I. PENDAHULUAN
Moisture
Ash (mineral matter)
Fixed Carbon
Basis yang dipakai dari keempat parameter diatas tergantung dari tempat
atau kondisi dari batubara tersebut seperti . Kondisi 1; Apabila yang
dimaksud batubara diatas berada masih dalam seamnya atau masih
berada di dalam tanah, maka moisture yang dimaksud adalah EQM
(Equilibrium moisture) atau MHC (Moisture holding capacity), atau Bed
moisture, atau Inherent moisture (versi ASTM), atau In-situ moisture dan
lain lain yang mencerminkan moisture pada batubara in-situ. Sedangkan
parameters yang lain (ash, VM, dan FC) basisnya dalam moist basis atau
in-situ basis. Kondisi 2; Apabila batubara yang dimaksud adalah batubara
yang ada di stockpile, maka moisturenya adalah TM (Total moisture) dan
parameter yang lain dalam as received basis. Kondisi 3; Apabila
batubara yang dimaksud adalah batubara yang berada di lab yang sudah
di air drying maka moisture diatas adalah Moisture in the analysis sample
(versi ASTM), atau Inherent moisture (versi Australian Standard), atau Air
dried moisture (versi ISO standard).
Jadi secara kuantitative batubara hanya dibagi menjadi 4 golongan besar
seperti digambarkan di atas. Sedangkan dari empat golongan diatas
dibagi lagi menjadi beberapa parameter lain baik secara kualitative
maupun secara kuantitative. Sebagai contoh dari parameter ASH atau
ABU, parameter yang ditentukan dari ash batubara ini diantaranya ; 1.
Kuantitative: Ash analysis (ash constituent), Trace element , dan lain-lain.
2. Kualitative: Ash fusion, Ash resistivity, dan lain lain. Sedangkan dari
gabungan VM dan FC, merupakan penganalisaan parameter yang paling
banyak seperti Ultimate, Maceral, Calorific value, dan sebagainya.
SAMPLING
Apabila terjadi kesalahan pada proses Sampling, maka seteliti
apapun di lab dan preparasi, hasil yang didapat tidak mewakili
batubara yang ditentukan karakteristiknya. Penentuan salah dan
benarnya dalam sampling hanya ditentukan oleh ketepatan
pengerjaan prosedurenya sesuai dengan standard yang digunakan.
Jadi tidak ada standarisasi yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk mengeceknya. Jadi yang perlu diketahui dan di fahami
adalah ; JANGAN SEKALI-KALI MELAKUKAN SAMPLING
DENGAN TUJUAN MENENTUKAN KARAKTERISTIK DARI
BATUBARA APABILA TIDAK MEMAHAMI BETUL PROSEDURE
SAMPLING YANG HARUS DILAKUKAN SESUAI DENGAN
STANDARD YANG DIINGINKAN KECUALI SIAP MENDAPATKAN
HASIL YANG TIDAK RELEVAN DENGAN STANDARD YANG
DIINGINKAN TERSEBUT ATAU BAHKAN MENDAPATKAN HASIL
YANG TIDAK MEWAKILI BATUBARA YANG DITENTUKAN
KARAKTERISTIKNYA TERSEBUT.
PREPARASI
Apabila terjadi kesalahan di proses preparasi maka masih ada
cadangan file original sample yang dapat di re-preparasi.
Pengulangan ini bahkan sering dilakukan apabila ada keraguan
dari hasil analisa yang didapat di laboratorium. Sedangkan
parameter yang digunakan dalam menentukan benar atau
salahnya preparasi adalah prosedure pengerjaan sesuai dengan
Standard yang digunakan. Selain itu dalam tahap preparasi ada
standarisasi penentuan ketelitian proses preparasi tersebut dengan
cara menentukan overall variance dan standard deviasi dari proses
preparasi dan analisa, dari sini kita dapat melihat atau menentukan
apakah preparasi tersebut terjadi bias diatas presisi yang
diinginkan atau penyimpangannya masih dalam range presisi yang
diinginkan atau ditetapkan.
ANALISA LABORATORIUM
Pendeteksian kesalahan di tahap analisa laboratorium relative lebih banyak
dibanding tahap preparasi. Selain prosedure pengerjaan yang harus tepat
sesuai dengan standard, pengecekan kesalahan dapat dilakukan dengan
cara melakukan in house standarisasi sebelum menentukan analisa pada
sample. Round Robin check, yang merupakan program perbandingan hasil
analisa dari satu lab dengan lab. lainnya baik secara nasional maupun
internasional. Kalibrasi alat yang digunakan secara periodik, sampai analisa
statistik data yang memanfaatkan hubungan antar parameter. Apabila terjadi
kesalahan dalam tahap ini, maka cadangan file sample dapat digunakan
untuk keperluan re-analisa sample tersebut.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa ketelitian suatu hasil analisa
adalah sangat tergantung dari pemahaman atau penguasaan si sampler,
preparator, dan operator atau analist yang mengerjakan sample tersebut
terhadap prosedure atau standard pengerjaan yang digunakan. Karena
sumberdaya manusia merupakan yang utama dari segalanya, sedangkan
peralatan hanyalah merupakan perangkat pembantu yang ketelitiannya
juga ditentukan oleh sumber daya manusia yang menggunakannya. Oleh
karena itu buku pegangan ini saya coba susun sebagai sharing informasi
dengan yang lainnya khususnya mengenai; Sampling, Preparasi, dan
Analisa serta aspek-aspek lainnya yang berhubungan dengan kualitas
batubara.
II SAMPLING
Untuk memperoleh sample yang representative, maka ketiga faktor diatas harus
dilakukan dengan baik menurut standard yang digunakan.
Sebagai contoh, dalam pengambilan sample dari falling stream, shovel atau
ladle yang digunakan harus masuk ke seluruh stream batubara. Apabila hanya
sebagian stream yang diambil maka sample yang diperoleh akan bias.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah muatan sample dalam ladle. Ladle
harus terisi sample secukupnya dan tidak boleh berlebihan (overfill).
Pengambilan sample yang overfill juga akan menyebabkan bias, karena partikel
yang besar-besar akan jatuh, dan sebagian besar sample yang terambil adalah
fine coal.
Jadi teknik pengambilan sample harus disesuaikan dengan situasi, kondisi,
batubara yang akan diambil samplenya. Seorang sampler yang profesional harus
menguasai teknik sampling yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
batubara yang akan diambil samplenya.
Massa atau jumlah sample yang diambil tergantung dari ukuran butir atau
particle size dari batubara tersebut. Ketentuan ini juga tergantung pada standard
mana yang diikuti.
Satuan pengambilan sample terkecil disebut Increment, dan increment-increment
digabungkan membentuk satu gross sample. Berat minimum sample untuk
setiap increment tergantung dari ukuran butir batubara yang disampling, dan
mengikuti persamaan sebagai berikut :
M = 0.06 D
= 3.00 kg
M = C x A / 3.6 V
Dimana :
M = berat per increment (kg)
C = Capacity belt Conveyor(tph)
A = Aperture cutter (m) (min. 3 x top size)
V = Kecepatan belt conveyor (m/det)
Contoh 2 : Berat sample per increment untuk batubara dengan top size
50 mm, dengan loading rate 1000 tph, dan kecepatan belt 4.5 m/s adalah :
= 9.26 kg
Jumlah increment sample yang harus diambil dari setiap lot batubara
tergantung dari tonnase lot batubara tersebut.
Untuk menentukan jumlah sample increment, ASTM memberikan 2
standard perhitungan sebagai berikut :
1. 15 Increment untuk satu sampling unit (lot) dengan jumlah lot 1000 ton
bagi washed coal
2. 35 Increment untuk satu sampling unit (lot) dengan jumlah lot 1000 ton
bagi unwashed coal / unknown coal.
Tonnase Tonnase
15 x 35 x
1000 1000
Dengan maksimum tonnase per lot adalah 10,000 ton. Untuk lot dengan jumlah
lebih besar dari 10,000 ton sebaiknya dibagi menjadi 2 lot.
7500
I = 35 x 1000
= 95.85
dibulatkan = 96 increment
Faktor ini sangat penting sekali, karena tanpa memperhatikan faktor ini
maka sample yang terambil tidak akan representative walaupun faktor 1 dan 2
telah dipenuhi.
Sebagai contoh, kita mengambil sample loading dengan teknik yang benar dan
jumlah sample sesuai dengan standard. Tapi pengambilan tersebut dilakukan
sekaligus diawal loading, dan sudah selesai pada saat loading masih terus
berjalan sampai beberapa jam lagi kedepan. Hal ini akan menyebabkan sample
yang terambil tidak mewakili seluruh lot atau batubara yang diloading, karena
mungkin saja setelah selesai pengambilan sample tadi, tiba-tiba kualitas
batubara berubah total dari yang awal-awal diloading.
Oleh karena itu pengambilan increment sample harus merata dan diambil
selama throughout poroses pemindahan batubara tersebut. Dalam istilah
sampling cara seperti ini disebut Systematic Stratified Sampling
Increment sample
Increment sample
Contoh 4:
Jawab :
1. Increment yang harus diambil : 35 7500
1000
= 96 increment.
Contoh 5:
Jawab 2 :
Contoh 6:
Jawab :
--------- o O o ---------
III. PREPARASI SAMPLE
Sulfur
Calorific Value
Ash Analysis
Ash Fusion Temperature
Hardgrove Grindability Index
III.1 Moisture
Moisture di dalam batubara dapat dibagi menjadai dua bagian yaitu
inherent moisture dan extraneous moisture. Dua istilah tersebut di atas
merupakan istilah pengertian bukan istilah parameter. Inherent moisture
adalah moisture yang terkandung dalam batubara dan tidak dapat
menguap atau hilang dengan pengeringan udara atau air drying pada
ambien temperature walaupun batubara tersebut telah dimilling ke ukuran
200 mikron. Inherent moisture ini hampir menyatu dengan struktur molekul
batubara karena berada pada kapiler yang sangat kecil dalam partikel
batubara. Nilai Inherent moisture ini tidak fluktuatif dengan berubah-
ubahnya humiditas ruangan. Dan moisture ini baru bisa dhilangkan dari
batubara pada pemanasan lebih dari 100 derajat Celsius. Extaraneous
moisture adalah moisture yang berasal dari luar dan menempel atau
teradsorpsi di permukaan batubara atau masuk dan tergabung dalam
retakan-retakan atau lubang-lubang kecil batubara. Sumber extraneous
moisture ini misalnya ; air dari genangan, air hujan, dan lain-lain. Moisture
ini dapat dihilangkan atau diuapkan dengan cara air drying atau
pemanasan di oven pada ambien temperature. Ada yang mengistilahkan
untuk moisture ini adalah Surface moisture atau Free moisture.
Pada coal in bulk, nilai TM ini dipengaruhi oleh luas permukaan batubara
(size distribusi ), juga oleh cuaca, sehingga nilai TM pada coal in bulk
relatif fluktuatif seiring dengan keadaan cuaca atau musim dan size
distribusi dari batubara tersebut terutama setelah di crushing.
Mineral matter
Inherent ash
Extraneous ash
Decomposisi Pyrite :
4 FeS2 + 15 O2 2 Fe2 O3 + 8 SO3
Dekomposisi Carbonat
CaCO3 + CaO + CO2
Fixation of sulfur
CaO + SO3 CaSO4
Na2O + SO3 Na2SO4
Dalam basis dry mineral matter free basis untuk penentuan rank batubara
di ASTM, Ash yang digunakan adalah hasil kalkulasi dimana ash
dinyatakan sebagai ash bebas sulfat.
III.3. VOLATILE MATTER
Volatile matter adalah zat terbang yang terkandung dalam batubara. Zat
yang terkandung dalam volatile matter ini biasanya gas hidrokarbon
terutama gas methane. Volaitile matter ini berasal dari pemecahan struktur
molekule batubara pada rantai alifatik pada temperature tertentu. Di
laboratorium sendiri penentuannya dengan cara memanaskan sejumlah
batubara pada temperature 900 derajat Celsius dengan tanpa udara.
Volatile matter keluar seperti jelaga karena tidak ada oksigen yang
membakarnya. Volatile matter merupakan salah satu indikasi dari rank
batubara. Dalam klasifikasi batubara ASTM, Volatile matter digunakan
sebagai parameter penentu rank untuk batubara high rank coal. Volatile
matter juga memiliki korelasi yang jelas dengan salah satu maceral yaitu
Vitrinite. Apabila volatile matter dalam basis DMMF di plot dengan
reflectance dari vitrinite, maka akan diperoleh suatu garis yang relative
lurus yang korelatif dengan rank batubara. Selain itu pada saat penentuan
di laboratorium, juga dapat digunakan sebagai prediksi awal apakah
batubara tersebut memiliki sifat agglomerasi atau tidak.
Sifat dalam coal combustion, volatile matter memegang peranan penting
karena ikut menentukan sifat-sifat pembakaran seperti efisiensi
pembakaran karbon atau carbon los on ignition. Volatile matter yang tinggi
menyebabkan batubara mudah sekali terbakar pada saat injection ke
dalam suatu boiler. Low rank coal biasanya mengandung Voloatile matter
yang tinggi sehingga memiliki efisiensi yang sangat tinggi pada saat
pembakaran di power station.
Volatile matter juga digunakan sebagai parameter dalam memprediksi
keamanan batubara pada Silo Bin, Miller atau pada tambang-tambang
bawah tanah. Tingginya nilai volatile matter semakin besar pula resiko
dalam penyimpananya terutama dari bahaya ledakan.
III.4. FIXED CARBON
III.5. SULFUR
Sulfur didalam batubara sama seperti halnya material yang lain terdiri dari
dua jenis yaitu sulfur organik dan sulfur anorganik. Sulfur organik biasanya
ada dalam batubara seiring dengan pembentukan batubara dan berasal
dari tumbuhan pembentuk batubara tersebut. Dan tidak menutup
kemungkinan juga berasal dari luar tumbuhan yang dikarenakan suatu
reaksi kimia yang terjadi pada saat peatifikasi dan coalifikasi pada saat
perubahan diagenetik dan perubahan kimia. Sedangkan anorganik sulfur
berasal dari lingkungan dimana batubara tersebut terbentuk.atau dari
mineral yang berada disekeliling batubara atau bahkan yang berada
dalam seam batubara yang membentuk parting, spliting, band dan lain-
lain. Sulfur anorganik ini biasanya dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu
Pyritic sulfur dan sulfat sulfur. Dalam analysis di laboratorium sulfur-sulfur
ini ditentukan dengan parameter yang disebut form of sulfur. Dimana
laporannya terdiri dari pyritic sulfur, sulfate sulfur dan organik sulfur. Yang
ditentukan di laboratorium dengan test adalah hanya piritic sulfur dan
sulfate sulfur sedangkan organik sulfur merupakan hasil kalkulasi selisih
antara Total sulfur dan jumlah dari piritic dan sulfate sulfur. Form of sulfur
biasa digunakan untuk memprediksi secara awal apakah sulfur dari
batubara tersebut dapat dikurangi dengan cara separasi media atau
washibility density. Organik sulfur secara teeoritis tidak dapat dipisahkan
dari batubara dengan metoda separasi yang menggunakan dens medium
plan atau washing karena sulfur tersebut terikat secara organik dalam
molekul batubara. Sedangkan anorganik sulfur secara teoritis dapat
dihilangkan atau dikurangi dengan cara separasi media karena termasuk
ke dalam mineral matter yang memiliki density lebih tinggi dibanding
batubara. Selain itu pyrtic sulfur juga digunakan sebagai
bahan acuan dalam memprediksi kecenderungan batubara tersebut untuk
terbakar secara spontan pada waktu penyimpanannya di stockpile.
Karena pyritic sulfur dapat mengkatalisasi terjadinya self heating pada
batubara yaitu dengan reaksi oksidasi yang menghasilkan panas. Selain
itu dari reaksi tersebut dapat menyebabkan disintegrasi partikel batubara
sehingga menambah luas permukaan batubara yang juga dapat
menambah kecenderungan batubara tersebut untuk teroksidasi yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya pembakaran spontan. Hidrogen
disulfida atau FeS2 di dalam batubara terdiri dari dua type yaitu cubic
yellow pyrite dan rombik marcasite. Dan marcasite inilah yang disinyalir
lebih reaktif terhadap oksigen dibanding pyrite.
Dalam utilisasi di industri, sulfur yang tinggi sangat tidak diharapkan
karena dapat menimbulkan emisi SO2 yang konsentrasinya tidak boleh
tinggi karena dapat menyebabkan hujan asam. Batasan konsentrasi SO2
yang diijinkan tergantung dari negara dimana industri tersebut berada,
karena peraturan masing-masing negara berbeda. Selain itu SO2 juga
termasuk corrosive constituent bersama chlorine yang dapat merusak
metal dalam boiler.
Analisa reguler yang ditentukan baik untuk explorasi, produksi, dan
shipment adalah total sulfur yang biasanya ditentukan dengan metoda
high temperature method
Nilai Kalori atau Calorific Value adalah jumlah unit panas yang dikeluarkan
per unit bahan bakar yang dibakar dengan oxygen, nitrogen dan oksida
nitrogen, carbondioksida, sulfurdioksida, uap air dan abu padat
Nilai kalori biasanya dilaporkan sebagai :
a. Gross Calorific Value, adalah jumlah unit panas yang dikeluarkan per
unit bahan-bahan yang dibakar dengan oksigen di bawah kondisi
standar. Disebut juga kalori gross pada volume konstan
b. Net Calorific Value, adalah konversi secara matematis dari Gross
Calorific Value dengan menerapkan faktor koreksi yang didasarkan
pada kandungan hydrogen, oksigen dan moisture. Biasa disebut
sebagai panas pembakaran pada tekanan konstan dimana air berujud
gas.
Ash pada umumnya terdiri dari ikatan dari logam Silikon, Aluminium, Besi
dan Kalsium serta kondungan lain yang lebih kecil seperti Titanium,
mangan, magnesium, sodium dan potassium dimana semuanya terjadi
dalam bentuk silicates, oksida, sulphida, sulfat dan phospat. Element lain
seperti arsen, copper, timbal, nikel, zinc dan uranium dapat dilaporkan
dalam jumlah yang sangat kecil. Pengetahuan mengenai komposisi
sebenarnya dari ash sangat penting untuk memprediksi karakteristik dan
behaviour batubara jika digunakan dalam berbagai aplikasi di dunia
industri.
IV. BASIS
Basis adalah dasar yang dipakai untuk menyatakan nilai dari suatu
parameter dan menginterpretasikan nilai tersebut pada kondisi tertentu batubara.
Interpretasi dari basis tersebut sesuai dengan istilah basis tersebut, misalkan
seperti basis basis di bawah ini ;
As received/as sampled basis (AR) = nilai parameter atau kualitas
batubara pada saat batubara tersebut diterima / disampling.
Air dried basis (ADB) = nilai kualitas pada kondisi batubara setelah di air
dried.
Dry basis (DB) = nilai kualitas pada kondisi batubara kering atau tidak
memiliki nilai moisture (moisture free)
Dry ash free basis (DAF) = nilai kualitas batubara pada kondisi batubara
tersebut kering dan bebas dari ash.
Dry mineral matter free basis (DMMF) = menginterpretasikan nilai kualitas
pada kondisi batubara tidak mengandung air dan mineral matter.
Moist, mineral matter free basis (mmmf) menginterpretasikan nilai kualitas
batubara pada kondisi batubara tersebut masih didalam tanah (in-situ
coal) dan tidak mengandung mineral matter
Dan lain-lain.
Desire result As analysed As received Dry basis Dry, ash, free Dry mineral matter
(air dry) (as sampled) (DB) (DAF) free
Given results ad AR (Dmmf)
As analysed 100- Mar 100 100 100
(air dry) -
ad 100- Mad 100- Mad 100- Mad -Aad 100- MadMmad
As received 100- Mad 100 100 100
(as sampled) -
AR 100- Mar 100- Mar 100- Mar Aar 100- MarMmar
Dry basis 100 - Mad 100-Mar 100 100
(DB) -
100 100 100- Adb 100 Mmdb
Dry, ash, free 100-Mad-Aad 100-Mar-Aar 100-Adb 100-Adb
(DAF) -
100 100 100 100-Mmdb
Dry mineral 100-Mad-Mmad 100-Mar-Mmar 100-Mmdb 100-Mmdb
matter free -
(Dmmf) 100 100 100 100-Adb
KETERANGAN :
Mad = Moisture in the analysis sample / air dried moisture / Inherent moisture
(AS standard)
Mar = Total Moisture
Aad = Ash air dried basis
Mmad = Mineral matter air dried basis
Aar = Ash as received basis
Mmar = Mineral matter as received basis
Adb = ash dry basis
Mmdb = Mineral matter dry basis
Mineral matter diperoleh dari PARR formula dengan persamaan sebagai berikut :
MMad = 1.08Aad + 0.55 Sad
Dimana ;