Penulis :
Arimudin Nurtata
3612100005
3612100013
3612100014
3612100053
3612100061
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Manajemen Perkotaan
yang berjudul Urbanisasi, Urban Sprawl dan Megacities dengan tepat waktu.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Tim Dosen mata kuliah Manajemen
perkotaan atas bimbingan dan ajarannya dan juga pihak - pihak lain yang telah membantu dan
memberi masukan kepada kami dalam menyelasaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya terutama kami
sebagai penulis.
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Perempatan Konsentris .......................................................................................................... 8
Gambar 2 Perembetan Memanjang........................................................................................................ 8
Gambar 3 Perembetan Meloncat............................................................................................................ 9
Gambar 4 Siklus keterkaitan urbanisasi, urban sprawl dan megacities ................................................ 13
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan
yang berkembang sangat pesat. Perkembangan dan pertumbuhan disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Menurut Sujarto (1989)
terdapat tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota
diantaranya yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusiam dan faktor pergerakan manusia.
Laporan dari The Comparative Urban Studies Project di Woldrow Wilson pada tahun 2006
menuliskan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk perkotaan di dunia dengan sangat berarti,
pada tahun 2000, 41 persen dari penduduk dunia tinggal di perkotaan, pada tahun 2005, 50 persen
penduduk dunia tinggal di perkotaan. Sementara itu laporan dari United Nations dan World Bank juga
menunjukkan perkembangan yang relative tinggi untuk penduduk di negara berkembang, dikatakan
dalam laporan tersebut bahwa pada tahun 2050, lebih dari 85 persen penduduk di dunia akan hidup
di negara berkembang dan 80 dari penduduk di negara berkembang tersebut akun hidup di perkotaan.
Makin meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan dikota-kota yang terjadi terus-menerus,
serta makin meluasnya areal masing-masing kota dan tidak terbendungnya proses urban sprawl kearah
luar masing-masing kota pada abad ini akan terlihat gejala yang sangat fenomenal, yaitu terjadinya
integrase keruangan antarkota dan menciptakan kota-kota besar yang kemudian dikenal dengan
megacities.
Adanya faktor penduduk dalam pertumbuhan kota ini harus segera disikapi dengan strategi
pengelolaan kota yang sesuai. Strategi pengelolaan kota terhadap pertambahan penduduk juga harus
disesuaikan dengan kerterkaitan antara fenomena-fenomena yang terjadi mulai dari urbanisasi, urban
sprawl, hingga megacities.
2.
3.
Bab II Pembahasan; berisi tentang pembahasan fenomena urbanisasi, urban sprawl, megacities
beserta pengelolaan kota dan studi kasusnya.
Bab III Penutup; berisi tentang kesimpulan dan daftar pustaka.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Urbanisasi
2.1.1 Pengertian Urbanisasi
Menurut KBBI, urbanisasi merupakan perpindahan penduduk secara berduyunduyun dari desa (kota kecil, daerah) ke kota besar (pusat pemerintahan): pembangunan desa
dapat membendung; perubahan sifat suatu tempat dr suasana (cara hidup dsb) desa ke
suasana kota. Sedangkan menurut Potter dan Lloyd-Evans (1998) mengatakan bahwa
urbanisasi lebih mengarah pada proses pembentukan kota.
Dari pengertian tersebut, urbanisasi sebenarnya tidak saja berwujud fisik dalam
bentuk adanya kota-kota, tertapi bisa dalam bentuk nonfisik misalnya perubahan dalam
gaya hidup. Bahkan ada banyak pihak yang mengatakan bahwa urbanisasi itu sebenernya
merupakan bagian dari urbanisme, yaitu sebuah pola pikir yang menempatkan kota sebagai
bagian penting dalam proses pembangunan dan perkembangan masyarakat.
Urbanisasi pada tataran yang lebih praktis sering kali diindikasikan dengan
pertambahan jumlah penduduk perkotaan, yakni penduduk yang mendiami atau tinggal di
kawasan perkotaan. Pendefinisian perkotaan sendiri bukanlah sesuatu yang diterima secara
universal, karena terdapat berbagai macam pendekatan. Di Amerika Serikat dikenal apa yang
disebut SMSA (Standart Metropolitan Statistical Area) sebagai dasar pengklasifikasian
perkotaan atau perdesaan. Negara-negara lain juga memiliki standar yang berbeda pula. Di
Indonesia, kriteria BPS tentang klasifikasi desa dan kota pada unit administratif desa atau
kelurahan yang umumnya digunakan sebagai patokan untuk menentukan sebuah area
tertentu menjadi kota atau nonkota.
Proses ketiga terjadi karena banyak manusia yang berpindah dari daerah non
perkotaan ke daerah perkotaan.
b. Faktor Ekonomi
Perpindahan penduduk dimana menimbulkan areal permukiman semakin luas
dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi yang dinamakan dengan urbanisasi. Fenomena
urbanisasi pada aspek ekonomi terlihat jelas bila kegiatan dari pertanian berubah
menjadi non-pertanian. Perubahan tersebut ditandai dengan
industrialisasi yang
yang merata disemua bagian luar kenampakan kota yang sudah ada, maka tahap berikutnya
akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang relatif kompak.
Tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap paling merugikan,
tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik.
Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengahtengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan pemerintah kota untuk membangun
prasarana-prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari.
eksisting tidak lagi sesuai dengan rencana awal guna lahan yang tercantum pada
Rencana Tata Ruang Kawasan.
2. Biaya dari penyediaan dan pelayanan fasilitas dan infrastruktur yang semakin mahal
karena ongkos kirimnya yang lebih mahal.
Hal ini disebabkan karena meningkatnya biaya pajak lokasi kawasan permukiman
yang semakin meluas dan menjauh, terpisah dari pusat kota. Sehingga pemerintah
lokalpun membutuhkan biaya yang ekstra untuk memperluas jaringan pelayanan
yang kemudian meningkatkan harga wajib pajak bagi masyarakat setempat.
3. Semakin berkurangnya ruang terbuka hijau dan lahan subur untuk pertanian serta
lahan sebagai habitat bagi makhluk hidup, selain manusia.
Para petani terkadang lebih memilih untuk menjual sawah mereka untuk
pengembangan perumahan oleh stakeholders dan meningkatkan persediaan
keuangan mereka untuk simpanan hari tua. Sedangkan kawasan lindung, yang
seharusnya memiliki peran untuk melindungi kawasan, serta habitat yang ada di
dalamnya, keberadaannya juga semakin menyempit karena mengalami perubahan
guna lahan, yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung dan perumahan untuk
kepentingan manusia. Perluasan kota dan masuknya penduduk kota ke daerah
pinggiran telah banyak mengubah tata guna lahan di daerah pinggiran terutama
yang langsung berbatasan dengan kota. Banyak daerah hijau yang telah berubah
menjadi permukiman dan bangunan lainnya (Bintarto, 1983).
10
7. Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya
konsumsi energi oleh manusia.
Semakin banyaknya penduduk yang tinggal di suatu kawasan maka semakin banyak
sumber daya yang dibutuhkan dari alam untuk pemenuhan kebutuhan mereka.
Semakin banyak juga pengeluaran / sisa buangan dari proses pengolahannya.
Sesuai dengan fungsi alam yang sebenarnya yaitu sebagai penyedia sumber daya,
sekaligus sebagai tempat penampungan limbah yang dihasilkan dari kegiatan
manusia tersebut. Oleh karena itu, selain menyebabkan peningkatan polusi dari
hasil sisa tersebut, ketersediaan dari energi dan sumber daya alam juga akan
semakin berkurang karena tingkat konsumsi dari manusia yang semakin tinggi pula.
2.3 Megacities
2.3.1 Pengertian Megacities
Megacities atau megapolis merupakan istilah lama yang berasal dari Bahasa Yunani,
artinya very large city yang pada masa dahulu dimaksudkan untuk sekelompok kota purba
di Semenanjung Peloponnese yang dirancang menjadi kota sangat besar (Tambunan, 2005).
Dari gagasan rencana pembangunan kota purba ini, dapat diambil pemahaman bahwa
Megacities dapat diartikan sebagai suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota
besar yang direncanakan secara bersama.
Sebuah megacities biasanya didefinisikan sebagai wilayah metropolitan dengan
populasi total lebih dari 10 juta jiwa. Sebuah megacities dapat berupa sebuah wilayah
metropolitan tunggal atau dua wilayah metropolitan atau lebih yang bergabung. Sebutan
konurbasi, metropolis dan metropleks juga digunakan untuk wilayah metropolitan lebih dari
satu.
11
Megacities terjadi ketika munculnya rasa kesatuan wilayah sehingga batas batas
administrasi terasa melebur sehingga ketika melakukan mobilitas jarak jauh didalam wilayah
megacities sudah dianggap biasa saja (tidak dianggap menjadi sebagai masalah), namun
ketika mobilitas dilakukan diluar wilayah megacities dengan jarak yang sama, itu akan
dianggap sebagai masalah.
Karena kepadatan penduduk yang tak terkendali dan kepadatan bangunan serta
tidak adanya lahan kosong untuk pembangunan lagi, maka terjadi perluasan area dimana
area tersebut digunakan sebagai pendukung dari kegiatan pusat kota agar dapat berkembang
lagi. Hal inilah yang menjadikan terbentuknya megacities pada wilayah perkotaan.
12
Urbanisasi
Megacities
Urban
Sprawl
Pada tahap urban sprawl sendiri memiliki ciri fisik, yaitu bertambah luasnya kawasan
terbangun suatu kota. Salah satu penyebab fenomena ini terjadi adalah karena terdapat
masyarakat yang memilih untuk tinggal di kawasan periphery dengan asumsi harga tanah yang
lebih murah dan kondisi lingkungan yang lebih baik. Seiring berjalannya waktu, proses urban
sprawl ini akan terus meluas sehingga wilayah kota akan bersinggungan dengan wilayah desa.
Ketika batas-batas administrasi mulai melebur karena kawasan periphery antara kota dan
desa-desa bersinggungan dan kawasan desa mengalami perubahan gaya hidup menuju gaya
hidup perkotaan, disinilah awal mula terbentuknya megacities. Salah satu ciri megacities yang
nyata adalah pada mudahnya aksesibilitas antarkawasan di wilayah megacities. Keterkaitan
antara tiga fenomena ini (urbanisasi, urban sprawl, dan megacities) akan semakin cepat
berlangsung saat adanya kemajuan sistem transportasi dan aksesibilitas. Misalnya, ketika seorang
yang berada di wilayah megacities ingin menuju ke suatu lokasi di wilayah megacities dengan jarak
dan waktu yang tidak pendek, dia tidak akan mengalami keengganan, sedangkan bila menuju
lokasi lain yang berada diluar wilayah megacities, walaupun dengan jarak dan waktu tempuh yang
sama, orang tersebut akan mengalami keengganan.
Pada tahap megacities ini, tidak menutup kemungkinan akan terjadi urbanisasi lagi dari
daerah diluar megacities menuju ke wilayah megacities. Urbanisasi ini tentunya juga akan
mengakibatkan proses urban sprawl lagi sehingga wilayah megacities akan semakin meluas
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES
13
dengan jumlah penduduk yang teus bertambah. Proses ini akan terus menerus terjadi dan
menjadi sebuah siklus. Bila dibiarkan secara terus menerus, akan mengakibatkan efek buruk yang
serius di aspek daya dukung lingkungan yang juga merembet ke masalah-masalah sosial yang
dapat
berujung
pada
pengendalian/pengembangan
necropolitan.
kota
yang
Untuk
itulah
berdasarkan
dibutuhkan
faktor
suatu
konsep
kependudukan
untuk
dapat
14
15
16
17
DAFTAR PUSTAKA
18