LBP
Panjang kapal yang diukur dari garis tegak yang ditarik dari sumbu poros
kemudi (Ap) sampai dengan garis tegak yang ditarik dari perpotongan antara
garis air sarat muatan penuh dengan linggi haluan kapal (Fp).
Dalam bentuk gambar, definisi dari panjang kapal ini dapat dilihat seperti pada
gambar dibawah ini :
Dalam bentuk gambar, definisi dari tinggi kapal ini dapat dilihat seperti pada gambar
dibawah ini :
Vd
Jarak rata-rata yang ditempuh olah kapal untuk setiam satu jam pelayaran.
Vek
BAB II
PROSES PERENCANAAN BENTUK KAPAL
( TUGAS GAMBAR RENCANA GARIS )
Beberapa dasar teori dalam proses perencanaan bentuk lambung kapal (tugas
rencana garis) telah banyak dijelaskan antara lain dengan metode dari Scheltema,
NSP, Ship geometri dan lain-lain. Tetapi pada dasarnya teknik dalam perencanaan
bentuk lambung ini berdasarkan kriteria dari kapal yang diinginkan, yaitu dalam
kategori cepat, sedang atau lambat. Berdasarkan data ukuran utama yang telah
ditentukan, selanjutnya akan dilakukan proses perencanaan bentuk badan kapal
dengan urutan sebagai berikut :
dimana : fn
Vs
g .L
= froude number
Vs
Volume ..carena
LxBxT
Cb
( Poehls)
Cb
= 1,00 - 0,23
Cb
= 1,00 - 1,41
Cb
= 1,00 - 1,26
Cb
= 1,34 - 3,0
(Smith)
L
V
(Ayre)
g.L
1
L
(Telfer)
g .L
(Tomita)
g.L
Cb
= 1,036 - 1,46
Cb
3,116 - 10,15
untuk V 0,24
g.L
g.L
V
g.L
untuk V
g.L
0,24
(Yamagata)
(Yamagata)
Selain itu dapat juga dicari dengan pendekatan melalui suatu grafik seperti yang
diberikan oleh metode NSP.
Luas midship
B xT
Cm = 0,9 + 0,1.Cb
(Van Lammeren)
Cm = 1,006 0,0056.Cb-3,56
(Kerlen)
Cm =
1
1 (1 Cb) 3, 5
(HSVA, linienatlas)
Cm = 0,925
(Taylor, standar)
Selain itu dapat juga dicari dengan pendekatan melalui suatu grafik seperti yang
diberikan oleh metode NSP.
Volume displacement
L x Ax
= C - 0,276
V
L
dengan
C (1,04 ~ 1,115)
(Tomita)
Selain itu dapat juga dicari dengan pendekatan melalui suatu grafik seperti yang
diberikan oleh metode NSP.
1 2.Cb
3
(Schneekluth)
pedoman
dalam
perencanaan
bentuk
penampang
kapal.
Dalam
Metode NSP
Metode Scheltema
Metode A. Hamplin
10
11
Gambar 2.10. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
2.2.2. Perencanaan kurva CSA dengan metode Scheltema.
Dari rumus pendekatan matematis perhitungan koefisien-koefisien kapal seperti
diatas, akan diperoleh masing-masing besarnya koefisien bentuk kapal, koefisien
midship, koefisien garis air dan koefisien prismatic kapal serta besarnya pusat titik
tekan kapal terhadap midship. Dengan menggunakan metode scheltema, dari harga
koefisien prismatic kapal yang diperoleh akan dihitung pula masing-masing besarnya
koefisien prismatic depan (f) dan koefisien prismatic belakang (a) dengan rumus
sebagai berikut :
f = Cp + ( 1,4 + Cp ) x e
a = Cp - ( 1,4 + Cp ) x e
dimana : e = perbandingan pusat titik tekan memanjang terhadap midship dengan
panjang kapal ( lcb / Lpp )
Dari harga f dan a yang diperoleh, dengan menggunakan diagram scheltema pada
gambar 2.11 dan 2.12, akan diperoleh besarnya prosentase luasan dari tiap-tiap
station terhadap luas midship.
12
Gambar 2.13. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
2.2.3. Perencanaan kurva CSA dengan metode A. Hamlin.
Dari rumus pendekatan matematis perhitungan koefisien-koefisien kapal seperti
diatas, akan diperoleh masing-masing besarnya koefisien bentuk kapal, koefisien
midship, koefisien garis air dan koefisien prismatic kapal serta besarnya pusat titik
tekan kapal terhadap midship. Dengan menggunakan metode A. Hamlin, dari harga
koefisien prismatic dan pusat titik tekan kapal yang diperoleh, dengan menggunakan
gambar (2.14) akan diperoleh masing-masing besarnya harga koefisien prismatic
depan (f) dan belakang (a).
15
Gambar 2.16. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
2.3. Perencanaan Shape Control.
Disain
shape control
serta mengkontrol
16
Bidang X Y.
Proses perencanaan dilakukan berdasarkan luasan geladak yang disediakan
untuk peletakan peralatan-peralatan diatas geladak serta kemungkinan muatan
diatasnya. Ketentuan perencanaan lebar geladak yang diberikan secara umum
dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Bidang Y Z.
Proses perencanaan bentuk kelengkungan geladak pada arah melintang kapal
(Chamber) yang dilakukan berdasarkan fungsinya untuk menambah kekuatan
melintang geladak serta mengalirkan air diatas geladak dari tengah galadak
ketepi geladak. Ketentuan perencanaan tinggi kelangkungan geladak pada
arah melintang yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada
gambar berikut :
Bidang X Z.
Proses perencanaan bentuk kelengkungan geladak pada arah memanjang
kapal (Sheer) yang dilakukan berdasarkan fungsinya untuk menambah
kekuatan memanjang geladak serta memperkecil batasan tinggi lambung
timbul (H-T). Ketentuan perencanaan tinggi kelangkungan geladak pada arah
memanjang yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada rumus
berikut :
17
Midship
Fp
B.CK
L
4 .Cb 2
2,3299.(1 Cm ).B.T
= Lebar kapal
= Panjang kapal
Dalam merencanakan bentuk linggi buritan ini, perlu adanya batas toleransi
ruangan kosong antara linggi buritan tersebut dengan bidang kerja propeller. Hal
ini diharapkan agar daya dorong yang dihasilkan oleh kerja propeller tersebut
bisa optimum. Dengan menggunakan rule dari Det Norske Veritas (DNv),
diperoleh besarnya clearence tersebut sebagai berikut :
Gambar 2.22. Clearence antara linggi buritan dengan bidang propeller kapal.
2.3.4. Perencanaan bentuk haluan kapal (stem).
Dalam merencanakan bentuk linggi haluan kapal yang sesuai, tentunya akan
sangat tergantung dari ukuran kapal terutama kecepatan kapal. Untuk kapal
dengan ukuran besar, cenderung menggunakan bulbous bow, sedangkan untuk
kapal-kapal kecil cenderung tanpa menggunakan bulbous bow. Penentuan
bulbous bow ini ditentukan oleh besarnya froud number (fn) dari kapal tersebut.
Adapun ketentuan pemakaian bulbous bow tersebut dapat dilihat sebagai berikut
(Marin, 95) :
Gambar 2.23. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis I.
Gambar 2.24. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis II.
Sedangkan ketentuan dalam perencanaan linggi haluan kapal yang tanpa
menggunakan bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
21
Gambar 2.26. Perbandingan bentuk CSA kapal yang tanpa bulbous bow
dan menggunakan bulbous bow.
22
Panjang pararel middle body dari perencanaan garis air muat penuh
Sebagai contoh bentuk dari sisi flat kapal adalah sebagai berikut :
Salah satu factor dalam menentukan besarnya sudut masuk garis air adalah besarnya
koefisien prismatic depan (Cpf) kapal. Adapun hubungan antara besarnya sudut
masuk garis air dengan koefisien prismatic depan kapal menurut Intreehek Van De
Lastlun dapat ditunjukkan seperti dalam gambar 2.26 :
23
Gambar 2.28. Grafik penentuan besarnya sudut masuk garis air muat kapal.
Hasil dari perencanaan bentuk garis air muat ini, nantinya harus dilakukan
pemeriksaan luasan dari bentuk yang direncanakan dibandingkan dengan hasil
perhitungan Awl = L x B x Cwl. Bentuk yang direncanakan dapat diterima jika
besarnya perbedaan hasil pemerikasaan kurang dari 0,5 %. Adapun contoh bentuk
perencanaan garis air muat kapal dapat dilihat seperti gambar berikut :
Panjang forecastle
: ( 5 ~ 8 )% Lpp
Panjang poop
: ( 20 ~ 22 )% Lpp
Sudut haluan
: ( 8 ~ 12 )0
: 0,35. T
Gambar garis tegak dengan jarak sebesar A/2T diukur dari garis
sumbu.
Tentukan ordinat pada garis air sebesar setengah lebar kapal pada
station yang bersangkutan diukur dari garis sumbu penampang kapal.
Dengan berpedoman dari titik-titik ordinat diatas dan dibantu bentuk gambar shape
kontrol yang telah direncanakan, rencanakan bentuk penampang tersebut dengan
menggunakan referensi dari bentuk kapal pembanding. Sebagai pengontrol awal dari
hasil yang direncanakan dapat diketahui dari besarnya luasan arsiran yang sama
antara sisi kiri dan kanan dari garis tegak A/2T, seperti pada gambar berikut :
memanjang vertikal untuk jarak tertentu dari garis sumbu penempang kapal (sheer
plan), seperti pada gambar 2.28 ~ gambar 2.30 dibawah :
26
27
28
29
30