AGUSTUS 1998
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
I. Pendahuluan
Batubara adalah salah satu bahan bakar padat yang terdiri dari senyawa karbon,
hydrogen, minerals dan senyawa senyawa lain yang dalam jumlah kecil terdapat pula dalam
batubara. Unsur pembentuk batubara yang paling banyak atau paling dominan adalah unsur
karbon, dan unsur inilah yang dominan pula dalam menghasilkan panas apabila batubara ini
dibakar. Seperti bahan bakar-bahan bakar lainnya batubara pun memiliki sifat terbakar
(flammable) apabila terjadi reaksi oksidasi baik dengan cara dibakar atau oksidasi akibat
bereaksi dengan oksigen yang ada di udara. Reaksi batubara dengan oksigen yang ada diudara
akan menghasilkan panas yang sering disebut self heating dan apabila pemanasan ini tidak
terkontrol maka akan terjadi pembakaran spontan yang sering disebut Spontaneous
Combustion. Tentu saja hal tersebut sangat tidak diinginkan, karena ini akan sangat
merugikan. Untuk mengenal lebih lanjut tentang apa yang terjadi atau apa penyebab
timbulnya self heating sampai terjadinya pembakaran spontan, berikut ini adalah pembahasan
secara global tentang sebab-sebab terjadinya masalah tersebut.
Halaman 2 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa penyebab awal terjadinya pembakaran spontan
adalah reaksi oksidasi yang terjadi dengan sendirinya dalam batubara, yang mengakibatkan
pemanasan dengan sendirinya yang selanjutnya akan mengakibatkan pembakaran spontan
apabila tidak terkontrol. Pembakaran spontan adalah pemanasan dengan sendirinya yang
lambat laun menjadi pembakaran dengan sendirinya yang diakibatkan oleh reaksi kimia
secara lokal dalam batubara tersebut yang melibatkan moisture dan oksigen. Batubara akan
mengalami pemanasan dengan sendirinya kapan pun dan dimanapun apabila batubara tersebut
disimpan dalam bentuk “bulk” (tumpukan dalam jumlah besar) baik di stockpile, bin, diatas
barge, kapal atau di tambang. “Self-heating” disebabkan oleh oksidasi pada permukaan
batubara yang kontak dengan oksigen di udara. Sebenarnya panas yang dihasilkan dapat
terhilangkan dengan distribusi panas ke seluruh batubara atau ke udara dan dengan penguapan
moisture batubara tersebut. Apabila panas yang dihasilkan secara lokal akibat oksidasi, lebih
besar dari kehilangan panas karena konveksi atau penguapan, maka temperatur batubara
tersebut akan terus meningkat dan akhirnya terbakar dengan sendirinya.
Kemungkinan-kemungkinan penyebab yang menimbulkan pembakaran spontan adalah
fungsi dari :
Type batubara
Size distribusi batubara
Kadar moisture dalam batubara
Derajat ignition temperature pada udara terbuka
System penyimpanan batubara
Cuaca
Lamanya penyimpanan batubara
Sedangkan secara umum batubara yang lebih cenderung terjadi pemanasan dengan sendirinya
(self heating) adalah apabila batubara :
Low rank, terutama memiliki kadar oksigen yang tinggi
Moisture, memiliki kadar total moisture lebih dari 10 %
Mengandung besi pyrite yang cukup yang mengalami reaksi eksotermik dengan udara
untuk menghasilkan sulfat.
Halaman 3 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
Percobaan untuk mengurangi oksidasi dengan chemical additive juga banyak digunakan dan
berhasil menghambat oksidasi.
Melihat kriteria batubara yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terjadinya
pemanasan dengan sendirinya, maka kita bisa menyimpulkan bahwa batubara Berau Coal
termasuk batubara yang mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk terjadinya pemanasan
sendiri atau “Self Heating” mengingat type batubara kita termasuk low rank dan memiliki
kadar total moisture rata-rata diatas 10 %. Akan tetapi untuk menghambat terjadinya oksidasi
dan debu kita sudah menggunakan chemical additive yang dikenal dengan nama dagang P.I.C
103.
Walaupun kita telah menggunakan zat additive untuk mencegah atau menghambat
terjadinya oksidasi yang mengakibatkan pemanasan pada batubara, apabila batubara tersebut
disimpan terlalu lama di stockpile sementara chemical additive yang ditambahkan telah
banyak terkikis karena terlarutkan oleh air hujan, sehingga pemanasan atau bahkan
spontaneous combustion masih tetap terjadi pada batubara kita. Perlu kita ketahui bahwa
faktor yang mempercepat terjadinya oksidasi atau pembakaran batubara dalam penyimpanan
adalah oksigen di udara. Makin banyak udara atau angin kontak dengan permukaan batubara
makin cepat juga proses pemanasan atau pembakaran batubara tersebut. Oleh karena itu
mungkin cara untuk lebih mengurangi kecenderungan pemanasan batubara selain P.I.C 103
adalah dengan meminimisasi kontak batubara dengan udara atau angin. Untuk itu cara-cara
penyimpanan dan atau pengaturan keluar-masuk batubara di stockpile perlu dilakukan
dengan baik.
Masalah pembakaran spontan adalah masalah yang harus ditangani dengan serius
karena masalah ini selain mengakibatkan kerugian yang tidak kecil juga akan mengakibatkan
perusakan lingkungan termasuk membahayakan kesehatan apabila asap yang keluar dari
pembakaran batubara terhisap. Resiko pembakaran spontan ini lebih tinggi kecenderungannya
pada batubara golongan rendah. Untuk mencegah atau minimal untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pembakaran spontan adalah management stockpile yang baik.
Apabila mungkin kita harus menghindari penyimpanan batubara di stockpile, sedapat
mungkin batubara yang akan di loading diusahakan fresh dari tambang, jadi penyimpanan
distockpile semata-mata hanya untuk mengetahui kualitas dari batubara tersebut sebelum
batubara tersebut diloading. Semakin fresh batubara tersebut semakin bagus karena selain
Halaman 4 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
kecil kemungkinannya untuk terjadi pembakaran spontan juga kualitas batu bara tersebut
masih bagus, dan ini merupakan cara pencegahan yang paling efektif untuk masalah
spontaneous combustion. Akan tetapi pada prakteknya kita sering tidak dapat menghindari
penyimpanan batubara di stockpile untuk beberapa alasan. Oleh karena itu prosedur
penyimpanan yang aman perlu diterapkan untuk menghidari atau paling tidak dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya spontaneous combustion.
Pada umumnya cara untuk mengurangi resiko spontaneous combustion adalah
pemadatan tumpukan batubara (compacting). Akan tetapi untuk beberapa jenis batubara
terutama yang memiliki nilai index HGI yang tinggi, pemadatan akan menyebabkan masalah
baru yaitu debu yang otomatis berpengaruh terhadap size distribution terutama ukuran
partikel dibawah 2 mm. Seperti halnya batubara Lati, yang memiliki HGI rata-rata 52,
batubaranya relatif rapuh, apabila di padatkan lapis demi lapis maka akan mengakibatkan
hancur menjadi partikel-partikel yang sangat kecil (fine coal) yang banyak yang apabila
dalam keadaan kering akan mengakibatkan masalah debu (dust problem). Batubara Binungan
memiliki index HGI lebih rendah yaitu sekitar 40 - 44 sehingga batubaranya relatif lebih
keras dibanding batubara Lati, walaupun demikian berdasarkan pengalaman batubara
Binungan pun mengalami hal yang sama yaitu apabila dilakukan pemadatan lapis perlapis
maka size distribution untuk partikel halus menjadi sangat besar yang akhirnya menimbulkan
masalah debu dan masalah ukuran butiran halus. Untuk itu tehnik pemadatan untuk batubara
Binungan yang mungkin masih dapat diterapkan adalah pemadatan satu lapis, yaitu
pemadatan yang dilakukan setelah batubara tersebut ditumpuk dengan tinggi maksimum. Jadi
sebenarnya maksud dari pemadatan diatas tumpukan ini adalah untuk meratakan bagian
permukaan atas saja supaya tidak berpuncak-punacak karena puncak-puncak ini lebih besar
kecenderungannya untuk terjadi spontaneos combustion. Berikut ini adalah prosedur yang
mungkin dapat dilakukan dalam rangka upaya pencegahaan terjadinya pembakaran spontan.
Drainase area stockpile harus bagus
Bentuk stockpile harus memanjang searah dengan arah angin sehingga bagian
permukaan yang berhadapan dengan arah angin adalah permukaan yang kecil yaitu
bagian lebarnya stockpile (lihat gambar -1)
Bagian permukaan yang menghadap ke arah angin harus di padatkan dan sudut
kemiringannya harus sekecil mungkin sekitar 30 – 40 derajat.
Bagian permukaan atas stockpile juga diratakan, harus dihindari adanya puncak-puncak
kecil diatas permukaan tersebut.
Pembuatan stockpile atau tumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa sehingga
keluar masuk (first in-first out) nya batubara di stockpile teratur dengan tidak
mengabaikan masalah kualitasnya.
Apabila stockpile tersebut disimpan dalam jangka waktu yang lama sekali maka
stockpile tersebut harus di spray atau disemprot dengan larutan PIC sampai seluruh
permukaan stockpile terbasahi. Penyemprotan ini dilakukan secara reguler dalam
jangka waktu tertentu misalkan setiap 2 atau 3 minggu sekali.
Pemantauan temperatur secara reguler harus dilakukan paling tidak setelah batubara
ditumpuk di stockpile selama 3 minggu.
Akan tetapi perlu sekali lagi ditegaskan bahwa pencegahaan yang paling efektif adalah tidak
menyimpan batubara di stockpile terlalu lama.
Apabila temperature tetap naik sampai sekitar 55 C setelah upaya pencegahan
dilakukan, maka penanggulangannya adalah dengan re-stockpiling, tumpukan dibongkar
untuk menguapkan uap air dan sekaligus cooling atau pendinginan temperatur batubara.
Dengan cara demikian panas yang dihasilkan dari self heating akan segera turun karena
terjadi konveksi panas ke udara dan juga penguapan air yang juga menyerap panas. Setelah
Halaman 5 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
Halaman 6 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
saja terjadi mengambilan tidak berurut seperti yang dijelaskan diatas. Karena masalah kualitas
ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Memang penyimpanan ini dimasa mendatang mungkin hampir tidak bisa dihindari
mengingat volume loading akan makin bertambah sedangkan kapasitas tambang tidak bisa
secara mendadak langsung memenuhi permintaan pasar, selain karena masalah kapasitas
tambang yang terbatas, juga masalah kualitas yang semakin ketat sehingga batubara yang
akan diloading harus diketahui kualitasnya terlebih dahulu dengan pasti. Resiko apabila
loading langsung ke barge adalah masalah kualitas tidak akan terkontrol dengan baik bahkan
ada unsur gamblingnya. Sedangkan penyimpanan sementara akan memudahkan dalam
pengaturan blending kualitas, dan kontrol kualitas untuk mencapai permintaan customer. Oleh
karena itu management stockpile ini mutlak diperlukan dan akan berguna untuk
menanggulangi atau minimal mengurangi resiko penurunan kualitas akibat penyimpanan.
Akan tetapi prosedur diatas masih perlu dipelajari selama penerapannya karena
bagaimanapun juga penerapan prosedur harus disesuaikan dengan karakteristik batubara itu
sendiri, kita kadang membandingkan dengan penerapan system di tempat lain yang
sebetulnya tidak bisa dibandingkan secara mutlak karena mungkin karakteristik atau golongan
batubaranya berbeda. Prosedur diatas hanyalah rangka prosedur secara umum, sedangkan
secara spesific dan efeknya akan ditemukan selama proses penerapannya. Memang kitapun
menyadari bahwa pada prakteknya kita sering dihadapkan pada masalah pertimbangan cost,
dobel handling dan sebagainya.
IV. 3 P.I.C
P.I.C adalah salah satu senyawa organik yang biasa dipakai untuk batubara sebagai
wetting agent dan oxidation controlling agent. Senyawa organik ini pada umumnya
mengandung surfactant, humectant, dan emulsi polymer.
Surfactant berfungsi untuk meningkatkan wetability dari batubara, karena seperti kita
ketahui bahwa batubara adalah organik yang bersifat non polar sehingga tegangan permukaan
pada batubara besar sekali akibatnya batubara susah sekali dibasahi dengan air. Dengan
surfactant yang pada gugus molekulnya memiliki radikal-radikal hydrophilic dan hydrophobic
mampu menurunkan tegangan permukaan sehingga batubara tersebut dapat terbasahi dengan
air dengan baik, dan oleh karena itu partikel-partikel fine coal akan terikat dengan air yang
sekaligus akan mengontrol debu batubara. Mekanisme fungsi dari surfactant dapat secara
kimia dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada waktu surfactant menyentuh permukaan batubara yang sulit terbasahi, radikal
hydrophobic akan terserap dipermukaan batubara tersebut sedangkan radikal hydrophilicnya
akan membentuk permukaan yang mudah dibasahi, sehingga permukaan batubara tersebut
menjadi mudah dibasahi.
Halaman 7 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
Permukaan Hydrophilic
Radikal Radikal
hydrophilic hydrophobic
Dengan permukaan yang menjadi hydrophilic, maka sudut kontak antara air dan
batubara menjadi lebih kecil seperti digambarkan pada gambar 3 dan gambar 4.
Fungsi dari humectant adalah pendukung dari fungsi surfactant, dimana fungsi
humectant adalah untuk mengkontrol penguapan air dan memperpanjang pembasahan
dipermukaan batubara. Efek dari fungsi surfactant apabila tanpa humectant hanya akan
ditunjukan selama air berada dipermukaan batubara, apabila air tersebut hilang karena
penguapan dan permukaan menjadi kering, maka dengan mudah partikel partikel fine coal
beterbangan kembali dan menimbulkan masalah debu kembali. Jadi fungsi humectant adalah
sebagai pengontrol penguapan sekaligus untuk mendukung efek dan fungsi surfactant. Selain
itu dikarenakan oleh lapisan air yang dihasilkan oleh larutan tersebut, maka oksidasi pada
temperatur rendah dan penguapan air dapat terkontrol.
Emulsi polymer ini berfungsi sebagai pengikat setiap partikel-partikel powder (fine
coal) dan pembentuk lapisan mantel pada permukaan batubara, sehingga ini akan berfungsi
mencegah terjadinya debu. Selain itu pemasukan udara ke dalam pile batubara dikontrol oleh
emulsi polymer ini sehingga ini berfungsi untuk mengkontrol oksidasi pada temperatur
rendah. Yang perlu dicatat bahwa dengan emulsi polymer ini menyebabkan larutan PIC
Halaman 8 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
menjadi resist terhadap air dan tidak larut dalam air pada waktu membentuk lapisan mantel
oleh pengeringan diudara. Lihat gambar . 5
Matikan api dengan air (bukan dengan larutan PIC), kemudian batubara yang
terbakar tersebut di pisahkan dan dibuang. Batubara disekitar yang terbakar yang
suhunya mulai naik, ditebarkan (untuk cooling) dan direstockpiling atau ditumpuk
kembali, setelah itu tumpukan yang suhunya sudah turun baru disemprot dengan
larutan PIC.
Dari beberapa seam jenis batubara di Binungan, ada satu jenis seam yang sampai saat
ini masih menjadi tanda tanya besar mengenai karakteristiknya yang memiliki kecenderungan
lebih tinggi dari yang seam-seam lainnya untuk terjadinya pembakaran dengan sendirinya
(Self Combustion). Padahal untuk masa mendatang kita harus berusaha mencari kesempatan
guna memanfaatkan semaksimum mungkin semua jenis batubara yang kita miliki sebagai
batubara produk yang akan memberikan nilai ekonomis yang lebih berarti, tidak seperti
halnya saat ini yang hanya dapat berguna sebagai “beding”. Memperhatikan hal-hal tersebut
Halaman 9 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
rasanya kita perlu melakukan suatu studi yang nantinya bisa menyimpulkan tentang factor-
factor apa saja dari L-seam sehingga mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk terjadinya
pembakaran sendiri atau “Self combustion” mengingat type batubara L-seam tersebut jumlah
nya cukup besar dan ada kemungkinan tidak hanya L-seam saja yang memiliki karakteristik
demikian. Paling tidak nantinya kita dapat mengerti yang mana saja dari batubara kita yang
memiliki karakteristik tertentu yang mirip dengan L-seam dan kemunginan dari hasilnya
tersebut akan ada uji qualitatif yang merupakan uji pendahuluan terhadap jenis-jenis batubara
demikian yang sifatnya lebih pasti, yang tidak kalah paling pentingnya adalah kita akan tahu
bagaimana penanggulangan terhadap batubara-batubara yang memiliki karakteristik
demikian.
Seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa batubara yang mempunyai
kecenderungan yang tinggi untuk terjadinya self combustion secara umum dari sifat dasar
batubaranya sendiri adalah batubara-batubara yang tergolongan kedalam golongan “low rank
coal” yang mana memiliki kadar total moisture diatas 10%, kemudian memiliki kadar pyrittic
sulfur yang tinggi serta memiliki nilai ignition temperature yang rendah pada lingkungan
terbuka.
Sementara sebagai pandangan umum batubara L-seam mempunyai kadar Total
Moisture diatas 10%, memiliki kadar Total Sulfur di atas 1.5% walaupun belum jelas jenis
sulfur apa yang tinggi, sementara untuk ignition temperature pada lingkungan terbuka sampai
saat ini belum ada data. Melihat dari beberapa sifat dasar batubara yang memiliki
kecenderungan untuk mudah terbakar, maka sementara ini dapat kita simpulkan bahwa
batubara L-seam termasuk kedalam golongan tersebut. Tetapi ada hal yang lain yang perlu
dipertimbangkan bahwa ada beberapa seam lain sebagai contoh yaitu seam N sama-sama
mempunyai kadar Total Moisture diatas 10%, memiliki kadar Total Sulfur di atas 1.5%
walaupun belum jelas jenis sulfur apa yang tinggi, sementara untuk ignition temperature pada
lingkungan terbuka sama-sama belum diketahui. Untuk itu dalam studi itu nantinya
diharapkan bahwa adanya faktor-faktor batubara pembanding dan jenis dari batubara
pembanding tersebut akan sangat penting sekali dengan memperhitungkan aspek-aspek dari
Spontaneous Combustion.
V. DISKUSI
Penerapan prosedur diatas memerlukan tambahan cost dibanding dengan system yang
fleksibel seperti sekarang, misalnya memerlukan kerja alat yang ekstra, artinya harus
ada unit yang khusus untuk pengaturan stockpile.
Efisiensi atau kapasitas stockpile mungkin berkurang dengan adanya pengaturan
penumpukan.
Pada pelaksanaanya sering kita harus memilih suatu pilihan yang sama-sama
pentingnya; seperti misalnya unit yang dipakai untuk loading pada keadaan tertentu
pas-pasan, padahal dalam waktu yang bersamaan kita harus melakukan stockpiling
untuk keperluan penerapan prosedur diatas.
Komitment atau persetujuan dari semua pihak apabila prosedur tersebut akan dijadikan
prosedur baku, supaya pada pelaksanaannya tidak menimbulkan perdebatan.
Guna keperluan studi yang mungkin akan menjawab tantangan untuk memaksimumkan
Batubara produk sehingga nilai effisiensinya menjadi lebih tinggi, memaksa kita untuk
berkorban sejumlah biaya dan waktu.
Bentuk dan tehnik dari studi terhadap L-seam akan dijabarkan lebih lanjut pada
proposal tentang studi terhadap L-seam.
Halaman 10 dari 11
Permasalahan umum Spontaneous Combustion
Halaman 11 dari 11