Anda di halaman 1dari 63

DESAIN DAN UJI KINERJA ALAT DAN MESIN PEMARUT

SINGKONG (Manihot utilissima Phol) BERTENAGA MOTOR


BAKAR

Oleh
SARDI
200720018

PROGAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2013
i

DESAIN DAN UJI KINERJA ALAT DAN MESIN PEMARUT


SINGKONG (Manihot utilissima Phol) BERTENAGA MOTOR
BAKAR

Oleh
Sardi
200720018

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

Pada

PROGAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2013
ii

iii

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Merauke Provinsi Papua pada tanggal 31


Juli 1986 sebagai anak ketiga dari Ayah Tarnojo dan Ibu Saminem. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada SD Inpres VII Kurik IV di
Kabupaten Merauke pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri V Kurik V dan lulus
pada tahun 2003. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan pada SMA Negeri II
di Kabupaten Merauke, lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis
diterima pada Jurusan Teknologi Pertanian dan Fakultas Pertanian dan Teknologi
Pertanian Universitas Negeri Papua di Manokwari.

RINGKASAN

SARDI. Desain dan Uji Kinerja Alat dan Mesin Pemarut Singkong
(Manihot utilissima Phol) Bertenaga Motor Bakar, dibimbing oleh WILSON
PALELINGAN AMAN, MATHELDA KURNIATY RORENG dan DARMA.

Potensi singkong di Kabupaten Manokwari cukup potensial. Singkong


dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk olahan pangan yang dapat menjadi
sumber pangan selain beras. Salah satu bentuk pengolahan umbi singkong yang
banyak dimanfaatkan adalah pati singkong (tapioka). Tapioka dibuat melalui
proses pemarutan hingga pengendapan.
Pemarutan singkong merupakan salah satu proses pengecilan ukuran bahan
pangan dan merupakan operasi yang sangat penting dalam pengolahan singkong.
Karena itu perlu dirancang peralatan pemarutan umbi singkong yang diharapkan
dapat meningkatan produktifitas hasil olahan singkong di Manokwari. Bagian
fungsional dari sebuah peralatan pemarut singkong adalah silinder pemarut.
Proses pemarutan dikerjakan oleh gigi pemarut yang disusun sedemikian rupa
pada silinder pemarut. Diameter gigi parut diduga berperan penting dalam
menentukan kapasitas alat serta rendemen pati yang dihasilkan melalui
penggunaan peralatan ini. Karena itu dilakukan penelitian mengenai perancangan
alat dan mesin pemarut singkong dengan perlakuan utama diameter gigi parut
dengan parameter kapasitas efektif alat, rendemen pati dalam hasil parutan serta
rendemen pati dalam ampas.
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan alat
dan mesin pemarut singkong dengan pengaturan susunan kawat diameter gigi
vi

parut yang berbeda ukuran yaitu 15 mm, 20 mm dan 30 mm. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi pelaku Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) dan masyarakat mengenai perancang peralatan pemarut.
Selain itu dilakukan analisis finansial yaitu menentukan biaya pokok produksi alat
pemarut yang dirancang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode perancangan dan
eksperimen untuk mengetahui kinerja peralatan yang dihasilkan dalam memarut
umbi singkong. Parameter penelitian ini antara lain kapasitas efektif pemarut,
rendemen pati dalam hasil parutan dan rendemen pati dalam ampas.
Melalui penelitian ini telah dihasilkan alat dan mesin pemarut umbi
singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil diameter gigi parut
maka akan menghasilkan kapasitas efektif alat yang lebih tinggi. Demikian halnya
dengan rendemen, semakin kecil diameter gigi parut maka rendemen pati dalam
hasil parutan yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun rendemen pati dalam
ampas akan semakin rendah seiring peningkatan rendemen pati dalam hasil
parutan. Untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih baik, perlu dilakukan
penelitian dengan tambahan perlakuan terukur lain seperti lama proses pengujian,
tenaga kerja, dan perlakuan lainnya. Hasil analisis Biaya Pokok Produksi (BPP)
menunjukkan bahwa semakin tinggi kapasitas efektif pemarut maka BPP semakin
rendah.

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yang
berjudul Desain dan Uji Kinerja Alat dan Mesin Pemarut Singkong (Manihot
utilissima Phol) Bertenaga Motor Bakar. Tulisan ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, pada Fakultas Pertanian
dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Wilson Palelingan Aman, S.TP, M.Si selaku dosen Pembimbing Utama, Ibu
Mathelda Kurniaty Roreng, S.TP, M.Si selaku dosen Pembimbing kedua dan
Bapak Ir. Darma, M.Si selaku dosen pembimbing ketiga yang telah banyak
memberikan arahan, masukan dan koreksi kepada penulis dalam penelitian dan
penyelesaian skripsi.
Ucapan terima kasih yang sama pula penulis sampaikan kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian beserta staf dosen dan
teknisi di Bengkel Mekanisasi Pertanian atas kesempatan dan segala fasilitas
serta dorongan moril yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan dan
penelitian.
2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian beserta staf pengajar atas segala bantuan
dan dorongan moril selama penulis mengikuti jalannya perkuliahan dan
penulisan skripsi.
3. Dr. Fitryanti Pakiding, S.TP, M.Sc selaku dosen Wali.
viii

4. Abang Dul atas segala bantuan dan arahannya selama penelitian, teman-teman
mahasiswa angkatan 2007, adik tingkat angkatan 2008, 2009 serta adik-adik
remaja Masjid Nurul Qolbi Amban Permai (Yudi, Ulis, Haris), anggota Rental
Kreatif Junior Mandiri (Welllem Wanggai, Supri, Agus Hari Wahyudi dan
Iswahyudi), serta teman-teman pada Program Studi Matematika angkatan 20082009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
5. Kepala Bidang Perencanaan Dinas Sosial Provinsi Papua Barat (Bapak Sutarmo
S.Sos) dan Bendahara Dinas Pertanian Bidang Penyuluhan Kabupaten
Manokwari Bapak Subiyanto.
Penghargaan yang tertinggi penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan
seluruh saudara atas segala doa, dorongan dan kasih sayang selama penulis
menempuh pendidikan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan oleh penulis untuk dapat
menyempurnakan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Manokwari, 18 Juli 2013

Sardi

ix

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL ......................................................................................................
i
LEMBAR JUDUL ........................................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

iii

SURAT PERNYATAAN ..............................................................................

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................

RINGKASAN ...............................................................................................

vi

KATA PENGANTAR .................................................................................

viii

DAFTAR ISI ................................................................................................

DAFTAR TABEL ........................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang.......................................................................................

Permasalahan .........................................................................................

Tujuan dan Manfaat ...............................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
Singkong ...............................................................................................

Tapioka..................................................................................................

Proses Desain Mesin Peralatan Pertanian ...............................................

12

Alat Pemarut .........................................................................................

14

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................

15

Bahan dan Alat .....................................................................................

15

Bahan ...............................................................................................

15

Alat ..................................................................................................

15

Metode Penelitian ..................................................................................

16
x

Pelaksanaan Penelitian ..........................................................................

16

Variabel Pengamatan .............................................................................

20

Kapasitas Efektif Pemarut (kg/jam) ..................................................

20

Rendemen Pati dalam Hasil Parutan (%) ...........................................

20

Rendemen Pati dalam Ampas (%).....................................................

21

Analisis Biaya Pokok Produksi ..............................................................

21

Analisis Data .........................................................................................

22

HASIL DAN PEMBAHASAN


Konstruksi Alat Pemarut Singkong ........................................................

23

Kapasitas Efektif Pemarut , Rendemen Pati dalam Hasil Parutan dan


Rendemen Pati dalam Ampas.................................................................

27

Kapasitas Efektif Pemarut (kg/jam) ........................................................


Rendemen Pati dalam Hasil Parutan (%) ................................................

27
29

Rendemen Pati dalam Ampas (%) ..........................................................

32

Analisis Biaya Pokok Produksi Pemarut Umbi Singkong .......................

34

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan ...............................................................................................

38

Saran .....................................................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

39

LAMPIRAN .................................................................................................

42

xi

DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman
1. Komposisi Kimia Tapioka ...................................................................... 11
2.

Syarat Mutu Tapioka SNI 01-3451-1994 ................................................

11

3.

Spesifikasi Rancang Alat Pemarut Singkong .........................................

26

4.

Kapasitas Efektif Pemarut, Rendemen Pati dalam Hasil


Parutan dan Rendemen Pati dalam Ampas. ............................................

27

Spesifikasi Biaya Pokok Produksi, Kapasitas Efektif Pemarut dan


Diameter Gigi Pemarut yang berbeda .....................................................

35

5.

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Bagian Penyusun Umbi Singkong (CIAT, 2009) ...................................

2.

Pohon Industri Agribisnis Singkong (Grace, 1977) ..............................

3.

Diagram Alir Proses Pembuatan Tapioka (Direktorat Budidaya


Umbi-umbian, 2003) ..............................................................................

10

Rancang Bangun Alat dan Mesin Pemarut Singkong Bertenaga Motor


Bakar .....................................................................................................

16

5.

Susunan Diameter Gigi Pemarut .............................................................

17

6.

Diagram Alir Pengujian Pemarut Singkong ............................................

19

7.

Konstruksi Mesin Singkong bertenaga Motor Bakar ...............................

23

8.

Pemasangan Plat Besi dan Cincin Silinder Pemarut Singkong ................

25

9.

Kapasitas Efektif Alat dan Mesin Pemarut Umbi Singkong (kg/jam) ......

26

10. Rendemen Pati hasil Parutan pada Diameter Gigi Parut yang
Berbeda (%) ...........................................................................................

30

11. Rendemen Pati dalam Ampas (%) ..........................................................

32

12. Perbandingan Rendemen Pati dalam Hasil Parutan dan Rendemen


Pati dalam Ampas ..................................................................................

33

13. Perubahan Biaya Pokok Produksi pada Berbagai Lama Jam Kerja
Alat untuk Diameter Gigi Parut Sebesar 15 mm .....................................

36

14. Perubahan Biaya Pokok Produksi untuk Berbagai Diameter


Gigi Parut pada Jam Kerja Alat Selama 6 jam per Hari. .........................

37

4.

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
1.

Halaman

Analisis Ekonomi Biaya Pokok Produksi (BPP) .....................................

42

xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Singkong merupakan salah satu umbi-umbian yang memiliki kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan
makanan pokok pengganti beras. Singkong diolah menjadi beranekaragam produk
makanan misalnya tiwul, utri, kerupuk, tape dan gethuk. Disamping itu, singkong
juga dapat diolah menjadi tapioka, yang nantinya dapat dimanfaatkan pada
industri kimia. Penganekaragaman produk pangan singkong sangat penting
artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan
makanan pokok. Hal ini sesuai dengan program pemerintah khususnya dalam
mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, selain beras.
Produksi singkong Provinsi Papua Barat tahun 2011 sebesar 20,440 ton,
dengan jumlah terbesar di Kabupaten Manokwari dengan total produksi yaitu
3,879 ton/tahun (BPS, 2012). Beberapa tahun terakhir produksi singkong di Papua
Barat cenderung meningkat. Dengan peningkatan produksi tersebut, diperlukan
teknologi pengolahan seperti pemarut singkong untuk menghasilkan tapioka dan
onggok yang berkualitas untuk meningkatkan produktivitas pada skala Usaha
Kecil dan Menengah. Tapioka dapat diolah menjadi produk olahan pangan,
kosmetik dan obat-obatan sedangkan onggok dapat diolah menjadi berbagai
produk misalnya obat nyamuk bakar, saos, kerupuk dan pakan ternak.
Proses pengolahan tapioka sampai penepungan dapat dilakukan sebagai
berikut: pengupasan, pencucian, pemarutan, ekstraksi, pengendapan, pengeringan
1

dan penepungan dengan menggunakan 80 mesh (Sumadji, 1985). Proses


pemarutan dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan pemarut semi-mekanis
yang bertujuan untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas mutu tapioka.
Bagian fungsional dari alat pemarut adalah silinder pemarut yang terdiri dari
sejumlah diameter gigi pemarut yang berbeda. Bagian tersebut akan berpengaruh
terhadap hasil pemarutan. Adanya pengaruh jumlah dan dimensi diameter gigi
parut silinder terhadap produktivitas alat pemarut antara lain telah dilaporkan oleh
Darma (2001) yang melakukan penelitian tentang alat pemarut empulur sagu.
Pengaruh perbedaan dimensi gigi pemarut tersebut diduga ada kesamaan pada
proses pemarutan empulur sagu dengan umbi singkong. Namun demikian,
hubungan antara jumlah dimensi serta susunan gigi silinder pemarut untuk umbi
singkong tidak dapat dijelaskan melalui proses pemarutan empulur sagu karena
perbedaan secara fisik antara keduanya.
Penggunaan dimensi gigi pemarut yang sama untuk empulur sagu dan umbi
singkong belum tentu memberikan hasil yang sama. Berdasarkan hal tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian perancangan alat pemarut singkong dengan
perlakuan utama diameter gigi pemarut yang berbeda dan parameter utama
kapasitas efektif pemarut, rendemen pati dalam hasil parutan, rendemen pati
dalam ampas dan analisis biaya pokok produksi. Pola hubungan antara
penggunaan diameter gigi pemarut yang berbeda-beda dengan kuantitas hasil pati
serta kapasitas pemarutan, diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini.
Selain itu rancangan alat ini juga dilengkapi dengan alat penepungan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisien penggunaan alat.
2

Ruang lingkup penelitian ini selain meliputi rancangan teknis alat


pemarutan singkong, juga dilakukan analisis biaya pokok produksi penggunaan
alat untuk mengetahui kelayakan peralatan yang digunakan di masyarakat. Dari
hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh rancangan alat pemarut yang secara
teknis dapat meningkatkan produktivitas hasil tapioka dan secara ekonomi layak
digunakan.
Permasalahan
Potensi singkong di Kabupaten Manokwari cukup potensial. Singkong dapat
diolah menjadi berbagai macam bentuk olahan pangan yang dapat menjadi
sumber pangan selain beras. Salah satu bentuk pengolahan pengolahan umbi
singkong yang banyak dimanfaatkan adalah pati singkong (tapioka). Tapioka
dibuat melalui proses pemarutan, ekstraksi dan pengendapan.
Pemarutan singkong merupakan salah satu proses pengecilan ukuran bahan
pangan dan merupakan operasi yang sangat penting dalam pengolahan singkong.
Karena itu perlu dirancang peralatan pemarutan umbi singkong yang diharapkan
dapat meningkatan produktifitas hasil olahan singkong di Manokwari. Bagian
fungsional dari sebuah peralatan pemarut singkong adalah silinder pemarut.
Proses pemarutan dikerjakan oleh gigi pemarut yang disusun sedemikian rupa
pada silinder pemarut. Diameter gigi parut diduga berperan penting dalam
menentukan kapasitas alat serta rendemen pati yang dihasilkan melalui
penggunaan peralatan ini. Karena itu dilakukan penelitian mengenai perancangan
alat dan mesin pemarut singkong dengan perlakuan utama diameter gigi parut

dengan parameter kapasitas efektif alat, rendemen pati dalam parutan serta
rendemen pati dalam ampas.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang alat pemarut singkong dengan
silinder pemarut yang menggunakan diameter gigi pemarut yang berbeda ukuran
yaitu 15 mm, 2 mm dan 3 mm. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sumber informasi bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan masyarakat
mengenai perancangan peralatan pemarut singkong. Dengan demikian diharapkan
dapat terjadi peningkatan produksi tapioka yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan pelaku UKM tapioka.

TINJAUAN PUSTAKA

Singkong
Singkong merupakan tanaman umbi-umbian dengan klasifikasi sebagai
berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Manihot

Spesies

: Manihot utilissima Pohl.

Secara umum ciri-ciri umbi singkong berbentuk silinder serta bagian


ujungnya mengecil. Umbi mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu kulit
luar (hitam) dan kulit dalam (putih). Daging umbi berwarna putih dan kuning pada
bagian tengah terdapat serat, budelan inti yang ada pada lapisan parenkim. Daun
singkong menyerupai telapak tangan dan tangkai panjang. Tangkai daun berwarna
hijau, kuning dan merah. Produk utama singkong dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
daun 5%, biji 1%, batang 44% dan umbi 50%. Data Departemen Pertanian RI
(2008) menunjukkan bahwa pemanfaatan singkong di Indonesia adalah untuk
kebutuhan pangan (58%), bahan baku industri (28%), ekspor gaplek (8%), pakan

ternak (2%) dan sisanya (4%) menjadi limbah pertanian. Bagian penyusun umbi
singkong dapat dilihat pada Gambar 1.
Epidermis
Kortikal & parenkim
Daun
Floem

Batang

Kambium
Jaringan penyimpanan pati parenkim
Pembuluh xylem

Umbi

Serat dan budelan serabut inti

Gambar 1. Bagian Penyusun Umbi Singkong (CIAT, 2009)


Umbi singkong yang dipanen terlalu awal akan menghasilkan kandungan pati yang
rendah, sebaliknya panen yang terlambat akan menghasilkan singkong dengan serat kasar
yang tinggi. Agar singkong yang dihasilkan berkualitas tinggi, pemanenan sebaiknya
dilakukan pada umur tanam yang tepat sesuai varietasnya. Pada umumnya umbi singkong
yang dipilih untuk pembuatan tapioka antara 8-10 bulan (Direktorat Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian, 2005).
Singkong dimanfaatkan sebagai makanan dan bahan baku industri. Diolah menjadi
bahan setengah jadi, dimana ukuran singkong menjadi lebih kecil sehingga partikelpartikel pati dan onggok dapat dipisah menjadi bahan industri lebih lanjut (Soebiyanto,
1993). Pemanfaatan singkong secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.

Sayuran dan obat


Daun

Farmasi
Pakan ternak

Biji

Minyak

Bibit
Papan dan kerajinan

Singkong

Batang
Briket
Bahan pakar dan arang
Pakan ternak

Kulit
Umbi

Tepung

Bahan makanan
Bahan makanan

Gaplek
Pellet
Alkohol
Glukosa

Pati

Tapioka
Peart
Dekstrin
Maltosa

Daging

Fruktosa
Etanol

Perekat
Asam organik
Makanan ringan
Sorbitol
Pakan ternak
Onggok

Asam sitrat/Ca
Gari
Obat nyamuk bakar, saos dan kerupuk
Farinha grossa

Fariha de mandioca

Gambar 2. Pohon Industri Agribisnis Singkong (Grace, 1977)

Tapioka
Tapioka merupakan bagian dari umbi singkong yang diperoleh dengan cara
pengecilan ukuran lalu diekstrak, diendapkan dan dikeringkan. Hasil endapan
yang dikeringkan ini dikenal dengan nama tapioka. Tapioka diperoleh dengan cara
mengekstraknya dari singkong dengan perantara air sebagai media untuk pelarut
dalam mengendapkan. Pati ini mudah diekstraksi karena rendahnya kandungan
protein dan lemak (Morthy, 2004), sehingga lebih sering digunakan dari pada pati
yang berasal dari serealia (FAO, 2006).
Proses untuk mendapatkan tapioka dapat dilakukan secara tradisional dan
semi-mekanis. Proses tradisional dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia
dan membutuhkan waktu relatif lama. Oleh sebab itu, pengolahan singkong
dengan menggunakan semi-mekanis diharapkan meningkatkan produktivitas hasil
pengolahan dan kualitas tapioka. Adapun cara pembuatan tapioka adalah sebagai
berikut:
1. Pengupasan
Pengupasan dilakukan dengan cara manual, bertujuan untuk memisahkan
daging umbi dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk
memilih umbi berkualitas. Umbi yang kualitasnya rendah tidak diproses
menjadi tapioka melainkan dijadikan pakan ternak.
2. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas umbi
di dalam bak yang berisi air. Proses ini bertujuan memisahkan kotoran pada
umbi, misalnya tanah dan pasir.
8

3. Pemarutan
Pemarut yang digunakan ada dua jenis yaitu:
a. Pemarut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan
tenaga

manusia sepenuhnya.

b. Pemarutan semi-mekanis, dilakukan dengan mengkombinasikan antara


penggunaan mesin dan tenaga manusia.
4. Pemerasan
Pemerasan dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Pemerasan bubur umbi yang dilakukan dengan cara manual menggunakan
kain halus (tipis), kemudian diremas-remas dengan menambahkan air.
Cairan yang diperoleh adalah tapioka (starch milk) yang ditampung dalam
ember.
b. Pemerasan bubur umbi dengan saringan goyang dan diremas-remas
bersama air mengalir. Bubur umbi diletakkan di atas saringan yang
digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan tersebut bergoyang,
ditambahkan air melalui pipa berlubang. Tapioka yang dihasilkan
ditampung dalam bak pengendapan.
5. Pengendapan
Hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 19 jam. Air di
bagian atas endapan dialirkan atau dibuang sedangkan endapan diambil dan
dikeringkan.

6. Pengeringan
Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara
menjemur tapioka di atas nampan atau widig atau tambir yang diletakkan di
atas rak-rak bambu selama 1-3 hari (tergantung dari cuaca). Diagram alir
Pembuatan tapioka dapat dilihat Gambar 3.
Pengupasan

Pencucian

Pemarutan

Ekstraksi

Pengendapan
Pengeringan
Pati kasar
Penepungan

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Tapioka (Direktorat Budidaya Umbiumbian, 2003)
Rahman (2007) melaporkan bahwa umbi singkong mempunyai kandungan
karbohidrat berkisar antara 72-82 (% bb) dan kadar abu antara 0,01-0,04 (% bb).
Menurut Morthy (2004), kadar amilosa tapioka berada pada kisaran 20-27% dan
kadar lipid sangat rendah (<0,1%). Karakteristik lain yang akan mempengaruhi
produk yang dihasilkan adalah pH. The Tapioca Institute of America (TIA)
mempunyai standar spesifikasi untuk pH tapioka yaitu sekitar pH 4,5-6,5
(Balagopalan et al., 1998). Sedangkan nilai keasaman tapioka berdasarkan SNI
01-3451-1994 ditetapkan dalam bentuk derajat asam yaitu maksimal sebesar 3
10

NaOH 1 N/100 g. Komposisi selengkapnya kimia tapioka dari beberapa penelitian


disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Tapioka
Komponen
Jumlah a
Serat (%)
0,03
Air (% bb)
11,40
Abu (%)
0,06
Karbohidrat (%)
87,52
Protein (%)
0,76
Lemak (%)
0,19
Pati (%)
85,19
Amilosa (%)
22,51
Total gula (%)
1,43
HCN (ppm) (%)
0,40

Jumlah b
0,50
8,10
0,33
98,54
0,86
0,26
86,90
28,35
-

Sumber: (a) Febriyanti, Wirakartakusumah (1990) & (b) Pangestuti (2010) dalam Balai Penelitian dan
Pengembangan Tapioka Bogor.

Syarat mutu tapioka telah ditetapkan melalui Standar Nasional Indonesia


(SNI) 01-3451-1994. Syarat mutu tersebut dapat dilihat Tabel 2.
Tabel 2. Syarat Mutu Tapioka SNI 01-3451-1994
Mutu I
Maks 15
Maks 0,60
Maks 0,60
Min 94,5
3-4

Persyaratan
Mutu II
Maks 15
Maks 0, 60
Maks 0,60
Min 92
2,5-3

Mutu III
Maks 15
Maks 0,60
Maks 0,60
< 92
< 2,5

Maks 3

Maks 3

Maks 3

Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg

Maks 1,0
Maks 10
Maks 40
Maks 0,05
Maks 0,5

Maks 1,0
Maks 10
Maks 40
Maks 0,05
Maks 0,5

Maks 1,0
Maks 10
Maks 40
Maks 0,05
Maks 0,5

Koloni/g
Koloni/g
Koloni/g

Maks 1,0 x 106


Maks 10
Maks 1,0 x 104

Maks 1,0 x 106


Maks 10
Maks 1,0 x 104

Maks 1,0 x 106


Maks 10
Maks 1,0 x 104

No

Jenis uji

Satuan

1
2
3
4
5
6

Kadar abu (b/b)


Kadar abu (b/b)
Serat dan benda asing (b/b)
Derajat putih 100%)
Kekentalan

%
%
%
%
Englar
Ml 1 N
NaOH
100g

Derajat asam
7

Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Raksa (Hg)
Arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka lempeng
Total
E.coli
Kapang

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1994)

11

Proses Desain Mesin Peralatan Pertanian


Suatu mesin pertanian terdiri dari dua sub sistem yaitu 1) procces sistem
(proses sistem), dan 2) support sistem (sistem pendukung). Proses sistem
merupakan bagian alat yang berfungsi untuk melakukan proses tertentu,
sedangkan support sistem merupakan bagian yang membantu sistem secara
keseluruhan. Support sistem terdiri dari 1) framing sistem yaitu rangkaian yang
saling terkait dengan bagian-bagian struktural untuk mendukung komponenkomponen lainnya dan 2) power sistem, berfungsi sebagai sumber tenaga
penggerak mesin (Srivastava et al.,1993).
Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang (insinyur) dalam
membuat suatu sistem. Proses ini melibatkan kegiatan kreatif dan kritis terhadap
suatu masalah (Manguwidjaja dan Suryani, 1999). Dalam merekayasa desain ada
beberapa hal yang harus dilakukan yaitu: 1) fase pengumpulan informasi, 2) fase
analisis secara fungsional, 3) fase kreatif, 4) fase analisis, 5) fase rekomendasi
(pengusulan) dan 5) fase tindak lanjut (Humphreys, 1991).
Proses perancangan, pengalaman, intuisi, dan pengetahuan desainer
merupakan faktor yang penting dalam menentukan suatu sistem. Secara umum,
suatu sistem yang dapat diterima (acceptable sistem) harus bersifat hemat biaya
(cost), efektif (effective), tepat guna (efficient), dapat dipercaya (reliable), dan
tahan lama (durable) (Arora, 2004).
Desain merupakan suatu sistem yang harus dianalisa sebelum sesuatu dapat
diterima. Desain dalam suatu mesin melibatkan tujuh langkah dasar yang harus
dilakukan yaitu 1) sadar akan adanya masalah yang harus diselesaikan, 2)
12

merencanakan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut, 3) memahami


permasalahan kemudian menentukan alternatif pemecahan masalah, 4) memilih
alternatif pemecahan masalah, 5) mengevaluasi anternatif dengan cara
membandingkan antara kebutuhan desain satu dengan yang lainnya, 6)
memutuskan alternatif pemecahan masalah yang diambil dan 7) mengumumkan
atau memberitahukan hasilnya (Ulman, 2002). Sedangkan menurut Norton (1992),
desain terdiri dari sepuluh tahap yaitu 1)

identifikasi kebutuhan, 2)

mengumpulkan informasi, 3) menyatakan kebutuhan, 4) menentukan spesifikasi,


5) memikirkan dan menemukan, 6) menganalisis, 7) seleksi, 8) menggambarkan
secara rinci, 9) membuat bentuk asli dan menguji, 10) produksi.
Pola konstruksi teknik mesin adalah aktivitas total yang diperlukan untuk
membangun dan menentukan solusi terhadap masalah tidak terpecahkan
sebelumnya, atau solusi baru pada masalah yang sebelumnya telah dipecahkan
dengan cara yang berbeda. Perancangan teknik mesin menggunakan kemampuan
intelektual untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dan memastikan produk
memenuhi kebutuhan pasar yang disepakati. Spesifikasi produk sementara
memungkinkan pembuatan dengan metode optimal. Kegiatan konstruksi mesin
tidak cukup sampai pada hasil produk yang dihasilkan/digunakan, untuk
memberikan tingkat yang dapat diterima hasil kinerja dan dengan metode yang
jelas identifikasi (Hurst, 1999).

13

Alat Pemarutan
Pemarutan merupakan bagian proses pengecilan ukuran lazimnya dilakukan
secara mekanis sehingga tidak merubah sifat kimia bahan. Dalam pengecilan
ukuran dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu: 1) kisaran dimensi, yaitu
partikel atau unit yang dapat diukur secara akurat dan mudah dilihat dengan
pengukuran minimal sekitar 0,125 mm, 2) kisaran saringan, yaitu partikel dengan
kisaran minimal 0,125-0,0029 mm, misalnya granula pati dan 3) kisaran
mikroskopis, yaitu partikel dengan dimensi minimum kurang dari 0,0029 mm
termasuk dalam serbuk misalnya debu semen. Jika dilihat ukurannya, tapioka
tergolong kisaran saringan (Henderson dan Perry, 1986).
Alat pemarut singkong pada umumnya ada dua tipe yaitu disc rasper dan
cylindrical rasper (Colon dan

Annoke, 1984). Pemarutan singkong, yang

dilakukan dengan menggunakan tipe silinder, masing-masing alat bekerja hanya


pada rotasi, selanjutnya berputar terus pada putarannya tanpa melakukan kerja.
Ada empat metode pemotongan yang lazim digunakan, yaitu 1) countermoving
blade, dimana kedua ujung mata pisau terlibat dalam pemotongan, 2) moving
blade, bahan yang dipotong diam lalu didorong dengan tangan dan mata pisau
bergerak, 3) pemotongan lapisan yang tipis dan 4) free cuntting (Sitkei, 1986).
Penelitian yang dilakukan dalam pemarutan singkong tergolong multi blade
karena menggunakan kawat stainless steel pada silinder yang banyak.

14

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di bengkel Mekanisasi Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua
Manokwari. Beberapa bagian alat dibuat di bengkel Arema Manokwari.
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 22 bulan yaitu mulai tanggal 1
September 2011 sampai dengan 31 Juni 2013.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu besi siku berukuran 40
mm x 40 mm x 0,2 mm, besi plat dengan ketebalan 0,2 mm, kayu nangka
berdiameter 120 mm dengan panjang 150 mm, kawat stainless steel berdiameter
1,5 mm, 2 mm dan 3 mm, besi As stainless steel berdiameter 25,4 mm, pulley, vbelt, motor bakar 5,5 HP atau 4,103 kW, mur, baut, ring, cat, gemuk, umbi
singkong sebanyak 72 kg, kain saring dan air.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gergaji besi, gergaji
kayu, chain saw (gergaji mesin), mesin bor besi, peralatan las listrik, timbangan
analitik, amplas, peralatan pengecatan, gerinda listrik, meteran dan mesin bubut,
kunci T 12, kuncil L 8, obeng, martil, kamera, tang, stop watch, ember, pisau,
blender, baskom.
15

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode perancangan dan
eksperimen dalam proses pengujian kinerja alat, dengan perlakuan utama
penggunaan diameter gigi pemarut yang berukuran 1,5 mm, 2 mm dan 3 mm.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a) Pembuatan gambar rancangan alat dan mesin pemarut singkong bertenaga
motor bakar.
Pembuatan gambar rancangan alat dan mesin dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya proses trial and error (coba-coba) dalam proses
perakitan. Hasil rancangan alat dan mesin disajikan melalui Gambar 4.
13

12

10

11

P15

15

1
2

7
14
6
5

4
17
16
Keterangan :
1. Dudukan motor bakar
2. Motor bakar
3. As tempat pulley
4. Pengeluaran tepung
5. Rangka utama
6. V-belt
7. Kunci gilingan tepung
8. Gigi gilingan

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

1
3
2
Kunci bahan
Tempat bahan penepung
Pillow silinder
Penutup atas
As silinder
Hopper pemarut
Silinder yang diberi kawat
Tombol ON/OFF pada motor bakar
Saklar penarik mesin motor bakar

P : 700 mm
T : 750 mm
L : 540 mm

Gambar 4. Rancangan Bangun Alat dan Mesin Pemarut Singkong Bertenaga Motor Bakar

16

Rancangan alat ini terdiri atas dua bagian utama yaitu bagian proses
(fungsional) dan bagian pendukung (struktural). Bagian proses adalah bagian
yang mengerjakan fungsi dari alat tersebut yang berupa silinder pemarut.
Sedangkan bagian pendukung adalah bagian yang mendukung fungsi dari alat
tersebut, antara lain seperti rangka, motor penggerak.
b) Perakitan alat dan mesin sesuai dengan gambar kerja yang dihasilkan.
c) Pengujian kinerja alat dan mesin sesuai dengan perlakuan pengujian variasi
diameter gigi pemarut dan waktu proses.
Tujuan pengujian alat pemarut ini yaitu mengetahui kinerja alat pemarut
singkong. Perlakuan pengujian kinerja alat ini adalah gigi dengan diameter
pemarut yang berukuran 1,5 mm, 2 mm dan 3 mm dengan menghitung
kebutuhan waktu yang dibutuhkan masing-masing perlakuan dalam memarut
umbi singkong sebanyak 8 kg. Perlakuan pengujian meliputi kapasitas
efektif pemarut, rendemen pati dalam hasil parutan dan rendemen pati dalam
ampas. Susunan gigi parut pada silinder disajikan pada Gambar 5.
Diamater kawat 2 mm

Diamater kawat 1,5 mm

15 mm

15 mm

15 mm

15 mm
Diamater kawat 3 mm

15 mm
15 mm

Gambar 5. Susunan Diameter Gigi Pemarut


17

Tahapan yang dilakukan pada pengujian alat pemarut singkong


adalah sebagai berikut:
1.

Persiapan bahan dan alat yang diperlukan antara lain umbi singkong,
timbangan, stop watch, ember dan air.

2.

Pengupasan dan pencucian umbi singkong

3.

Penimbangan umbi singkong masing-masing 8 kg untuk 3 perlakuan


dengan 3 kali ulangan.

4.

Hasil pemarutan ditimbang dan diambil sebanyak 2 kg untuk setiap


ulangan, kemudian diekstrak dengan air mengalir dan diperas hingga air
perasan jernih.

5.

Hasil perasan (starch milk) diendapkan selama 19 jam.

6.

Penimbangan pati hasil ekstraksi.

7.

Penimbangan ampas hasil ekstraksi sebanyak 0,5 kg untuk masingmasing ulangan.

8.

Penghancuran ampas dengan menggunakan alat Blender, kemudian


diekstrak menggunakan air mengalir dan diperas hingga air perasan
jernih.

9.

Hasil perasan (starch milk) diendapkan selama 19 jam.

10. Penimbangan pati yang dihasilkan


11. Pengeringan tapioka dan onggok

18

Gambaran tahapan proses pengujian disajikan pada Gambar 6.


Mempersiapkan
bahan & alat

Pengupasan & pencucian


umbi singkong

Penimbangan rata-rata
8 kg setiap ulangan
3 perlakuan dan 3 ulangan
dengan jumlah umbi singkong 72 kg
Proses pemarutan
Semi-mekanis dan mencatat waktu
dengan diameter kawat 1,5 mm, 2 mm dan 3 mm
Hasil pemarutan
Penimbangan masing-masing 2 kg perulangan
Ekstraksi
Onggok
Hasil starch milk
Evaluasi terhadap ampas
Penimbangan masingmasing 0,5 kg perulangan
Proses Blender
Air mengalir
Ekstraksi
Onggok
Hasil starch milk
Pengendapan selama 19 jam

Penimbangan pati

Gambar 6. Diagram Alir Pengujian Pemarut Singkong

19

Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan penelitian pemarut singkong adalah sebagai berikut:
Kapasitas Efektif Pemarut (kg/jam)
Kapasitas efektif pemarut dihitung dengan menimbang secara langsung
umbi singkong yang sudah dikupas (kg) dibagi dengan waktu yang dibutuhkan
selama pemarutan (jam), yang dinyatakan melalui Persamaan 1 (Darma et al.,
2010).
KE =

B (kg)
T (jam)

Keterangan :
KE : Kapasitas efektif pemarut (kg/jam)
B : Massa hasil pemarutan umbi singkong (kg)
T : Waktu (jam)
Rendemen Pati dalam Hasil Parutan (%)
Rendemen pati terhadap hasil parutan umbi singkong dihitung dengan
menimbang hasil parutan umbi singkong sebanyak 2 kg, kemudian diekstrak
dengan air mengalir, diremas-remas dan diperas berkali-kali sampai air hasil
perasan jernih. Hasil perasan (starch milk) diendapkan selama 19 jam, lalu pati
yang diperoleh kemudian dibagi dengan massa umbi yang diparut (kg). Rendemen
pati dalam parutan dihitung dengan menggunakan Persamaan 2 (Darma et al.,
2010).
Rendemen (%) =

Mp (kg)
x100%
M (kg)

Keterangan:
Rendemen : Rendemen pati dalam hasil parutan (%)
20

Mp
M

: Massa pati umbi singkong (kg)


: Massa hasil parutan umbi singkong (kg)

Rendemen Pati dalam Ampas (%)


Rendemen pati dalam ampas dihitung dengan menimbang ampas yang sudah
diekstrak sebanyak 0,5 kg, diblender sampai halus dan diekstrak dengan
menggunakan air mengalir, diperas berkali-kali sampai air hasil perasan jernih.
Hasil perasan diendapkan selama 19 jam untuk mendapatkan pati. Pati yang
dihasilkan kemudian dibagi dengan ampas sebelum diekstak lalu dikalikan dengan
100%. Perhitungan rendemen pati dalam ampas dilakukan menggunakan
Persamaan 3 (Darma et al., 2010).
Q=

W (kg)
X 100%
A (kg)

Keterangan:
Q : Rendemen pati dalam ampas (%)
W : Massa pati (kg)
A : Massa ampas yang sudah diekstrak (kg)

Analisis Ekonomi Biaya Pokok Produksi


Analisis ekonomi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghitung
Biaya Pokok Produksi Alat pemarut (BPP). Biaya pokok produksi alat dihitung
dengan membagi biaya total produksi (biaya tetap dan biaya tidak tetap) dengan
kapasitas efektif alat. Biaya Pokok Produksi dihitung dengan menggunakan
Persamaan 4 (Pramudya, 2002).

BPP =

BTT
BT + jam kerja
KE
21

Keterangan :
BPP : Biaya pokok produksi (Rp/kg)
BT : Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT : Biaya tidak tetap (Rp/jam)
KE : Kapasitas efektif alat (kg/jam)
Analisis Data
Data yang diperoleh melalui hasil penelitian ini, disajikan dalam bentuk
tabel dan gambar, serta dibahas secara deskriptif.

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konstruksi Alat Pemarut Singkong


Rancang bangun alat pemarut singkong terdiri dari 6 bagian utama yaitu: 1)
rangka utama, 2) motor penggerak, 3) sistem transmisi, 4) bagian pengumpan
(hopper), 5) silinder pemarut dan 6) bagian pengeluaraan (unloading). Hasil
konstruksi alat dan mesin pemarut yang dirakit penelitian ini disajikan melalui
Gambar 7.

Transmisi 1
Silinder pemarut

Transmisi 2
Motor Penggerak

Rangka utama

Hopper pemarut

Gambar 7. Konstruksi Mesin Pemarut Singkong Bertenaga Motor Bakar

Rangka utama berfungsi untuk mendukung dan sekaligus merupakan


dudukan dari silinder pemarut, motor penggerak dan bagian-bagian yang lainnya.
Karena fungsi tersebut, rangka utama dirancang untuk lebih kuat menahan beban
dan getaran selama mesin beroperasi. Rangka utama terbuat dari besi siku
berukuran 40 mm x 40 mm x 0,2 mm. Dimensi rangka utama terdiri atas panjang

23

700 mm, lebar 540 mm dan tinggi 750 mm. Penyambungan dengan dilakukan
dengan pengelasan listrik serta menggunakan mur dan baut 17.
Motor bakar adalah motor yang dapat mengubah tenaga panas hasil
pembakaran menjadi tenaga mekanik (Harjosetono et al., 2000). Motor penggerak
berfungsi sebagai sumber tenaga untuk menggerakkan silinder pemarut singkong.
Motor bakar yang digunakan mempunyai daya sebesar 5,5 HP atau setara dengan
4,103 kW, dengan menggunakan bensin sebagai bahan bakar.
Sistem transmisi yang digunakan pada alat ini adalah pulley dan sabuk (vbelt). Sistem transmisi berfungsi untuk menyalurkan daya yang dihasilkan oleh
sumber tenaga penggerak sehingga dapat memutar silinder pemarut singkong.
Pulley yang digunakan pada poros motor penggerak berdiameter 150 mm,
sedangkan pada poros silinder pemarut dan penepung masing-masing berdiameter
100 mm dan 70 mm. Tujuan perbedaan diameter pulley untuk mengurangi
kecepatan dan menambah daya berputar (Pratomo et al., 1983). Adapun sabuk (vbelt) yang digunakan dalam pemarut singkong pada motor bakar adalah tipe 58 A.
Bagian pengumpan pemarut singkong (hopper) berfungsi sebagai tempat
untuk pemasukan/pegumpanan umbi singkong ke bagian silinder pemarut. Bagian
ini terbuat dari plat besi tebal 2 mm, yang terdapat pada bagian atas, bawah serta
samping kanan dan kiri. Pada bagian atas hopper diberi engsel sebagai pintu,
sedangkan bagian bawah sebagai penahan yang membantu bergesernya umbi pada
saat pemarutan. Bagian samping kanan dan kiri berfungsi sebagai penahan pada
saat alat beroperasi sehingga hasil parutan tidak tercecer. Bagian depan hopper

24

dibuat miring sehingga memudahkan pendorong umbi singkong. Pendorongan ini


memungkinkan potongan-potongan kecil umbi singkong yang ikut terparut.
Silinder pemarut merupakan salah satu bentuk operasi pengecilan ukuran
dengan cara pemotongan dan peremukan (cutting and crushing). Tujuan proses
pemarutan adalah untuk merusak dinding sel serta partikel-partikel sel sehingga
pati yang terdapat di dalam sel bisa terekstrak. Proses pemarutan merupakan
bagian salah satu faktor yang menentukan kapasitas produksi tapioka dan
rendemen pati yang dihasilkan.
Silinder pemarut yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari kayu
nangka dengan diameter 120 mm dan panjang 150 mm. Silinder pemarut
dilengkapi dengan kawat stainless steel yang berdiameter 1,5 mm, 2 mm dan 3
mm, berfungsi sebagai gigi parut yang dipasang dengan cara ditancapkan pada
permukaan silinder sebanyak 240. Tinggi gigi parut adalah 5 mm dari permukaan
silinder dengan jarak horisontal dan vertikal antar mata parut sebesar 15 mm
(Gambar 8).
Tempat lubang skrup

Plat besi
Cincin
besi

As poros

Tempat baut 12

Gambar 8. Pemasangan Plat Besi dan Cincin Silinder Pemarut Singkong

25

Bagian pengeluaraan (unloading) berfungsi sebagai penyaluran hasil parutan


ke tempat penampungan. Bagian penyaluran terbuat dari besi plat dengan
kemiringan tertentu yang memungkinkan hasil parutan mengalir.
Spesifikasi rancangan alat yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Spesifikasi Rancangan Alat Pemarut Singkong
No Parameter
Rangka (frame)
1

2
3
4

7
8

Spesifikasi alat
Besi siku tipe A 40 x 40 x 2 mm
Besi plat 2 mm
Panjang
700 mm
Luas
540 mm
Tinggi
750 mm
Sumber tenaga penggerak
Motor Bakar 4 tak 5,5 HP
Sistem transmisi
Pulley 100 mm dan 150 mm
Tipe v-belt 58 A
Pengumpan (hopper)
Besi plat
2 mm
Panjang 315 mm
Lebar
235mm
Tinggi 190 mm
Silinder pemarut
Kayu nangka P 15 12
Diameter kawat 1,5 mm, 2 mm dan 3
mm
Piringan selinder 120 mm
Cincin As 25,4 mm dan baut 12
Berat silinder 1,5 mm 1,055 kg
Berat silinder 2 mm 1,220 kg
Berat silinder 3 mm 1,275 kg
Bagian pengeluaran (unloading) Besi plat
2 mm
Panjang
200 mm
Lebar
237 mm
Berat mesin pemarut
60 kg
Kapasitas
448,28 kg/jam

26

Kapasitas Efektif Pemarutan, Rendemen Pati dalam Hasil Parutan dan


Rendemen Pati dalam Ampas
Hasil pengukuran terhadap kapasitas efektif pemarutan, rendemen pati
terhadap hasil parutan dan rendemen pati dalam ampas disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4.

Kapasitas Efektif Pemarut, Rendemen Pati dalam Hasil Parutan dan Rendemen
Pati dalam Ampas.

Diameter
kawat
(mm)
1,5

Kapasitas
efektif pemarutan
(kg/jam)
448,24

Rendemen
pati dalam hasil
parutan (%)
46,67

Rendemen pati
dalam ampas
(%)
10,73

404,84

45,82

13,40

362,48

45,55

14,00

Kapasitas Efektif Pemarutan (kg/jam)


Kapasitas efektif pemarutan adalah kemampuan alat untuk memarut
sejumlah umbi singkong dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan
kg/jam. Kapasitas efektif pemarut singkong pada penelitian ini diukur dengan
menimbang umbi singkong yang telah dikupas untuk diparut yaitu sebanyak 8
kg per ulangan. Kemudian waktu yang dibutuhkan untuk memarut umbi tersebut
diukur. Hasil pengukuran kapasitas efektif alat parut pada diameter gigi parut
yang berbeda disajikan pada Gambar 9.

27

Kapasitas Efektif (kg/jam)

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
1.5 mm

2 mm

3 mm

Diameter Gigi Parut (mm)

Gambar 9. Kapasitas Efektif Alat dan Mesin Pemarut umbi Singkong (kg/jam)
Hasil penelitian terhadap kapasitas efektif alat dan mesin pemarut (Gambar
9) menunjukkan bahwa penggunaan gigi parut dengan diameter 1,5 mm
menghasilkan kapasitas efektif pemarut tertinggi yaitu sebesar 448,24 kg/jam.
Penggunaan gigi parut berdiameter 2 mm menghasilkan kapasitas efektif pemarut
tertinggi berikutnya yaitu sebesar 404,84 kg/jam. Sedangkan kapasitas efektif
pemarut terendah diperoleh pada penggunaan gigi parut berdiameter 3 mm yaitu
sebesar 362,48 kg/jam. Data hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa
semakin kecil diameter gigi parut maka kapasitas efektif pemarut yang dihasilkan
semakin tinggi.
Pola hubungan antara kapasitas efektif dengan diameter gigi parut tersebut
diduga terjadi karena penggunaan diameter gigi parut yang lebih kecil akan
menghasilkan luas permukaan pemarutan yang lebih besar. Dengan kata lain
ukuran granula hasil parutan umbi singkong akan semakin kecil dengan
penggunaan diameter gigi parut yang kecil pula. Hal tersebut sejalan dengan
28

pendapat Fellows (1992) yang menyatakan bahwa dalam pengolahan pangan,


pengecilan ukuran dapat menyebabkan peningkatan rasio luas permukaan terhadap
volume bahan pangan yang dapat meningkatkan laju pengeringan, pemanasan dan
pendinginan serta meningkatkan efesiensi dan laju ekstraksi dari komponen liquid
bahan pangan tersebut.
Kapasitas efektif alat pemarut umbi singkong hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan alat pemarut sagu tipe silinder hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Ratnaningsih et al. (2010). Rata-rata kapasitas efektif alat
pemarut sagu hasil penelitian tersebut adalah sebesar 268,43 kg/jam yang
dikerjakan oleh satu orang. Perbedaan tersebut diduga karena sifat fisik antara
umbi singkong dengan empulur sagu dan karakteristik alat pemarut yang
digunakan khususnya gigi silinder pemarut.
Proses pemarutan merupakan salah satu bentuk dari operasi pemotongan
(cutting). Untuk melakukan pemotongan bahan, diperlukan energi. Energi yang
dibutuhkan dalam proses pemotongan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti
sifat mekanis bahan, geometri dan bentuk tepi pemotong, serta kondisi kinematik.
Sifat-sifat mekanis bahan bergantung pada jenis bahan, yang dipengaruhi oleh
tahap pertumbuhan dan kadar air, lokasi pemotongan, dan lain-lain (Sitkei, 1986).
Rendemen Pati dalam Hasil Parutan (%)
Rendemen pati dalam hasil parutan adalah persentase pati yang terdapat
dalam hasil parutan umbi singkong. Rendemen pati dalam hasil parutan pada
penelitian ini ditentukan dengan menimbang hasil parutan sebanyak 2 kg,
kemudian diektraksi untuk mendapatkan pati hasil endapan. Pati yang diperoleh
29

kemudian ditimbang dan dibagi massa parutan tersebut. Perbandingan antara


massa pati yang didapat dibagi massa hasil parutan 2 kg dikalikan 100% untuk
mendapatkan rendemen pati dalam hasil parutan. Rendemen pati dalam hasil
parutan umbi singkong akibat penggunaan diameter gigi parut yang berbeda-beda

Rendemen pati dalam hasil parut

(%)

disajikan pada Gambar 10.

46.8
46.6
46.4
46.2
46
45.8
45.6
45.4
45.2
45

1,5 mm

2 mm

3 mm

Diameter Gigi Parut (mm)

Gambar 10. Rendemen Pati Hasil Parutan pada Diameter Gigi Parut yang berbeda
(%)
Hasil penelitian terhadap rendemen pati dalam parutan umbi singkong
seperti yang disajikan pada Gambar 10, memperlihatkan bahwa penggunaan gigi
parut dengan diameter 1,5 mm menghasilkan rendemen pati dalam hasil pemarut
yang tertinggi yaitu sebesar 46,67%. Rendemen pati tertinggi berikutnya yaitu
sebesar 45,82%, diperoleh pada penggunaan gigi parut berdiameter 2 mm.
Sedangkan rendemen pati dalam hasil parutan terendah diperoleh pada
penggunaan gigi parut yang diameter 3 mm yaitu sebesar 45,55%. Data hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil diameter gigi parut maka
rendemen pati yang dihasilkan semakin tinggi.
30

Model hubungan antara diameter gigi parut dengan rendemen pati tersebut
terjadi karena semakin kecil diameter gigi parut akan menyebabkan ukuran
granula hasil parutan umbi singkong akan semakin kecil atau semakin halus. Hal
tersebut berarti terjadi kerusakan dinding sel umbi yang semakin besar, akibatnya
pati yang tersimpan dalam sel tersebut akan semakin mudah dikeluarkan melalui
proses ekstraksi. Dengan kata lain, penggunaan diameter gigi parut yang semakin
besar akan menghasilkan ukuran granula parutan yang semakin besar pula, yang
menyebabkan pati yang tersimpan dalam sel lebih sulit diekstrak. Hal tersebut
akan menyebabkan rendemen pati yang dihasilkan akan lebih rendah.
Rendemen pati dalam hasil parutan singkong yang diperoleh melalui hasil
penelitian ini lebih tinggi dengan hasil beberapa hasil penelitian sebelumnya.
Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian yang lain tentang rendemen pati
singkong hasil parutan
terhadap

antara lain dilakukan Thaib (1985) dimana laporan

rendemen tapioka berkisar

antara 19-24%.

Penelitian lainnya

menghasilkan pati dalam umbi singkong sebesar 30% (Balagopalan et al., 1988).
Sedangkan Damayanti (2002) melaporkan bahwa kadar pati umbi singkong
sebesar 11,79%.
Selain faktor teknik pengolahan (alat dan mesin) yang digunakan, rendemen
pati singkong juga dipengaruhi oleh faktor umur panen yang optimum. Umur
panen sebelum dan sesudah umur panen optimum dapat menyebabkan kehilangan
sejumlah kadar pati dalam umbi singkong (Damardjati dan Barret, 1985).

31

Rendemen Pati dalam Ampas (%)


Rendemen pati dalam ampas adalah persentase pati yang terdapat di dalam
ampas. Rendemen pati dalam ampas pada penelitian ini ditentukan dengan
menimbang hasil ektraksi parutan ampas yaitu 0,5 kg kemudian diblender sampai
halus untuk mendapatkan pati. Pati yang dihasilkan, kemudian ditimbang dan
dibagi massa ampas. Perbandingan antara massa pati dibagi ampas hasil parutan
dikalikan 100% untuk mendapatkan rendemen pati dalam ampas. Gambar 11
menujukkan rendemen pati dalam ampas akibat penggunaan diameter gigi parut

Rendemen Pati dalam Ampas (%)

yang berbeda-beda.

14
12
10
8
6
4
2
0
1,5 mm

2 mm

3 mm

Diameter Gigi Parut (mm)

Gambar 11. Rendemen Pati dalam Ampas (%)


Hasil pengukuran rendemen pati dalam ampas umbi singkong (Gambar 11)
menunjukkan bahwa penggunaan gigi pemarut diameter 3 mm menghasilkan
rendemen ampas tertinggi yaitu sebesar 14,00%. Penggunaan gigi pemarut yang
berdiameter 2 mm menghasilkan rendemen pati dalam ampas tertinggi kedua yaitu
sebesar 13,40%. Sedangkan rendemen pati dalam ampas terendah diperoleh pada
32

penggunaan gigi pemarut yang berdiameter 1 mm yaitu sebesar 10,73%. Data hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa rendemen pati dalam ampas berbanding
lurus dengan diameter gigi parut. Namun jika dibandingkan dengan rendemen pati
hasil parutan, pada masing-masing diameter gigi parut yang sama, kedua
rendemen tersebut berbanding terbalik (Gambar 12).
Rendamen Pati
dalam Hasil Parutan
(%)
Rendamen Pati
dalam Ampas (%)

50

Rendemen (%)

40
30
20
10
0
1,5 mm

2 mm
Diameter Gigi Parut (mm)

3 mm

Gambar 12. Perbandingan Rendemen Pati dalam Hasil Parutan dan Rendemen Pati
dalam Ampas.
Hubungan antara diameter gigi pemarut dengan rendemen pati dalam ampas
yang berbanding lurus tersebut terjadi karena diameter gigi pemarut yang lebih
besar akan menghasilkan ukuran granula umbi hasil parutan yang lebih besar.
Akibatnya akan lebih banyak pati yang tertinggal dalam granula umbi singkong
dalam hasil parutan sehingga jika diekstrak hanya sebagian pati saja yang
terekstrak.

33

Analisis Biaya Pokok Produksi Pemarut Umbi Singkong


Estimasi Biaya Pokok Produksi Pemarut
Tujuan estimasi biaya pokok produksi (BPP) pada penelitian ini adalah untuk
mengetahui kebutuhan biaya untuk memarut 1 kg umbi singkong. Biaya pokok
produksi alat pemarut dinyatakan dalam Rp/kg. Skenario perhitungan BPP
dilakukan pada penggunaan diameter gigi pemarut dan jam kerja yang berbedabeda. Proses estimasi biaya diawali dengan mengelompokkan biaya-biaya yang
digunakan yaitu biaya tetap (BT) dan biaya tidak tetap (BTT). Biaya tetap yaitu
biaya yang tidak berubah selama proses pengoperasian alat pemarut, sementara
biaya tidak tetap yaitu biaya yang bergantung pada waktu pengoperasian alat.
Biaya tetap mencakup biaya penyusutan dan biaya bunga modal bank, sementara
bagian biaya tidak tetap yaitu biaya bahan bakar, biaya oli, biaya pemeliharaan
dan biaya operator.
Biaya penyusutan mesin pemarut dihitung dengan menggunakan metode
garis lurus (Straight Line Method), dan biaya bunga modal yaitu sebesar 20% per
tahun berdasarkan rata-rata suku bunga pinjaman bank tahun 2012. Sedangkan
biaya bahan bakar, biaya oli, pemeliharaan dan operator dihitung berdasarkan jam
operasi alat pemarut. Kebutuhan bahan bakar dan oli di tentukan berdasarkan hasil
pengukuran Daywin et al. (2008). Kebutuhan bahan bakar dan oli ditentukan
berdasarkan hasil pengukuran Daywin et al. (2008). Biaya pokok produksi
kemudian dihitung menggunakan Persamaan 1 (Pramudya, 2002).
Biaya Pokok Produksi Rp/kg =

BT + BTT
KE
34

Dimana :
BT
: Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT : Biaya tidak tetap (Rp/tahun)
KE
: Kapasitasefektif alat (kg/jam)
Hasil perhitungan Biaya Pokok Produksi alat pemarut untuk berbagai ukuran
diameter gigi parut, kapasitas efektif alat, pada berbagai jam kerja alat, disajikan Tabel 5.
Tabel 5. Spesifikasi Biaya Pokok Produksi, Kapasitas Efektif Pemarut dan Diameter
Gigi Pemarut yang Berbeda.
No

Spesifikasi pemarut

Diameter gigi
pemarut silinder (mm)
1
1,5
2
2
3
3

Kapasitas efektif
pemarut (kg/jam)
448,24
404,84
362,48

Biaya pokok produksi pemarut


(Rp/kg)
Jam kerja (jam/hari)
6

105,30
116,59
130,21

105,75
117,09
130,77

106,43
117,84
131,61

107,01
118,48
132,32

Berdasarkan Tabel 5, untuk ukuran diameter gigi parut yang sama, semakin
sedikit jam kerja alat, maka biaya pokok produksi semakin tinggi. Sebagai contoh
untuk ukuran diameter gigi parut 1,5 mm, menghasilkan biaya pokok produksi
pada 6 jam kerja sebesar Rp 105,30 per kg, sedangkan pada jam kerja 3 jam
menghasilkan biaya pokok produksi sebesar Rp 107,01 per kg. Secara grafis,
perubahan biaya pokok produksi pada berbagai jam kerja alat ukuran diameter gigi
parut tetap tersaji pada Gambar 13.

35

108.00
107.50
BPP (Rp/kg)

107.00
106.50
106.00
105.50
105.00
104.50
104.00
6 jam

5 jam
4 jam
Lama Kerja Alat (Jam)

3 jam

Gambar 13. Perubahan Biaya Pokok Produksi pada Berbagai Lama Jam Kerja
Alat untuk Diamater Gigi Parut Sebesar 15 mm.
Perubahan biaya pokok produksi lainnya adalah akibat dari perubahan
ukuran diameter gigi parut pada kondisi jam kerja yang sama. Melalui Tabel 5
terlihat bahwa semakin besar diameter gigi parut untuk jam kerja alat tetap, maka
biaya pokok produksi akan semakin besar. Untuk jam kerja tetap 6 jam per hari
misalnya, penggunaan diameter gigi parut sebesar 1,5 mm menghasilkan biaya
pokok produksi sebesar Rp 105,30 per kg, sedangkan untuk diameter gigi parut 3
mm pada jam yang sama menghasilkan biaya pokok sebesar Rp 130,21 per kg.
Untuk lebih jelasnya, hubungan keduanya disajikan melalui Gambar 14.

140.00
BPP (Rp/kg)

130.00
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
1.5 mm

2 mm
Diameter Gigi Parut (mm)

3 mm

36

Gambar 14. Perubahan Biaya Pokok Produksi untuk Berbagai Diameter Gigi
Parut pada Jam Kerja Alat Selama 6 Jam per Hari.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Pramudya (2002), yang
mengatakan bahwa semakin lama jam kerja dalam setahun maka biaya produksi
semakin rendah. Untuk mendapatkan keuntungan maksimal, maka biaya pokok
produksi diusahakan serendah mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengusahakan volume kerja mesin tersebut dimaksimalkan dalam setahun,
sehingga mesin tersebut dapat mencapai jam kerja yang tinggi. Dengan demikian
biaya pokok produksi semakin rendah.
Biaya pokok produksi yang dihasilkan melalui penelitian ini terlihat relatif
rendah untuk sebuah alat pengolahan. Rendahnya biaya pokok produksi tersebut
disebabkan karena waktu pengujian dan jumlah bahan uji berupa umbi singkong
yang relatif sedikit, sehingga tidak menunjukkan kapasitas efektif alat yang
sesungguhnya. Selain itu kapasitas efektif pemarut dianggap tetap, belum
memperhitungkan penurunan kapasitas akibat penyusutan alat setiap tahunnya.
Namun demikian, pola hubungan biaya pokok produksi dengan waktu kerja dan
ukuran diameter gigi parut tidak akan mengalami perubahan sekalipun kapasitas
efektif mengalami perubahan.

37

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa
simpulan berikut ini :
1.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin besar ukuran diameter gigi


parut maka kapasitas efektif alat akan semakin rendah, rendemen pati hasil
parutan semakin rendah, sedangkan rendemen pati dalam ampas semakin
tinggi.

2.

Perhitungan biaya pokok produksi menunjukkan bahwa pada diameter gigi


parut yang sama, semakin lama jam kerja maka biaya pokok akan semakin
rendah. Sedangkan untuk jam kerja yang sama, semakin besar diameter gigi
parut yang digunakan maka biaya pokok produksi akan semakin tinggi.
Saran

1.

Perlu dilakukan pengujian dengan waktu yang lebih lama, misalnya untuk
satu hari kerja (6-8 jam) dengan jumlah bahan yang lebih banyak untuk
mengetahui kapasitas efektif alat yang sesungguhnya.

2.

Perlu dilakukan penelitian dengan parameter putaran silinder pemarut yang


berbeda-beda, untuk mengetahui pengaruh putaran terhadap kapasitas efektif
alat.

38

DAFTAR PUSTAKA
`
Arora, J. S. 2004. Introduction to Optimum Design, Academic Press. http://books.
google. com/books?id=FbwVe577xwC&Printsec=Frontcover (12 April
2012).
Badan Standarisasi Nasional, 1994. Syarat Mutu Tapioka SNI 01-3451-1994,
Jakarta.
Balagopalan, C. G. Padmaja, S. K. Nanda, dan S. N. Mouthy. 1988. Cassava in
Food, Feed and Industry. CRC Press Inc, Boca Raton Florida.
Biro Pusat Statistik, 2012. Provinsi Papua Barat dalam Angka 2012, Manokwari.
CIAT, 2009. Gobal Cassava Research and Development. The Cassava Ekonomi of
Asia: Adapting to Ekonomi Change, CIAT.
Colon, F. J. and Annokke. G.J. 1984. Survei of Some Process Route of Sago in:
The Expert Consultation of Sago Palm and Palm Product. BPP Teknologi
dan FAO, Jakarta.
Darma, 2001. Analisis Mekanisme Pemarutan dan Torsi alat Pemarut Sagu
(Metroxylon sp) Tipe Silinder. Tesis Pasca Sarjana Jurusan
KeteknikkanPertanian. Fateta IPB, Bogor.
Darma, Istalaksana dan Andreas, Prototipe Alat Pengekstrak Pati Sagu Mixer
Rotary Blade Bertenaga Motor Bakar. Jurnal Agritech. Volume 30,No.4
November 2010: 204-211.
Damardjati S. D. dan Barrett M. D, 1985. Peningkatan Mutu Hasil Ubi Kayu di
Indonesia. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi.
Damayanti, N. 2002. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung dan Pati Singkong
(Manihot Utilissima Phol) dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi, Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Departemen Pertanian. 2008. Komposisi Kimia Tapioka dan Syarat Mutu Tapioka.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/17/jtptunimus-gdl-s1-2008roikhatulj804-2-bab2.pdf.
Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2003. Strategi dan
Upaya Pengembangan Produksi Dalam Sistem Usaha Agribisnis Umbiumbian (Singkong dan Umbi Jalar) dan Terubusan Pengembangan
Produksi Singkong dan Umbi Jalar. Disampaikan pada Pertemuan
Koodinasi pengembangan Produksi Umbi-umbian (Singkong dan Umbi
Jalar) Dirjen Bina Produksi Tanamanan Pangan dan Teknologi Budidaya
Singkong, Bogor.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Pengembangan
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka. Departemen Pertanian, Jakarta.
39

Febriyanti, Wirakartakusumah. 1990. Dalam Komposisi Tepung Tapioka. Balai


Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
Fellows. P., 2000. Food Processing Technology. Woodhead Publishing Ltd,
Cambridge.
Food and Agriculture Organization (FAO), 2006. Development of the CassavaProcessing Industry and Its Future. Dalam http://www.food.org/docrep/x50
32e/x5032E09 htm (18 Juni 2013).
Grace, M. R. 1977. Cassava Processing. FAO. Plan Production and Protectection
Series No. 3, 166p.
Grace, M. R. 1977. Cassava Processing. Foods and Agricultura Organization of
The United Nations, Roma.
Hardjosetono M, Wijayato, Rachlan E, Bandra W. I dan Tarmana D. R. 2000.
Mesin-Mesin Pertanian, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Henderson, M. C. and R. L. Perry.M. E. 1982. Agricultural Process Engineering.
The Avi Publishing Company Inc, Westport-Connecticut.
Humphreys, K. K.1991. Jelens Cost and Optimization Engineering, Third Edition.
McGraw-Hill Inc, Singapore.
Hurst. K, S. 1999. Engineering Design Principles. Elsevier. Ltd, Oxford.
Burlington.
Morthy, 2004. Kandungan Pati Pada Singkong Amilosa dan Amilopektin.
http://www. pustaka-deptan. go.id/Publikasi/Pdf (30 September 2011).
Norton, R. L. 1992. Design of Machinery An Introduction to the Synthesis and
Analysis of Mechanisms and Machines. Mc Graw Hill, Inc, New Yok.
Pansestuti, 2010. Dalam. Komposisi Kimia Tapioka Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
Pramudya, B. 2002. Ekonomi Teknik (Revisi). Proyek Peningkatan Perguruan
Tinggi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pratomo, M. dan Irwanto, K. A, 1983. Alat dan Mesin Pertanian 3. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta.
Rahman, A. M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tapioka dan
MOCAF (Modified Cassava Flour) sebagai Penyalut Kacang pada Produk
Kacang Salut. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Ratnaningsih, Nurdi Setyawan, Kun Tanti Dewandari dan Djayeng Sumangat,
2010. Rekayasa Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder. Jurnal Enjiniring
Pertanian Volume VIII. No. 2 Halm 67-74.
Sitkei, G. 1986. Developments in Agricultural Engineering. Mechanics of
Agricultural Materials. Esevier Science Publisher, Amsterdam.
40

Soebiyanto, 1993. Singkong sebagai bahan Baku Industri dan UKM dengan
harapan dapat Meningkatkan Nilai Ekonomi Masyarakat. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Daywin, J.F, Sitompul, G.R dan Hidayat, I. MesinMesin Budidaya Pertanian di
lahan Kering. 2008. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Srivastava, A. K., Goering, C. E. dan Rohrbach, R. P, 1993. Engineering
Principles Of Agricultural Machines. Amirican Sociaty of Agricultural
Engineering, USA.
Sumadji, E. 1985. Pengolahan Singkong Menjadi Tepung Tapioka. Gramedia,
Jakarta.
Thaib, A. 1985. Bimbingan Pembuatan Tapioka Konsumen bagi Petani Singkong
Desa Rejosari Kecamatan Siak Kampar-Riau Universitas Riau, Pekan
Baru.
Ulman, D. G. 2002. The Mechanical Design Process. McGraw-Hill Profesional.
http://books.google.com/books?id=if8xpmrOEC&printsec=frontcover. (20
Juni 2013).

41

42

1 Analisis Ekonomi Biaya Pokok Produksi (BPP)


4. 3. 1 Biaya Tetap (BT)
a. Biaya Penyusutan
Rumus

Keterangan
D = Penyusutan (Rp/Tahun)
P = Harga awal (Rp)
S = Harga akhir (Rp)
N = Umur ekonomis alat (Tahun)

=
=

5.000.000 500.000
5

4.500.000
5

= 900.000/
b. Biaya bunga modal/simpanan bunga bank
Rumus

(+1)
2

Keterangan
P = Harga awal (Rp)
i = Total tingkat bunga modal dan asuransi (%/Tahun)
I = Total bunga modal dan asuransi (Rp/Tahun)
N = Umur ekonomis alat (Tahun)

20% 5.000.000 (5 +1)


2(5 )

43

1.000.000/ (6 )
10

= 600.000/
Total Biaya Tetap (BT) = 900.000/ + 600.000/
= 1.500.000/
4.3.2 Biaya Tidak Tetap (BTT)
Hari Kerja :
1) - 6 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 6 / 24 /
12 / = 1728 /
a. Biaya Bahan Bakar
0.13 // 5.5 1728 / 6.500/
= 8.030.880/
b. Biaya Oli
5.5 (0.008//100 )(35.000)
= 1.540
c. Biaya Pemeliharaan
= 5% 5.000.000/) = 250.000 /
d. Biaya Operator
120.000// 2 (24 /
12 /)
= 240.000/ 288 /
= 69.120.000/
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 80.062.000/
B = +
= 1.500.000/ + 80.062.000/
= 81.562.000 /
44

Biaya Pokok (BP)

Silinder dengan diameter kawat 1.5 mm

=
=

81.562.000 /
448,24 /
81.562.000 /
774.558,7 /

81.562.000 /
448,24 / 1728 /

= 105,30

Silinder dengan diameter kawat 2 mm

=
=

81.562.000 /
404,84 /
81.562.000 /
699.563,5 /

81.562.000 /
404,84 / 1728 /

= 116,59

Silinder dengan diameter kawat 3 mm

=
=

81.562.000/
362,48 /
81.562.000/
626.365,4/

81.562.000/
362,48 / 1728 /

= 130,21

2) - 5 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 5 / 24 /
12 / = 1440 /
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 66.760.000/
B = +
= 1.500.000/ + 66.760.000/
= 68.260.000/

45

Biaya Pokok (BP)

Silinder dengan diameter kawat 1.5 mm

=
=

68.260.000/

448,24 /

68.260.000 /
645.465,6 /

68.260.000 /
448,24 / 1440 /

= 105,75

Silinder dengan diameter kawat 2 mm

=
=

68.260.000 /
404,84 /

68.260.000 /
582.969,6 /

68.260.000 /
404,84 / 1728 /

= 117,09

Silinder dengan diameter kawat 3 mm

=
=

68.260.000 /
362,48 /

68.260.000 /
521.971,2/

68.260.000 /
362,48 / 1728 /

= 130,77

3) - 4 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 4 / 24 /
12 / = 1152 /
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 53.458.000/
B = +
= 1.500.000/ + 53.458.000/
= 54.958.000/
46

47

Biaya Pokok (BP)

Silinder dengan diameter kawat 1.5 mm

=
=

54.958.000/
448,24 /
54.958.000 /
516.372,48/

54.958.000/
448,24 / 1152 /

= 106,43

Silinder dengan diameter kawat 2 mm

=
=

54.958.000/
404,84 /
54.958.000/
466.375,68 /

54.958.000/
404,84 / 1152 /

= 117,84

Silinder dengan diameter kawat 3 mm

=
=

54.958.000/
362,48 /
54.958.000/
417.576,96/

54.958.000/
362,48 / 1152 /

= 131,61

4) - 3 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 3 / 24 /
12 / = 864 /
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 39.941.000/
B = +
= 1.500.000/ + 39.941.000/
= 41.441.000/

48

Biaya Pokok (BP)

Silinder dengan diameter kawat 1.5 mm

=
=

41.441.000/
448,24 /

41.441.000 /
387.279.36 /

41.441.000 /
448,24 / 864 /

= 107,01

Silinder dengan diameter kawat 2 mm

=
=

41.441.000 /
404,84 /

41.441.000 /
349.781,76 /

41.441.000 /
404,84 / 864 /

= 118,48

Silinder dengan diameter kawat 3 mm

=
=

41.441.000 /
362,48 /

41.441.000 /
313.182,72/

41.441.000/
362,48 / 864 /

= 132,32

49

Anda mungkin juga menyukai