Anda di halaman 1dari 24

Rangkuman Langkah-langkah Desain Kapal Menurut Desain Spiral

(Intisari Desain Kapal Tanker Dengan Payload 5000 ton)


Oleh : Yusep Sugianto
NRP : 4116202001
Fakultas Teknologi Kelautan/Jurusan Transportasi laut

I.

Pendahuluan

Desain kapal adalah tugas seorang arsitek kapal untuk mendefinisikan sebuah objek atas apa
yang diminta oleh pemesan kapal (owner) dan memenuhi persyaratan misi serta mematuhi
seperangkat kendala. Desain kapal melibatkan komunikasi yang kompak antara arsitek kapal/
galangan dengan pemesan kapal/owner.

Desain yang memungkinkan komunikasi yang

kompak adalah konsep desain spiral dari Evans. Model ini menekankan bahwa banyak masalah
desain yang saling berinteraksi dan harus dipertimbangkan dalam urutan, dan dalam
peningkatan detail masing-masing yang kemudian membentuk spiral sampai diperoleh desain
tunggal yang memenuhi semua kendala dan semua pertimbangan bisa tercapai. Pendekatan ini
dasarnya adalah desain berbasis titik. Disebut demikian karena pada akhirnya nanti akan
mengarah pada satu titik dalam desain ruang. Desain spiral dari Evans digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 1. Spiral Design


Konsep desain spiral terdiri dari empat fase, yaitu concept design, preliminary design, contract
design, dan detail design, dimana pada setiap fase ini terdiri dari beberapa bagian kerja design
yang berurutan dan bersambungan yang meliputi mission requirement, proportion and
1

preliminary powering, lines and body planes, hydrostatic and Bonjean curves, floodable length
and freeboard, hull and machinery arrangements, structure, powering, lightship estimate,
capacities, trim, and intact stability, damaged stability, dan cost estimate.
1. Fase Konsep Design
Fase ini merupakan tahap awal dari pembuatan design kapal. Pada tahap ini, permintaan
pemilik kapal (owner requirement) berupa tonnase kapal, type kapal, kecepatan kapal, daerah
pelayaran, dan jenis muatan diterjemahkan oleh desainer kapal dalam bentuk konsep.
Perhitungan-perhitungan dalam fase ini merupakan perhitungan yang masih umum dimana
hanya berfokus pada batasan-batasan yang harus diperhatikan secara umum, seperti
keselamatan kapal, kinerja kapal, dan faktor ekonomi pembangunan kapal.
2. Fase Preliminary Design
Fase preliminary design merupakan pengembangan dari tahap conceptual dengan menetapkan
alternatif kombinasi yang lebih jelas, sehingga pada akhirnya didapatkan gambaran utama
kapal dan kecepatan servicenya, begitu juga daya motor yang diperlukan, demikian pula
dengan daftar sementara peralatan permesinan. Selama Preliminary design, perancangan kapal
dikembangkan untuk mendapatkan tingkatan tertentu untuk menjamin secara teknis bahwa
semua persyaratan perancangan kapal dapat terpenuhi.
3. Fase Contract Design
Sesuai dengan namanya, fase ini pada prinsipnya adalah fase dimana dokumen kontrak
pembuatan kapal dibuat. Tujuan dari fase contract design adalah untuk mengembangkan
perancangan kapal dalam bentuk yang lebih mendetail, termasuk didalamnya adalah estimasi
secara akurat seluruh biaya pembuatan kapal. Pada tahap ini pun, detail contract guidance
drawing dibuat untuk pelaksanaan pekerjaan agar tepat dan sesuai dengan perancangan.
Contract design biasanya menghasilkan satu set spesifikasi dan gambar, serta daftar peralatan
permesinan. Pada prakteknya, langkah pada fase ini bisa lebih dari satu putaran desain spiral.
Ini adalah karena faktor kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh pemilik kapal yang harus
dikomunikasikan dengan desainer kapal. Oleh karena itu pada langkah ini mungkin terejadi
perbaikan hasil-hasil preliminary desain, atau trade off bagian-bagian desain tertentu. General
arrangement detail dibuat juga pada tahap ini, termasuk juga mengenai kapasitas, permesinan,
gudang, bahan bakar, air tawar, dan ruang-ruang akomodasi. Kemudian dibuat juga spesifikasi
rencana standar kualitas dari bagian badan kapal serta peralatan-peralatan yang akan

digunakan. Pada intinya, produk dari kontrak desain adalah rencana kontrak dan spesifikasi
yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pembuatan kapal.
4. Fase Detail Design
Dalam fase ini, gambar kerja dan kebutuhan data lainnya untuk membuat kapal semakin
dikembangkan. Fase detail design bisa juga merupakan Final design stage, dimana seluruh
keputusan perancangan seperti seleksi tipe permesinan, ukuran plat, dan hal-hal lainnya telah
dibuat dan dikonfirmasikan dengan baik. Seluruh sistem yang dibutuhkan kapal, mesin utama
dan mesin bantu telah dibuat secara terperinci, demikian pula pabrik pembuat yang diinginkan.
Final design adalah detail design yang mencakup semua rencana dan perhitungan yang
diperlukan untuk proses konstruksi dan operasional kapal. Bagian terbesar dari pekerjaan ini
adalah produksi gambar kerja yang diperlukan untuk digunakan oleh mekanik untuk
membangun lambung kapal, menginstalasi kabel-kabel dan perpipaan, dan menginstalasi
mesin-mesin baik mesin induk maupun mesin bantu bantu.
II. Latar Belakang Teori

Penjelasan mengenai bagian-bagian design pada spiral design adalah sebagai berikut:
2.1.

Mission Requirement

Mission requirement merupakan bagian paling awal dari konsep spiral design, dimana pada
bagian ini calon pemilik kapal memberikan 5 referensi untuk membuat design kapal. 5 referensi
itu adalah :
1. Type kapal (bulk carrier, tanker, kapal perang, kapal ikan, dsb)
2. Type muatan
3. Jumlah muatan atau payload)
4. Kecepatan kapal atau Service speed
5. Rute pelayaran
Setelah mission requirement diterima, maka langkah berikutnya adalah mencari ukuran utama
dari kapal-kapal pembanding untuk dilakukan penentuan ukuran utama kapal dengan metode
penyusunan 256 set variation. Dari data kapal pembanding dan hasil perhitungan 256 set
variation, maka akan diperoleh grafik regresi dan persamaan garis. Grafik ini berfungsi untuk
menentukan payload yang sama atau terdekat beserta ukuran kapalnya sehingga sama atau
mendekati dengan kuantitas muatan yang diminta owner atau pemesan. (Lampiran 1).

2.2. Lines plan and Body Plan


Selanjutnya, data-data yang diperoleh dari hasil regresi linier digunakan untuk pembuatan
linesplan dan body plan. Penggambaran lambung kapal pada sebidang kertas gambar
dinamakan rencana garis ( lines plan/ships lines/lines ), bentuk lambung kapal secara umum
harus mengikuti kebutuhan daya apung, stabilitas, kecepatan, kekuatan mesin, olah gerak dan
yang penting adalah kapal bisa dibangun. Gambar rencana garis ( lines plan ) terdiri dari
proyeksi ortographis/sikusiku dari interseksi/perpotongan antara permukaan/surface lambung
kapal dan tiga set bidang yang saling tegak lurus. Lines plan terdiri dari tiga view atau sudut
pandangan, yaitu body plan (transverse), sheer plan (length wise), dan half-breadth plan (top
view).
Sheer plan menunjukkan interseksi atau perpotongan antara permukaan/surface lambung kapal
dengan bidang tengah (centreplane) sebuah bidang vertical pada garis tengah / centreline
kapal dan bidang tegak (buttockplane) yang sejajar dengannya (centreplane), Interseksi
dengan bidang tengah akan menghasilkan profil haluan/bow dan buritan/stern. Rencana
sheer/Sheer plan untuk kapal komersial digambar dengan meletakkan haluan kapal/bow section
pada sisi kanan.
Half-breadth plan menunjukkan interseksi permukaan lambung kapal dengan bidang yang
sejajar bidang dasar/baseplane horizontal, bidang dasar/baseplane adalah bidang horizontal
yang melalui garis dasar/baseline. Interseksi dengan bidang-bidang tersebut akan
menghasilkan half-breadth plan.
Body plan menunjukkan bentuk dari station/section yang merupakan interseksi antara
permukaan lambung kapal dengan bidang yang tegak lurus dengan bidang tegak/buttockplane
dan bidang garis air/waterline plane.

Gambar 2. Lines plan dan Body plan

2.3. Kurva Hydrostatic dan Kurva Bonjean


Kurva Hydrostatik merupakan kurva yang menggambarkan karakteristik badan kapal yang tercelup di
dalam air. Kurva Hydrostatik dibuat dari perhitungan hydrostatik yang datanya diambil dari terdiri dari
tabel rencana garis. Kurva hydrostatik terdiri dari 20 kurva yang digabung menjadi satu pada diagram
dengan dua sumbu yang saling tegak lurus, dimana sumbu x merupakan garis dasar kapal, dan sumbu
y merupakan sarat tiap water line. Jenis-jenis kurva hidrostatis dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1. Daftar Kurva Hidrostatis
No

Nama Kurva

Satuan

Keterangan

Water Plan Area (WPA)

m2

Luas bidang garis air

Midship Section Area (MSA)

m2

Luas moulded kapal pada bagian midship

Coefficient

of

Waterline

Luas bidang air berbanding Panjang x Lebar

(CWL)
4

Tnne per Centimeter Immersion

maksimum kapal
Ton

Jumlah ton yang diperlukan untuk merubah

(TPC)

sarat sebesar 1 cm

Midship coefficient (Cm)

Luas

moulded

kapal

bagian

midship

berbanding Lebar dan Tinggi kapal


6

Block coefficient (CB)

Perbandingan

isi

karene

(displacement

dengan Panjang x Lebar x Tinggi kapal


7

Transverse Center of Buoyancy

Jarak titik tekan buoyancy ke titik metacenter

to Metacenter (TBM)

secara melintang

Prismatic Coefficient (CP)

Perbandingan volume karene dengan volume


prisma yang dibentuk oleh panjang kapal dan
luas midship atau perbandingan antara
koefisien blok dengan koefisien midship

Moment To Change
Trim one Centimeter (MTC)

10

Displacement due to one

Ton
meter
ton

centimeter of trim by stern

Momen yang diperlukan untuk mengadakan


trim sebesar 1 cm
Besarnya perubahan displacement yang
diakibatkan oleh perubahan 1 cm trim

(DDT)
11

Displacement (

ton

Berat air laut yang dipindahkan karena


adanya volume badan kapal yang tercelup
dalam air

12

Displacement Moulded (mld)

ton

berat air laut yang dipindahkan karena


adanya volume karene tanpa kulit

13

m2

Wetted Surface Area (WSA)

luas permukaan badan kapal yang


tercelup dalam air pada setiap water line

14

Shell Displacement

ton

berat air laut yang dipindahkan karena


adanya kulit/pelat pada karene

15

Longitudinal
Bouyancy

Center
to

of

meter

Metacenter

secara memanjang terhadap titik

(LBM)
16

metasenter

Longitudinal of Keel to

meter

Metacenter (LKM)
17

LBM adalah jarak titik tekan bouyancy

Longitudinal

letak metasentra memanjang terhadap


lunas kapal untuk tiap-tiap sarat kapal

Center

of

meter

Bouyancy ( LCB)

jarak titik tekan bouyancy terhadap


penampang midship kapal untuk setiap
sarat kapal

18

Longitudinal

Center

of

meter

Floatation (LCF)

jarak titik berat garis air terhadap


penampang tengah kapal untuk setiap
sarat kapal

19

Keel to Center of Bouyancy

meter

jarak titik tekan bouyancy ke lunas kapal

meter

letak titik metasentra melintang terhadap

(KB)
20

Transverse

of

Keel

Metacenter (TKM)

to

lunas kapal untuk tiap-tiap water line

Kurva Bonjean atau lengkung Bonjean adalah lengkung/grafik yang menunjukkan luas station
sebagai fungsi sarat. Bentuk lengkungan ini mula-mula diperkenalkan oleh seorang sarjana dari
Prancis yang bernama Bonjean pada abad ke-19. Jadi untuk menghitung luas station sampai
setinggi sarat yang diinginkan dapat di baca pada lengkung-lengkung Bonjean dengan menarik
garis mendatar hingga memotong lengkung bonjean pada station dan sarat yang diinginkan.
Pada umumnya Lengkung Bonjean cukup digambarkan sampai dengan geladak tepi kapal
(Upper Deck Side Line) sepanjang kapal. Fungsi kurva Bonjean adalah untuk mengetahui
volume dan displacement tanpa kulit pada setiap sarat yang dikehendaki baik pada saat even
keel, trim, dan saat terkena gelombang. Kurva Bonjean juga digunakan untuk melakukan
perhitungan floodable length.
2.4. Floodable length dan freeboard

Floodable length atau panjang ketidaktenggelaman adalah lengkungan atau grafik dari letak
dan panjang maksimal ruangan yang dibatasi oleh sekat kedap melintang, bila ruangan tersebut
6

tergenang air (mengalami kebocoran) dan sarat air dari kapal tepat menyinggung garis batas
tenggelam (margin line), dimana kapal masih tepat dapat terapung atau pada saat kapal akan
tenggelam. Garis batas tenggelam (margin line) adalah garis yang sejajar garis tepi geladak
utama / geladak sekat pada jarak 76 mm (3inch). Atau dengan kata lain, bila sarat air melebihi
garis batas tenggelam maka kapal dianggap tenggelam. Panjang ketidaktenggelaman/floodable
length digunakan untuk menentukan sekat kedap air yang dihitung dimulai dari sekat tubrukan.
Panjang sekat kedap air diukur dengan cara membuat segitiga sama kaki dengan sudut 63,5o
terhadap lunas kapal, dimana titik puncak segitiga harus berada dibawah garis floodable length.
Freeboard atau lambung bebas merupakan jarak dari geladak atas hingga garis air, atau tinggi
kapal dikurangi dengan sarat kapal. Sehubungan dengan adanya muatan kapal, maka sarat
kapal akan selalu berubah tergantung jumlah muatannya. Oleh sebab itu, untuk membuat
batasan muatan demi keamanan dan keselamatan pelayaran, maka setiap kapal harus dipasang
Plimsoll Mark. Plimsoll Mark adalah tanda garis air untuk tiap-tiap daerah pelayaran yang
ukuran garis dan perhitungan masing-masing saratnya ditentukan berdasarkan konvensi
internasional mengenai garis muat (International Convention on Load Line) di London tahun
1996.

Gambar 3. Plimsoll Mark


Sesuai dengan konvensi ICLL, Kapal perang, Kapal yang panjangnya L < 24 m, Kapal yang

kurang dari 150 gross ton, Kapal pesiar, Kapal penangkap ikan, Kapal penyusur pantai untuk
jarak dekat, dan Kapal yang berlayar di danau dan di sungai tidak perlu memasang Plimsoll
Mark di lambungnya.
2.5. General Arrangements

General arrangements adalah pembagian ruangan untuk semua kebutuhan dan perlengkapan,
mengkoordinasi sesuai untuk lokasi dan jalan untuk keluarnya yang ada dalam kapal.
7

General Arrangements merupakan sebuah aspek utama didalam merencanakan sebuah


bangunan kapal. Ada 3 aspek penting dalam mendesain general arrangement yaitu:
1. Rencana

umum

meliputi

deskripsi

rancangan

tata

letak

ruangan,

area

dan

peralatan/perlengkapan kapal.
2. Desain

rencana

umum

merupakan

analisis

kebutuhan

ruang

dan

area

peralatan/perlengkapan serta detail perhitungannya.


3. Visualisasi desain rencana umum berbentuk gambar yang memperlihatkan tampak atas
masing-masing geladak, tampak samping, tampak depan, dan tampak belakang kapal.
Desain General Arrangement harus mempertimbangkan kesesuaian dengan rencana garis yang
telah di kembangkan, kesesuaian terhadap DWT, kapasitas dan kecepatan yang dibutuhkan.
General arrangement digunakan untuk beberapa kegunaan, tidak hanya sekedar menunjukan
jenis kapal dan featurenya, Galangan kapal memanfaatkan general arrangements untuk
membuat kalkulasi awal biaya pembangunan kapal serta sebagai dasar untuk membuat detail
drawing. Ada beberapa hal yang penting dalam membuat general arrangements, sehingga
desain yang dihasilkan bisa optimal. Hal-hal penting tersebut adalah :
1. Penentuan besarnya volume ruang muat, berdasakan pada tipe dan jenis muatan yang
dimuat.
2. Metode penyimpanan muatan dan sistem bongkar muat.
3. Penentuan Volume ruangan untuk ruangan kapal mesin, berdasarkan pada tipe mesin dan
dimensi mesin.
4. Penentuan volume ruangan akomodasi, berdasarkan pada jumlah crew dan penumpang dan
standar akomodasi.
5. Penentuan volume tangki-tangki, terutama perhitungan volume tangki untuk minyak,
ballast, pelumas mesin, berdasarkan pada tipe permesinan, type bahan bakar dan radius
pelayaran.
6. Penentuan pembagian dan membatasi terhadap sekat melintang.
7. Linesplan yang telah dibuat sebelumnya.
Desain ruangan yang ada dikapal ditentukan sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya. Ruangan
yang ada dikapal adalah ruang muat, ruang kamar mesin dan akomodasi atau disebut super
structure (bangunan atas). Perhtungan ruangan-ruangan ini harus juga mengikuti aturan-aturan
yang telah ditentukan baik oleh IMO aupun ILO, dan Biro klasifikasi dimana kapal tersebut

didaftarkan. Disamping itu juga dalam general arrangements direncanakan penempatan


peralatan-peralatan, jalan-jalan, sistem-sistem dan peralatan bantu kapal.

Gambar 4. Contoh General Arrangements Kapal


2.6. Struktur Kapal
Pada dasarnya badan kapal terdiri dari komponen-komponen konstruksi yang letaknya
melintang dan membujur. Sistem konstruksi kapal ada 3 macam, yaitu :
Sistem konstruksi melintang (transverse framing system)
Sistem konstruksi yang mana beban yang bekerja diterima oleh pelat kulit dan diteruskan
oleh struktur melintang kapal pada hubungan kaku ke struktur membujur kapal. Sistem
kosntruksi melintang biasanya digunakan pada kapal-kapal dengan panjang kurang dari 50
meter.
Sistem konstruksi membujur (longitudinal framing system)
Beban yang diterima konstruksi membujur diteruskan pada hubungan-hubungan kaku
melintang (transverse bulkheads) melalui balok-balok membujur. Kapal yang panjangnya
lebih dari 50 meter menggunakan konstruksi membujur karena bermanfaat untuk
menghindari efek sagging dan hooging.

Sistem konstruksi campuran (mixed framing systems)


Beban yang diterima oleh kapal diteruskan oleh struktur melintang dan membujur kapal.
Konstruksi melintang digunakan pada bagian sisi lambung, sedangkan konstruksi membujur
terdapat pada bagian dasar dan geladak.
Penentuan sistem konstruksi suatu kapal sangat erat hubungannya dengan kekuatan kapal
dalam rangka menahan beban yang diterima oleh kapal. Oleh sebab itu, dalam bagian struktur
kapal ini, nilai kelelahan, dan kekuatan material akan dihitung sehingga dapat ditentukan tebal
pelat dan profile yang akan digunakan.

Gambar 5. Struktur Melintang dan Membujur Kapal


2.7. Powering
Tahap ini adalah bagian dimana desainer kapal menentukan daya mesin yang akan dipakai oleh
kapal. Untuk menentukan daya mesin yang akan dipakai, maka terlebih dahulu harus dihitung
tahanan kapal yang akan diterima oleh kapal. Secara umum, powering berarti bahwa sistem
propeller kapal/pendorong, mesin penggerak dan lambung kapal harus dirancang yang paling
efisien, yaitu jumlah energi yang diperlukan untuk propulsi kapal harus sekecil mungkin tapi
harus mampu memenuhi kecepatan kapal rancang. Kecepatan kapal harus sesuai dengan daya
mesin (penggerak) utama. Perkiraan daya (besar)mesin adalah berdasarkan (gaya) tahanan
kapal.
Komponen-komponen hambatan kapal yang akan dihitung untuk menentukan daya mesin
kapal adalah:
a. Hambatan Gesekan (RF) merupakan hambatan kapal yang ditimbulkan oleh media fluida
berviskositas yang ikut terseret badan kapal, sehingga terjadi frictional force.
10

b. Hambatan Gelombang (RW) merupakan hambatan kapal yang timbul akibat bergeraknya
kapal. Dapat terjadi meskipun fluidanya ideal, gaya yang terlibat adalah potential force.
c. Hambatan tekanan (RP) merupakan hambatan kapal yang timbul akibat gerakan kapal atau
benda pada fluida non-ideal (fluida yang berviskositas) akan menimbulkan gaya pressure
forces.
d. Hambatan Udara (RA) merupakan hambatan kapal yang timbul akibat bangunan atas kapal
(superstructure) yang tinggi dengan bentuk tidak streamline.
e. Hambatan Apendix (RAPP) merupakan hambatan kapal yang timbul akibat adanya
appendages pada lambung kapal di bawah garis air antara lain lunas sayap (bilge keels),
penumpu poros propeller, lubang Bow Thruster.
Setelah tahana total ditentukan, yang merupakan penjumlahan dari semua komponenkomponen hambatan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan Effective Horse Power
(EHP). EHP ditentukan dengan rumus
=

Dengan : EHP = Effective Horse Power (Watt)


Rt

= Hambatan Total (Newton)

= Kecepatan kapal (m/s)

Effective Horse Power (EHP) merupakan daya dorong yang benar-benar digunakan untuk
menggerakkan kapal. EHP merupakan daya yang berada di luar kapal, yaitu gelombang yang
ditimbulkan oleh kapal. Sedangkan daya yang berada di dalam kapal adalah Delivery Horse
Power (DHP), Shaft Horse Power (SHP), dan Brake Horse Power (BHP).
Setelah BHP ditentukan, langkah selanjutnya adalah pemilihan type mesin penggerak utama
kapal. Hal pokok dalam pemilihan mesin penggerak kapal adalah tipe penggerak kapal, apakah
diesel, bensin, turbin uap, atau turbin gas. Apabila tipe penggerak utama sudah ditentukan hal
yang harus ditentukan adalah karakteristik mesin penggerak utama tersebut; apakah diesel
putaran tinggi, medium, rendah. Lalu apakah mesin itu menggunakan putaran dua langkah atau
empat langkah.
Secara umum, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan mesin penggerak utama
kapal adalah:
1. Reliability
2. Maintainability
3. Space and arrangement requirements

11

4. Weight requirements
5. Type and fuel required ( including fuel treatment )
6. Fuel consumption
7. Fractional power and transient performance
8. Interrelation with auxiliaries
9. Reversing capability
10. Operating personnel
11. Rating limitation
12. Costs
2.8. Light Ship Weight (LWT) Estimate
Light Weight Ship (LWT) adalah berat kapal kosong, yaitu berat kapal yang hanya dihitung
pada komponen-komponen berat baja kapal, berat perlengkapan dan peralatan kapal, serta berat
permesinan. Jika Light Weight Ship (LWT) adalah berat kapal yang ditanggungnya sebagai
akibat konstruksi kapal, permesinan, dan perlengkapan kapal, maka Dead Weight Tonnage
(DWT) adalah berat muatan kapal yang bisa dibawa oleh kapal tersebut. DWT terdiri dari
jumlah muatan air tawar, bahan bakar, pelumas, auxiliary oil, bahan makanan, jumlah crew,
dan payload. Persentase DWT untuk Payload adalah 90% dari seluruh total DWT.
Penjumlahan DWT dan LWT disebut dengan Displacement. Jika displacement dikalikan
dengan berat jenis air, maka akan ditemukan berat kapal total.
2.9. Capacity, Trim, and Intact Stability

Selain LWT dan DWT, dikenal juga istilah Gross Tonnage (GT) dan Net Tonnage (NT). Isi
kotor (GRT atau BRT) merupakan isi dari sebuah kapal dikurangi dengan isi sejumlah ruangan
tertentu yang berfungsi sebagai ruangan untuk keamana kapal. Ruangan-ruangan itu disebut
sebagai ruangan yang dikecualikan (exempted spaces) atau ruangan-ruangan yang dikurangi
(deducted spaces). Dengan kata lain isi kotor sebuah kapal dapat diartikan sebagai isi sebuah
kapal dikurangi dengan ruangan-ruangan yang dikecualikan, seperti: Dasar berganda (double
bottom), tangki ceruk depan (fore peak tank), tangki ceruk belakang (after peak tank), dek
shelter (shelter deck), dapur (galley), anjungan (kamar kemudi)/bridge, kantor nakhoda
(masters office), ruang kosong diatas kamar mesin, dll.
Isi kotor biasanya diberikan dalam kaki kubik. Untuk mendapatkan tonnasenya, maka jumlah
tersebut dibagi dengan 100. Dengan kata lain 1(satu) Register ton= 100 kaki kubik atau 2,83
meter kubik. Isi bersih sebuah kapal diperoleh dari isi kotor(BRT) dikurangi dengan isi
12

sejumlah ruangan yang berfungsi namun tidak dapat dipakai untuk mengangkut barang
dagangan seperti: kamar nakhoda dan kamar anak kapal (masters and crew accommodation),
kamar mandi, ruangan jangkar (chain locker), kamar radio ( radio station), gudang serang
(bosn store), kamar mesin (propelling machinery spaces) yang meliputi kamar mesinnya
sendiri (engine room), terowongan poros baling-baling (shaf tunnel atau shaft alley), ruang
keluar darurat (espact trunk),ruang untuk tangki harian (daily consumption tank), ruang untuk
menyimpan alat-alat mesin atau suku cadang mesin (engine store), ruang mesin kemudi
(steering engine room) dan ruang untuk bengkel mesin (engine workshop).
Menurut International Convention on Tonnage Measurement of Ships 1969 (ICTM 1969),
Gross Tonnage (GT) digunakan untuk menghitung pajak yang akan diterima oleh kapal.
Konvensi ini menerangkan bahwa Gross Tonnage dihitung dengan rumus :
GT = K1.V
Dimana : GT = Gross Tonnage
K1 = 0.2 +0.02log
V = jumlah volume seluruh enclosed space di kapal,
termasuk ruangan di bawah upper deck dalam m3.
Enclosed spaces adalah semua ruangan yang dibatasi oleh :

badan kapal (ships hull),

partisi atau sekat tetap atau dapat pindah (portable)

geladak atau penutup lainnya selain awning (tenda terpal) tetap atau dapat pindah
(portable). (ICTM 1969).

Trim adalah perbedaan antara sarat depan dan sarat halauan dengan sarat diukur pada terminal
belakang dan terminal depan, dengan mengabaikan kemiringan lunas). Intact Stability adalah
stabilitas kapal dalam keadaan utuh atau tidak mengalami kebocoran. Trim dan intact stability
disebabkan oleh gerakan kapal yang selalu terjadi pada saat kapal melakukan pelayaran. Gerakan
kapal tersebut adalah :

Swaying, yaitu pergeseran kapal dari kiri ke kanan

Surging, yaitu pergerakan kapal lurus ke depan dan ke belakang (maju-mundur)

Rolling, yaitu perputaran kiri dan kanan pada center line kapal (stabilitas melintang)

Yawing, yaitu pergerakan memutar sisi bagian kapal agar dapat dikemudikan

Pitching, yaitu gerakan lengkungan kapal yang diakibatkan oleh tekanan ke bawah
(stabilitas membujur/penyebab trim)

13

Heaving, yaitu gerakan lurus/menekan keatas dan kebawah sesuai keadaan.

Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal pada saat
diapungkan, tidak miring kekiri atau kekanan, demikian pula pada saat berlayar, disebabkan
oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau
angin, kapal dapat tegak kembali. Stabilitas kapal dapat digolongkan didalam 2 jenis stabilitas
yaitu stabilitas melintang dan stabilitas membujur.
1. Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal
menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja
padanya.
2. Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal
menyenget dalam arah membujur yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja
padanya.
Selanjutnya, secara umum hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan kapal dapat
dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal

merupakan

keseimbangan

kapal

yang

dipengaruhi

oleh

tata letak barang/cargo, bentuk ukuran kapal, kebocoran karena kandas atau tubrukan,
sedangkan faktor eksternal adalah berupa faktor-faktor atau kondisi yang berada di luar kapal,
yaitu angin, ombak, arus dan badai. Oleh karena itu maka stabilitas erat hubungannya
dengan bentuk kapal, muatan, draft, dan ukuran kapal. Kaitannya dengan bentuk dan ukuran,
maka dalam menghitung stabilitas kapal sangat tergantung dari beberapa ukuran pokok yang
berkaitan dengan dimensi pokok kapal. Ukuran-ukuran pokok yang menjadi dasar dari
pengukuran kapal adalah panjang (LOA, LBP, dan LWL), lebar (breadth), tinggi (depth) serta
sarat (draft).
Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum melakukan perhitungan stabilitas kapal yaitu:
1. Berat benaman (isi kotor) atau displasemen adalah jumlah ton air yang dipindahkan oleh
bagian kapal yang tenggelam dalam air.
2. Berat kapal kosong (Light Displacement/LWT) yaitu berat kapal kosong termasuk mesin
dan alat-alat yang melekat pada kapal.
3. Operating Load (OL) yaitu berat dari sarana dan alat-alat untuk mengoperasikan kapal
dimana tanpa alat ini kapal tidak dapat berlayar.
Displ = LWT + DWT

DWT = OL + Muatan (payload)

Displ = LWT + OL + Muatan (payload)


14

Dilihat dari sifatnya, stabilitas atau keseimbangan kapal dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis diperuntukkan bagi kapal dalam
keadaan diam dan terdiri dari stabilitas melintang dan membujur.
Pada prinsipnya keadaan stabilitas ada tiga yaitu Stabilitas Positif, stabilitas Netral dan
stabilitas Negatif. Stabilitas positif adalah suatu keadaan dimana titik G-nya berada di atas titik
M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu menyenget mesti memiliki
kemampuan untuk menegak kembali. Stabilitas netral adalah suatu keadaan stabilitas dimana
titik G-nya berhimpit dengan titik M. Maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas
netral sama dengan nol, atau bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali
sewaktu menyenget. Keadaan ini bisa terjadi mungkin karena terlalu banyak muatan di atas
kapal. Stabilitas negatif adalah suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berada di atas titik
M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas negatif sewaktu menyenget tidak memiliki
kemampuan untuk menegak kembali, bahkan sudut sengetnya akan bertambah besar. Keadaan
ini menyebabkan kapal akan terus bertambah miring dan kapal menjadi terbalik. Berikut adalah
gambar mengenai masing-masing keadaan stabilitas.

Gambar 6. Macam-macam keadaan stabilitas kapal


TITIK-TITIK PENTING DALAM STABILITAS KAPAL
(a). Titik Berat (Centre of Gravity)
Titik berat (center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap
dari semua gaya-gaya yang menekan ke bawah terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat
diketahui dengan meninjau semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang
diletakkan di bagian atas maka makin tinggilah letak titik G. Secara definisi titik berat (G) ialah
titik tangkap dari semua gayagaya yang bekerja kebawah. Letak titik G pada kapal kosong
ditentukan oleh hasil percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G tergantung
15

daripada pembagian berat dikapal. Jadi selama tidak ada berat yang di geser, titik G tidak akan
berubah walaupun kapal oleng atau mengangguk.
(b). Titik Apung (Centre of Buoyance)
Titik apung (center of buoyance) dikenal dengan titik B dari sebuah kapal, merupakan titik
tangkap dari resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam
dalam air. Titik tangkap B bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan
berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B inilah
yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami senget. Letak titik B
tergantung dari besarnya senget kapal ( bila senget berubah maka letak titik B akan
berubah/berpindah. Bila kapal menyenget titik B akan berpindah kesisi yang rendah.
(c). Titik Metasentris
Titik metasentris atau dikenal dengan titik M dari sebuah kapal, merupakan sebuah titik semu
dari batas dimana titik G tidak boleh melewati di atasnya agar supaya kapal tetap mempunyai
stabilitas yang positif (stabil). Meta artinya berubah-ubah, jadi titik metasentris dapat berubah
letaknya dan tergantung dari besarnya sudut senget. Apabila kapal senget pada sudut kecil
(tidak lebih dari 150), maka titik apung B bergerak di sepanjang busur dimana titik M
merupakan titik pusatnya di bidang tengah kapal (centre of line) dan pada sudut senget yang
kecil ini perpindahan letak titik M masih sangat kecil, sehingga masih dapat dikatakan tetap.
2.10. Damaged Stability
Damaged stability adalah keadaan stabilitas dimana kapal berada dalam keadaan bocor atau
mengalami kerusakan. Perhitungan damaged stability ini adalah perhitungan yang diakibatkan
oleh masuknya air ke dalam kapal sehingga kapal mengalami perubahan sarat, perubahan trim,
dan perubahan sudut oleng. Ada dua cara untuk menghitung damaged stability, yaitu Loss
buoyancy method/constant displacement method dan Added weight method. Loss buoyancy
method/constant displacement method adalah berdasarkan pengukuran floodable length
dengan kurva kebocoran. Prinsipnya adalah mempertemukan beberapa sisi segitiga sama kaki
pada tiap batas sekat. Titik temu kedua sisi tersebut akan menentukan jumlah kompartemen
kapal yang terendam air yang masih dapat ditoleransi kapal sehingga kapal masih dapat
mengapung. Titik temu tersebut harus berada dibawah kurva kebocoran, jika berada diatas
kurva kebocoran maka kapal akan tenggelam.

16

2.11. Cost Estimates


Cost estimates merupakan tahap terakhir dari spiral design, dimana seluruh biaya pembangunan kapal
diperhitungkan. Biaya pembangunan kapal yang terdiri dari biaya material untuk struktur bangunan
kapal, biaya peralatan, biaya permesinan dan biaya pekerja, model cost, trials cost, asuransi dan lainlain. Perhitungan biaya investasi diperoleh berdasarkan regresi berat baja dengan harga baja per ton
sesuai grafik yang diberikan oleh Watson dalam buku Practical Ship Design. Oleh karena itu, data-data
yang dibutuhkan untuk perhitungan biaya adalah berat baja kapal, berat peralatan kapal, dan berat
permesinan kapal. Selanjutnya perhitungan biaya dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu structural
cost, outfitting cost, machinery cost, dan non-weight cost. Harga pembuatan kapal adalah harga

yang akan dibayarkan oleh pemesan kapal kepada galangan kapal dengan. Harga ini merupakan
hasil penjumlahan empat komponen biaya ditambah koreksi-koreksi penting seperti :
1. Tambahan laba ( profit ) sebesar 0% ~ 10% , 5% adalah yang terbaik untuk metode
estimasi.
2. Tambahan untuk antisipasi pengaruh inflasi pada biaya selama masa pembangunan
sebesar 2%.
3. Pengurangan akibat dukungan pemerintah seperti bantuan dana sebesar 9%.
III.

Analisis Desain Kapal Tanker 5000 payload

Berikut adalah mission requirement yang digunakan sebagai dasar membuat desain suatu kapal
tanker :
a. Jenis Kapal : Tanker
b. Jenis Muatan : LPG
c. Kuantitas Muatan : 5000 Ton
d. Kecepatan Dinas : 12 knot
e. Radius Pelayaran : 886 mil laut
f. Klasifikasi : Biro Klasifikasi Indonesia (BKI)
Hasil dari regresi linier (lampiran 1) ditemukan data-data sebagai berikut:
1. Lpp : 89,14 meter
2. Lwl : 92,70 meter
3. Sarat ( T ) : 6,00 meter
4. Lebar ( B ) : 16,00meter
5. Tinggi ( H ) : 7,422meter
6. Kecepatan Dinas ( Vs ) : 12 knots
7. Block Coefficient ( Cb ) : 0,74

17

Tabel 2. Hasil Perhitungan BHP Kapal Tanker 5000 ton

Hasil perhitungan tahanan kapal dan BHP serta penyesuian terhadap katalog, maka ditentukan
Jenis motor induk : 6L32 dengan daya = 3000 kW; Putaran = 750 rpm. Sedangkan untuk mesin
bantu adalah type: 6L32 Daya : 2880 kW produksi MAN B&W Diesel Engine, Denmark.
Untuk perhitungan berat gabungan LWT dan DWT, ditentukan dengan rumus berikut:
DWT + LWT = Wbaja + Wperalatan (equipment) + Wpermesinan + Wconsumable + WPayload
Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
LWT + DWT = 7889.46 ton (LWT = 2766.57 ton)
Melalui rumus Gross Tonnage kapal yaitu GT =K1.V, maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3. Gross Tonage Kapal Tanker 5000 payload

Data perhitungan harga kapal untuk jenis tanker 5000 payload yang telah didesain merupakan
gabungan dari 4 jenis biaya ditambah dengan koreksi-koreksi. Berat baja, peralatan kapal dan
permesinan kapal dibuat peramaan dan diregresikan pada sumbu biaya dan berat sehingga
didapatkan nilai C yang mendekati hasil perhitungan. Hasil perhitungan biaya untuk kapal
tanker 5000 payload adalah sebagai berikut:
18

Tabel 4. Data Harga Pembuatan Kapal

19

IV. Kesimpulan

Proses produksi kapal tidak sama dengan proses produksi alat-alat transportasi pada umumnya.
Untuk memproduksi suatu kapal didahului dengan pemesanan (requirement) oleh owner.
Kemudian dari requirement yang dicantumkan dilakukan proses-proses mulai dari perhitungan
hingga pembuatan kapal berdasarkan Lines Plan dan General arrangement yang sudah didapat
dari hasil perhitungan sebelumnya. Disinidapat dilihat bahwa untuk merancang suatu kapal
diperlukan proses berkesinambungan dari satu tahapan ke tahapan yang lain hingga kapal layak
diproduksi.
Dalam mendesain suatu kapal, selain ketelitian dan kecermatan dalam memenuhi hukumhukum fisika, perhitungan yang dilakukan pun harus memenuhi peraturan-peraturan yang telah
ditentukan oleh organisasi internasional (International Maritim Organization), dan klasifikasi
dimana kapal tersebut didaftarkan. Pemenuhan aturan-aturan ini adalah mengenai kaitannya
suatu kapal terhadap keselamatan dan keamanan kapal dalam melakukan perjalanan.
Tahapan membuat desain suatu kapal pada prinsipnya sama untuk setiap type kapal, ukuran
kapal ataupun material kapal. Namun demikian, ada beberapa perbedaan dalam perhitungan
untuk kapal bermaterial kayu, fiberglass, dan baja, dimana pada kapal bermaterial kayu atau
fiberglass berat pelat tidak dihitung. Perbedaan-perbedaan ini adalah karena sifat daya apung
dari material tersebut yang akan mempengaruhi berat kapal secara total.
Seorang desainer kapal tidak dapat memaksakan hasil perhitungan dan desainnya kepada
pemesan kapal (owner) untuk dijadikan sebuah kapal. Hal ini adalah karena kepentingan pihak
pemilik kapal yang berhubungan dengan faktor ekonomi pemilik kapal. Faktor ekonomi yang
dimaksud bukan hanya mengenai biaya pembuatan kapal, akan tetapi juga terkait dengan
profitabilitas kapal tersebut. Profitabilitas yang dimaksud adalah meliputi efisiensi mesin
kapal, efisiensi perlengkapan kapal, dan kapasitas ruang muat. Efisiensi mesin kapal dan
perlengkapan kapal berhubungan dengan biaya operasional yang akan dikeluarkan ketika kapal
tersebut melakukan pelayaran, sedangkan kapasitas ruang muat berhubungan dengan jumlah
pendapatan yang akan diterima dan pajak yang harus ditanggung oleh pemilik kapal. Untuk
itu, perlu ada komunikasi yang intensif antara desainer kapal dengan pemilik kapal agar
keinginan pemilik kapal terpenuhi namun juga faktor keselamatan dan keamanan kapal tidak
dikesampingkan.

20

DAFTAR PUSTAKA

Arlius, Farendy. 2014. Tanker 5000 Payload. Rencana garis. Rencana Umum. Skripsi.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. 2013. Bangunan dan Stabilitas kapal Perikanan Kelas X
Semester I. Buku Ajar. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Hendriyadi. Design Concept Methodology DevelopmentFor LPG Carrier/Ammonia Tanker Up
To 6.000 m3. Paper. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
International Maritim Organization (IMO). 2005. International Convention on Load Lines,
1966 and Protocol of 1988, as amended in 2003. London: International Maritim
Organization.
International Maritim Organization (IMO). 1982. International Convention on Tonnage
Measurement of Ships 1969. London: International Maritim Organization.
MAN Diesel & Turbo. Basic Principles of Ship Propulsion. Denmark: MAN Diesel & Turbo
Maritim University Constanta, Faculty Of Navigation. Course Of Shipss Stability And Trim.
Maritim University Constanta, Faculty Of Navigation.
Roy, James. et.all. Longitudinal Vs Transversely Framed Structures For Large Displacement
Motor Yachts. Paper. BMT Nigel Lee Ltd
Tim Penyusun SMK Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS. 2003. Konsep Dasar
Perkapalan Floodable Length. C.20.03. Jakarta: Bagian Proyek Pengembangan
Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Dirjen Dikdasmen,
Departemen Pendidikan nasional.
Vossen, Christina. 2015. Ship Design and System Integration. Conference Paper. Rolls-Royce
Commercial Marine AS; Ship Design & Systems
Zulfikar, Akhmad Syarif. 2012. Laporan Tugas Merancang Kapal II Kurva Hidrostatik dan
Bonjean MT Kalima Nusantara. Skripsi. Semarang: Universtitas Diponegoro.

21

Lampiran 1. Regresi dan Persamaan Garis Kapal Tanker 5000 Payload

22

Lampiran 3. Lines Plan dan Body Plan Tanker 5000 Payload

23

Lampiran 4. General Arrangements Kapal tanker 5000 Payload

24

Anda mungkin juga menyukai