logam berat semua
memasuki jalan darah dan mengacaukan sistem metabolisme tubuh. Gas karbon monoksida
(CO) merupakan gas yang paling berbahaya untuk membuat orang keracunan akut adalah
karbon monoksida (CO), yang warnanya biru sampai hitam pekat. Jika gas CO terhirup
melalui hidung atau mulut, maka mata dan sistem pernafasan akan meradang, sehingga
menimbulkan sesak nafas dan batuk-batuk yang hebat.
Yang lebih berbahaya lagi adalah jika gas CO tersebut memasuki aliran darah. Gas
ini akan merampas dan mengikat hemoglobin (Hb), yang berupa senyawa besi yang
bertugas untuk membawa oksigen (O2). Akibatnya darah akan mengalir membawa racun CO
sehingga sekujur badan berwarna merah. Selanjutnya korban akan merasa mual, pusing,
dan sesak nafas. Jika kondisi itu berlanjut, maka jantung, paru-paru, ginjal, dan otak akan
mengalami gagal berfungsi dan akibatnya adalah kematian si korban
Disamping itu, swabakar dapat pula memicu terjadinya ledakan yang besar, jika pada
saat terjadi swabakar itu timbul awan debu batubara yang banyak.
Oleh karena itu setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan tambang batubara bawah
tanah juga harus mengetahui dan mahir dalam melakukan tindakan pencegahan atau
penanganan swabakar tersebut.

Hal. 3 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

B. Proses Terjadinya Swabakar


Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi batubara di dalam udara. Batubara
pada kondisi terbuka di udara dapat menyerap oksigen dalam waktu lama dan perlahan-
lahan akan terjadi proses oksidasi yang menghasilkan proses panas. Apabila panas ini
terakumulasi karena tidak dilepas atau didinginkan, maka temperaturnya meningkat, yang
akhirnya mencapai titik nyala (ignition point) dan terbakar menimbulkan api. Oleh karena itu,
swabakar tidak terjadi di zona yang disekat (ditutup rapat) secara sempurna, karena proses
oksidasi batu bara di sini tidak berlanjut. Sebaliknya, di tempat yang dilewati angin yang
banyak, walaupun batu bara teroksidasi, panas yang timbul akan dilepas dan didinginkan,
sehingga tidak sampai terbakar.
Bila panas swabakar itu sebelum mencapai titik nyala, menimbulkan awan debu
batubara dan terdapat pula gas methan yang teremisi ke udara di sekitarnya, maka
swabakar itu dapat diiringi dengan terjadinya ledakan yang cukup dahsyat.

Gambar 1
Proses Terjadinya Swabakar Pada Batubara

Berikut ini akan dijelaskan proses perkembangan swabakar pada tambang batubara
bawah tanah (Undergruond spontaneous combustion of coal), yaitu :
1) Peristiwa oksidasi terjadi secara perlahan-lahan pada bagian sisi atau dinding batubara
(coal wall) atau batubara sisa, di jalan tambang (roadway) yang terventilasi. Dalam
kondisi ini tidak ada tanda-tanda terjadinya perobahan temperatur yang signifikan,
karena panas tersebut dapat larut oleh aliran udara (air flow).
2) Ketika kondisi panas yang larut dalam aliran udara itu tidak besar, maka temperatur
batubara akan naik lebih panas dari udara di sekelilingnya. Gejala ini dapat terlihat dari
adanya fatamorgana tipis di atas batubara sisa tersebut.

Hal. 4 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

3) Jika tidak terjadi pemancaran panas (lepasnya panas oleh aliran udara), maka
temperatur batubara akan naik mencapai antara 60 0C sampai 1500C, yakni pada
tempratur pertama (T1). Tingginya temperatur adalah karena adanya kombinasi panas
dari hasil oksidasi (oxidation) dengan panas hasil serapan oksigen (oxygen absorption).
4) Jika kondisi pemanasan seperti tersebut di atas berlangsung terus, maka temperatur
akan naik secara lebih cepat dan pada satu saat akan mencapai titik pengapian (ignition
point) dan untuk selanjutnya terjadilah kebakaran (combustion) pada posisi temperatur
(T2), yakni antara 2000C sampai 4000C. Jarak antara T1 dan T2 dikenal sebagai
temperatur pemanasan awal (initial heating stage) yang dapat dilihat dari adanya gas-
gas keluar dari lapisan batubara itu. Jika temperatur telah melewati T 2, maka sudah
terjadi keterlambatan dalam mendeteksi swabakar.

Gambar 2
Proses Perkembangan Swabakar Berdasarkan Peningkatan Temperatur

Hal. 5 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

C. LOKASI YANG MUDAH TERJADI SWABAKAR


Tempat-tempat yang terutama mudah terjadi swabakar antara lain:
 Lokasi runtuhan atap lorong
 Sekitar patahan lapisan batubara
 Diantara lorong bersebelahan yang terjadi retakan
 Lorong yang telah di sealing, namun kekedapannya kurang baik
 Lokasi dimana terdapat lapisan batubara rapuh sehingga mudah menjadi serbuk
 Ruang bekas penggalian batubara, dimana penutupan (sealing) kurang baik
 Sekitar atap lorong bekas penambangan yang dilakukan dengan system slicing
 Tempat yang terjadi retakan atau serbuk batubara akibat tekanan batuan

Gambar 3
Lokasi yang mudah terjadi swabakar pada tambang batubara bawah tanah

Hal. 6 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

BAB III
PENCEGAHAN SWABAKAR BATUBARA

A. Penyebab Terjadinya Swabakar Batubara


Swabakar dapat terjadi pada tambang batubara bawah tanah dikarenakan adanya
faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya swabakar. Faktor-faktor tersebut biasanya
berkaitan dengan sifat-sifat batubara itu sendiri, kondisi lapisan batubara, metode
penambangan, sistem peranginan dan k ondisi lingkungan tambang batubara bawah tanah.

1. Sifat Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari hasil akumulasi sisa-sisa
tanaman yang terendapkan dalam waktu jutaan tahun yang lalu dan mengalami proses
pembatubaraan (coalification) di bawah pengaruh tekanan dan temperatur serta perubahan
kondisi geologi.

a. Proses Pembatubaraan (coalification)


Pada proses pembatubaraan tersebut terjadi peningkatan rank batubara dari
gambut (peat) ke batubara mutu rendah (lignit), bituminous dan akhirnya menjadi
antrasit.
Selama proses perubahan tersebut terjadi pengurangan kandungan oksigen dan
sebaliknya terjadi pertambahan persentase kandungan karbon (lihat table 1).

Tabel 1
Persentase Serapan Oksigen dan Kadar Karbon Batubara
Tipe Batubara Peat Lignit Bituminous Antrasit
Oksigen (%) 35,3 26,5 10,6 03,0
Karbon (%) 57,0 67,0 83,0 93,0

Kemungkinan terjadinya proses oksidasi lebih besar terhadap batubara yang


rendah kualitasnya, artinya semakin tinggi mutu batubara, maka semakin kecil peluang
terjadinya swabakar, karena serapan udara pada batubara itu semakin berkurang.

Hal. 7 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

b. Batubara Bubuk (pulverization of coal)


Batubara bubuk adalah batubara yang hancur dalam bentuk butiran-butiran halus,
yang terjadi saat berlangsungnya proses pengambilan batubara (coal picking). Semakin
banyak butiran-butiran batubara halus, maka semakin besar kemungkinan terjadinya
proses oksidasi yang menghasilkan panas (heat generation), dan bilamana bubuk
batubara tersebut berada pada area terbuka ke udara (exposed), akan menyerap
oksigen dalam jumlah besar yang menyebabkan semakin cepatnya terjadi swabakar.
Pada tabel 2 berikut ini menunjukkan pengaruh temperatur oksidasi terhadap fraksi besar
butiran batubara.
Tabel 2
Hubungan Kecepatan Oksidasi dan Fraksi Butiran Batubara

Fraksi Ukuran Ukuran Partikel Temperatur Rasio Luas


Partikel Rata-rata Oksidasi Permukaan
< 60 mesh 0,10 mm 900C 20,0
0
30 – 40 mesh 0,44 mm 115 C 4,5
20 – 30 mesh 0,68 mm 1270C 3,0

Dari tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin halus ukuran butir partikel
batubara, makin rendah temperatur dimana proses oksidasi terjadi. Dengan demikian
maka batubara yang memiliki pertikel butir yang halus lebih memungkinkan terjadinya
swabakar.

c. Kandungan Kelembaban (moisture)


Kandungan kelembaban (moisture content) dalam batubara dapat dikelompokkan
menjadi dua tipe, yaitu kandungan kelembaban yang melekat (inherent moisture content)
dan kandungan kelembaban bawaan (attach moisture content). Batubara yang
mempunyai kandungan kelembaban bawaan memungkinkan terjadinya proses oksidasi
yang cepat sehingga menyebabkan swabakar.
Keberadaan kelembaban (moisture content) dalam batubara mempercepat
terbentuknya panas, karena adanya penguapan (evaporation) kelembaban itu membantu
ventilasi alam dan mempercepat terjadinya penembusan oksigen ke dalam batubara.
Kandungan kelembaban batubara antara 5% - 10% adalah keadaan yang paling
memungkinkan terjadinya swabakar.
Hal. 8 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

d. Kandungan zat terbang (volatile matter content)


Batubara yang mempunyai kandungan zat terbang yang tinggi (high volatile
matter) sering mengalami swabakar. Kondisi ini terjadi, bila rasio kandungan karbon dan
zat terbangnya (fuel ratio) mendekati 1.
Di Jepang, pada umumnya swabakar terjadi pada batubara yang mengandung
zat terbang sekitar 40% dan fuel ratio antara 1 sampai 1,5.

e. Kandungan Sulfida besi (iron sulfide)


Adanya kandungan sulfida besi dalam batubara akan menyebabkan terjadinya
swabakar. Namun demikian sulfida besi bukanlah penyebab utama terjadinya swabakar
pada batubara, tetapi karena sifat dari sulfida besi yang sangat mudah mengalami
oksidasi hingga terbentuk panas, maka adanya kandungan sulfida besi dalam batubara
dapat membantu mempercepatnya proses oksidasi.

f. Kandungan (phosphore content)


Kandungan posphor yang tingggi dalam batubara dapat mempermudah terjadinya
swabakar walaupun secara tidak langsung. Posphor yang terkandung dalam batubara
disebabkan adanya tekanan dan penghancuran (pulverization) melalui proses geologis
yang menimbulkan efek panas akibat deformasi dalam partikel batubara, sehingga
secara tak langsung akan mempermudah proses oksidasi dan akhirnya terjadi swabakar.

Gambar 4
Sifat-sifat batubara yang dapat menimbulkan swabakar
Hal. 9 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

2. Kondisi Lapisan dan Geologi Batubara


Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya swabakar adalah kondisi lapisan
dan geologi batubara. Beberapa hal yang perlu ditinjau dalam kaitannya dengan kondisi
lapisan dan geologi batubara ini antara lain:
a. Ketebalan lapisan batubara
Swabakar sering terjadi pada lapisan batubara yang tebal dan sebaliknya pada
lapisan batubara tipis, peristiwa swabakar jarang terjadi. Pada lapisan batubara tebal
sangat sulit untuk menambang secara keseluruhan dan selalu menyisakan banyak
batubara yang tertinggal pada area runtuhan bekas penambangan (goaf) sehingga
mudah mengalami oksidasi apabila tidak dilakukan sealing secara sempurna. Selain itu
lapisan batubara tebal pada bagian lantai akan mengalami peremukan akibat tekanan
sehingga batubara yang hancur tersebut mengalami percepatan oksidasi yang
mengakibatkan swabakar. Terjadinya swabakar pada lapisan batubara tebal juga akan
berpengaruh terhadap penyerapan panas yang terjadi dan panas tersebut akan tertahan
dan bergerak dalam lapisan batubara yang tebal karena adanya sifat penghantar panas
(self thermal conductivity) pada lapisan batubara tersebut.

b. Kedalaman lapisan batubara


Potensi terjadinya swabakar akan bertambah seiring dengan makin dalamnya
posisi lapisan batubara dari permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan pada kedalaman
lapisan batubara akan terjadi peningkatan tekanan yang berakibat batubara mengalami
peremukkan dan porositasnya bertambah sehingga dengan mudah menyerap oksigen.
Kedalaman lokasi penambangan batubara yang jauh dari permukaan bumi akan
menyebabkan bertambahnya temperatur sehingga apabila lapisan batubara tertumpuk
dan mengalami proses oksidasi maka penambahan panas tersebut akan mempercepat
terjadinya swabakar.

c. Kemiringan lapisan batubara


Kemiringan lapisan batubara dapat berpengaruh terhadap terjadinya kondisi
runtuhan atap (subsidence roof), dimana bila lapisan batubaranya agak curam
kemungkinan terjadinya runtuhan atap agak kecil dibandingkan pada lapisan yang landai,
sehingga pada lapisan batubara yang agak curam terdapat ruang kosong (gob area)
yang akan menjadi jalur lintasan udara untuk terjadinya proses oksidasi pada batubara

Hal. 10 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

sisa. Dengan demikian makin curam kedudukan lapisan batubara, semakin besar
kemungkinan terjadinya swabakar.

d. Lapisan pada zona tidak stabil dan patahan


Lapisan batubara pada zona tak stabil (disturbed zone) dan daerah patahan atau
rekahan (fracture) akan sangat mudah terjadi swabakar. Hal tersebut dikarenakan
kondisi lapisan batubara sangat lemah dan mudah remuk (fulverized), sehingga bila
batubara tersebut dibiarkan tertumpuk dalam waktu lama karena sulit untuk dikeluarkan,
maka akan menyebabkan proses oksidasi dan selanjutnya terjadi swabakar.
Selain itu adanya rekahan atau patahan akan memudahkan udara masuk ke
rongga-rongga batubara dan terperangkap dalam rekahan tersebut, sehingga bila dalam
zona tersebut terdapat batubara yang remuk (powdered coal), akan terjadi penyerapan
oksigen dan akhirnya akan menimbulkan swabakar.

Gambar 5
Lokasi patahan yang mudah terjadi swabakar

e. Lapisan pengotor dan batubara kualitas rendah


Lapisan pengotor batubara dan batubara kualitas rendah (coally shale)
cenderung mudah mengalami swabakar, karena pada saat proses penambangan
adakalanya lapisan pengotor dan batubara kualitas rendah yang biasanya mudah remuk
dibuang begitu saja dalam tambang sehingga lapisan pengotor dalam batubara akan
mengalami proses oksidasi dan swabakar. Potensi terjadinya swabakar pada lapisan

Hal. 11 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

pengotor juga semakin besar dengan adanya sifat penghantar panas yang
ditimbulkannya sehingga mempercepat terjadinya swabakar.

3. Metode Penambangan
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya swabakar batubara adalah
cara atau metoda penambangannya. Hampir semua peristiwa swabakar terjadi pada
batubara sisa penggalian atau di daerah bekas penggalian (goaf area). Beberapa hal yang
perlu diperhatikan berkaitan dengan metoda penambangan ini adalah batubara sisa dan
kebocoran udara.

a. Batubara sisa (remained coal)


Pada tambang batubara bawah tanah biasanya diterapkan metode penambangan
sistem ambrukan dan room and pillar. Kedua metode ini tidak luput dari tertinggalnya
batubara sisa pada bekas penambangannya. Batubara sisa yang telah hancur menjadi
serbuk (pulverized) dan pillar-pillar yang ditinggalkan ini akan mengalami proses oksidasi
selanjutnya menimbulkan terjadinya swabakar.
Selain itu sebaik apapun cara penambangan yang dilakukan untuk mengurangi
sisa-sisa batubara, namun bila penanganan operasi pasca penambangan sangat buruk
yang mengakibatkan banyaknya batubara sisa tertinggal di area goaf sehingga
menimbulkan terjadinya swabakar.

b. Kebocoran udara (air leakage)


Kebocoran udara pada daerah bekas penambangan (goaf area) dapat
menyebabkan terjadinya swabakar. Perbedaan tekanan antara udara masuk dan udara
keluar pada permukaan kerja (mining face) dengan goaf area dapat menyebabkan
terjadinya kebocoran udara (air leakage). Udara yang terperangkap jika jumlahnya
semakin bertambah, maka akan terjadi oksidasi pada goaf area, yang pada akhirnya
dapat menimbulkan swabakar.
Oleh sebab itu daerah yang telah habis ditambang harus ditutup (sealing) dengan
rapi, kalau perlu dilakukan grouting, yakni penginjeksian pasta semen ke dalam dinding
goaf area tersebut, terutama di sekitar pintu-pintu yang disealing.

Hal. 12 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

4. Kondisi Lingkungan Tambang Batubara Bawah Tanah


Pengelolaan lingkungan tambang bawah tanah dengan baik akan dapat memperkecil
terjadinya swabakar. Pengaturan temperatur dan tekanan udara pada tambang bawah tanah
merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah atau mengurangi terjadinya swabakar.

a. Temperatur daerah tambang bawah tanah


Semakin tinggi temperatur, oksidasi batu bara akan semakin cepat terjadi,
sehingga apabila temperatur di tambang bawah tanah meningkat, akan mudah terkena
pengaruh tersebut. Walaupun kedalamannya dangkal, tetapi kalau tempatnya
bertemperatur tinggi, karena ventilasi yang tidak baik seperti misalnya pada bekas area
penambangan, maka akan mudah terjadi swabakar.

b. Tekanan udara (air pressure)


Perubahan tekanan disebabkan oleh adanya perubahan tekanan atmosfir atau
disebabkan oleh perubahan kondisi ventilasi. Naik turunnya tekanan udara
mengakibatkan terjadinya kondisi seperti pernapasan, yaitu udara segar dan udara yang
mengandung gas silih berganti keluar masuk ke dalam gob dan dinding batubara.
Artinya, pada waktu tekanan udara rendah, gas teremisi keluar dan bersama dengan
naiknya tekanan udara, udara segar akan meresap masuk. Dengan berulang-ulangnya
emisi dan resapan masuk ini, oksidasi batu bara akan dipercepat terutama pada gob
area perlu diwaspadai, karena akan terjadi percepatan oksidasi yang menyebabkan
timbulnya swabakar.

5. Sistem Peranginan
Ventilasi berfungsi sebagai sarana pengaliran udara segar ke dalam ruangan
(terowongan) dan pengaliran udara kotor ke luar. Kesalahan dalam menerapkan sistem
ventilasi akan dapat membahayakan kondisi lingkungan tambang seperti terjadinya
swabakar.
Pada umumnya, kecenderungan awal dari swabakar adalah batu bara menyerap
oksigen dari luar, sehingga oksidasi berkembang. Terutama di lokasi tekanan negatif yang
tinggi di sekitar kipas angin, akan terjadi penyuplaian oksigen sampai ke retakan yang
lumayan dalam. Pada saat itu, mudah terjadi fenomena akumulasi panas, akibat berulang-
ulangnya proses oksidasi dan akumulasi panas karena perubahan tekanan negatif.
Hal. 13 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

Kemudian, perubahan ventilasi dalam jangka pendek, terutama perubahan dari udara
buang ke udara masuk, akan mengurangi kelembapan di sekeliling lorong dan di bagian
dalam retakan akibat perubahan kelembapan, yang mana menghilangkan efek pendinginan,
sehingga akan berubah menjadi keadaan yang semakin mudah teroksidasi.
Akan tetapi, apabila dilakukan ventilasi dengan jumlah udara, tahanan ventilasi dan
penampang lorong yang tepat, maka bukan percepatan oksidasi yang terjadi, justru efek
pendinginannya menjadi besar, sehingga efektif untuk mencegah swabakar.

B. TINDAKAN PENCEGAHAN TERHADAP SWABAKAR


Kebakaran spontan (swabakar) dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi
usaha pertambangan batubara bawah tanah. Berbagai bentuk kerugian yang mungkin timbul
diantaranya adalah luka-luka atau matinya para pekerja tambang, keracunan gas, atau
bahkan dapat menyebabkan hancurnya tambang itu secara total dan harus ditutup untuk
selama-lamanya. Disamping itu juga kebakaran itu dapat menambah emisi gas rumah kaca
ke atmosfeer bumi, sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu global dan hujan asam.
Untuk itu kejadian swabakar harus dicegah sedini mungkin. Seorang teknisi tambang
harus mengetahui berbagai hal yang terkait dengan masalah swabakar ini, yakni
perkembangan peristiwa swabakar, tanda-tanda swabakar, mendeteksi secara dini peristiwa
swabakar, kontrol jalan utama tambang, metoda penambangan, pemeliharaan jalan keluar
tambang, dan penutupan (sealing) pada areal bekas tambang.

1. Gejala dan Pendeteksian Secara Dini Swabakar

a. Gejala Terjadinya Swabakar


Memperhatikan tanda-tanda awal terjadinya swabakar adalah hal yang sangat
penting dilakukan dalam upaya pencegahan terjadinya swabakar. Tabel berikut ini memuat
tanda-tanda awal terjadinya swabakar tersebut secara berurutan.

Tabel 3
Tanda-tanda Swabakar

1 Terjadi kenaikan suhu pada bagian terowongan


2 Terjadi tetesan air pada permukaan dinding dan pillar batubara
3 Terjadi kabut yang memenuhi lorong
Hal. 14 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

4 Terciumnya bau pembusukan dan bau manis


5 Terbentuknya gas-gas CO, CO2, CH4, C2H4
6 Makin jelasnya bau minyak yang menyengat hidung dan tenggorokan
7 Makin jelasnya bau minyak hingga berubah menjadi bau ter
8 Timbul bau asap kebakaran kayu, jika bau kayu terbakar menandakan dekat api
9 Bau asap
10 Muncul nyala api (flame)

b. Pendeteksian dini
Untuk dapat mengetahui secara dini adanya peristiwa swabakar dapat dilakukan
berbagai pengukuran atau pengamatan, antara lain:
 Pengukuran konsentrasi gas methan (CH4)
 Pengukuran konsentrasi gas karbon monoksida (CO)
 Pengukuran konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2)
 Pengukuran temperatur
 Pengukuran kelembaban udara (humidity)
 Pemeriksaan adanya bau-bauan yang merupakan indikator swabakar
 Melihat adanya asap putih atau nyala api.

2. Metode Penambangan
Pencegahan swabakar dapat juga dilakukan dengan melihat metoda penambangan
yang diterapkan.
a. Pilih metoda penambangan yang paling aman sesuai dengan kondisi lapisan batubara
untuk mencegah terjadinya kebocoran udara dari dan ke daerah yang sudah
ditinggalkan, agar proses oksidasi dapat dicegah sedini mungkin. Dalam hal ini system
penambangan mundur dinilai lebih aman disbanding system penambangan maju.
b. Kecepatan kerja penambangan pada mining front harus secepat mungkin
c. Menerapkan metoda penambangan panel. Pada saat penambangan telah dilakukan,
seluruh peralatan tambang harus segera dipindahkan ke jalur keluar tambang (mined out
area) dan melakukan penutupan pada daerah bekas tambang (sealing) dengan rapat.
d. Usahakan pemindahan batubara dari area penambangan tidak terdapat batubara yang
tersisa pada daerah jalan keluar tambang.
Hal. 15 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

e. Untuk lapisan batubara tebal atau berlapis-lapis (multiple seams) sebaiknya dilakukan
penambangan sekaligus. Jika diperlukan penambangan dengan metode slicing (irisan),
lakukan pengirisan pada bagian atas (upper slicing) terlebih dahulu, selanjutnya lakukan
irisan pada bagian bawah lapisan (lower slicing).

Gambar 6
Metode penambangan dengan sistem udara ventilasi

3. Tindakan Pencegahan Udara Bocor


Melakukan penyelidikan kondisi aktual lapangan (kondisi lorong, kondisi ventilasi dan
hasil pengukuran) terhadap lokasi yang diwaspadai. Kemudian, apabila diperlukan,
melakukan tindakan pencegahan udara bocor melalui injeksi dinding batu bara, back filling,
penyemprotan torkret, baik secara individu maupun kombinasi, yaitu dengan serbuk batuan,
fly ash dan semen.

4. Ventilasi
Prinsip dasar pencegahan swabakar yang dilihat dari segi ventilasi adalah mencegah
kebocoran udara ke lokasi yang tidak perlu, di mana dalam hal ini perlu memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
a. Pembentukan metode ventilasi aliran cabang independen berdasarkan zona
Pada metode ventilasi sistem diagonal, lebih mudah dilakukan pencegahan udara
bocor dan ventilasi aliran cabang independen berdasarkan zona, dari pada metode ventilasi
sistem terpusat. Metode ventilasi aliran cabang independen berdasarkan zona ini
mempunyai keuntungan sebagai berikut :

Hal. 16 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

1). Dapat segera melakukan pemutusan ventilasi yang disesuaikan dengan kemajuan
permuka kerja ekstraksi.
2). Pada waktu terjadi swabakar, pengaturan ventilasi dapat dilakukan dengan mudah, untuk
tidak membiarkan udara buang dari lokasi bersangkutan mengalir masuk ke permuka
kerja lain, sehingga dapat melakukan tindakan dengan mudah karena tidak diselubungi
oleh gas berbahaya.

b. Usakan agar tidak terjadi tekanan ventilasi yang tinggi


Apabila ada penyempitan lorong atau memaksa melewatkan jumlah udara yang
besar, akan terjadi tekanan deferensial ventilasi yang tinggi, yang antara lain memacu
terjadinya kebocoran udara.
1). Tempat yang penampang lorongnya menyempit akibat tekanan batuan, segera
diperlebar atau udara ventilasi ditahan pada jumlah yang sesuai.
2). Apabila bermaksud menambah jumlah udara sebagai tindakan terhadap gas dan
temperatur, usahakan jangan berlebihan. Kalau perlu, pikirkan kemungkinan jalur
ventilasi yang lain.
3). Mengurangi frekuensi perubahan tekanan deferensial ventilasi. Bukan saja pada waktu
mengubah jumlah udara kipas angin utama atau melakukan perubahan besar terhadap
ventilasi, tetapi pada waktu melakukan perubahan kecil terhadap ventilasi juga, tekanan
deferensial ventilasi secara lokal dapat berubah, sehingga perlu perhatian yang cukup
mengenai kemana larinya udara bocor.

5. Penutupan (sealing)
Penutupan (sealing) dimaksudkan untuk menutup secara rapat daerah jalan keluar
tambang (mined out area) sehingga mencegah udara masuk atau juga untuk tujuan lainnya
yaitu untuk perlindungan terhadap jalan-jalan tambang dari peledakan atau pencegahan
kebcran udara secara permanent atau sementara.
Ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan dalam rangka pemilihan lokasi
penutupan lobang bekas tambang (sealing location) adalah:
a. Pilih lokasi yang mudah untuk penempatan ventilasi local
b. Pilih lokasi yang kecil kemungkinan kejadian kebocoran udara (cirinya: atapnya baik,
tidak ada rekahan, tekanan pada atap terowongan terkecil)

Hal. 17 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

c. Pilih lokasi yang ada ruang (space) untuk penempatan penutup tambahan (additional
seals)
d. Pilih lokasi yang memungkinkan dan mudah dalam lalu lintas membawa bahan-bahan
penutup dan memungkinkan pula pembuatan kisi-kisi ruang sekecil mungkin.

Pilar batu bara sisa setelah selesai penambangan, sebaiknya disekat (ditutup rapat), di
mana penyekatan dilakukan dengan mengalirkan material pengisi berupa fly ash dengan
patokan 2~4 bulan setelah selesai penambangan. Kemudian lorong yang tidak diperlukan
juga perlu disekat secara terencana, di mana rongga lama dan tambang bawah tanah lama
di bagian dalam penyekatan diisi dengan lumpur dari preparasi batu bara dan lain-lain.

Gambar 7
Konstruksi Penyekatan Lorong Bekas Penambangan

Hal. 18 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

6. Tindakan Pencegahan Pada Lorong Di Dalam Lapisan Batu Bara


Untuk lokasi yang perlu diwaspadai, dilakukan penyelidikan kondisi aktual lapangan
(kondisi lorong, kondisi ventilasi dan hasil pengkuran), dan apabila diperlukan, dilaksanakan
injeksi dinding batu bara, back filling penyangga dan penyemprotan torkret mortar (adukan
semen), baik sendiri-sendiri maupun secara kombinasi, sebagai tindakan pencegahan udara
bocor, dengan kombinasi serbuk batuan, fly ash, lumpur (sludge) dari preparasi batu bara
dan semen.

Gambar 8
Injeksi Belakang Penyangga dan Dinding Batubara

Hal. 19 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

BAB IV
PENANGGULANGAN BENCANA SWABAKAR BATUBARA

Apabila ternyata terjadi kebakaran di dalam tambang, maka sebelum menimbulkan


efek yang lebih luas, harus diambil langkah penanggulangannya secara terpadu. Oleh
karena itu kepala pengawas keselamatan kerja tambang bawah tanah senantiasa
mempelajari cara penanganan, melaksanakan pendidikan dan latihan bagi pihak yang
berkepentingan, sehingga dapat dipersiapkan sistem penanggulangan bencana yang dapat
bekerja secara cepat dan tepat.

A. Pelaporan Kejadian dan Reaksi Tahap Awal


Pelaporan terhadap terjadinya sumber api kebakaran merupakan bagian yang sangat
penting guna menginformasikan kejadian kebakaran di dalam tambang. Laporan sangat
diperlukan untuk mendapatkan informasi yang jelas sehingga dapat diproses dengan tepat.
Penemu sumber api di dalam tambang harus melaporkan kejadian kepada kepala pengawas
keselamatan kerja sesegera mungkin melalui alat komunikasi yang tersedia. Melaporkan
seluruh kejadian yang diamati kepada kepala pengawas keselamatan kerja dan menunggu
perintah untuk melakukan suatu tindakan penanggulangan terhadap bencana tersebut.
Bila menemukan sumber api atau panas di dalam tambang, walaupun sebagian
dalam keadaan menyala dan lokasinya belum begitu luas maka yang paling efektif adalah
melakukan pemadaman api langsung tanpa membuang waktu. Kadang kala timbulnya api
kebakaran disertai pula oleh adanya bahaya bencana sekunder seperti ledakan gas dan
debu batubara, sehingga mengakibatkan bencana secara beruntun meliputi wilayah yang
lebih luas lagi.
Oleh karena itu, tindakan penanganan terhadap bencana tambang bawah tanah
harus dilaksanakan dengan sikap ekstra hati-hati dan mempersiapkan sistem evakuasi
penyelamatan diri melalui pembangunan sarana tempat pengungsian di dalam tambang
yang dapat menghindarkan diri dari bencana kebakaran tambang.
Beberapa tindakan yang perlu dipertimbangkan bagi pengawas keselamatan
tambang dalam rangka pengendalian terhadap bencana kebakaran tambang bawah tanah
antara lain:

Hal. 20 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

a. Lakukan tindakan tepat dan segera bila indikasi menunjukkan potensi yang dapat
memungkinkan terjadinya bencana kebakaran melalui tindakan pemadam api secara
langsung pada sumber nyala api untuk mencegah kebakaran yang lebih luas.
Pemadaman api pada tahap awal bila lokasi sumber nyala api bisa didekati ini dapat
dilakukan secara langsung tanpa membuang waktu bila situasi yang terjadi seperti
berikut ini :
 Nyala api tahap awal, dengan taraf baru mulai mengeluarkan asap.
 Area swabakar relatif kecil dan sumber api dekat dengan lorong (jalur evakuasi
terjamin).
 Gas mudah nyalanya sedikit, sehingga tidak ada bahaya ledakan.
 Walaupun apinya membesar, tidak ada kekhawatiran menyebar ke zona lain.
 Tidak ada bahaya lepas kontrol akibat ambrukan dan lain-lain pada saat
menyingkirkan sumber api.
Namun apabila lokasi sumber nyala api tidak bisa didekati misalnya di area bekas
penambangan (gob area), sehingga sulit untuk memadamkan api secara langsung maka
perlu diambil tindakan seperti berikut ini :
 Menentukan zona peringatan dan memperhatikan tindakan terhadap bawah angin.
 Menentukan posisi serta metode pengamatan dan pengukuran untuk mengetahui
kondisi dan perubahan secara rinci.
 Menyiapkan material dan tenaga kerja dengan asumsi situasi memburuk.
 Melakukan tindakan pencegahan udara bocor (membentang papan, penyekatan,
injeksi fly ash dan cement milk)
 Mengambil tindakan pemutusan suplai udara dan pendinginan, melalui penyekatan,
injeksi air dan lain-lain.
b. Segera umumkan perintah pengosongan lokasi tambang, yakni pengungsian seluruh
pekerja tambang, kecuali petugas penyelamat atau penolong keadaan darurat.
c. Mempersiapkan jalur evakuasi ke tempat pengungsian sementara atau pembukaan
pintu-pintu jalur keluar tambang untuk penyelamatan pekerja, pengaliran air untuk
penyiraman atau tindakan penting lainnya.

Hal. 21 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

B. Tindakan Pemadaman Api Kebakaran


Kebakaran yang terjadi dapat berkembang pada lokasi yang lebih luas, sehingga
sesegera mungkin dilakukan pemadaman api kebakaran untuk mencegah perambatan ke
lokasi yang lebih luas. Cara-cara untuk melakukan pemadaman api kebakaran di dalam
tambang dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Metode pemadaman api langsung


Jika sumber api sudah menyebar luas, perlu diputuskan dengan hati-hati, sambil
mempertimbangkan kemungkinan terjadi bencana sekunder.
a. Penyingkiran sumber api
Menyingkirkan bagian penimbul panas untuk mencegah penyebaran, dan bersama
itu batu bara penimbul panas dan sekelilingnya didinginkan dengan air.
b. Penyiraman air
Merupakan cara yang paling pasti, pada waktu batu bara bertemperatur tinggi, dapat
terjadi uap air secara tidak normal, sehingga perlu melakukan komunikasi dengan
orang-orang di bawah angin (leeward).
c. Alat pemadam kebakaran
Pemadam kebakaran yang digunakan adalah alat pemadam kebakaran sistem
mobile untuk pemadaman api tahap awal, tetapi karena kemampuannya kecil, perlu
disiapkan jumlah yang memungkinkan pemakaian berturut-turut.
d. Pelingkupan dengan benda yang tidak terbakar
Ini adalah cara pemadaman api melalui pemutusan suplai udara dengan melingkupi
benda penimbul api, memakai serbuk tidak terbakar yang mudah diperoleh di
sekitarnya, seperti pasir, serbuk batuan dan fly ash.
e. Metode injeksi
Jika bagian penimbul panas berada jauh dan dalam, di tempat yang diduga
merupakan bagian penimbul panas ditancapkan pipa, kemudian dinjeksi dengan air.
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari segi keselamatan, dalam rangka pemadaman
api.
 Dibuat sedemikian rupa, agar dapat melakukan kegiatan pemadaman api tanpa
terselubung oleh gas berbahaya.
 Gas mudah nyala dibuat menjadi sedikit, agar tidak ada bahaya pembakaran dan
ledakan.
Hal. 22 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

 Menjaga jalur evakuasi jangan sampai terputus pada waktu nyala api tiba-tiba
membesar.
 Dijaga agar tidak ada bahaya ambruk dan lain-lain yang menyertai kegiatan
pemadaman api.
 Perlu diketahui, bahwa api bisa juga menyerbu ke atas angin (windward)

2. Metode pemadaman api tidak langsung


Walaupun sudah jelas dapat diperkirakan sedang terjadi pembangkitan panas
atau nyala api, tetapi jika sulit untuk memadamkan api secara langsung, misalnya karena
posisi sumber api yang tidak jelas, atau sumber panas berada di dalam gob yang sangat
luas, atau ada bahaya ledakan gas karena nyala api yang kuat, maka dalam hal ini api
dipadamkan melalui penyekatan (sealing) zona tersebut, untuk memutuskan ventilasi,
sehingga suplai oksigen terhenti.
a. Pemadaman api dengan penyekatan (sealing)
Pada waktu melakukan pemadaman api dengan penyekatan di tambang
batu bara yang banyak gas mudah nyala, perlu menjalankan tindakan berikut ini.
 Melaksanakan tindakan untuk melindungi para pekerja dari bahaya ledakan gas
di dalam.
 Waktu yang dimiliki hingga tindakan pencegahan bahaya ini selesai dilakukan,
digunakan untuk menyingkirkan gas mudah nyala dan debu batu bara, serta
melaksanakan segala upaya agar tidak terjadi ledakan, namun dengan asumsi
ada sumber api.
 Untuk melakukan pemutusan ventilasi melalui penyekatan permanen, diperlukan
waktu yang cukup lama sampai pekerjaan rampung. Oleh karena itu, untuk
maksud menghalangi suplai udara yang tidak terkontrol kepada sumber api
selama waktu itu, pertama-tama dilakukan penyekatan sementara.
Tentu saja, penyekatan sementara sebaiknya mempunyai kekedapan udara
yang tinggi. Namun, yang lebih penting lagi adalah merampungkan pekerjaan
dengan cepat. Beberapa metode penyekatan yang dimaksud tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Pemasangan papan dan plastik

Hal. 23 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

Merentang film plastik untuk mencegah udara bocor, dan celah-celahnya ditutup
dengan lempung atau mortar. Karena akan diikuti oleh penyekatan permanen,
sebaiknya dipasang sedekat mungkin ke sumber api.
2) Kantong udara
Kantong udara yang disimpan di tambang bawah tanah, diset pada posisi yang
direncanakan, kemudian dikembangkan dengan udara tekan untuk menutup
seluruh lorong, hingga dapat memutus ventilasi. Pemasangannya dapat dilakukan
oleh sedikit orang, tingkat terkena bahaya juga rendah, kekedapan udaranya juga
tinggi tergantung dari cara pencegahan kebocoran udara, dan ketahanan
terhadap tekanan juga lumayan, sehingga akhir-akhir ini digunakan secara luas
dengan hasil yang baik.
b. Pemadaman api dengan pembanjiran
Merupakan cara yang paling pasti untuk mengendalikan api yaitu apabila
seluruh sumber api pada saat kebakaran tambang bawah tanah dan swabakar
dibanjiri air. Pada waktu api tidak bisa dipadamkan dengan berbagai cara lain,
pembanjiran dilakukan sebagai cara darurat.
Apabila sumber api berada di lokasi terendah pada zona tersebut, jumlah air
yang diperlukan juga sedikit, waktu yang diperlukan juga singkat dan kerugian yang
ditimbulkan juga sedikit, namun kebanyakan sumber api meliputi daerah yang luas.
Sehingga kerusakan lokasi pembanjiran menjadi besar, di mana pemulihannya
sangat sulit dan memerlukan biaya yang amat besar, bahkan dalam keadaan yang
paling parah adakalanya tambang terpaksa ditutup.
Oleh karena itu, apabila menemukan sumber nyala api, yang penting adalah
mencurahkan segala kemampuan pada penanganan dini, yaitu berusaha melakukan
pemadaman api langsung dan pemadaman api dengan penyekatan.

Hal. 24 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

DAFTAR PUSTAKA

1. Kiyoshi Higuchi, 2003, “Mechanism & Prevention Technology of Spontaneous


Combustion of Coal” ,

2. New Energy Development Organizatin (NEDO), 2001 “Prevention of spontaneous


combustion of coal”

3. Banerjee, S., C, 1985, “Spontaneous Combustion of Coal and Mine Fires”.

Hal. 25 – 25
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah MicroTeaching
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara

Anda mungkin juga menyukai