Anda di halaman 1dari 40

II PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

Dalam industri batubara banyak sekali ditemukan istilah-istilah atau nama


nama yang menyangkut batubara. Istilah-istilah tersebut biasa muncul dalam
kegiatan eksplorasi, penambangan, handling, loading, transhipment, tender jual
beli batubara dan lain sebagainya. Salah satu istilah atau nama diantaranya
adalah parameter kualitas batubara dan basisnya. Sebenarnya banyak sekali
parameter kualitas yang ditentukan dari batubara tersebut dan juga istilahnya.
Diantara istilah tersebut ada yang group dan ada yang individual. Parameter
group contohnya adalah ; Proximate analysis yang di dalamnya terdiri dari
parameter : Moisture, Ash, Volatile Matter, dan Fixed Carbon. Kemudian Ultimate
analysis yang terdiri dari parameter Carbon, Hydrogen, Nitrogen , Sulfur, dan
Oksigen. Contoh lainnya adalah Ash analysis, Petrographic analysis, trace
element, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat individual misalnya Calorific
Value, Chlorine in coal, HGI, Total moisture, dan lain-lain.

Masing-masing parameter tersebut dilaporkan menurut basis yang sudah


disepakati oleh dunia internasional. Fungsinya adalah agar diperoleh suatu
bahasa dan persepsi yang sama dalam menganalisa dan mengevaluasi data-
data parameter batubara . Dengan adanya acuan ini maka tidak akan terjadi
persepsi yang keliru dalam menganalisa dan membaca setiap laporan yang
memuat tentang parameter kualitas batubara
Dalam modul ini akan dibahas secara global mengenai Parameter kualitas
batubara yang umum termasuk metode pengambilan sample dan langkah-
langkah preparasi untuk menyiapkan sample batubara agar dapat dianalisa di
Laboratorium. Selain itu mengingat pentingnya pengetahuan mengenai basis
pelaporan maka dalam modul ini pula akan diulas secara ringkas mengenai
basis pelaporan parameter kualitas batubara beserta formula konversinya.
Secara kuantitative kandungan batubara dibagi menjadi 4 bagian yaitu
yang disebut sebagai Proximate. Jadi batubara terdiri dari 1. Moisture, 2.
Ash (mineral matter) 3. Volatile Matter, 4. Fixed carbon. Sehingga dalam
penentuan proximate ini jumlah persentasinya harus 100 %. Kalau
digambarkan sebagai batang maka kira-kira pembagiannya adalah
sebagai berikut:

Moisture
Ash (mineral matter)

Volatile Matter BATUBARA

Fixed Carbon

Basis yang dipakai dari keempat parameter diatas tergantung dari tempat
atau kondisi dari batubara tersebut seperti . Kondisi 1; Apabila yang
dimaksud batubara diatas berada masih dalam seamnya atau masih
berada di dalam tanah, maka moisture yang dimaksud adalah EQM
(Equilibrium moisture) atau MHC (Moisture holding capacity), atau Bed
moisture, atau Inherent moisture (versi ASTM), atau In-situ moisture dan
lain lain yang mencerminkan moisture pada batubara in-situ. Sedangkan
parameters yang lain (ash, VM, dan FC) basisnya dalam moist basis atau
in-situ basis. Kondisi 2; Apabila batubara yang dimaksud adalah batubara
yang ada di stockpile, maka moisturenya adalah TM (Total moisture) dan
parameter yang lain dalam as received basis. Kondisi 3; Apabila
batubara yang dimaksud adalah batubara yang berada di lab yang sudah
di air drying maka moisture diatas adalah Moisture in the analysis sample
(versi ASTM), atau Inherent moisture (versi Australian Standard), atau Air
dried moisture (versi ISO standard).
Jadi secara kuantitative batubara hanya dibagi menjadi 4 golongan besar
seperti digambarkan di atas. Sedangkan dari empat golongan diatas
dibagi lagi menjadi beberapa parameter lain baik secara kualitative
maupun secara kuantitative. Sebagai contoh dari parameter ASH atau
ABU, parameter yang ditentukan dari ash batubara ini diantaranya ; 1.
Kuantitative: Ash analysis (ash constituent), Trace element , dan lain-lain.
2. Kualitative: Ash fusion, Ash resistivity, dan lain lain. Sedangkan dari
gabungan VM dan FC, merupakan penganalisaan parameter yang paling
banyak seperti Ultimate, Maceral, Calorific value, dan sebagainya.

Pada prinsipnya semua parameter yang ditentukan dari batubara


ketelitiannya terletak pada sampling, preparasi, dan analisa laboratorium
itu sendiri. Secara filosofi tingkat ketelitian dari ketiga proses tersebut
adalah sebagai berikut.: Sampling = 80 %, Preparasi dan analisa = 20 %.
Didalam preparasi dan analisa lab. itu sendiri terbagi menjadi Preparasi =
80 % dan analisa lab = 20 %. Hati-hati dalam menerjemahkan filosofi
tersebut, karena banyak yang menafsirkan kurang tepat mengenai filosofi
tersebut. Pembagian persentasi tersebut hanya didasarkan atas tingkat
kesukaran dalam mengulang prosesnya atau kesukaran dalam
menentukan benar atau salahnya proses tersebut, jadi bukan ketelitian
pengerjaanya. Kalau dilihat dari ketelitiannya tentu saja ketiga proses
tersebut harus akurat 100 %. Yang dimaksud tingkat kesukaran dalam
mengulang proses adalah gambarannya sebagai berikut;

SAMPLING
Apabila terjadi kesalahan pada proses Sampling, maka seteliti
apapun di lab dan preparasi, hasil yang didapat tidak mewakili
batubara yang ditentukan karakteristiknya. Penentuan salah dan
benarnya dalam sampling hanya ditentukan oleh ketepatan
pengerjaan prosedurenya sesuai dengan standard yang digunakan.
Jadi tidak ada standarisasi yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk mengeceknya. Jadi yang perlu diketahui dan di fahami
adalah ; JANGAN SEKALI-KALI MELAKUKAN SAMPLING
DENGAN TUJUAN MENENTUKAN KARAKTERISTIK DARI
BATUBARA APABILA TIDAK MEMAHAMI BETUL PROSEDURE
SAMPLING YANG HARUS DILAKUKAN SESUAI DENGAN
STANDARD YANG DIINGINKAN KECUALI SIAP MENDAPATKAN
HASIL YANG TIDAK RELEVAN DENGAN STANDARD YANG
DIINGINKAN TERSEBUT ATAU BAHKAN MENDAPATKAN HASIL
YANG TIDAK MEWAKILI BATUBARA YANG DITENTUKAN
KARAKTERISTIKNYA TERSEBUT.

PREPARASI
Apabila terjadi kesalahan di proses preparasi maka masih ada
cadangan file original sample yang dapat di re-preparasi.
Pengulangan ini bahkan sering dilakukan apabila ada keraguan
dari hasil analisa yang didapat di laboratorium. Sedangkan
parameter yang digunakan dalam menentukan benar atau
salahnya preparasi adalah prosedure pengerjaan sesuai dengan
Standard yang digunakan. Selain itu dalam tahap preparasi ada
standarisasi penentuan ketelitian proses preparasi tersebut dengan
cara menentukan overall variance dan standard deviasi dari proses
preparasi dan analisa, dari sini kita dapat melihat atau menentukan
apakah preparasi tersebut terjadi bias diatas presisi yang
diinginkan atau penyimpangannya masih dalam range presisi yang
diinginkan atau ditetapkan.

ANALISA LABORATORIUM
Pendeteksian kesalahan di tahap analisa laboratorium relative lebih banyak
dibanding tahap preparasi. Selain prosedure pengerjaan yang harus tepat
sesuai dengan standard, pengecekan kesalahan dapat dilakukan dengan
cara melakukan in house standarisasi sebelum menentukan analisa pada
sample. Round Robin check, yang merupakan program perbandingan hasil
analisa dari satu lab dengan lab. lainnya baik secara nasional maupun
internasional. Kalibrasi alat yang digunakan secara periodik, sampai analisa
statistik data yang memanfaatkan hubungan antar parameter. Apabila terjadi
kesalahan dalam tahap ini, maka cadangan file sample dapat digunakan
untuk keperluan re-analisa sample tersebut.

Dengan gambaran diatas mungkin dapat lebih difahami mengenai filosofi


persentase ketelitian dari ketiga proses pengerjaan sample tersebut
diatas.

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa ketelitian suatu hasil analisa
adalah sangat tergantung dari pemahaman atau penguasaan si sampler,
preparator, dan operator atau analist yang mengerjakan sample tersebut
terhadap prosedure atau standard pengerjaan yang digunakan. Karena
sumberdaya manusia merupakan yang utama dari segalanya, sedangkan
peralatan hanyalah merupakan perangkat pembantu yang ketelitiannya
juga ditentukan oleh sumber daya manusia yang menggunakannya. Oleh
karena itu buku pegangan ini saya coba susun sebagai sharing informasi
dengan yang lainnya khususnya mengenai; Sampling, Preparasi, dan
Analisa serta aspek-aspek lainnya yang berhubungan dengan kualitas
batubara.
II SAMPLING

Sampling secara umum dapat didefinisikan sebagai; Suatu proses


pengambilan sebagian kecil contoh dari suatu material sehingga
karakteristik contoh material tersebut mewakili keseluruhan material.

Didalam industri pertambangan batubara, sampling merupakan hal yang


sangat penting, karena merupakan proses yang sangat vital dalam
menentukan karakteristik batubara tersebut. Dalam tahap explorasi,
karakteristik batubara merupakan salah satu penentu dalam study
kelayakan apakah batubara tersebut cukup ekonomis untuk ditambang
atau tidak. Begitu pun dalam tahap produksi dan pengapalan atau
penjualan batubara tersebut karakteristik dijadikan acuan dalam
menentukan harga batubara.

Secara garis besar sampling dibagai menjadi 4 golongan dilihat dari


tempat pengambilan dimana batubara berada dan tujuannya yaitu;
Explorasi sampling, Pit sampling, Production sampling, dan loading
sampling (barging dan transhipment)
Explorasi sampling dilakukan pada tahap awal pendeteksian kualitas
batubara baik dengan cara channel sampling pada outcrop atau lebih
detail lagi dengan cara pemboran atau drilling. Tujuan dari sampling di
tahap ini adalah untuk menentukan karakteristik batubara secara global
yang merupakan pendeteksian awal batubara yang akan di exploitasi.
Pit sampling dilakukan setelah explorasi bahkan bisa hampir bersamaan
dengan progress tambang didalam satu pit atau block penambangan
dengan tujuan lebih mendetailkan data yang sudah ada pada tahap
explorasi. Pit sampling ini dilakukan oleh pit control untuk mengetahui
kualitas batubara yang segera akan ditambang, jadi lebih ditujukan untuk
mengkontrol kualitas batubara yang akan ditambang dalam jangka waktu
short term. Pit sampling ini juga dapat dilakukan dengan pemboran juga
dengan channel pada face penambangan kalau diperlukan untuk
mengecek kualitas batubara yang dalam progress ditambang.
Production sampling; dilakukan setelah batubara di proses di prosesing
plant dimana proses ini dapat merupakan penggilingan (crushing)
pencucian (washing), penyetokan dan lain-lain. Tujuannya adalah
mengetahui secara pasti kualitas batubara yang akan di jual atau dikirim
ke pembeli supaya kualitasnya sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan
dan telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan diketahuinya
kualitas batubara di stockpile atau di penyimpanan sementara kita dapat
menentukan batubara yang mana yang cocok untuk dikirim ke Buyer
tertentu dengan spesifikasi batubara tertentu pula. Baik dengan cara
mencampur (blending) batubara-batubara yang ada di stockpile atau pun
dengan single source dengan memilih kualitas yang sesuai.
Loading Sampling; Dilakukan pada saat batubara dimuat dan dikirim ke
pembeli baik menggunakan barge maupun menggunakan kapal. Biasanya
dilakukan oleh independent company karena kualitas yang ditentukan
harus diakui dan dipercaya oleh penjual (Shipper) dan pembeli (Buyer).
Tujuannya adalah menentukan secara pasti kualitas batubara yang dijual
yang nantinya akan menentukan harga batubara itu sendiri karena ada
beberapa parameter yang sifatnya fleksibel sehingga harganya pun
fleksibel tergantung kualitas actual pada saat batubara dikapalkan.
Sampling, preparasi dan analisa sample batubara dengan berbagai tujuan
seperti telah dijelaskan di atas,dilakukan dengan menggunakan standard
standard yang telah ada. Dimana pemilihannya tergantung
keperluannya, biasanya tergantung permintaan pembeli atau calon
pembeli batubara. Standard yang sering digunakan untuk keperluan
tersebut diantaranya ; ASTM (American Society for Testing and Materials),
AS (Australian Standard), Internasional Standard, British Standard, dan
banyak lagi yang lainnya yang berlaku baik di kawasan regional maupun
internasional. Dalam pembahasan Sampling, preparasi dan analisa di
bab-bab berikut ini adalah mengambil salah satu standard yaitu ASTM
standard karena standard ini yang paling sering digunakan di PT. Berau
Coal.

II.1 PENGGOLONGAN SAMPLING

II.1.1 Berdasarkan metoda pelaksanaannya sampling dapat dibagi


menjadi dua golongan yaitu;

II.1.1.1 Manual sampling


II.1.1.2 Mechanikal sampling

II.1.2 Sedangkan berdasarkan teknis pengambilannya Sampling dapat


dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut;

II.1.2.1 Core Sampling


- Exploration sampling
- Deep drilling
- Shalow drilling
- Pit sample
- Pit drilling

II.1.2.2 Channel sampling


- Explorasi sampling
- Outcrop sampling
- Pit sampling
- Seam face sampling

II.1.2.3. Bulk sampling


- Stasionary sampling
- Stockpile sampling
- Wagon sampling
- Coal truck sampling
- Dll.
- Moving sampling
- Cross belt sampling
- Stop belt sampling
- Falling stream sampling
- Moving bucket sampling
- DLL.

Sampling batubara merupakan sampling yang tersulit dari semua


sampling solid material. Hal ini dikarenakan batubara merupakan heterogen solid
material. Selain itu parameter yang ditentukan dari batubara memeliki sifat-sifat
penyebaran yang bervariasi.
Oleh karena itu dalam melakukan sampling batubara harus betul-betul mengikuti
kaidah-kaidah atau standard yang digunakan.

Ada 3 faktor yang menentukan bahwa suatu sample dapat dikatakan


representative atau tidak, yaitu :
1. Teknik pengambilan sample dan alat yang digunakan
2. Massa /jumlah sample yang diambil
3. Periode atau interval pengambilan.

Untuk memperoleh sample yang representative, maka ketiga faktor diatas harus
dilakukan dengan baik menurut standard yang digunakan.

1. Teknik Pengambilan dan Alat yang digunakan

a. Teknik pengambilan sample


Teknik pengambilan sample harus ditentukan dan disesuaikan dengan
kondisi material yang akan diambil dan alat yang digunakan. Teknik pengambilan
sample yang salah, akan menyebabkan hasil dari sample tersebut bias. Teknik
sampling harus betul betul diperhatikan terutama pada sampling secara manual.

Sebagai contoh, dalam pengambilan sample dari falling stream, shovel atau
ladle yang digunakan harus masuk ke seluruh stream batubara. Apabila hanya
sebagian stream yang diambil maka sample yang diperoleh akan bias.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah muatan sample dalam ladle. Ladle
harus terisi sample secukupnya dan tidak boleh berlebihan (overfill).
Pengambilan sample yang overfill juga akan menyebabkan bias, karena partikel
yang besar-besar akan jatuh, dan sebagian besar sample yang terambil adalah
fine coal.
Jadi teknik pengambilan sample harus disesuaikan dengan situasi, kondisi,
batubara yang akan diambil samplenya. Seorang sampler yang profesional harus
menguasai teknik sampling yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
batubara yang akan diambil samplenya.

b. Alat yang digunakan


Selain teknik pengambilan sample, yang tak kalah pentingnya yang harus
diperhatikan adalah alat yang digunakan untuk mengambil sample tersebut. Alat
yang digunakan untuk melakukan sampling memiliki ukuran dan bentuk yang
ditentukan oleh standard. Penggunaan alat yang tidak sesuai dengan standard,
akan mengakibatkan bias pada sample yang diperoleh dan akan menyebabkan
kesalahan pada hasil analisanya.
Ada 5 jenis alat untuk pengambilan sample secara manual yang biasanya
digunakan yaitu :

1. Laddle : Digunakan untuk pengambilan sample dari falling stream


2. Manual Cutter : Digunakan untuk pengambilan sample dari falling stream
3. Scoop : Digunakan untuk pengambilan sample seperti dari bucket
WA dsb.
4. Shovel : Digunakan untuk pengambilan sample di stockpile, DT dan
lain-lain.
5. Sampling Frame : Digunakan untuk pengambilan sample diatas belt conveyor

2. Massa / jumlah sample yang diambil

Massa atau jumlah sample yang diambil tergantung dari ukuran butir atau
particle size dari batubara tersebut. Ketentuan ini juga tergantung pada standard
mana yang diikuti.
Satuan pengambilan sample terkecil disebut Increment, dan increment-increment
digabungkan membentuk satu gross sample. Berat minimum sample untuk
setiap increment tergantung dari ukuran butir batubara yang disampling, dan
mengikuti persamaan sebagai berikut :

M = 0.06 D

M = Massa / berat per increment (kg)

D = Diameter / particle top size batubara (mm)

Contoh 1 : berat minimum per increment pada manual sampling untuk


ukuran batubara top size 50 mm, adalah :
M = 0.06 x 50

= 3.00 kg

Sedangkan untuk berat per increment pada mechanical sampling berlaku


persamaan sebagai berikut :

M = C x A / 3.6 V

Dimana :
M = berat per increment (kg)
C = Capacity belt Conveyor(tph)
A = Aperture cutter (m) (min. 3 x top size)
V = Kecepatan belt conveyor (m/det)

Contoh 2 : Berat sample per increment untuk batubara dengan top size
50 mm, dengan loading rate 1000 tph, dan kecepatan belt 4.5 m/s adalah :

M = (1000 x 0.15) / (3.6 x 4.5)

= 9.26 kg

Jumlah increment sample yang harus diambil dari setiap lot batubara
tergantung dari tonnase lot batubara tersebut.
Untuk menentukan jumlah sample increment, ASTM memberikan 2
standard perhitungan sebagai berikut :
1. 15 Increment untuk satu sampling unit (lot) dengan jumlah lot 1000 ton
bagi washed coal
2. 35 Increment untuk satu sampling unit (lot) dengan jumlah lot 1000 ton
bagi unwashed coal / unknown coal.

Semakin banyak sample increment yang diambil semakin representative sample


tersebut, namun demikian semakin banyak sample yang dihandle semakin tinggi
juga kemungkinan kesalahan dalam penanganan sample tersebut.
Untuk alasan tersebut, selanjutnya ASTM memberikan ketentuan bahwa untuk
lot diatas 1000 ton, maka perhitungannya tidak sebagai kelipatan 1000 ton
melainkan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Tonnase Tonnase
15 x 35 x
1000 1000

1. Washed coal 2. Unwashed coal

Dengan maksimum tonnase per lot adalah 10,000 ton. Untuk lot dengan jumlah
lebih besar dari 10,000 ton sebaiknya dibagi menjadi 2 lot.

Contoh 3: Jumlah increment sample yang harus diambil dari batubara


unwashed untuk lot size 7500 ton adalah sebagai berikut :

7500
I = 35 x 1000

= 95.85

dibulatkan = 96 increment

3. Periode / Interval pengambilan

Faktor ini sangat penting sekali, karena tanpa memperhatikan faktor ini
maka sample yang terambil tidak akan representative walaupun faktor 1 dan 2
telah dipenuhi.
Sebagai contoh, kita mengambil sample loading dengan teknik yang benar dan
jumlah sample sesuai dengan standard. Tapi pengambilan tersebut dilakukan
sekaligus diawal loading, dan sudah selesai pada saat loading masih terus
berjalan sampai beberapa jam lagi kedepan. Hal ini akan menyebabkan sample
yang terambil tidak mewakili seluruh lot atau batubara yang diloading, karena
mungkin saja setelah selesai pengambilan sample tadi, tiba-tiba kualitas
batubara berubah total dari yang awal-awal diloading.
Oleh karena itu pengambilan increment sample harus merata dan diambil
selama throughout poroses pemindahan batubara tersebut. Dalam istilah
sampling cara seperti ini disebut Systematic Stratified Sampling
Increment sample

Start loading Finish loading

1. Cara pengambilan increment sample yang salah karena intervalnya tidak


merata.

Increment sample

Start loading Finish loading

2. Cara pengambilan increment sample yang benar karena intervalnya


merata.
(Systematic Stratified Sampling)

Contoh 4:

Suatu loading dilakukan dengan cara manual dengan menggunakan


Loader dan Dump truck. Tonnase yang direncanakan untuk di loading adalah
7500 ton. Diketahui kapasitas bucket WA adalah 5 m 3 dan bulk density batubara
tersebut adalah 0.9 ton/m3. Setiap DT diisi 4 bucket WA tersebut.
Pertanyaan : Bagaimana cara pengambilan sample untuk loading
tersebut berdasarkan ritasi WA dan ritasi DT.

Jawab :
1. Increment yang harus diambil : 35 7500
1000

= 96 increment.

2. Interval tonase setiap increment = Lot size (tonnase)/Jumlah Increment


= 7500 / 96
= 78.125 ton

3. Kapasitas bucket WA = Volume bucket x bulk density


= 5 x 0.9
= 4.5 ton

4. Interval Bucket WA per increment = Interval tonase / kapasitas bucket


= 78.125 / 4.5
= 17.36 dibulatkan 17.

5. Interval DT per increment = Interval tonase / Muatan DT


= 78.125 / (4x4.5)
= 4.34 dibulatkan 4.

Jadi increment sample tersebut diambil setiap 17 Bucket WA atau setiap


4 DT.

Contoh 5:

Apabila loading seperti pada contoh 4 dengan menggunakan underland


conveyor, dengan kapasitas loading 750 ton / jam, dengan kecepatan belt
conveyor 4.5 m/detik, dan di sampling dengan menggunakan mechanical
sampler.
Pertanyaan 1 : Tentukan interval waktu pengambilan sample untuk setiap
incrementnya (time basis sampling).

Pertanyaan 2. : Berapa kg Gross sample yang diperoleh untuk


loading tersebut.

Jawab 1 : Waktu yang diperlukan untuk loading batubara tersebut


adalah :
=Tonase / loading rate
= 7500 / 750
= 10 jam. = 600 menit.

Interval waktu = Total waktu / jumlah increment


= 10 / 96 atau 600/96
= 0.104 jam atau 6.25 menit
Jadi mechanical sampler tersebut harus di set frekwensi cutingnya untuk
setiap 0.104 jam atau 6.25 menit.

Catatan : Perubahan dari mass basis sampling ke time basis sampling


hanya dapat dilakukan apabila flow rate batubara pada belt
conveyor tersebut tidak fluktuasi lebih dari 20 %.

Jawab 2 :

Mass batubara / increment =(C x a) / (3.6 x V)


= (750 x 0.15) / (3.6 x 4.5)
= 6.94 kg.
Total berat gross sample = Mass per increment x jumlah increment
= 6.94 x 96
= 666.67 kg

Jadi berat total gross sample tersebut adalah 666.67 kg

Contoh 6:

Tongkang pada contoh 4, kemudian diunload ke kapal dengan


menggunakan Grab. Diketahui volume grab tersebut 12 M 3.

Pertanyaan : Tentukan interval increment berdasarkan grab tersebut.

Jawab :

Kapasitas Grab = Volume Grab x bulk density


= 12 x 0.9
= 10.8 ton.
Jumlah Increment = 96
Total grab untuk memindahkan semua batubara dalam tongkang adalah :
= 7500 / 10.8
= 694.44 dibulatkan 695 grab.
Interval increment = Total grab / jumlah increment
(cara 1) = 695 / 96
= 7.24 dibulatkan 7
jadi interval increment berdasarkan grab adalah 7 grab / increment

Interval increment (ton)=Tonase/jumlah incremnt


(cara 2) = 7500/ 96
= 78.125 ton
Interval increment (grab) = Interval tonase / kapasitas grab
= 78.125 / 10.8
= 7.23 dibulatkan 7 grab

jadi interval increment berdasarkan grab adalah 7 grab / increment

--------- o O o ---------
III. PREPARASI SAMPLE

Preparasi sample adalah pengurangan massa dan ukuran dari gross


sample sampai pada massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di
Laboratorium
Tahap-tahap preparasi sample adalah sebagai berikut :
1. Pengeringan udara/Air Drying
Pengeringan udara pada gross sample dilakukan jika sample tersebut
terlalu basah untuk diproses tanpa menghilangnya moisture atau yang
menyebabkan timbulnya kesulitan pada crusher atau mill. Pengeringan
udara dilakukan pada suhu ambient sampai suhu maksimum yang
dapat diterima yaitu 400C. Waktu yang diperlukan untuk pengeringan
ini bervariasi tergantung dari typical batubara yang akan dipreparasi,
hanya prinsipnya batubara dijaga agar tidak mengalami oksidasi saat
pengeringan.

2. Pengecilan ukuran butir


Pengecilan ukuran butir adalah proses pengurangan ukuran atas
sample tanpa menyebabkan perubahan apapun pada massa sample
Contoh alat mekanis untuk melakukan pengecilan ukuran butir adalah :
- Jaw Crusher
- Rolls Crusher
- Swing Hammer Mills
Jaw Crusher atau Roll Crusher biasa digunakan untuk mengurangi
ukuran butir dari 50 mm sampai 11,2 mm; 4,75 mm atau 2,36 mm.
Roll Crusher lebih direkomendasikan untuk jumlah/massa sample
yang besar.
Swing Hammer Mill digunakan untuk menggerus sample sampai
ukuran 0,2 mm yang akan digunakan untuk sample yang akan
dianalisa di Laboratorium.
3. Mixing atau Pencampuran
Mixing / pencampuran adalah proses pengadukan sample agar
diperoleh sample yang homogen
Pencampuran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Metode manual ; menggunakan riffle atau dengan membentuk dan
membentuk kembali timbunan berbentuk kerucut
b. Metode Mekanis : menggunakan Alat Rotary Sample Divider
(RSD)

4. Pembagian atau Dividing


Proses untuk mendapatkan sample yang representatif dari gross
sample tanpa memperkecil ukuran butir. Sebagai aturan umum,
pengurangan sample ini harus dilakukan dengan melakukan
pembagian sample.
Pembagian dilakukan dengan metode manual (riffling atau metode
increment manual) dan metode mekanis (Rotary Sample Divider)

Secara ringkas dapat digambarkan sbb:

No PROSES TUJUAN ALAT


PREPARASI
SAMPLE
1 Tahap Proses pengeringan Oven
Pengeringan/Drying sample untuk
tujuan penetapan kadar air
/ untuk
menghindari blocking saat
peng
hancuran di alat
crusher/dividing
2 Tahap untuk reduksi ukuran butir Chruser
Reduksi/Crusher menjadi
ukuran butir yang lebih
kecil, dgn.
mengacu pada metoda
standard
untuk ukuran butir thd.
Berat minimum

3 Tahap untuk homogenitas Manual / Mekanik


Mencampur/Mixing sample, proses Mixing
bisa di lakukan dengan manual = coning
menggunakan Quartering
alat crusher/diving atau Mekanik =
manual dgn. RSD/Crusher
cara coning quartering

4 Tahap untuk reduksi jumlah berat Rotary sample


Mengurangi/Dividing sample divider
dari sejumlah berat lebih
sample
di mana berat minimum
sample
mengacu pada metoda
standard
TABEL DIAGRAM ALUR PROSES PREPARASI ASTM D 2013
TABEL DIAGRAM ALUR PROSES PREPARASI ISO 1988
PERBEDAAN PROSES PEKERJAAN PADA METODA STANDARD
III. COAL ANALYSIS

Jenis analisa atau parameter untuk menentukan kualitas suatu


batubara banyak sekali baik analisa fisik atau disebut physical property,
chemical property, pilut scale test, dan lain-lain. Contoh yang masuk
kedalam physical property misalnya ; HGI, Sieve analysis, Drop shatter,
bulk density dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk kedalam chemical
property adalah misalnya Proximate, Ultimate, Ash analysis, dan lain-lain.
Dan beberapa contoh pilot scale test misalnya ; Test Sponcomb, Test
burn, Wet tumble test, dan lain-lain. Begitu banyak test atau analysis yang
dilakukan terhadap batubara dengan tujuannya masing-masing. Setiap
test atau analyisis sudah pasti ada tujuan atau ada yang ingin diketahui.
Ditinjau dari tujuannya, coal analysis dapat dibagi ke dalam dua tujuan
utama yaitu tujuan Study, dan tujuan komersial.
Di dalam module ini coal analysis yang akan dibahas dibatasi hanya untuk
beberapa parameter khususnya yang termasuk ke dalam basic analysis
dan parameter yang biasa ditentukan untuk kepentingan komersial
batubara. Parameter-parameter tersebut adalah :
Moisture
Ash
Volatile matter
Fixed carbon

Sulfur
Calorific Value
Ash Analysis
Ash Fusion Temperature
Hardgrove Grindability Index

III.1 Moisture
Moisture di dalam batubara dapat dibagi menjadai dua bagian yaitu
inherent moisture dan extraneous moisture. Dua istilah tersebut di atas
merupakan istilah pengertian bukan istilah parameter. Inherent moisture
adalah moisture yang terkandung dalam batubara dan tidak dapat
menguap atau hilang dengan pengeringan udara atau air drying pada
ambien temperature walaupun batubara tersebut telah dimilling ke ukuran
200 mikron. Inherent moisture ini hampir menyatu dengan struktur molekul
batubara karena berada pada kapiler yang sangat kecil dalam partikel
batubara. Nilai Inherent moisture ini tidak fluktuatif dengan berubah-
ubahnya humiditas ruangan. Dan moisture ini baru bisa dhilangkan dari
batubara pada pemanasan lebih dari 100 derajat Celsius. Extaraneous
moisture adalah moisture yang berasal dari luar dan menempel atau
teradsorpsi di permukaan batubara atau masuk dan tergabung dalam
retakan-retakan atau lubang-lubang kecil batubara. Sumber extraneous
moisture ini misalnya ; air dari genangan, air hujan, dan lain-lain. Moisture
ini dapat dihilangkan atau diuapkan dengan cara air drying atau
pemanasan di oven pada ambien temperature. Ada yang mengistilahkan
untuk moisture ini adalah Surface moisture atau Free moisture.

Parameter parameter yang termasuk ke dalam penentuan kadar


moisture adalah ;
EQM / MHC / Inherent moisture / Bed moisture / In situ Moisture
Total Moisture / as received moisture / as sampled moisture / as
despatched moisture
Air dried moisture / inherent moisture / moisture in the analysis sample
Transportable moisture limit / flow moisture
III.1.1 Equilibrium moisture

Equilibrium moisture adalah parameter penentuan moisture sebagai


pendekatan untuk menentukan inherent moisture atau insitu moisture
dalam batubara. EQM ini biasanya ditentukan pada saat explorasi
batubara yang kegunaanya adalah untuk memperkirakan nilai TM pada
saat batubara tersebut ditambang. Nilai EQM ini relative tidak fluktuasi
nilainya pada satu seam yang sama. Selain untuk memperkirakan TM,
juga EQM berguna dalam menentukan golongan atau Rank dari suatu
batubara terutama untuk Low rank coal yang penentuan Ranknya
menggunakan nilai calorific value pada basis mmmf (moist, mineral matter
free basis), dimana basis ini memerlukan data insitu moisture atau EQM.
EQM ini adalah istilah penentuan dalam standard ASTM, sedangkan
dalam ISO standard istilah parameternya adalah MHC ( Moisture Holding
Capacity ). Belakangan ini penentuan untuk inherent moisture ini bisa
dilakukan pada sample channel yang not visible surface moisture dengan
prosedur sampling tertentu.

III.1.2 Total Moisture

Total moisture biasanya ditentukan pada batubara mulai dari explorasi


sampai transshipment. Nilainya sangat penting sekali, karena dalam
penjualannya nilai TM sangat diperhatikan dan menentukan harga dari
batubara tersebut selain berpengaruh pada nilai parameter-parameter lain
dalam basis as received. Dalam explorasi, TM ditentukan untuk menaksir
atau memperkirakan nilai TM batubara in-situ sekaligus untuk menentukan
nilai surface moisturenya dari selisih antara TM dan EQM. Karena TM
adalah jumlah dari EQM dengan Surface moisture. ( TM = EQM + SM ).
Selain itu, nilai TM yang didapat dari sample core pada saat explorasi
banyak digunakan oleh geologist-geologist untuk menampilkan data
dalam basis as received pada saat batubara tersebut belum ditambang.
Yang paling menentukan dalam penentuan TM ini adalah samplingnya,
yakni sesaat setelah sample batubara disampling sesegera mungkin
sample tersebut dimasukan kedalam kontainer yang ditutup sangat rapat
sehingga tidak ada moisture yang masuk atau keluar dari sample tersebut.
Apabila ini terlaksana dengan baik maka nilai TM yang diperoleh dapat
dianggap mewakili nilai moisture batubara yang diambil samplenya
tersebut pada saat dan keadaan batubara tersebut disampling. Prinsip ini
biasanya sulit terlaksana pada sample core dari sample Pit atau bor
dalam, karena dari sample core tersebut masih ada beberapa data yang
harus dicatat dan diamati, sehingga sample tersebut tidak segera dapat
dimasukan ke dalam kontainer yang kedap udara sesaat setelah
disampling. Selain itu pada saat pemboran biasanya menggunakan air
selama coring dilakukan, sehingga kontaminasi batubara tersebut oleh air
yang bukan berasal dari batubara mungkin sekali terjadi. Oleh karena itu
nilai TM tersebut menjadi tidak begitu reliable untuk menunjukan nilai TM
batubara in-situ. Nilai TM yang diperoleh juga biasanya sangat fluktuatif
nilainya.

Pada coal in bulk, nilai TM ini dipengaruhi oleh luas permukaan batubara
(size distribusi ), juga oleh cuaca, sehingga nilai TM pada coal in bulk
relatif fluktuatif seiring dengan keadaan cuaca atau musim dan size
distribusi dari batubara tersebut terutama setelah di crushing.

III.1.3 Air dried moisture

Sesuai dengan namanya, air dried moisture adalah nilai moisture


batubara pada saat setelah batubara tersebut diair drying. Nilai moisture
ini sangat penting karena pada dasarnya semua parameter ditentukan
pada sample setelah air drying sehingga basisnya adalah air dried basis.
Nilai parameter dalam basis ini merupakan actual hasil analisa dari Lab.
Sedangkan basis-basis lainya dalam coal analysis merupakan kalkulasi
saja dari nilai-nilai air dried basis ini. Jadi jelaslah bahwa tanpa nilai air
dried moisture, parameter-parameter yang lain tidak dapat diubah ke
dalam basis lainnya. Selain itu nilai ADM ini berpengaruh pada nilai
parameter lainnya pada basis airdried, seperti CV, VM, Sulfur dan lain-
lain. Sehingga nilai ADM menjadi lebih penting lagi apabila spesifikasi
dinyatakan dalam basis air dried.

III.1.4 Transportable moisture limit

Batubara in bulk yang diangkut dengan menggunakan palka tertutup


seperti kapal-kapal besar, dalam kondisi tertentu yang diakibatkan oleh
angin dan ombak, memungkinkan terjadinya segregasi moisture dan finer
coal dari bulk dan membentuk semacam liquefaction dan pada kondisi
tertentu dapat membahayakan kapal tersebut terutama pada stability
kapal selama dalam pelayarannya. Oleh karena itu IMO ( International
Marine Organisation) mensyaratkan untuk setiap kapal yang mengangkut
batubara terutama low rank coal, harus meminta statement dari Shipper
mengenai nilai transportable moisture limit dari batubara yang akan
dimuat. Ada satu metoda yang dikembangkan di National Coal Board (UK)
untuk menentukan nilai TML ini yaitu dengan cara ; Sebanyak 10 kg
batubara dimasukan ke dalam suatu silinder dimana di bawah silinder
tersebut diletakan dua bola tenis meja. Kemudian silinder tersebut
diletakan di atas Vibrating table. Penentuan ini dilakukan pada nilai
moisture batubara yang bervariasi. Flow Moisture ditentukan sebagai nilai
moisture pada saat bola tenis meja tersebut masuk naik ke atas batubara
dalam silinder tersebut. Sedangkan TML adalah 90 % dari nilai Flow
moisture tersebut.
III.2. ASH CONTENT.

Sebenarnya batubara tidak mengandung ash melainkan mengandung


mineral matter. Ash adalah istilah parameter dimana setelah batubara
dibakar dengan sempurna, material yang tersisa dan tidak terbakar adalah
ash atau abu sebagai sisa pembakaran. Jadi ash atau abu merupakan
istilah umum sebagai sisa pembakaran. Pada material yang lain mungkin
ash ini dapat mencerminkan langsung mineral matter yang terkandung
dalam material yang dibakar tersebut. Akan tetapi di dalam batubara hal
tersebut tidak selamanya terjadi karena terjadinya reaksi-reaksi kimia
selama pembakaran atau insinerasi batubara tersebut, sehingga nilai ash
yang didapat relative akan lebih kecil dibanding dengan nilai mineral
matter yang sebenarnya. Ada pula yang menggolongkan mineral dalam
batubara ke dalam tiga kategori yaitu ;

Mineral matter
Inherent ash
Extraneous ash

Mineral matter adalah unsur-unsur yang terikat secara organik dalam


rantai carbon sebagai kation pengganti hidrogen. Unsur ini biasanya ada
dalam batubara pada saat pembentukan batubara yang berasal dari
tumbuhan atau pohon pembentuk batubara tersebut. Unsur yang
biasanya ditemukan sebagai mineral matter ini adalah Kalsium, Sodium,
dan juga ditemukan besi dan alumina pada low rank coal. Inherent ash
adalah superfine discrete mineral yang masih dapat tertinggal dalam
partikel batubara setelah dipulverize. Dan yang ketiga adalah extraneous
ash, yang termasuk kedalam kategori ini adalah tanah atau pasir yang
terbawa pada saat penambangan batubara dan mineral yang keluar dari
partikel batubara pada saat dipulverize. Ketiga jenis ash tersebut sangat
tergantung pada lingkungan pada saat pembentukan batubara serta
bahan pembentuk batubara sehingga memiliki sifat-sifat thermal masing-
masing, akibatnya juga setiap type ash tersebut memiliki kontribusi yang
berbeda terhadap slagging dan fouling. Penentuan di laboratorium yaitu
dengan membakar batubara pada temperature 750 atau 800 derajat
celsius sampai dianggap pembakaran telah sempurna. Dalam prosedure
standard temperature dan waktu pembakaran ditentukan yang nilainya
tergantung kepada standard masing-masing. Penentuan secara
prosedure di atas untuk batubara tertentu yang mengandung banyak
pyrite dan carbonat, menjadi tidak begitu teliti karena selama pembakaran
terjadi beberapa reaksi akan terjadi. Reaksi reaksi yang mungkin terjadi
selama pembakaran adalah ;

Decomposisi Pyrite :
4 FeS2 + 15 O2 2 Fe2 O3 + 8 SO3
Dekomposisi Carbonat
CaCO3 + CaO + CO2

Fixation of sulfur
CaO + SO3 CaSO4
Na2O + SO3 Na2SO4

Dalam basis dry mineral matter free basis untuk penentuan rank batubara
di ASTM, Ash yang digunakan adalah hasil kalkulasi dimana ash
dinyatakan sebagai ash bebas sulfat.
III.3. VOLATILE MATTER

Volatile matter adalah zat terbang yang terkandung dalam batubara. Zat
yang terkandung dalam volatile matter ini biasanya gas hidrokarbon
terutama gas methane. Volaitile matter ini berasal dari pemecahan struktur
molekule batubara pada rantai alifatik pada temperature tertentu. Di
laboratorium sendiri penentuannya dengan cara memanaskan sejumlah
batubara pada temperature 900 derajat Celsius dengan tanpa udara.
Volatile matter keluar seperti jelaga karena tidak ada oksigen yang
membakarnya. Volatile matter merupakan salah satu indikasi dari rank
batubara. Dalam klasifikasi batubara ASTM, Volatile matter digunakan
sebagai parameter penentu rank untuk batubara high rank coal. Volatile
matter juga memiliki korelasi yang jelas dengan salah satu maceral yaitu
Vitrinite. Apabila volatile matter dalam basis DMMF di plot dengan
reflectance dari vitrinite, maka akan diperoleh suatu garis yang relative
lurus yang korelatif dengan rank batubara. Selain itu pada saat penentuan
di laboratorium, juga dapat digunakan sebagai prediksi awal apakah
batubara tersebut memiliki sifat agglomerasi atau tidak.
Sifat dalam coal combustion, volatile matter memegang peranan penting
karena ikut menentukan sifat-sifat pembakaran seperti efisiensi
pembakaran karbon atau carbon los on ignition. Volatile matter yang tinggi
menyebabkan batubara mudah sekali terbakar pada saat injection ke
dalam suatu boiler. Low rank coal biasanya mengandung Voloatile matter
yang tinggi sehingga memiliki efisiensi yang sangat tinggi pada saat
pembakaran di power station.
Volatile matter juga digunakan sebagai parameter dalam memprediksi
keamanan batubara pada Silo Bin, Miller atau pada tambang-tambang
bawah tanah. Tingginya nilai volatile matter semakin besar pula resiko
dalam penyimpananya terutama dari bahaya ledakan.
III.4. FIXED CARBON

Fixed carbon adalah adalah parameter yang tidak ditentukan secara


analisis melainkan merupakan selisih 100 % dengan jumlah kadar
moisture, ash, dan volatile matter. Fixed carbon ini tidak sama dengan
total carbon pada Ultimate. Perbedaan yang cukup jelas adalah bahwa
Fixed carbon merupakan kadar karbon yang pada temperature penetapan
volatile matter tidak menguap. Sedangkan carbon yang menguap pada
temperature tersebut termasuk kedalam volatile matter. Sedangkan total
carbon yang ditentukan pada Ultimate analysis merupakan semua carbon
dalam batubara kecuali carbon yang berasal dari karbonat. Jadi baik
hidrokarbon yang termasuk ke dalam Volatile matter atau fixed carbon
termasuk di dalamnya. Penggunaan nilai parameter ini sama dengan
volatile matter yaitu sebagai parameter penentu dalam klasifikasi batubara
dalam ASTM standard. Serta untuk keperluan tertentu fixed carbon
bersama volatile matter dibuat sebagai suatu ratio yang dinamakan fuel
ratio (FC/VM).

III.5. SULFUR

Sulfur didalam batubara sama seperti halnya material yang lain terdiri dari
dua jenis yaitu sulfur organik dan sulfur anorganik. Sulfur organik biasanya
ada dalam batubara seiring dengan pembentukan batubara dan berasal
dari tumbuhan pembentuk batubara tersebut. Dan tidak menutup
kemungkinan juga berasal dari luar tumbuhan yang dikarenakan suatu
reaksi kimia yang terjadi pada saat peatifikasi dan coalifikasi pada saat
perubahan diagenetik dan perubahan kimia. Sedangkan anorganik sulfur
berasal dari lingkungan dimana batubara tersebut terbentuk.atau dari
mineral yang berada disekeliling batubara atau bahkan yang berada
dalam seam batubara yang membentuk parting, spliting, band dan lain-
lain. Sulfur anorganik ini biasanya dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu
Pyritic sulfur dan sulfat sulfur. Dalam analysis di laboratorium sulfur-sulfur
ini ditentukan dengan parameter yang disebut form of sulfur. Dimana
laporannya terdiri dari pyritic sulfur, sulfate sulfur dan organik sulfur. Yang
ditentukan di laboratorium dengan test adalah hanya piritic sulfur dan
sulfate sulfur sedangkan organik sulfur merupakan hasil kalkulasi selisih
antara Total sulfur dan jumlah dari piritic dan sulfate sulfur. Form of sulfur
biasa digunakan untuk memprediksi secara awal apakah sulfur dari
batubara tersebut dapat dikurangi dengan cara separasi media atau
washibility density. Organik sulfur secara teeoritis tidak dapat dipisahkan
dari batubara dengan metoda separasi yang menggunakan dens medium
plan atau washing karena sulfur tersebut terikat secara organik dalam
molekul batubara. Sedangkan anorganik sulfur secara teoritis dapat
dihilangkan atau dikurangi dengan cara separasi media karena termasuk
ke dalam mineral matter yang memiliki density lebih tinggi dibanding
batubara. Selain itu pyrtic sulfur juga digunakan sebagai
bahan acuan dalam memprediksi kecenderungan batubara tersebut untuk
terbakar secara spontan pada waktu penyimpanannya di stockpile.
Karena pyritic sulfur dapat mengkatalisasi terjadinya self heating pada
batubara yaitu dengan reaksi oksidasi yang menghasilkan panas. Selain
itu dari reaksi tersebut dapat menyebabkan disintegrasi partikel batubara
sehingga menambah luas permukaan batubara yang juga dapat
menambah kecenderungan batubara tersebut untuk teroksidasi yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya pembakaran spontan. Hidrogen
disulfida atau FeS2 di dalam batubara terdiri dari dua type yaitu cubic
yellow pyrite dan rombik marcasite. Dan marcasite inilah yang disinyalir
lebih reaktif terhadap oksigen dibanding pyrite.
Dalam utilisasi di industri, sulfur yang tinggi sangat tidak diharapkan
karena dapat menimbulkan emisi SO2 yang konsentrasinya tidak boleh
tinggi karena dapat menyebabkan hujan asam. Batasan konsentrasi SO2
yang diijinkan tergantung dari negara dimana industri tersebut berada,
karena peraturan masing-masing negara berbeda. Selain itu SO2 juga
termasuk corrosive constituent bersama chlorine yang dapat merusak
metal dalam boiler.
Analisa reguler yang ditentukan baik untuk explorasi, produksi, dan
shipment adalah total sulfur yang biasanya ditentukan dengan metoda
high temperature method

III.6. CALORIFIC VALUE

Nilai Kalori atau Calorific Value adalah jumlah unit panas yang dikeluarkan
per unit bahan bakar yang dibakar dengan oxygen, nitrogen dan oksida
nitrogen, carbondioksida, sulfurdioksida, uap air dan abu padat
Nilai kalori biasanya dilaporkan sebagai :
a. Gross Calorific Value, adalah jumlah unit panas yang dikeluarkan per
unit bahan-bahan yang dibakar dengan oksigen di bawah kondisi
standar. Disebut juga kalori gross pada volume konstan
b. Net Calorific Value, adalah konversi secara matematis dari Gross
Calorific Value dengan menerapkan faktor koreksi yang didasarkan
pada kandungan hydrogen, oksigen dan moisture. Biasa disebut
sebagai panas pembakaran pada tekanan konstan dimana air berujud
gas.

Penentuan nilai kalori batubara yang digunakan di sini adalah dengan


alat Calorimeter dengan sistem Isoperibol. Alat ini menggunakan siklus
Isotermik, dimana secara komputerize, panas yang dihasilkan dari
pembakaran batubara dalam calorimeter tersebut dikonversikan ke
dalam satuan Megajoule per kilogram (MJ/kg) atau Calori per gram
(Cal/g). Jadi secara otomatis nilai kalori dari batubara yang ditentukan
diprint out oleh alat kalorimeter tersebut.
III.7. ASH ANALYSIS (ASH COMPOSITION)

Ash pada umumnya terdiri dari ikatan dari logam Silikon, Aluminium, Besi
dan Kalsium serta kondungan lain yang lebih kecil seperti Titanium,
mangan, magnesium, sodium dan potassium dimana semuanya terjadi
dalam bentuk silicates, oksida, sulphida, sulfat dan phospat. Element lain
seperti arsen, copper, timbal, nikel, zinc dan uranium dapat dilaporkan
dalam jumlah yang sangat kecil. Pengetahuan mengenai komposisi
sebenarnya dari ash sangat penting untuk memprediksi karakteristik dan
behaviour batubara jika digunakan dalam berbagai aplikasi di dunia
industri.

III.8. ASH FUSION TEMPERATURE

Ash Fusion Temperature menggambarkan karakteristik pelunakan dan


pelelehan ash, dan diukur menurut standar prosedur tertentu dengan
cara pemanasan secara gradual terhadap sample yang sudah disiapkan
dalam bentuk cone untuk selanjutnya diamati profil perubahannya.
Temperatur dicatat pada sifat-sifat yang menunjukkan :
- initial Deformation
- Spherical
- Hemispherical
- Flow
Ash Fusion Temperature biasa diukur pada dua kondisi yaitu kondisi
Reduksi dan Oksidasi. Pengukuran dalam kondisi Oksidasi selalu lebih
tinggi dibandingkan kondisi Reduksi disebabkan keberadaan beberapa
komponen dalam ash seperti besi oksida yang memiliki perbedaan fluxing
effects pada suasana oksidasi dan reduksi.
III.9. Hardgrove Grindability Index (HGI)
Test ini adalah untuk mengukur kemudahan relatif saat batubara
dihancurkan ke dalam ukuran yang lebih kecil. Semakin tinggi nilai HGI
maka semakin lunak batubara yang berarti semakin mudah batubara
tersebut untuk dihancurkan.
Index ini sangat membantu dalam memperkirakan kapasitas mill yang
digunakan untuk menggiling batubara sampai ukuran yang diperlukan
untuk umpan ke furnace.

IV. BASIS

Basis adalah dasar yang dipakai untuk menyatakan nilai dari suatu
parameter dan menginterpretasikan nilai tersebut pada kondisi tertentu batubara.
Interpretasi dari basis tersebut sesuai dengan istilah basis tersebut, misalkan
seperti basis basis di bawah ini ;
As received/as sampled basis (AR) = nilai parameter atau kualitas
batubara pada saat batubara tersebut diterima / disampling.
Air dried basis (ADB) = nilai kualitas pada kondisi batubara setelah di air
dried.
Dry basis (DB) = nilai kualitas pada kondisi batubara kering atau tidak
memiliki nilai moisture (moisture free)
Dry ash free basis (DAF) = nilai kualitas batubara pada kondisi batubara
tersebut kering dan bebas dari ash.
Dry mineral matter free basis (DMMF) = menginterpretasikan nilai kualitas
pada kondisi batubara tidak mengandung air dan mineral matter.
Moist, mineral matter free basis (mmmf) menginterpretasikan nilai kualitas
batubara pada kondisi batubara tersebut masih didalam tanah (in-situ
coal) dan tidak mengandung mineral matter
Dan lain-lain.

Basis-basis di atas merupakan basis-basis yang umum atau biasanya dipakai


dalam menyatakan nilai dari suatu parameter kualitas dari suatu batubara. Selain
basis-basis tersebut di atas masih ada beberapa basis lainnya yang hanya untuk
keperluan tertentu saja digunakan seperti misalnya ; Sulfat free, SO3 free, Ash
free, dan lain-lain.
Dari interpretasiinterpretasi basis di atas, maka dibuatlah suatu persamaan
matematis untuk menyatakannya ke dalam bentuk angka, sebagaimana terlihat
pada table 1.
TABLE 1

Desire result As analysed As received Dry basis Dry, ash, free Dry mineral matter
(air dry) (as sampled) (DB) (DAF) free
Given results ad AR (Dmmf)
As analysed 100- Mar 100 100 100
(air dry) -
ad 100- Mad 100- Mad 100- Mad -Aad 100- MadMmad
As received 100- Mad 100 100 100
(as sampled) -
AR 100- Mar 100- Mar 100- Mar Aar 100- MarMmar
Dry basis 100 - Mad 100-Mar 100 100
(DB) -
100 100 100- Adb 100 Mmdb
Dry, ash, free 100-Mad-Aad 100-Mar-Aar 100-Adb 100-Adb
(DAF) -
100 100 100 100-Mmdb
Dry mineral 100-Mad-Mmad 100-Mar-Mmar 100-Mmdb 100-Mmdb
matter free -
(Dmmf) 100 100 100 100-Adb

KETERANGAN :

Mad = Moisture in the analysis sample / air dried moisture / Inherent moisture
(AS standard)
Mar = Total Moisture
Aad = Ash air dried basis
Mmad = Mineral matter air dried basis
Aar = Ash as received basis
Mmar = Mineral matter as received basis
Adb = ash dry basis
Mmdb = Mineral matter dry basis

Mineral matter diperoleh dari PARR formula dengan persamaan sebagai berikut :
MMad = 1.08Aad + 0.55 Sad

MMar = 1.08Aar + 0.55 Sar


MMdb = 1.08Adb + 0.55 Sdb

Dimana ;

MMad = Mineral matter air dried basis


MMar = Mineral matter as received basis
MMdb = Mineral matter dry basis
Aad = Ash air dried basis
Aar = Ash as received basis
Adb = Ash dry basis
Sad = Sulfur air dried basis
Sar = Sulfur as received basis
Sdb = Sulfur dry basis

Anda mungkin juga menyukai