Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENENTUAN UKURAN UTAMA KAPAL.


Dalam pemilihan / penentuan ukuran utama ini, mahasiswa diberikan data ukuran
utama kapal untuk tipe kapal tertentu, dan masih dimungkinkan mahasiswa
menentukan sendiri ukuran utama kapal serta tipe kapal yang dikehendaki. Data
ukuran utama kapal yang diperlukan untuk dapat dibuat rencana bentuk badan
kapalnya (gambar rencana garis), minimal terdiri dari :
1.1. Panjang Kapal.
Definisi panjang kapal dalam pembuatan gambar rencana garis dikenal ada beberapa
istilah yang meliputi :

LBP

: Length Between Perpendiculars, yaitu

Panjang kapal yang diukur dari garis tegak yang ditarik dari sumbu poros
kemudi (Ap) sampai dengan garis tegak yang ditarik dari perpotongan antara
garis air sarat muatan penuh dengan linggi haluan kapal (Fp).

LWL : Length of Water Line, yaitu


Panjang kapal yang diukur dari garis tegak yang ditarik dari perpotongan
antara garis air sarat muatan penuh dengan linggi buritan kapal sampai
dengan garis tegak yang ditarik dari perpotongan antara garis air sarat muatan
penuh dengan linggi haluan kapal (Fp) atau merupakan panjang garis air pada
sarat muatan penuh.

LOA : Length Over All, yaitu


Panjang kapal yang diukur dari garis tegak yang ditarik dari bagian badan
kapal yang paling belakang sampai dengan bagian badan kapal yang paling
depan atau merupakan panjang keseluruhan badan kapal.

Dalam bentuk gambar, definisi dari panjang kapal ini dapat dilihat seperti pada
gambar dibawah ini :

Gambar 2.1. Definisi penentuan ukuran panjang kapal.


1.2. Lebar Kapal.
Definisi lebar kapal dalam pembuatan gambar rencana garis dikenal dengan istilah
Breadth moulded yaitu lebar terbesar kapal (tidak termasuk kulit) yang diukur pada
bagian tengah kapal.
Dalam bentuk gambar, definisi dari lebar kapal ini dapat dilihat seperti pada gambar
dibawah ini :

Gambar 2.2. Definisi penentuan ukuran lebar kapal.


1.3. Tinggi Kapal.
Definisi tinggi kapal dalam pembuatan gambar rencana garis dikenal dengan istilah
depth moulded (tinggi moulded) yaitu tinggi kapal yang diukur dari garis dasar (base
line) sampai dengan sisi geladak kapal pada bagian tengah kapal.

Dalam bentuk gambar, definisi dari tinggi kapal ini dapat dilihat seperti pada gambar
dibawah ini :

Gambar 2.3. Definisi penentuan ukuran tinggi kapal.


1.4. Sarat Kapal.
Definisi sarat kapal dalam pembuatan gambar rencana garis adalah garis tegak yang
diukur dari garis dasar (base line) sampai dengan tinggi garis air. Untuk sarat
maksimum berarti jarak tegak dari garis dasar sampai dengan tinggi air muatan
penuh pada bagian tengah kapal.
Dalam bentuk gambar, definisi dari panjang kapal ini dapat dilihat seperti pada
gambar dibawah ini :

Gambar 2.4. Definisi penentuan ukuran sarat kapal.

1.5. Kecepatan Dinas (rata-rata) kapal.


Definisi kecepatan kapal adalah jarak yang ditempuh kapal (mill) untuk setiap jam
pelayaran (mill / jam = knots). Beberapa istilah kecepatan yang dipakai dalam bidang
kapal meliputi :

Vd

: Kecepatan dinas, yaitu

Jarak rata-rata yang ditempuh olah kapal untuk setiam satu jam pelayaran.

Vmax : Kecepatan maksimum, yaitu


Kecepatan terbesar yang mampu dicapai oleh kapal untuk daya mesin yang
tersedia.

Vek

: Kecepatan ekonomis, yaitu

Besarnya kecepatan tertentu dimana pada kecepatan tersebut, pemakaian


bahan bakar adalah yang paling optimum/ekonomis.

BAB II
PROSES PERENCANAAN BENTUK KAPAL
( TUGAS GAMBAR RENCANA GARIS )
Beberapa dasar teori dalam proses perencanaan bentuk lambung kapal (tugas
rencana garis) telah banyak dijelaskan antara lain dengan metode dari Scheltema,
NSP, Ship geometri dan lain-lain. Tetapi pada dasarnya teknik dalam perencanaan
bentuk lambung ini berdasarkan kriteria dari kapal yang diinginkan, yaitu dalam
kategori cepat, sedang atau lambat. Berdasarkan data ukuran utama yang telah
ditentukan, selanjutnya akan dilakukan proses perencanaan bentuk badan kapal
dengan urutan sebagai berikut :

Penentuan koefisien kapal.

Perencanaan Curve Sectional Area (CSA).

Perencanaan Shape Control.

Perencanaan bentuk body plan.

Perencanaan bentuk Waterplan.

Perencanaan bentuk sheerplan.

2.1. PENENTUAN KOEFISIEN KAPAL.


Jenis-jenis koefisien kapal ini meliputi koefisien bentuk (Cb), koefisien
midship (Cm), koefisien prismatic (Cp) serta koefisien garis air (Cwl). Besarnya
koefisien-koefisien ini akan sangat mempengaruhi dari bentuk kapal yang
direncanakan. Penentuan besarnya koefisien kapal ini tergantung pada harga froude
number dari kapal tersebut. Besarnya harga froude number ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
fn

dimana : fn

Vs
g .L

= froude number

Vs

= kecepatan kapal (m/det)

= percepatan grafitasi (m/det2)

= panjang kapal (m)

Koefisien bentuk / koefisien block (Cb).


Koefisien bentuk kapal sangat berpengaruh terhadap besarnya daya apung yang
disediakan oleh badan kapal yang tercelup didalam air serta besarnya tahanan
kapal. Semakin besar koefisien kapalnya, untuk ukuran utama kapal yang sama,
akan semakin besar pula besarnya daya apung yang disediakan serta besarnya
tahanan kapal yang dialami. Secara umum definisi dari koefisien bentuk kapal
adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh badan kapal yang tercelup
(volume carena) dibanding dengan volume kotak yang melingkupinya (lihat
gambar 2.5). Dalam bentuk matematis koefisien ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Cb

Volume ..carena
LxBxT

Gambar 2.5. Pengertian koefisien bentuk kapal.


Untuk menentukan besarnya koefisien bentuk kapal ini, secara matematis dapat
dilakukan dari berbagai cara pendekatan yang ada sebagai berikut :
2,1
Vd 0, 4

Cb

( Poehls)

Cb

= 1,00 - 0,23

Cb

= 1,00 - 1,41

Cb

= 1,00 - 1,26

Cb

= 1,34 - 3,0

(Smith)

L
V

(Ayre)

g.L

1
L

(Telfer)

g .L

(Tomita)

g.L

Cb

= 1,036 - 1,46

Cb

3,116 - 10,15

untuk V 0,24
g.L
g.L
V
g.L

untuk V

g.L

0,24

(Yamagata)

(Yamagata)

Selain itu dapat juga dicari dengan pendekatan melalui suatu grafik seperti yang
diberikan oleh metode NSP.

Koefisien midship (Cm).


Koefisien midship kapal berkaitan dengan bentuk penampang melintang kapal.
Semakin besar koefisien midship kapal, dengan ukuran utama kapal yang sama,
besarnya penampang melintang bagian tengah kapal semakin besar (radius bilga
semakin kecil), namun panjang pararel middle body kapal akan semakin kecil
(hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada proses pembuatan CSA). Secara umum
definisi dari koefisien midship kapal adalah besarnya luas penampang tengah
kapal (sampai sarat kapal) dibanding dengan luas kotak yang melingkupinya
(lihat gambar 2.6). Dalam bentuk matematis koefisien ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Cm

Luas midship
B xT

Gambar 2.6. Pengertian koefisien midship kapal.


Untuk menentukan besarnya koefisien midship kapal ini, secara matematis dapat
dilakukan dari berbagai cara pendekatan yang ada sebagai berikut :

Cm = 0,9 + 0,1.Cb

(Van Lammeren)

Cm = 1,006 0,0056.Cb-3,56

(Kerlen)

Cm =

1
1 (1 Cb) 3, 5

(HSVA, linienatlas)

Cm = 0,925

(Taylor, standar)

Selain itu dapat juga dicari dengan pendekatan melalui suatu grafik seperti yang
diberikan oleh metode NSP.

Koefisien prismatic (Cp).


Koefisien prismatic berkaitan dengan besarnya koefisien midship kapal dengan
besarnya volume daya apung yang disediakan oleh badan kapal yang tercelup.
Dalam metode perhitungan besarnya tahanan kapal, besarnya koefisien prismatic
yang semakin kecil, untuk ukuran utama kapal yang sama, mengindikasikan
semakin kecil pula besarnya tahanan kapal. Secara matematis hubungan
koefisien prismatic dengan koefisien midship kapal, dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Cp

Volume displacement
L x Ax

Gambar 2.7. Pengertian koefisien prismatik kapal.


Untuk menentukan besarnya koefisien prismatik kapal ini, secara matematis
dapat dilakukan dari berbagai cara pendekatan yang ada sebagai berikut :
Cp

= C - 0,276

V
L

dengan

C (1,04 ~ 1,115)

(Tomita)

Selain itu dapat juga dicari dengan pendekatan melalui suatu grafik seperti yang
diberikan oleh metode NSP.

Koefisien garis air (Cwl).


Koefisien garis air sangat berpengaruh terhadap besarnya stabilitas kapal. Untuk
mendapatkan derajat stabilitas kapal yang diinginkan, biasanya menggunakan
koefisien garis air yang besar. Namun besarnya koefisien garis air ini sangat
tergantung pada besarnya koefisien bentuk kapal serta bentuk penampang yang
akan kita rencanakan ( secara lebih jelas lihat penjelasan dalam perencanaan
bentuk penampang kapal ). Dalam bentuk matematis koefisien ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Cwl

Luas garis air


LxB

Gambar 2.8. Pengertian koefisien garis air kapal.


Untuk menentukan besarnya koefisien prismatik kapal ini, secara matematis
dapat dilakukan dari berbagai cara pendekatan yang ada sebagai berikut :
Cwl

1 2.Cb
3

(Schneekluth)

Disamping itu, penentuan besarnya koefisien-koefisien kapal dapat juga dicari


melalui tabel hubungan antara nilai froude number (fn) dengan nilai koefisien
kapal berdasarkan ketentuan dari Lindblad dan Todd, serta pendekatan dengan
menggunakan diagram NSP seperti pada lampiran.
2.2. PERENCANAAN CURVE SECTIONAL AREA.
Curve Sectional Area (CSA) adalah kurva yang menggambarkan distribusi
luasan dari masing-masing penampang melintang kapal dibawah garis air (biasanya
9

sepanjang kapal dibagi dalam 20 station / penampang). Dengan mengintegralkan


luasan kurva tersebut atau dilakukan perhitungan luasan kurva dengan metode
simpson, akan diperoleh besarnya volume daya apung kapal serta pusat titik tekan
dari daya apung kapal tersebut. Dari bentuk kurva inilah nantinya akan dipakai
sebagai

pedoman

dalam

perencanaan

bentuk

penampang

kapal.

Dalam

merencanakan bentuk kurva ini dikenal beberapa metode, antara lain :

Metode NSP

Metode Scheltema

Metode A. Hamplin

2.2.2. Perencanaan kurva CSA dengan metode NSP.

Dari hasil perhitungan besarnya speed length ratio Vs


dimana Vs adalah
L

kecepatan dinasa (knot) dan L adalah panjang displacement (feet), dengan


menggunakan diagram NSP (lihat gambar 2.9) akan langsung diperoleh besarnya
koefisien bentuk kapal (Cb = ), koefisien midship (Cm = ), koefisien prismatic (Cp
= ), prosentase letak pusat titik tekan daya apung kapal (lcb) terhadap panjang
kapal, serta prosentase luasan penampang dari masing-masing station kapal terhadap
luas midship, dengan luas midship adalah koefisien midship dikalikan lebar dan sarat
kapal, atau dalam bentuk matematis dapat ditulis : A = Cm x B x T.

10

Gambar 2.9. Diagram NSP.


Selanjutnya dari harga prosentase luasan penampang dari tiap-tiap station yang
diperoleh, kemudian digambar dalam bentuk diagram yang dikenal dengan istilah
diagram Curve Sectional Area (CSA). Sebagai control dari hasil yang direncakan
dilakukan dengan perhitungan koreksi terhadap besarnya displacement yang
dihasilkan serta posisi titik tekan dari displacement tersebut. Adapun contoh hasil
perencanaan bentuk CSA dapat dilihat dari gambar 2.10.

11

Gambar 2.10. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
2.2.2. Perencanaan kurva CSA dengan metode Scheltema.
Dari rumus pendekatan matematis perhitungan koefisien-koefisien kapal seperti
diatas, akan diperoleh masing-masing besarnya koefisien bentuk kapal, koefisien
midship, koefisien garis air dan koefisien prismatic kapal serta besarnya pusat titik
tekan kapal terhadap midship. Dengan menggunakan metode scheltema, dari harga
koefisien prismatic kapal yang diperoleh akan dihitung pula masing-masing besarnya
koefisien prismatic depan (f) dan koefisien prismatic belakang (a) dengan rumus
sebagai berikut :
f = Cp + ( 1,4 + Cp ) x e
a = Cp - ( 1,4 + Cp ) x e
dimana : e = perbandingan pusat titik tekan memanjang terhadap midship dengan
panjang kapal ( lcb / Lpp )
Dari harga f dan a yang diperoleh, dengan menggunakan diagram scheltema pada
gambar 2.11 dan 2.12, akan diperoleh besarnya prosentase luasan dari tiap-tiap
station terhadap luas midship.

12

Gambar 2.11. Penentuan prosen luasan station bagian depan midship


dengan metode Scheltema

Gambar 2.12. Penentuan prosen luasan station bagian belakang midship


dengan metode Scheltema
Sama halnya dengan metode NSP, selanjutnya dari harga prosentase luasan
penampang dari tiap-tiap station yang diperoleh, kemudian digambar dalam bentuk
diagram yang dikenal dengan istilah diagram Curve Sectional Area (CSA). Sebagai
control dari hasil yang direncakan dilakukan dengan perhitungan koreksi terhadap
besarnya displacement yang dihasilkan serta posisi titik tekan dari displacement
tersebut. Contoh hasil perencanaan bentuk CSA dapat dilihat dari gambar 2.13.
13

Gambar 2.13. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
2.2.3. Perencanaan kurva CSA dengan metode A. Hamlin.
Dari rumus pendekatan matematis perhitungan koefisien-koefisien kapal seperti
diatas, akan diperoleh masing-masing besarnya koefisien bentuk kapal, koefisien
midship, koefisien garis air dan koefisien prismatic kapal serta besarnya pusat titik
tekan kapal terhadap midship. Dengan menggunakan metode A. Hamlin, dari harga
koefisien prismatic dan pusat titik tekan kapal yang diperoleh, dengan menggunakan
gambar (2.14) akan diperoleh masing-masing besarnya harga koefisien prismatic
depan (f) dan belakang (a).

Gambar 2.14. Penentuan f dan a dengan metode A.Hamlin


14

Selanjutnya dari harga f dan a yang diperoleh, dengan menggunakan gambar


(2.15) akan diperoleh luasan dari masing-masing station yang dibandingkan terhadap
luas midship kapal.

Gambar 2.15. Penentuan luasan station bagian belakang midship


dengan metode A.Hamlin
Sama halnya dengan metode NSP dan Scheltema diatas, selanjutnya dari harga
luasan penampang dari tiap-tiap station yang diperoleh, kemudian digambar dalam
bentuk diagram yang dikenal dengan istilah diagram Curve Sectional Area (CSA).
Sebagai control dari hasil yang direncakan dilakukan dengan perhitungan koreksi
terhadap besarnya displacement yang dihasilkan serta posisi titik tekan dari
displacement tersebut. Adapun contoh hasil perencanaan bentuk CSA dapat dilihat
dari gambar 2.16.

15

Gambar 2.16. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
2.3. Perencanaan Shape Control.
Disain

shape control

diperlukan untuk mempermudah

serta mengkontrol

kemungkinan kesalahan terhadap bentuk desain penampang yang mungkin tanpa


disadari. Shape control ini direncanakan berdasarkan kriteria yang dinginkan diluar
dari ketentuan persyaratan perencanaan CSA yang ada. Perencaan shape control
terutama dilakukan pada bentuk bagian : midship, buritan (stern & transom), haluan
(stem), sisi kapal yang berbentuk flat (flat tangent), garis air sarat muatan penuh,
serta geladak kapal. Adapun bentuk perencanaan shape control untuk bagian bagian
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.3.1. Perencanaan bentuk geladak kapal (deck plan).
Geladak / deck kapal adalah merupakan pembagi ketinggian suatu ruangan di
kapal. Nama geladak dikapal niasanya identik dengan letak geladak tersebut di
kapal. Jika letaknya didalam ruang muat dikenal dengan istilah geladak ruang
muat, sedangkan di ruang akomodasi dikenal dengan istilah geladak akomodasi
seperti poop deck, bridge deck, boat deck dan navigation deck.Geladak tertinggi
didalam ruang muat dan sifatnya menerus dari bagian belakang sampai dengan
depan kapal dikenal dengan istilah geladak utama (main deck). Sedangkan
geladak dibawahnya dikenal dengan istilah second deck, third deck atau
(tweendeck) geladak antara.
Didalam tugas gambar rencana garis perencanaan bentuk geladak kapal
dilakukan terutama pada geladak utama kapal. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam proses perencanaan berdasarkan arah bidang sumbu ordinat
x-y-z dapat dibedakan sebagai berikut :

16

Bidang X Y.
Proses perencanaan dilakukan berdasarkan luasan geladak yang disediakan
untuk peletakan peralatan-peralatan diatas geladak serta kemungkinan muatan
diatasnya. Ketentuan perencanaan lebar geladak yang diberikan secara umum
dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.17. Perencanaan bentuk bidang geladak

Bidang Y Z.
Proses perencanaan bentuk kelengkungan geladak pada arah melintang kapal
(Chamber) yang dilakukan berdasarkan fungsinya untuk menambah kekuatan
melintang geladak serta mengalirkan air diatas geladak dari tengah galadak
ketepi geladak. Ketentuan perencanaan tinggi kelangkungan geladak pada
arah melintang yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada
gambar berikut :

Gambar 2.18. Perencanaan bentuk chamber geladak

Bidang X Z.
Proses perencanaan bentuk kelengkungan geladak pada arah memanjang
kapal (Sheer) yang dilakukan berdasarkan fungsinya untuk menambah
kekuatan memanjang geladak serta memperkecil batasan tinggi lambung
timbul (H-T). Ketentuan perencanaan tinggi kelangkungan geladak pada arah
memanjang yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada rumus
berikut :

17

Tabel 2.1. Rumus perhitungan sheer standar


Ap

1/6 Lpp dari Ap

1/3 Lpp dari Ap

Midship

1/3 Lpp dari Fp

1/6 Lpp dari Fp

Fp

Gambar 2.19. Perencanaan bentuk sheer geladak


2.3.2. Perencanaan bentuk penampang tengah kapal (midship).
Dalam merencanakan bentuk penampang tengah kapal (midship), beberapa hal
yang sangat mempengaruhi dan perlu diperhatikan adalah jenis muatan kapal
serta letak kamar mesin. Disamping itu, bentuk penampang tengah kapal ini juga
tergantung dari hasil perencanaan Curva Sectional Area serta besarnya koefisien
midship kapal yang akan berpengaruh dalam menentukan besarnya radius of
bilga. Besarnya radius of bilga menurut schneekluth dapat dirumuskan sbb :
a. Kapal tanpa rise of floor :

b. Kapal dengan rise of floor :

B.CK
L

4 .Cb 2

2,3299.(1 Cm ).B.T

Dimana : Cm = koefisien midship


B

= Lebar kapal

= Panjang kapal

Cb = koefisien blok kapal


Cm = koefisien midship kapal
Ck = konstanta antara 0,4 ~ 0,7
18

Secara umum ketentuan dalam perencanaan geladak kapal dapat dilihat


seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.20. Bentuk penampang tengah kapal.


2.3.3. Perencanaan bentuk buritan kapal (stern).
Dalam merencanakan bentuk linggi buritan kapal yang sesuai, tentunya akan
sangat tergantung dari bentuk sistem kemudi, jumlah baling-baling serta
type/jenis mesin penggerak kapal yang digunakan oleh kapal tersebut. Secara
umum ketentuan dalam perencanaan geladak kapal dapat dilihat seperti pada
gambar berikut :

Gambar 2.21. Bentuk rencana buritan (stern) kapal.


19

Dalam merencanakan bentuk linggi buritan ini, perlu adanya batas toleransi
ruangan kosong antara linggi buritan tersebut dengan bidang kerja propeller. Hal
ini diharapkan agar daya dorong yang dihasilkan oleh kerja propeller tersebut
bisa optimum. Dengan menggunakan rule dari Det Norske Veritas (DNv),
diperoleh besarnya clearence tersebut sebagai berikut :

Gambar 2.22. Clearence antara linggi buritan dengan bidang propeller kapal.
2.3.4. Perencanaan bentuk haluan kapal (stem).
Dalam merencanakan bentuk linggi haluan kapal yang sesuai, tentunya akan
sangat tergantung dari ukuran kapal terutama kecepatan kapal. Untuk kapal
dengan ukuran besar, cenderung menggunakan bulbous bow, sedangkan untuk
kapal-kapal kecil cenderung tanpa menggunakan bulbous bow. Penentuan
bulbous bow ini ditentukan oleh besarnya froud number (fn) dari kapal tersebut.
Adapun ketentuan pemakaian bulbous bow tersebut dapat dilihat sebagai berikut
(Marin, 95) :

Kapal dengan koefisien block : 0,55 ~ 0,67


Panjang

: (3,5 ~ 4,0) % x Lpp

Luas penampang st-20 : (7,0 ~ 10,0) % x luas midship

Kapal dengan koefisien block : 0,68 ~ 0,77


Panjang

: (3,5 ~ 4,0) % x Lpp

Luas penampang st-20 : (10,0 ~ 12,0) % x luas midship

Kapal dengan koefisien block > 0,77


Panjang

: memungkinkan lebih panjang

Luas penampang st-20 : (13,0 ~ 20,0) % x luas midship


Sebagai contoh bentuk perencanaan linggi haluan kapal yang menggunakan
bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar 2.21 dan gambar 2.22.
20

Gambar 2.23. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis I.

Gambar 2.24. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis II.
Sedangkan ketentuan dalam perencanaan linggi haluan kapal yang tanpa
menggunakan bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

21

Gambar 2.25. Bentuk linggi haluan kapal (tanpa bulbous bow).


Secara umum bentuk perbandingan dari hasil perencanan cuva sectional area
(CSA) untuk kapal yang menggunakan dan tanpa menggunakan bulbous bow
dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.26. Perbandingan bentuk CSA kapal yang tanpa bulbous bow
dan menggunakan bulbous bow.

22

2.3.5. Perencanaan bentuk sisi flat kapal (side tangent).


Dalam perencanaan bentuk dari sisi badan kapal yang datar (flat), dipengaruhi oleh
bentuk bagian kapal yang lain, antara lain :

Bentuk bottom kapal (tanpa atau dengan rise of floor)

Ukuran jari-jari bilga

Panjang pararel middle body dari CSA

Panjang pararel middle body dari perencanaan garis air muat penuh

Panjang pararel middle body dari perencanaan bentuk geladak

Sebagai contoh bentuk dari sisi flat kapal adalah sebagai berikut :

Gambar 2.27. Perencanaan bentuk side tangent


2.3.6. Perencanaan bentuk garis air muat penuh kapal (waterline).
Beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan bentuk garis air muat
penuh kapal adalah :

Sudut masuk garis air

Besarnya koefisien garis air muat kapal (Cwl)

Bentuk linggi haluan dan buritan kapal

Bentuk perencanaan kurva CSA

Salah satu factor dalam menentukan besarnya sudut masuk garis air adalah besarnya
koefisien prismatic depan (Cpf) kapal. Adapun hubungan antara besarnya sudut
masuk garis air dengan koefisien prismatic depan kapal menurut Intreehek Van De
Lastlun dapat ditunjukkan seperti dalam gambar 2.26 :

23

Gambar 2.28. Grafik penentuan besarnya sudut masuk garis air muat kapal.
Hasil dari perencanaan bentuk garis air muat ini, nantinya harus dilakukan
pemeriksaan luasan dari bentuk yang direncanakan dibandingkan dengan hasil
perhitungan Awl = L x B x Cwl. Bentuk yang direncanakan dapat diterima jika
besarnya perbedaan hasil pemerikasaan kurang dari 0,5 %. Adapun contoh bentuk
perencanaan garis air muat kapal dapat dilihat seperti gambar berikut :

Gambar 2.29. Perencanaan bentuk garis air muat kapal.


Tambahan :

Panjang forecastle

: ( 5 ~ 8 )% Lpp

Panjang poop

: ( 20 ~ 22 )% Lpp

Sudut haluan

: ( 8 ~ 12 )0

Diameter proppeler (D)

: ( 0,6 ~ 0,7 ).T

Diameter poros proppeler : 1/6. D


24

Tinggi poros proppeler

: 0,35. T

2.4. Perencanaan Bentuk Penampang Kapal.


Desain bentuk penampang dilakukan pada masing-masing station yang telah
ditentukan (sepanjang kapal dibagi menjadi 20 station). Proses perencanaan bentuk
tiap-tiap station ini dilakukan berdasarkan sistem coba-coba (trial & error) yang
pemeriksaannya dilakukan menurut koreksi luasan penampang yang dihasilkan
dengan luasan pada kurva CSA. Dalam perencanaan bentuk penampang dari station
tertentu dapat dilakukan dengan proses sebagai berikut :

Gambar garis dasar dan garis sumbu dari penampang kapal.

Gambarkan garis horizontal pada jarak T dan H diukur terhadap garis


dasar.

Gambar garis tegak dengan jarak sebesar A/2T diukur dari garis
sumbu.

Tentukan ordinat pada garis air sebesar setengah lebar kapal pada
station yang bersangkutan diukur dari garis sumbu penampang kapal.

Dengan berpedoman dari titik-titik ordinat diatas dan dibantu bentuk gambar shape
kontrol yang telah direncanakan, rencanakan bentuk penampang tersebut dengan
menggunakan referensi dari bentuk kapal pembanding. Sebagai pengontrol awal dari
hasil yang direncanakan dapat diketahui dari besarnya luasan arsiran yang sama
antara sisi kiri dan kanan dari garis tegak A/2T, seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.30. Perencanaan bentuk penampang station - 3.


Proses pengontrolan dari keseluruhan bentuk penampang yang direncanakan
nantinya akan dilakukan melalui gambar proyeksi gambar potongan memanjang
horisontal tiap pembagian sarat tertentu (Half breadth plan) serta gambar potongan
25

memanjang vertikal untuk jarak tertentu dari garis sumbu penempang kapal (sheer
plan), seperti pada gambar 2.28 ~ gambar 2.30 dibawah :

26

Gambar 2.31. Transformasi dari bodyplan ke half breadth plan

27

Gambar 2.32. Transformasi dari Bodyplan ke Sheer plan

28

Gambar 2.33. Hasil Akhir Tugas Gambar Rencana Garis

29

30

Anda mungkin juga menyukai