Anda di halaman 1dari 3

A.

PROSEDUR PREPARASI SAMPLE BATUBARA


UNTUK GENERAL ANALYSIS
DENGAN METODA ASTM DAN ISO STANDAR

ASTM STANDAR ISO STANDAR

Coal Samples Coal Samples


( 0 - 50 ) mm ( 0 - 50 ) mm

Floor Drying if the


Floor Drying if the
samples are too w et
samples are too w et

Crhused to
Crushed to
(4.75 or
11.2 mm
2.36) mm

If 4.75 mm If 2.36 mm.

Weight, Dried f or *)
Weight, dried at Ww ight, dried at
and Rew eight.
40 C to constan, 40 C to constan,
Rew eight Rew ight.

Crushed
Crushed to 2.8 mm
to 2.36
mm.

Divided into
Ammount Required
Divided into amount
required

Crushed Crushed
to 0.25 to 0.212
mm mm

General General
Analysis Analysis

*) Pengeringan m ak. 24 jam pada t = 15 - 25 deg. Cel atau 6 jam jika temperatur 30 deg. Celcius.
atau 3 jam jika temperatur 45 deg. Celcius.
B. PRINSIP-PRINSIP ANALISA SAMPLE BATUBARA
DENGAN METODA ASTM DAN ISO

ASTM STANDAR ISO STANDAR


1. Inherent Moisture. 1. Inherent Moisture.

Sample batubara seberat 1 gram berukuran butir Sample batubara dengan berat tertentu,
0.250 mm dipanaskan selama satu jam di dalam berukuran 0.212 mm. Dipanaskan selama lebih
oven dengan temperatur antara 105 – 110 der. dari 1 jam ( SCI bahkan melakukannya
Celcius. Uap air akibat pemansan tersebut selama 5 jam ) di dalam oven bertemperatur
dikeluarkan dengan cara meniupkan udara kering antara 105 – 110 derajat celcius. Uap air yang
dari satu lubang dan keluar melalui lobang terbentuk akibat pemanasan tersebut dikeluarkan
lainnya. dengan cara meniupkan gas Nitrogen dari satu
lobang dan keluar melalui lobang lainnya.
Nilai Inherent Moisture ditentukan dari berat
yang hilang akibat pemanasan tersebut di atas. Nilai Inherent Moisture ditentukan dari berat
yang hilang akibat pemansan tersebut di atas.

2. Ash Content. 2. Ash Content.

Sample batubara seberat 1 gram dan berukuran Sample seberat 1 gram dan berukuran 0.212 mm
0.250 mm dipanaskan di dalam oven selama 1 dipanaskan di dalam oven selama 1 jam pada
jam pada temperatur dari temperatur ruangan s/d temperatur dari temperatur ruangan s/d 500 der.
500 der. Celcius. Kemudian 1 jam lagi dari Celcius. Kemudian 1 jam lagi dari temperatur
temperatur 500 s/d 750 der. Celcius. Dilanjutkan 500 s/d 815 der. Celcius. Selanjutnya 1 jam lagi
1 jam lagi pada temperatur tetap 750 der. pemanasan pada temperatur tetap 815 der.
Celcius. Celcius.

Prosentase Ash Content sama dengan prosentase Prosentase Ash Content sama dengan prosentase
berat Ash dari hasil pemenasan tersebut di atas berat Ash dari hasil pemenasan tersebut di atas
dibandingkan dengan berat sample sebelum dibandingkan dengan berat sample sebelum
dipanaskan. pemansan.

3. Volatile Matter. 3. Volatile Matter.

Sample batubara berukuran 0.250 mm. Seberat 1 Sample batubara berukuran 0.212 mm. Seberat 1
gram dipanaskan di dalam oven pada temperatur gram dipanaskan di dalam oven pada temperatur
950 der. Celcius selama 7 menit. 900 der. Celcius selama 7 menit.

Nilai Volatile Matter ditentukan dari besarnya Nilai Volatile Matter ditentukan dari besarnya
berat yang hilang akibat pemanasan dikurangi berat yang hilang akibat pemanasan dikurangi
nilai Inherent Moisurenya. nilai Inherent Moisturenya.

4. Total Sulfur dan Calorific Value.

Untuk analisa Total sulfur dan Calorific Value,


antara ASTM dan ISO standar tidak ada
perbedaan.
Kesimpulan :

Dari proses preparasi dan analisa sample batubara seperti teruraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
untuk kepentingan kontrol kualitas, sebenarnya masih lebih baik metoda ASTM standar karena pada saat
preparasi, sample yang akan dilumatkan dipanaskan di dalam drying oven sampai benar-benar kering
sehingga nilai Inherent Moisture, CV (adb) dan Ash (adb) relatif lebih kecil fluktuasi nilainya untuk
batubara yang sama tanpa dipengaruhi kandungan total moisture.

Berbeda dengan ISO standar, pada proses preparasi sample, pengeringan di dalam drying oven dibatasi
selama waktu tertentu ( sampai nampak kering ), tanpa diketahui sudah konstan atau belum. Sehingga
untuk batubara yang sama akan tetapi tingkat kebasahannya berbeda ada kemungkinan sample General
Analysis juga akan berbeda. Logikanya, untuk batubara yang sama tapi surface moisturenya lebih tinggi
maka berkencenderungan akan mempunyai Inherent Moisture yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sample yang sama hanya saja surface moisturenya lebih kecil. Fluktuasi nilai inherent moisture, Ash (adb)
dan CV (adb) menjadi besar untuk batubara yang sama dengan tingkat kebasahan yang berbeda-beda.

Prosedur analisa Ash content ada sedikit perbedaan, yaitu pada temperatur akhirnya. Pada standar ISO,
temperaturnya lebih tinggi akan tetapi bukan berarti lebih baik. Yang terpenting adalah apakah proses
tersebut menghasilkan Ash yang sempurna atau tidak. Dari pengalaman yang ada, untuk batubara Lati
dengan metoda ASTM standar pembakaran sudah sempurna.

Prosedur analisa Volatile matter juga ada perbedaan pada temperatur oven-nya. Untuk ASTM
temperaturnya 950 deg. celcius sementara pada ISO standar hanya 900 deg. Celcius. Tapi ukuran butir pada
ISO lebih kecil dari pada ASTM, artinya luas permukaan sample batubara yang dipanasi pada ISO standar
lebih luas dibandingkan dengan ASTM standar. Dengan demikian maka logikanya tidak ada perbedaan
antara ISO dan ASTM untuk analisa Volatile matter.

Yang perbedaannya cukup mencolok antara prosedur analisa dengan metoda ASTM dan ISO standar adalah
pada analisa Inherent Moisture. Pada ASTM standar lamanya pemansan ditetapkan hanya selama satu jam.
Sedangkan pada ISO standar, lamanya pemansan lebih dari satu jam ( untuk batubara yang berbeda maka
lamanya pemansannya juga berbeda ). Untuk batubara PT. Berau Coal, Sucofindo melakukan pemansan
selama 5 jam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Inherent moisture yang dianalisa dengan metoda ISO
standar mempunyai peluang selalu lebih tinggi nilainya untuk batubara yang sama dibandingkan dengan
apabila batubara tersebut dianalisa dengan ASTM standar, apalagi apabila proses pemanasan pada saat
preparasi sample batubara benar-benar belum konstan.

Akan tetapi, Prosedur ISO juga mempunyai kelebihan, pada proses pengeringan ditekankan agar sample
menjadi nampak kering dan harus dihindari pengeringan yang berlebihan sehingga sample batubara
terhindar dari proses oksidasi akibat pemngeringan tersebut. Dengan demikian maka dari batubara yang
sama nilai kalorinya dimungkinkan lebih tinggi dibandingkan dengan batubara yang sama tapi dipreparasi
dan dianalisa dengan menggunakan metoda ASTM standar.

Jadi logikanya adalah :


Apabila parameter kualitas yang diminta oleh pembeli adalah air dried basis maka standar yang lebih bagus
adalah ASTM. Akan tetapi apabila basisnya adalah as received maka standar yang lebih baik adalah ISO
standar.

Apakah benar demikian, dan sebenarnya seberapa lama pemanasan yang cocok ( jika standar ISO yang
digunakan ) untuk batubara Lati khususnya dan PT. Berau Coal umumnya pada saat preparasi dan pada saat
analisa inherent moisture ???

Nampaknya baik juga kalau kita lakukan investigasi.

Anda mungkin juga menyukai