Anda di halaman 1dari 22

Urbanisasi, Urban

Sprawl dan Megacities


Mata Kuliah: Manajemen Perkotaan

Penulis :
Arimudin Nurtata

3612100005

Ahmad Ikhfan Efendi

3612100013

Rachman Adhi Nugroho

3612100014

Septiar Cahyo Purnomo

3612100053

Farida Kusuma Wardhani

3612100061

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Manajemen Perkotaan
yang berjudul Urbanisasi, Urban Sprawl dan Megacities dengan tepat waktu.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Tim Dosen mata kuliah Manajemen
perkotaan atas bimbingan dan ajarannya dan juga pihak - pihak lain yang telah membantu dan
memberi masukan kepada kami dalam menyelasaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya terutama kami
sebagai penulis.

Surabaya, Februari 2015

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................................


DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 1
1.3 Sistematika Penulisan.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 3
2.1 Urbanisasi ...................................................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Urbanisasi ............................................................................................................ 3
2.1.2 Latar Belakang Urbanisasi ...................................................................................................... 3
2.1.3 Dampak Urbanisasi................................................................................................................. 4
2.2 Urban Sprawl ................................................................................................................................. 5
2.2.1 Pengertian Urban Sprawl ....................................................................................................... 5
2.2.2 Latar Belakang Urban Sprawl ................................................................................................. 6
2.2.3 Tipe Urban Sprawl .................................................................................................................. 7
2.2.4 Dampak Urban Sprawl............................................................................................................ 9
2.3 Megacities ................................................................................................................................... 11
2.3.1 Pengertian Megacities .......................................................................................................... 11
2.3.2 Latar Belakang Megacities.................................................................................................... 11
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Megacities ................................................................................ 12
2.4 Keterkaitan Urbanisasi-Urban Sprawl-Megacities ...................................................................... 13
2.5 Konsep Pengembangan Kota karena Penduduk ......................................................................... 14
2.6 Studi Kasus .................................................................................................................................. 14
2.6.1 Fenomena Megacities .......................................................................................................... 14
2.6.2 Konsep Pengelolaan ............................................................................................................. 15
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

ii

2.6.3 Hasil Penerapan.................................................................................................................... 15


BAB III PENUTUP.................................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 18

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Perempatan Konsentris .......................................................................................................... 8
Gambar 2 Perembetan Memanjang........................................................................................................ 8
Gambar 3 Perembetan Meloncat............................................................................................................ 9
Gambar 4 Siklus keterkaitan urbanisasi, urban sprawl dan megacities ................................................ 13

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan
yang berkembang sangat pesat. Perkembangan dan pertumbuhan disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Menurut Sujarto (1989)
terdapat tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota
diantaranya yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusiam dan faktor pergerakan manusia.
Laporan dari The Comparative Urban Studies Project di Woldrow Wilson pada tahun 2006
menuliskan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk perkotaan di dunia dengan sangat berarti,
pada tahun 2000, 41 persen dari penduduk dunia tinggal di perkotaan, pada tahun 2005, 50 persen
penduduk dunia tinggal di perkotaan. Sementara itu laporan dari United Nations dan World Bank juga
menunjukkan perkembangan yang relative tinggi untuk penduduk di negara berkembang, dikatakan
dalam laporan tersebut bahwa pada tahun 2050, lebih dari 85 persen penduduk di dunia akan hidup
di negara berkembang dan 80 dari penduduk di negara berkembang tersebut akun hidup di perkotaan.
Makin meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan dikota-kota yang terjadi terus-menerus,
serta makin meluasnya areal masing-masing kota dan tidak terbendungnya proses urban sprawl kearah
luar masing-masing kota pada abad ini akan terlihat gejala yang sangat fenomenal, yaitu terjadinya
integrase keruangan antarkota dan menciptakan kota-kota besar yang kemudian dikenal dengan
megacities.
Adanya faktor penduduk dalam pertumbuhan kota ini harus segera disikapi dengan strategi
pengelolaan kota yang sesuai. Strategi pengelolaan kota terhadap pertambahan penduduk juga harus
disesuaikan dengan kerterkaitan antara fenomena-fenomena yang terjadi mulai dari urbanisasi, urban
sprawl, hingga megacities.

1.2 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang, adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.

Mengetahui pengertian urbanisasi, urban sprawl dan megacities

2.

Mengetahui keterkaitan antara urbanisasi, urban sprawl, dengan Megacities

3.

Mengetahui contoh sistem pengelolaan pertumbuhan kota karena pertambahan penduduk

1.3 Sistematika Penulisan


Untuk mencapai tujuan yang telah disampaikan sebelumnya, berikut merupkanan rumusan
sistematika penulisan pada makalah ini:
Bab I Pendahuluan; berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan.
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

Bab II Pembahasan; berisi tentang pembahasan fenomena urbanisasi, urban sprawl, megacities
beserta pengelolaan kota dan studi kasusnya.
Bab III Penutup; berisi tentang kesimpulan dan daftar pustaka.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Urbanisasi
2.1.1 Pengertian Urbanisasi
Menurut KBBI, urbanisasi merupakan perpindahan penduduk secara berduyunduyun dari desa (kota kecil, daerah) ke kota besar (pusat pemerintahan): pembangunan desa
dapat membendung; perubahan sifat suatu tempat dr suasana (cara hidup dsb) desa ke
suasana kota. Sedangkan menurut Potter dan Lloyd-Evans (1998) mengatakan bahwa
urbanisasi lebih mengarah pada proses pembentukan kota.
Dari pengertian tersebut, urbanisasi sebenarnya tidak saja berwujud fisik dalam
bentuk adanya kota-kota, tertapi bisa dalam bentuk nonfisik misalnya perubahan dalam
gaya hidup. Bahkan ada banyak pihak yang mengatakan bahwa urbanisasi itu sebenernya
merupakan bagian dari urbanisme, yaitu sebuah pola pikir yang menempatkan kota sebagai
bagian penting dalam proses pembangunan dan perkembangan masyarakat.
Urbanisasi pada tataran yang lebih praktis sering kali diindikasikan dengan
pertambahan jumlah penduduk perkotaan, yakni penduduk yang mendiami atau tinggal di
kawasan perkotaan. Pendefinisian perkotaan sendiri bukanlah sesuatu yang diterima secara
universal, karena terdapat berbagai macam pendekatan. Di Amerika Serikat dikenal apa yang
disebut SMSA (Standart Metropolitan Statistical Area) sebagai dasar pengklasifikasian
perkotaan atau perdesaan. Negara-negara lain juga memiliki standar yang berbeda pula. Di
Indonesia, kriteria BPS tentang klasifikasi desa dan kota pada unit administratif desa atau
kelurahan yang umumnya digunakan sebagai patokan untuk menentukan sebuah area
tertentu menjadi kota atau nonkota.

2.1.2 Latar Belakang Urbanisasi


Terdapat tiga faktor pendorong yang berpengaruh terhadap terjadinya proses
urbanisasi ini, yaitu:
a. Faktor Demografi
Terdapat tiga proses tumbuh dan berkembangnya kota (McGee, 1971), yaitu:

Perkembangan populasi, yang mengakibatkan terjadinya perluasan areal


permukiman. Permukiman yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai daerah
pedesaan kemudian diklasifikasikan kembali menjadi daerah perkotaan. Dengan
perkataan lain, yang terjadi adalah perubahan status suatu desa (lokalitas), dari
lokalitas rural menjadi lokalitas urban reklasifikasi (Firman dalam Soegijoko,
2005)
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

Peningkatan angka kelahiran jumlah penduduk perkotaan, sehingga populasi


keseluruhan penduduk perkotaan meningkat.

Proses ketiga terjadi karena banyak manusia yang berpindah dari daerah non
perkotaan ke daerah perkotaan.

b. Faktor Ekonomi
Perpindahan penduduk dimana menimbulkan areal permukiman semakin luas
dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi yang dinamakan dengan urbanisasi. Fenomena
urbanisasi pada aspek ekonomi terlihat jelas bila kegiatan dari pertanian berubah
menjadi non-pertanian. Perubahan tersebut ditandai dengan

industrialisasi yang

menyebabkan tingginya produktivitas dan efisiensi biaya. Dalam ekonomi, terdapat


komponen pendorong (push factor) dan komponen penarik (pull factor) dalam proses
urbanisasi. Perubahan niai tambah sektor sebagai faktor pendorong, sedangkan
industrialisasi serta akumulasi perkembangan pada kota kota yang berkembanag
menjadi penarik dalam proses ini.
c. Faktor Sosial
Keadaan sosial dalam fenomena urbanisasi ditandai dengan penyebaran gaya hidup
perkotaan. Gaya hidup tersebut antara lain sikap individualisme, konsumtif dan sensitif
dengan atribut perkembangan modern. Keadaaan sosial tersebut didorong dengan
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang berada di daerah perkotaan.

2.1.3 Dampak Urbanisasi


Fenomena urbanisasi memberikan dampak bagi daerah perdesaan maupun daerah
perkotaan. Urbanisasi memberikan peluang kerja yang lebih banyak terhadap penduduk usia
produktif di daerah perdesaan. Dengan peluang tersebut memberikan kehidupan yang lebih
baik bagi penduduk. Pada daerah perkotaan, mendapatkan sumber daya manusia yang cukup
melimpah dalam proses industrialisasi. Hal ini memberikan dorongan terhadap
perkembangan kota itu sendiri.
Urbanisasi dengan pengertian sebagai proses berubahnya perdesaan menjadi perkotaan
memberikan dampak negatif dilihat dari aspek lingkungan. Proses perkotaan tersebut
ditandai dengan industrialisasi yang mengelola sumber daya alam secara maksimal. Pada
daerah perdesaan dimana masih banyak tersedia sumber daya alam ketika mengalami proses
perubahan menuju perkotaan maka terjadi ekploitasi besar besaran. Hal ini menimbulkan
daya lingkungan semakin menurun untuk memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan.
Urbanisasi juga mempengaruhi keadaan sosial dari penduduk perdesaan. Penduduk
perdesaan yang semula memiliki nilai nilai berkembang di kalangannya akan berubah sesuai
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

perkembangan perkotaan. Perkotaan yang memiliki pengoptimalan produksi demi


mendapatkan hasil yang maksimal memberikan dampak individualisme pada penduduk.
Penduduk juga lebih konsumtif. Pada penduduk perdesaan yang mengalami perubahan
sistem sosial dimana banyak penduduk yang sudah terpengaruh gaya hidup perkotaan. Ini
membuat secara perlahan menghilangkan kearifan lokal penduduk perdesaan. Efek
urbanisasi daerah perkotaan juga sangat rumit. Penduduk yang sudah terpengaruh gaya
hidup perkotaan memiliki kebutuhan yang semakin meningkat di daerah perkotaan. Ini
membuat kebutuhan lapangan kerja yang meningkat tetapi penduduk perkotaan memiliki
kualitas yang berbeda sehingga timbul persaingan. Penduduk dengan kualitas yang rendah
menjadi penduduk terpinggirkan dan menjadi cikal bakal permasalahan kemiskinan di
perkotaan.
Tanpa disadari, urbanisasi juga merubah komposisi penduduk perdesaan maupun
perkotaan. Komposisi penduduk di perdesaan akan lebih didominasi oleh usia tidak produktif
akibat penduduk usia produktif berpindah ke daerah perkotaan. Bila dilihat dari pengertian
urbanisasi sebagai proses perubahan perdesaan menuju perkotaan memiliki dampak negatif
dalam aspek demografi. Penduduk akan lebih memaksimalkan usia produktif mereka
sehingga mereka menunda untuk meneruskan keturunan. Ini membuat usia non produktif
semakin tinggi dibandingkan usia produktif bila tidak dikendalaikan.

2.2 Urban Sprawl


2.2.1 Pengertian Urban Sprawl
Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan sebagai
sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai pergi, datang, atau tersebar secara
irregular (acak). Urban sprawl dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya
pemekaran kota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali suatu rencana. Peristiwa
pertumbuhan keluar area kota inipun semakin luas, hingga mencapai area perdesaan, yaitu
area yang awalnya memiliki jumlah populasi yang lebih rendah dibanding kota (Isnaeni,
2009).
Urban Sprawl menurut Yunus (2009) adalah proses perembetan kenampakan fisik
kekotaan kearah luar, sedangkan menurut Rosul (2008), urban sprawl atau dikenal dengan
pemekaran kota merupakan bentuk bertambah luasnya kota secara fisik. Dari pengertian
tersebut, dapat disimpulkan urban sprawl adalah proses pemekaran kota kearah luar secara
tidak terstruktur yang menyebabkan luasan kota bertambah.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

2.2.2 Latar Belakang Urban Sprawl


Dari waktu ke waktu, jumlah penduduk terus mengalami peningkatan. Terutama
jumlah penduduk perkotaan, yang terjadi karena kelahiran alami, maupun urbanisasi. Akibat
dari pertumbuhan penduduk tersebut, kebutuhan penduduk terhadap lahan untuk
permukiman, perkantoran, dan fasilitas sosial ekonomi lainnya ikut meningkat. Urban sprawl
ditandai adanya alih fungsi lahan yang ada di sekitar kota (urban periphery) mengingat
terbatasnya lahan yang ada di pusat kota. Fenomena ini terjadi saat suatu kota sedang
mengalami pertumbuhan, seriring dengan semakin bertambahnya penduduk.
Urban sprawl terjadi karena perilaku masyarakat yang lebih memilih tinggal di urban
periphery dengan asumsi harga lahan yang lebih terjangkau, udara yang belum tercemar
dibandingkan di pusat kota, dan kondisi lingkungan yang belum terlalu padat penduduk.
Namun karena pelayanan transportasi umum yang belum memadai, sehingga penduduk di
pinggiran kota cenderung menggunakan angkutan pribadi.
Menurut Lee (1979) dalam Yunus (2005), mengemukakan bahwa terdapat 6 (enam)
faktor yang mempunyai pengaruh kuat yang menyebabkan perkembangan urban sprawling
dan sekaligus akan mencerminkan variasi intensitas perkembangan ruang di daerah
pinggiran kota. Keenam faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor Aksesibilitas
Yang dimaksud aksesibilitas dalam hal ini adalah aksesibilitas fisikal yaitu tingkat
kemudahan suatu lokasi dapat dijangkau oleh berbagai lokasi lain. Pengukuran
aksesibilitas fisikal dapat dilaksanakan dengan menilai prasarana transportasi yang ada
bersama-sama dengan sarana transportasinya. Di daerah yang mempunyai nilai
aksesibilitas fisikal yang tinggi akan mempunyai daya tarik yang lebih kuat dibandingkan
dengan daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas fisikal yang rendah terhadap
penduduk maupun fungsi-fungsi kekotaan. Di bagian tertentu daerah pinggiran kota
yang masih didominasi oleh lahan pertanian, namun memliki nilai aksesibilitas fisikal
yang tinggi, proses konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian atau proses
pengurangan lahan pertanian akan berjalan jauh lebih cepat dibandingkan dengan
daerah-daerah pertanian dengan aksesibilitas fisikal yang lebih rendah.
2. Faktor Pelayanan Umum
Faktor pelayanan umum merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsifungsi kekotaan untuk datang kearahnya. Makin banyak jenis dan macam pelayanan
umum yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, maka makin besar daya tariknya
terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan.
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

3. Faktor Karakteristik Lahan


Lahan-lahan yang terbebas dari banjir, stabilitas tanahnya tinggi, topografi relatif datar
atau mempunyai kemiringan yang kecil, air tanah relatif dangkal, relief mikronya tidak
menyulitkan untuk pembangunan, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara
maupun tanah akan mempunyai daya tarik yang lebih besar terhadap penduduk
maupun fungsi-fungsi lain kekotaan dibandingkan dengan daerah-daerah yang memiliki
variabel karakteristik lahannya lebih rendah.
4. Faktor Karakter Pemilik Lahan
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa pemilik lahan yang mempunyai status
ekonomi lebih lemah mempunyai kecenderungan lebih kuat untuk menjual lahannya
dibanding dengan mereka yang mempunyai status ekonomi kuat.
5. Faktor Keberadaan Peraturan Tata Ruang
Diyakini sebagai salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap intensitas
perkembangan spasial di daerah pinggiran kota apabila peraturan yang ada dilaksanakan
secara konsisten dan konsekuen
6. Faktor Prakarsa Pengembang
Faktor ini mempunyai peranan yang kuat pula dalam mengarahkan pengembangan
spasial sesuatu kota. Oleh karena pengembang selalu menggunakan ruang yang cukup
luas maka keberadaan kompleks yang dibangun akan mempunyai dampak yang besar
pula terhadap lingkungan sekitar. Pada daerah tertentu yang mungkin sebelum dibeli
pengembang merupakan lahan dengan nilai ekonomis yang sangat rendah, setelah
dibeli dan dimanfaatkan oleh pengembang untuk kawasan permukiman elit dengan
prasarana dan sarana permukiman yang lengkap dan baik, maka daerah tersebut
menjadi sangat menarik pemukim-pemukim baru maupun bentuk kegiatan ekonomi.
Daerah semacam ini akan mempunyai akselerasi perkembangan spasial yang jauh lebih
cepat dibandingkan dengan daerah yang tidak dijamah oleh pengembang.

2.2.3 Tipe Urban Sprawl


Selanjutnya menurut Yunus (1999), secara garis besar ada tiga macam proses perluasan
kekotaan (urban sprawl), yaitu :
1. Perembetan Konsentris (Concentric Development/Low Density Continous Development)
Tipe pertama ini oleh Harvey Clark (1971) disebut sebagai low density, continous
development dan oleh Wallace (1980) disebut concentric development. Jadi ini merupakan
jenis perembetan areal kekotaan yang paling lambat. Perembetan berjalan perlahan-lahan
terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kota. Karena sifat perambatannya

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

yang merata disemua bagian luar kenampakan kota yang sudah ada, maka tahap berikutnya
akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang relatif kompak.

Gambar 1 Perempatan Konsentris

2. Perembetan Memanjang (Ribbon development/Linear Development/Axial Development)


Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal kekotaan di semua bagian
sisi-sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur
transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah ini
sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan.
Membumbungnya harga lahan pada kawasan ini telah memojokkan pemilik lahan pertanian
pada posisi yang sangat sulit. Makin banyaknya perubahan lahan pertanian ke lahan non
pertanian, makin banyaknya penduduk, makin banyaknya kegiatan non agraris. Tingginya
harga lahan dan makin banyak orang yang mau membeli telah memperkuat dorongan pemilik
lahan untuk meninggalkan kegiatannya dan menjualnya. Bagi masyarakat hasil penjualan
tanahnya diinvestasikan lagi pada lahan yang jauh dari kota sehingga memperoleh lahan
pertanian yang lebih luas.

Gambar 2 Perembetan Memanjang

3. Perembetan yang meloncat (Leap Frog Development/Checkerboard Development)

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

Tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap paling merugikan,
tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik.
Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengahtengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan pemerintah kota untuk membangun
prasarana-prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari.

Gambar 3 Perembetan Meloncat

2.2.4 Dampak Urban Sprawl


Urban sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik
seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun horizontal, bertambahnya jalan, tempat
parkir, maupun saluran drainase kota. Sedangkan di urban periphery nya terjadi alih fungsi lahan
menjadi built up area. Berikut ini adalah penjelasan dari dampak positif maupun negative dari urban
sprawl.
2.2.4.1 Dampak Positif
Fenomena urban sprawl ini memiliki dampak yang positif, yaitu menjadikan rumah
berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, akses
dari desa ke kota semakin mudah karena penambahan prasarana dan sarana yang menunjang
dari pemerintah sehingga akses menuju pusat kota semakin mudah dan pertumbuhan
penduduk di perkotaan dan perdesaan menyebabkan terjadinya aktivitas perekonomian
sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
2.2.4.2 Dampak Negatif
Selain dampak positif yang terjadi, terdapat pula dampak negatifnya, antara lain:
1. Morfologi kota yang semakin tidak teratur.
Akibat terjadinya pemekaran kota ke luar area yang tidak diawali dengan rencana
mengakibatkan morfologi kota menjadi tidak teratur. Terjadi banyak perubahan
penggunaan lahan di kawasan yang terkena urban sprawl tersebut. Kondisi

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

eksisting tidak lagi sesuai dengan rencana awal guna lahan yang tercantum pada
Rencana Tata Ruang Kawasan.

2. Biaya dari penyediaan dan pelayanan fasilitas dan infrastruktur yang semakin mahal
karena ongkos kirimnya yang lebih mahal.
Hal ini disebabkan karena meningkatnya biaya pajak lokasi kawasan permukiman
yang semakin meluas dan menjauh, terpisah dari pusat kota. Sehingga pemerintah
lokalpun membutuhkan biaya yang ekstra untuk memperluas jaringan pelayanan
yang kemudian meningkatkan harga wajib pajak bagi masyarakat setempat.

3. Semakin berkurangnya ruang terbuka hijau dan lahan subur untuk pertanian serta
lahan sebagai habitat bagi makhluk hidup, selain manusia.
Para petani terkadang lebih memilih untuk menjual sawah mereka untuk
pengembangan perumahan oleh stakeholders dan meningkatkan persediaan
keuangan mereka untuk simpanan hari tua. Sedangkan kawasan lindung, yang
seharusnya memiliki peran untuk melindungi kawasan, serta habitat yang ada di
dalamnya, keberadaannya juga semakin menyempit karena mengalami perubahan
guna lahan, yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung dan perumahan untuk
kepentingan manusia. Perluasan kota dan masuknya penduduk kota ke daerah
pinggiran telah banyak mengubah tata guna lahan di daerah pinggiran terutama
yang langsung berbatasan dengan kota. Banyak daerah hijau yang telah berubah
menjadi permukiman dan bangunan lainnya (Bintarto, 1983).

4. Kemacetan lalu lintas.

5. Terjadinya kesenjangan sosial karena adanya kawasan kumuh (slum) dan


permukiman liar (squatter settlement).
Daerah slum adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di
kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki
penghasilan sangat rendah, pendidikan rendah, dan lain sebagainya.

6. Pengembangan lahan untuk perumahan pada kawasan-kawasan yang sensitif


terhadap lingkungan juga potensial menimbulkan dampak pada peningkatan
limpasan air permukaan.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

10

7. Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya
konsumsi energi oleh manusia.
Semakin banyaknya penduduk yang tinggal di suatu kawasan maka semakin banyak
sumber daya yang dibutuhkan dari alam untuk pemenuhan kebutuhan mereka.
Semakin banyak juga pengeluaran / sisa buangan dari proses pengolahannya.
Sesuai dengan fungsi alam yang sebenarnya yaitu sebagai penyedia sumber daya,
sekaligus sebagai tempat penampungan limbah yang dihasilkan dari kegiatan
manusia tersebut. Oleh karena itu, selain menyebabkan peningkatan polusi dari
hasil sisa tersebut, ketersediaan dari energi dan sumber daya alam juga akan
semakin berkurang karena tingkat konsumsi dari manusia yang semakin tinggi pula.

2.3 Megacities
2.3.1 Pengertian Megacities
Megacities atau megapolis merupakan istilah lama yang berasal dari Bahasa Yunani,
artinya very large city yang pada masa dahulu dimaksudkan untuk sekelompok kota purba
di Semenanjung Peloponnese yang dirancang menjadi kota sangat besar (Tambunan, 2005).
Dari gagasan rencana pembangunan kota purba ini, dapat diambil pemahaman bahwa
Megacities dapat diartikan sebagai suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota
besar yang direncanakan secara bersama.
Sebuah megacities biasanya didefinisikan sebagai wilayah metropolitan dengan
populasi total lebih dari 10 juta jiwa. Sebuah megacities dapat berupa sebuah wilayah
metropolitan tunggal atau dua wilayah metropolitan atau lebih yang bergabung. Sebutan
konurbasi, metropolis dan metropleks juga digunakan untuk wilayah metropolitan lebih dari
satu.

2.3.2 Latar Belakang Megacities


Megacities merupakan suatu pola/karakter yang terbentuk pada suatu keadaan kot
adengan tingkat demografi tertentu, sehingga pada keadaan tersebut perlu dilakukan
integrasi tata ruang wilayah kota dengan wilayah sekitarnya (metropolitan dan mikropolitan)
guna menyesuaikan beban dengan daya dukung wilayah. Menurut Gotmann (1961, dalam
Yunus, 2006) mengemukakan bahwa gejala sebuah wilayah perkotaan menjadi Megacities
dodorong oleh banyak faktor, tetapi semuanya mengarah pada aktifitas ekonomi, demografi,
dan sosial. Faktor faktor tersebut akhirnya terkait dengan aspek tata guna lahan, mulai
tingkat komunitas, skala kota regional, nasional, bahkan global.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

11

Megacities terjadi ketika munculnya rasa kesatuan wilayah sehingga batas batas
administrasi terasa melebur sehingga ketika melakukan mobilitas jarak jauh didalam wilayah
megacities sudah dianggap biasa saja (tidak dianggap menjadi sebagai masalah), namun
ketika mobilitas dilakukan diluar wilayah megacities dengan jarak yang sama, itu akan
dianggap sebagai masalah.
Karena kepadatan penduduk yang tak terkendali dan kepadatan bangunan serta
tidak adanya lahan kosong untuk pembangunan lagi, maka terjadi perluasan area dimana
area tersebut digunakan sebagai pendukung dari kegiatan pusat kota agar dapat berkembang
lagi. Hal inilah yang menjadikan terbentuknya megacities pada wilayah perkotaan.

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Megacities


Fenomena megacities memberikan dampak bagi daerah pusat kota maupun daerah
periphery. Megacities memberikan akses yang lebih mudah terhadap aktivitas kegiatan
perekonomian di wilayah tersebut. Dengan kemudahan tersebut memberikan kehidupan
yang lebih banyak bagi orang orang yang tinggal di wilayah itu.
Megacities yang merupakan sebuah wilayah metropolitan tunggal atau dua wilayah
metropolitan atau lebih yang bergabung. Dalam hal ini akan memberikan dampak negatif
bagi kota yang menjadi pusat maupun bagi kota yang sebagai pemekaran dari terjadinya
megacities. Dampak negatif bisa dilihat dari beberbagai aspek. Dari segi aspek tata guna
lahan kota yang menjadi megacities biasanya menjadi padat.
Dari segi demografi, terjadi kepadatan penduduk yang tidak terkendali yang
menyebabkan banyakanya penganguran dan kesenjengan sosial. Dari segi ligkungan kota
megacities terjadi penurunan daya dukung lingkungan seperti peningkatang polusi udara,
penurunan kualitas air bersih, kerentanan bencana banjir cukup tinggi. Dengan menjadi
menurunya tingkat daya dukung lingkungan dan kepadatan jumlah penduduk yang tak
terkendali, hal ini akan menciptakan daerah permukiman kumuh. Sedangkan dari segi
ekonomi, kegiatan ekonomi yang berada pada wilayah pinggiran akan terjadi kesenjangan
dengan wilayah pada pusat kota.
Karena megacities lebih banyak dampak negatif daripada dampak positifnya. Tanpa
disadari perkembangan kota yang menjadi megacities baisanya akan menjadi necrocities
(kota yang menuju kehancuran). Karaena semakin lama kota yang berkembang menjadi
megacities tanpa adanya pengendalian yang bagus, itu akan menjadi semakin padat dan sulit
untuk di kembangkan.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

12

2.4 Keterkaitan Urbanisasi-Urban Sprawl-Megacities


Keterkaitan antara urbanisasi, urban sprawl dan megacities membentuk suatu siklus yang
berproses secara terus menerus. Dimulai dari terjadinya urbanisasi yang disebabakan dari faktor
demografi, ekonomi maupun faktor sosial. Perpindahan penduduk dari desa ke kota ini
mengakibatkan terjadinya peluapan jumlah penduduk kota yang melebihi kapasitas kota saat itu,
sehingga disini terjadilah proses pemekaran kota (urban sprawl).

Urbanisasi

Megacities

Urban
Sprawl

Gambar 4 Siklus keterkaitan urbanisasi, urban sprawl dan megacities

Pada tahap urban sprawl sendiri memiliki ciri fisik, yaitu bertambah luasnya kawasan
terbangun suatu kota. Salah satu penyebab fenomena ini terjadi adalah karena terdapat
masyarakat yang memilih untuk tinggal di kawasan periphery dengan asumsi harga tanah yang
lebih murah dan kondisi lingkungan yang lebih baik. Seiring berjalannya waktu, proses urban
sprawl ini akan terus meluas sehingga wilayah kota akan bersinggungan dengan wilayah desa.
Ketika batas-batas administrasi mulai melebur karena kawasan periphery antara kota dan
desa-desa bersinggungan dan kawasan desa mengalami perubahan gaya hidup menuju gaya
hidup perkotaan, disinilah awal mula terbentuknya megacities. Salah satu ciri megacities yang
nyata adalah pada mudahnya aksesibilitas antarkawasan di wilayah megacities. Keterkaitan
antara tiga fenomena ini (urbanisasi, urban sprawl, dan megacities) akan semakin cepat
berlangsung saat adanya kemajuan sistem transportasi dan aksesibilitas. Misalnya, ketika seorang
yang berada di wilayah megacities ingin menuju ke suatu lokasi di wilayah megacities dengan jarak
dan waktu yang tidak pendek, dia tidak akan mengalami keengganan, sedangkan bila menuju
lokasi lain yang berada diluar wilayah megacities, walaupun dengan jarak dan waktu tempuh yang
sama, orang tersebut akan mengalami keengganan.
Pada tahap megacities ini, tidak menutup kemungkinan akan terjadi urbanisasi lagi dari
daerah diluar megacities menuju ke wilayah megacities. Urbanisasi ini tentunya juga akan
mengakibatkan proses urban sprawl lagi sehingga wilayah megacities akan semakin meluas
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

13

dengan jumlah penduduk yang teus bertambah. Proses ini akan terus menerus terjadi dan
menjadi sebuah siklus. Bila dibiarkan secara terus menerus, akan mengakibatkan efek buruk yang
serius di aspek daya dukung lingkungan yang juga merembet ke masalah-masalah sosial yang
dapat

berujung

pada

pengendalian/pengembangan

necropolitan.
kota

yang

Untuk

itulah

berdasarkan

dibutuhkan
faktor

suatu

konsep

kependudukan

untuk

mengurangi/menanggulangi dampak buruk dari urbanisasi, urban sprawl dan megacities.

2.5 Konsep Pengembangan Kota karena Penduduk


Konsep pengelolaan pertumbuhan kota terhadap pertambahan penduduk

dapat

difokuskan terhadap empat topik yaitu:


1. Strategi spasial untuk mengatasi perkembangan megacities yang tidak terkendali
2. Kebijakan Pemerintah kota berkaitan dengan lahan
3. Kebijakan pemerintah kota berkaitan dengan pelayanan umum
4. Kebijakan pemerintah kota berkenaan dengan pengembangan institusi
Pada negara berkembang menggunakan strategi spasial tertentu untuk memperlambat
perkembangan spasial yang begitu cepat.

2.6 Studi Kasus


2.6.1 Fenomena Megacities
Di China kehidupan kota dan perdesaan saling terintegrasi, dimana semakin majunya
sistem transportasi meningkatkan mobilitas penduduk perdesaan. Semula penduduk
perdesaan hanya menggantungkan hidupnya semata-mata pada pertanian, adanya
kemudahan dalam aksesibilitas membukakan peluang bekerja di luar sektor pertanian.
mudahnya menjagkau kota-kota terdekat, telah meningkatkan banyaknya commuters dari
daerah perdesaan di sekitar kota besar ke kota besar untuk bekerja di sektor urban.
Dari segi sosial-ekonomi, pandangan petani yang ada disana ingin menyekolahkan anakanaknya di kota-kota untuk mencapai tataran pendidikan yang lebih tinggi dengan harapan
bahwa anak-anak petani tersebut mencapai tataran status ekonomi yang lebih baik dari orang
tuanya. Selain itu, sama seperti yang terjadi di Asia dimana adanya anggapan bahwa kehidupan
kekotaan terlihat lebih menjanjikan untuk tataran kehidupan yang lebih baik.
Fenomena diatas telah berkembang menjadi suatu kompleks jaringan kekotaan yang
besar terlihat lembah Sungai Yang tze Kiang (Ginsburg, 1997). Keterkaitan antara kota-kota
besar dan kota-kota satelit yang lebih kecil serta daerah suburban hampir mirip dengan apa
yang terjadi di kota-kota di Amerika Serikat, hanya saja daerah-daerah antara yang ada di China
ini lebih padat penduduknya dengan suasana kehidupan perdesaan yang lebih kental.
URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

14

2.6.2 Konsep Pengelolaan


Konsep manajemen kota yang diterapkan di China adalah dengan adanya kebijakan
industrialisasi perdesaan yang berbasis pertanian (rural industries). Konsep ini mengubah
wajah daerah perdesaan menjadi semi kekotaan sejalan dengan meningkatnya penghasilan
dan standard kehidupan penduduknya, khususnya di daerah-daerah perdesaan yang
berdekatan dengan kota-kota besar.

2.6.3 Hasil Penerapan


Model ini menjelaskan bahwa perkembangan daerah ini diawali oleh perbaikan sistem
transportasi yang baik dan menghubungkan kota-kota di bagian ini. Mobilitas barang, orang
dan jasa menjadi semakin baik sehingga pemasaran produk wilayah daoat dilakukan dengan
lancar ke luar daerah. Peningkatan pendapatan petani-petani dari sektor agrikultur terlihat
signifikan dan mampu membayai perkembangan industri di wilayahnya, di samping itu
ketrampilan dan pendidikan keluarga petani juga semakin meningkat sehingga dapat bekerja
pula di luar usaha pertanian di kota-kota terdekat pada sektor industri.
Kota Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia mempunyai daya tarik yang
sangat besar bagi pendatang-pendatang dari kota-kota lain maupun dari perdesaan di seluruh
Indonesia. Hal ini mengakibatkan tingkat pertambahan penduduknya menjadi sedemikian
tinggi di bandingkan dengan kota-kota lain maupun tingkat pertambahan penduduk regional
atau nasional. Pertambahan penduduk yang sangat pesat dan semakin lama diperkirakan
semakin besar akibatnya berdampak pada keruangan. Adanya perembetan kenampakan
spasial kekotaannya yang bergerak secara horizontal sentrifugal karena pertambahan
permukiman maupun bentuk-bentuk pemanfaatan lahan non-agraris. Jakarta mempunyai
kesempatan berkembang secara spasial ke segala arah yang seimbang, namun adanya
pembatas tubuh perairan di bagian utara maka pada bagian tersebut jelas terganggu.
Wilayah Debok dan Cibaning yang terletak di daerah pinggiran kota Jakarta bagian
selatan yang semula mempunyai kepadatan penduduk yang rendah semakin lama semakin
tinggi karena makin banyak pendatang baik penduduk maupun fungsi-fungsi kekotaan menuju
bagian ini. Ekor dari fenomena yang terjadi pada kota Jakarta dan kota-kota di sekitarnya
hampir sama dengan yang terjadi pada China. Namun terdapat pengelolaan kota yang berbeda
dalam menanggapi fenomena tersebut.
Konsep manajemen kota yang diterapkan di Jakarta adalah dengan menggunakan
polycentric strategy. Strategi polisentris merupakan suatu upaya untuk menciptakan pusatpusat kegiatan baru sehingga perkembangan spasial tidak hanya tertumpu pada satu kota saja.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

15

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
1. Urbanisasi merupakan suatu fenomena yang terjadi dimana suatu daerah perdesaan berubah
menjadi daerah perkotaan. Ini bisa dipengaruhi oleh 3 faktor antara lain faktor penduduk,
faktor ekonomi, dan faktor sosial. Urbanisasi dimulai dengan perkembangan populasi yang bisa
dilihat dengan penyediaan area permukiman yang semakin besar. Kemudian adanya
peningkatan angka kelahiran alamiah serta adanya perpindahan. Urbanisasi memberikan
dampak bagi daerah perdesaan maupun daerah perkotaan. Dampak yang paling mencolok
adalah jumlah penduduk di daerah perkotaan yang semakin meningkat sehingga mendorong
perkembangan kota. Namun daerah perkotaan juga menghadapi tantangan untuk
mengendalikan jumlah penduduk tersebut agar tidak mengalami kelebihan kapasitas kota.
2. Urban sprawl adalah proses pemekaran kota kearah luar secara tidak terstruktur yang
menyebabkan luasan kota bertambah. Terdapat 6 (enam) faktor yang mempunyai pengaruh
kuat yang menyebabkan perkembangan urban sprawling, yaitu aksesibilitas, pelayanan umum,
karakteristik lahan, karakter pemilik lahan, keberadaan peraturan tata ruang dan prakarsa
pengembang.
3. Megacities dapat diartikan sebagai suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota
besar yang direncanakan secara bersama. Megacities terjadi ketika munculnya rasa kesatuan
wilayah sehingga batas batas administrasi terasa melebur sehingga ketika melakukan mobilitas
jarak jauh didalam wilayah megacities sudah dianggap biasa saja (tidak dianggap menjadi
sebagai masalah), namun ketika mobilitas dilakukan diluar wilayah megacities dengan jarak
yang sama, itu akan dianggap sebagai masalah.
4. Urbanisasi, urban sprawl dan megacities merupakan suatu siklus perkembangan kota
berdasarkan penduduknya yang membutuhkan suatu pengendalian/manajemen agar kota
tersebut tetap mampu menampung penduduknya dengan layak.
5. Konsep pengelolaan pertumbuhan kota terhadap pertambahan penduduk dapat difokuskan
terhadap empat topik yaitu:

Strategi spasial untuk mengatasi perkembangan megacities yang tidak terkendali

Kebijakan Pemerintah kota berkaitan dengan lahan

Kebijakan pemerintah kota berkaitan dengan pelayanan umum

Kebijakan pemerintah kota berkenaan dengan pengembangan institusi.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

17

DAFTAR PUSTAKA

Arianto, L. A. (2011). Teori rancang Kota Berkelanjutan. Semarang: Universitas Diponegoro.


Handoyo, E. (2015, 02 20). Kajian Mengenai Urban Sprawl. Diambil kembali dari Urban Sprawl:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27030/4/Chapter%20II.pdf
Jasilah, N. (2015, Februari 22). Fenomena Urban Sprawl, Sadarkah Anda? Diambil kembali dari
academia.ecu:
https://www.academia.edu/9857729/Fenomena_Urban_Sprawl_Sadarkah_Anda
Jimbon. (2015, Februari 23). Konsep Mega Politan sudah Ketinggalan Zaman. Diambil kembali dari
Kompas:
http://megapolitan.kompas.com/read/2009/10/10/07184663/Konsep.Megapolitan.Sudah.K
etinggalan.Zaman
Rahmi, D. (2015, 2 22). Urban Sprawl dan Lingkungan. Diambil kembali dari Urban Sprawl dan
Lingkungan: https://debbyrahmi.wordpress.com/2012/12/11/urban-sprawl-dan-lingkungan/
Setyono, J. S. (2007). Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Semarang: Universitas Diponegoro.
Wikipedia. (2015, 2 20). Megakota. Diambil kembali dari Megakota-Wikipedia Bahasa Indonesia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Megakota
Yunus, H. S. (2006). Megapolitan: Konsep, Problematika dan Prospek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

URBANISASI, URBAN SPRAWL DAN MEGACITIES

18

Anda mungkin juga menyukai