Anda di halaman 1dari 33

REFERAT ANESTESI

HYPOTENSIVE AGENTS

Disusun Oleh : Yi Reng Riangni


NIM

: 07120110031

Pembimbing : dr. Irma Lusiana Tantri, SpAn

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi


Universitas Pelita Harapan Rumah Sakit Umum Siloam
Periode 30 November 2 Januari 2015

DAFTAR ISI
JUDUL.......................................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................1
BAB I

PENDAHULUAN.................................................................................2

BAB II

FISIOLOGI...........................................................................................2
2.1 Fisiologi Tekanan Darah...................................................................5
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah....................................6
2.3 Regulasi Tekanan Darah.................................................................12

BAB III HYPOTENSIVE AGENTS.................................................................17


3.1 Anestesi Spinal dan Epidural..........................................................18
3.2 Anestesi Volatile.............................................................................18
3.3 Anestesi Intravena...........................................................................20
3.4 Muscle Relaxant..............................................................................21
3.5 Nitrovasodilator...............................................................................22
3.6 Adrenergic Receptor Antagonist..................................................25
3.7 Adrenergic Receptor Antagonist..................................................27
3.8 Combined and Receptor Antagonist.........................................30
3.9 Calcium Channel Blocker................................................................31
3.10 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor.................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

BAB 1
PENDAHULUAN
Tekanan darah merupakan resistensi yang dihasilkan oleh darah terhadap
luas dinding pembuluh darah. Tekanan darah biasa diukur dalam satuan milimeter
merkuri (mmHg). Pada ilmu anestesi pengetahuan mengenai fisiologi jantung
serta tekanan darah sangatlah penting karena sepanjang operasi tekanan darah
harus dijaga. 1
Pada beberapa kondisi seperti pada prosedur bedah saraf, prosedur
ortopedi besar seperti artroplasti total, operasi pada tumor besar, operasi kepala
dan leher dilakukan tehnik controlled hypotension.2 Controlled hypotension adalah
menurunkan tekanan darah arteri secara elektif. Keunggulan utama dari teknik ini
adalah untuk minimalisir jumlah kehilangan darah pada saat operasi dan memberi
visualisasi yang lebih baik saat pembedahan. Hal ini dapat dilakukan dengan
teknik memposisikan pasien dan pemberian obat-obat hipotensif.3
Referat ini akan membahas mengenai obat-obat yang dapat diberikan
untuk menurunkan tekan darah.

BAB II
FISIOLOGI
Sistem peredaran darah terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah.
Sistem ini berfungsi untuk mengangkut nutrisi kedalam jaringan dan hasil akhir
metabolisme tubuh untuk dibuang. Selain itu sistem sirkulasi juga membawa
hormon dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya. Secara umum, sistem ini
befungsi untuk mempertahankan kondisi optimal dalam tubuh.1,3
Jantung merupakan suatu organ yang terdiri atas dua pompa yang bekerja
secara paralel, yaitu jantung sisi kanan dan kiri, dimana pada tiap sisinya terdiri
atas atrium dan ventrikel. Jantung memompa darah ke dalam sistem peredaran
darah yang terdiri atas dua jenis, yaitu sistem peredaran darah pulmonal dan
sistem peredaran darah sistemik atau perifer. Ventrikel kanan jantung menerima
darah vena yang terdeoksigenasi dan kemudian memompanya ke dalam sistem
peredaran darah pulmonal yang terdiri atas sistem vena yang memiliki tekanan
rendah, sampai ke paru-paru dimana akan terjadi pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida dalam darah. Sedangkan ventrikel kiri menerima darah yang
teroksigenasi dari vena pulmonal dan memompanya melalui peredaran darah
sistemik yang terdiri atas arteri yang bertekanan tinggi ke dalam jaringan tubuh
untuk metabolisme.1,3
Tiap jenis pembuluh darah yang terdapat pada sistem sirkulasi memiliki peran
masing-masing dalam sistem peredaran darah, yaitu :1
1. Arteri : Mengangkut darah di bawah tekanan tinggi ke dalam jaringan.
Untuk alasan ini, arteri memiliki dinding pembuluh darah yang kuat, dan
darah dalam arteri mengalir dalam kecepatan tinggi.
2. Arteriol : Merupakan cabang kecil dari sistem arteri yang bertindak
sebagai saluran darah dari arteri menuju kapiler. Arteriol memiliki dinding
otot yang kuat. Kemampuannya untuk mengalami konstriksi atau dilatasi
membuatnya dapat mengatur jumlah aliran darah ke dalam jaringan sesuai
dengan kebutuhan jaringan.

3. Kapiler : Berfungsi untuk pertukaran cairan, nutrisi, elektrolit, hormon,


dan zat lainnya antara darah dan cairan interstitial. Dinding kapiler
sangatlah tipis dan memiliki banyak pori kecil yang bersifat permeabel
terhadap air dan zat molekul kecil lainnya.
4. Venula : Venula mengumpulkan darah dari kapiler dan kemudian secara
bertahap menyatu
ke vena yang lebih besar.
5. Vena : Berfungsi sebagai saluran balik darah dari venula kembali ke
jantung. Vena juga berfungsi sebagai reservoir utama darah ekstra.
Tekanan dalam vena sangat rendah sehingga vena memiliki dinding yang
tipis namun dapat berkontraksi atau melebar sesuai dengan kebutuhan
sirkulasi.
Pada sistem peredaran darah, terdapat tiga faktor yang saling berhubungan
yaitu laju aliran darah, curah jantung dan tekanan darah arterial. Pada dasarnya,
terdapat tiga prinsip yang mendasari fungsi sistem peredaran darah, yaitu :1
1. Laju aliran darah ke setiap jaringan tubuh selalu disesuaikan dengan
jumlah kebutuhan pada jaringan tubuh.
Pada jaringan tubuh aktif dimana kebutuhan pasokan nutrisi
meningkat, maka aliran darah pun akan meningkat sekitar 20 30 kali
lipat dibandingkan pada saat istirahat. Untuk memenuhi kebutuhan ini,
maka pembuluh darah kecil pada tiap jaringan akan secara berkelanjutan
memantau kebutuhan jaringan akan ketersediaan oksigen, nutrisi,
akumulasi karbondioksida dan bahan akhir metabolisme lainnya. Hal ini
nantinya akan secara langsung menyebabkan pembuluh darah lokal untuk
mengalami dilatasi atau konstriksi dan mengatur jumlah aliran darah
sesuai dengan kebutuhan jaringan.
2.

Curah jantung (Cardiac Output) dipengaruhi oleh jumlah total aliran


darah pada jaringan.
Darah dari arteri mengalir melalui jaringan kemudian kembali ke
jantung melalui vena. Jantung merespon penambahan aliran darah ini

dengan cara segera memompanya kembali ke dalam arteri untuk


memenuhi kebutuhan jaringan.
3. Tekanan darah arteri dikontrol secara independen, selain melalui laju
aliran darah dan curah jantung.
Sistem peredaran darah memiliki sistem yang luas dalam mengatur
tekanan darah arteri. Pada saat tekanan darah menurun secara signifikan
dibawah batas normal (sekitar 100 mmHg) maka rentetan refleks saraf
akan terinisiasi dalam hitungan detik dan menimbulkan perubahan pada
sirkulasi darah dalam upaya untuk meningkatkan kembali tekanan darah
ke batas normal. Rentetan refleks saraf ini terutama menyebabkan :
Meningkatnya kekuatan pompa jantung
Menyebabkan kontraksi dari vena besar sehingga meningkatkan

jumlah darah ke jantung


Menyebabkan konstriksi arteriol pada seluruh tubuh sehingga lebih
banyak darah terakumulasi dalam arteri besar dan tekanan arteri

meningkat
Dalam waktu beberapa jam dan hari, ginjal memiliki peran tambahan
dalam mengontrol tekanan darah melalui sekresi hormon dan mengatur
volume darah.
2.1 Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan resistensi yang dihasilkan oleh darah terhadap
luas dinding pembuluh darah. Tekanan darah biasa diukur dalam satuan milimeter
merkuri (mmHg) dan terkadang dapat juga diukur dalam satuan sentimeter air (cm
H2O).1,3
Oleh karena jantung memompa darah secara terus menerus ke dalam aorta,
tekanan darah pada aorta sangatlah tinggi, rata-rata sekitar 100 mm Hg. Pompa
jantung yang bersifat pulsatil juga menyebabkan tekanan darah arteri untuk
berubah-ubah dari tekanan sistolik sekitar 120 mmHg ke tekanan diastolik sekitar
80 mmHg. Seiring dengan mengalirnya darah dari arteri ke vena, tekanan terus
menurun secara progresif, menjadi sekitar 35 mmHg pada ujung arteriol dan
sekitar 10 mmHg pada vena.1

Tekanan darah sebanding dengan produk SVR CO. Hubungan antara


ketiganya dibuat berdasarkan Ohms law dan dapat dirumuskan menjadi :3
MAPCVP SVR CO
Dimana,

MAP = Mean Arterial Pressure


CVP = Central Venous Pressure
SVR = Systemic Vascular Resistance
CO = Cardiac Output
Oleh karena CVP biasanya sangat kecil dibandingkan dengan MAP, maka

CVP biasanya dapat diabaikan. Berdasarkan hubungan ini, tampak jelas bahwa
hipotensi merupakan akibat dari penurunan SVR, CO, atau keduanya. Sehingga
untuk menjaga tekanan darah arteri, adanya penurunan dari salah satu antara SVR
ataupun CO harus dikompensasi oleh peningkatan yang lainnya.3
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Berdasarkan rumus Ohms law yang menyatakan bahwa MAP = SVR x
CO, maka faktor-faktor yang menimbulkan perubahan pada curah jantung dan
juga systemic vascular resistance mempengaruhi tekanan darah.

2.2.1 Cardiac output (CO)


Cardiac output (CO) atau curah jantung adalah jumlah volume darah yang
dipompa oleh jantung per menit. Cardiac output dapat diekspresikan sebagai:
CO=Stroke Volume Heart Rate

Ketika stroke volume tetap konstan maka CO berbanding lurus dengan


detak jantung. (Gambar 1)1,3,4

2.2.2 Detak Jantung (Heart Rate)


Detak jantung menggambarkan fungsi intrinsik dari SA node (spontan
depolarisasi). Di antara beberapa faktor yang berkontribusi terhadap regulasi
denyut jantung, yang paling penting adalah sistem saraf otonom dan hormon yang
dikeluarkan oleh medullae adrenal (epinefrin dan norepinefrin)4.
Dalam tubuh terdapat reseptor sensorik yang membantu dalam regulasi
denyut jantung yaitu :4

Proprioceptor : Memantau posisi tungkai dan otot serta mendeteksi

kenaikan detak jantung yang terjadi pada saat melakukan aktivitas fisik.
Chemoreceptor : Memantau perubahan kimia dalam darah
Baroreceptor : Memantau peregangan arteri dan pembuluh darah yang
disebabkan oleh tekanan dari darah yang mengalir. Terletak pada arkus
aorta dan arteri karotid.
Informasi dari reseptor-reseptor ini nantinya akan memberikan input

kepada cardiovascular center dan respon atas perubahan yang terjadi nantinya
akan diteruskan melalui persarafan otonom.4
Impuls parasimpatis mencapai jantung melalui saraf vagus (X) kanan dan
kiri. Akson vagal berakhir di SA node, AV node, dan miokardium atrium.
Stimulasi saraf parasimpatis pada jantung menyebabkan sekresi hormon
asetilkolin. Hormon ini memiliki dua efek utama pada jantung yaitu mengurangi
irama dari sinus node dan mengurangi eksitabilitas pada otot-otot atrium dan A-V
node, sehingga memperlambat transmisi impuls jantung ke ventrikel dan
memperlambat detak jantung.4
Neuron simpatik berjalan dari medulla oblongata hingga spinal cord.
Persarafan simpatik jantung kemudian keluar pada regio thorakal dan
menginervasi SA node, AV node, dan sebagian besar bagian dari miokardium.
Stimulasi saraf simpatis menyebabkan sekresi hormon norepinephrine yang
berikatan pada reseptor -1 pada serat otot jantung. Pada SA node, hal ini

menyebabkan peningkatan permeabilitas membran terhadap ion natrium dan


kalsium, mempercepat depolarasi sehingga impuls dari pacemaker meningkat
begitu juga dengan detak jantung. Selain itu norepinefrin juga meningkatkan
jumlah Ca2+ yang masuk ke dalam sel sehingga meningkatkan kontraktilitas
jantung. 1,4
2.2.3 Stroke volume
Stroke volume merupakan jumlah darah (ml) per detak jantung yang dipompa
keluar dari ventrikel kiri ke dalam aorta.1,3,4 Stroke volume merupakan perbedaan
antara ventricular end-diastolic volume (EDV) dan end-systolic volume (ESV).1
EDV adalah volume penuh dari ventrikel sebelum kontraksi sedangkan ESV
adalah volume residu darah yang tersisa di ventrikel setelah ejeksi. Pada jantung
normal, EDV berkisar sekitar 110 120 mL dan ESV sekitar 40 50 ml sehingga
perbedaan antara kedua volume darah tersebut yang berkisar sekitar 70 mL,
merepresentasikan SV. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi SV yaitu: 3,4

Preload
Preload dapat didefinisikan sebagai awal peregangan miosit
jantung sebelum jantung berkontraksi. Karena panjang sarkomer pada
jantung tidak dapat ditentukan, maka biasanya EDV dianggap sebagai
preload. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi EDV, yaitu durasi dari
ventrikular diastole dan venous return atau aliran balik vena. Ketika detak
jantung meningkat, durasi diastole menjadi lebih pendek sehingga
ventrikel berkontraksi sebelum terisi penuh oleh darah, menurunkan EDV.
Sebaliknya, peningkatan aliran balik vena ke jantung meningkatkan EDV

dari ventrikel, meregangkan serat otot sehingga meningkatkan preload.


Afterload
Afterload merupakan tekanan dinding ventrikel yang dibutuhkan
untuk membuka katup semilunar untuk memompa darah dari jantung pada
saat sistol. Afterload dipengaruhi oleh tekanan intraventrikular, radius
ventrikel dan ketebalan dinding ventrikel sesuai dengan Laplaces law,
yaitu :

Circumferential Stress=

PR
2H

Dimana P merupakan tekanan intraventricular, R ventrikular radius dan H


adalah ketebalan dinding ventrikel. Sesuai dengan hubungan diatas, maka
afterload meningkat apabila terdapat peningkatan radius ventrikel. Selain
itu meningkatnya tekanan aorta dan tekanan vaskular sistemik juga
meningkatkan afterload. Penebalan dinding ventrikel seperti pada kondisi
hipertrofi ventrikel menyebabkan berkurangnya afterload. Ketika afterload

meningkat, maka terjadi peningkatan ESV dan penurunan stroke volume.


Kontraktilitas atau Inotropi
Kontraktilitas jantung atau inotropi adalah kemampuan intrinsik
dari miokardium untuk memompa darah dalam kondisi preload dan
afterload yang stabil. Kontraktilitas berhubungan dengan tingkat
pemendekan otot miokard, yang bergantung pada konsentrasi Ca2+
intraseluler selama sistol. Kontraktilitas terutama dipengaruhi oleh sistem
saraf simpatis. Otot atrium dan ventrikel serta nodal tissues di inervasi
oleh sistem saraf simpatis. Pelepasan hormon norepinefrin meningkatkan
kontraktilitas via aktivasi -1 reseptor. Reseptor -adrenergik yang juga
terdapat pada miokardium hanya memiliki sedikit efek inotropik.
Penggunaan obat simpatomimetik dan sekresi epinefrin dari kelenjar
adrenal keduanya meningkatkan kontraktilitas jantung melalui aktivasi
dari -1 reseptor.
Sebaliknya kondisi seperti hipoksia, asidosis, berkurangnya
simpanan katekolamin pada jantung dan disfungsi otot jantung oleh karena
iskemia dan infark menurunkan kontraktilitas jantung.

Gambar 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cardiac Output


2.2.4 Systemic Vascular Resistance (SVR)
Systemic Vascular Resistance (SVR) atau biasa disebut juga sebagai Total
Peripheral Resistance merupakan resistensi yang diberikan oleh pembuluh darah
sistemik terhadap aliran darah. Dalam sirkulasi sistemik, sekitar dua pertiga dari
SVR berasal dari resistensi arteriol. SVR ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi resistensi pembuluh darah seperti contohnya perubahan diameter
pembuluh darah dan kekentalan darah.1,3 Kemampuan pembuluh darah untuk
vasokonstriksi maupun vasodilatasi diatur oleh beberapa mekanisme :1
1. Autoregulasi
Autoregulasi merupakan kemampuan intrinsik dari organ untuk
mempertahankan aliran darah yang konstan saat terjadi perubahan tekanan
perfusi. Adanya penurunan perfusi atau meningkatnya kebutuhan jaringan

10

menyebabkan dilatasi dari arteriol. Sebaliknya, arteriol mengalami


vasokonstriksi sebagai respon terhadap tekanan perfusi yang meningkat
dan kebutuhan jaringan yang menurun.
2. Faktor faktor endothelium
Endotel pembuluh darah secara aktif memodifikasi zat yang
berperan dalam mengkontrol tekanan darah dan aliran darah. Zat zat
tersebut adalah vasodilator (oksida nitrat, prostasiklin [PGI 2]),
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan A 2), antikoagulan
( thrombomodulin, protein C), fibrinolitik (tissue plasminogen activator),
dan faktor-faktor yang menghambat agregasi platelet (oksida nitrat dan
PGI 2). Vasokonstriktor yang dihasilkan oleh endotel yaitu endotelin
disekresi sebagai respon dari trombin dan epinefrin.
3. Sistem saraf autonomik
Meskipun sistem parasimpatis memiliki peran penting dalam
sistem sirkulasi, namun pada struktur pembuluh darah sistem saraf
otonomik yang lebih berperan adalah sistem simpatis. Outflow simpatis
keluar melalui spinal cord segmen thorakal dan segmen lumbar 1-2,
kemudian berjalan sepanjang saraf tulang belakang mencapai pembuluh
darah. Serabut saraf simpatis ini menginervasi seluruh bagian pembuluh
darah kecuali kapiler dan berfungsi untuk meregulasi tonus vaskular.
Variasi dari tonus vaskular arteri berfungsi untuk mengatur tekanan dan
aliran darah ke berbagai organ, sedangkan variasi dalam tonus vaskular
vena mengubah kapasitas pembuluh darah, pooling vena, dan venous
return ke jantung.
Vasokonstriksi oleh sistem saraf simpatis via reseptor -1
adrenergik dapat menimbulkan efek bermakna pada otot rangka, ginjal,
usus, dan kulit. Respon ini ditemukan paling lemah di otak dan jantung.
Sedangkan serabut saraf yang berfungsi untuk vasodilatasi terdapat
terutama di otot rangka dan bekerja via reseptor -2 adrenergik dengan
cara meningkatkan aliran darah sebagai respon dari aktivitas fisik.
2.3 Regulasi Tekanan Darah

11

Tekanan darah arteri juga diregulasi sistem neural (Gambar 2), sistem
hormonal (Gambar 3) dan autoregulasi.4
2.31 Sistem Neural
Tekanan darah dari menit ke menit diatur terutama oleh sistem saraf
otonom. Adanya perubahan tekanan darah akan terdeteksi secara sentral (oleh
hipotalamus dan batang otak) dan secara perifer (oleh baroreseptor). Tekanan
darah arteri yang menurun meningkatkan respon saraf simpatis, meningkatkan
sekresi epinefrin dari kelenjar adrenal dan menurunkan respon vagal. Ketiganya
menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh darah sistemik yang menyebabkan
detak jantung serta kontraktilitas jantung meningkat sehingga tekanan darah pun
meningkat.1,4
Terdapat dua baroreseptor, satu terletak di bifurkasi dari common carotid
artery dan yang lainnya terletak di arkus aorta. Baroreseptor di arteri karotis
mengirim sinyal afferent ke pusat peredaran darah di batang otak sedangkan
baroreseptor di aorta mengirim sinyal afferent sepanjang nervus vagus. Diantara
keduanya, carotid baroreceptor memiliki peran lebih penting dalam
meminimalisir perubahan tekanan darah yang disebabkan oleh peristiwa akut,
seperti contohnya perubahan postur.4
Peningkatan tekanan darah meningkatkan baroreceptor discharge dan
tonus vagal serta menghambat vasokonstriksi sistemik. Hal ini disebut sebagai
refleks baroreseptor. Sebaliknya penurunan tekanan darah menurunkan
baroreceptor discharge dan tonus vagal serta menyebabkan vasokonstriksi
sistemik sehingga kembali meningkatkan tekanan darah. 4
Adaptasi terhadap perubahan akut pada tekanan darah terjadi dalam 1 2
hari, sehingga refleks ini tidak efektif untuk mengontrol tekanan darah dalam
jangka panjang.1

12

Gambar 2 Regulasi Tekanan Darah oleh Sistem Neural


2.32

Sistem Hormonal
Hormon membantu mengatur tekanan darah dan aliran darah dengan cara

mengubah cardiac output, resistensi pembuluh darah sistemik, atau dengan


menyesuaikan total volume darah.4
1. Reninangiotensinaldosterone (RAA) system
Ketika volume darah turun atau aliran darah ke ginjal berkurang, sel
juxtaglomerular di ginjal mensekresikan renin ke dalam aliran darah.
Renin dan angiotensin converting enzyme (ACE) memproduksi hormon
aktif angiotensin II, yang meningkatkan tekanan darah dalam dua cara.
Pertama, angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat sehingga tekanan
darah naik dengan cara meningkatkan resistensi vaskuler sistemik. Kedua,
merangsang sekresi aldosteron, yang meningkatkan reabsorpsi ion natrium
dan air oleh ginjal sehingga meningkatkan total volume darah, yang
meningkatkan tekanan darah. (Gambar )

13

Gambar 3 Renin-Angiotensin-Aldosterone System


2. Epinefrin dan norepinefrin
Sebagai respon stimulasi simpatik, medula adrenal melepaskan epinefrin
dan norepinefrin. Hormon-hormon ini meningkatkan curah jantung dengan
cara meningkatkan laju dan kekuatan kontraksi jantung. Mereka juga
menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan pembuluh darah di kulit dan
organ abdomen dan vasodilatasi arteriol di jantung dan otot rangka, yang
membantu meningkatkan aliran darah ke otot saat melakukan aktivitas
fisik.
3. Hormon antidiuretik (ADH).
ADH diproduksi oleh hipotalamus dan dilepaskan dari hipofisis posterior
sebagai respon pada saat dehidrasi atau terdapat volume darah menurun.
ADH menyebabkan vasokonstriksi, yang meningkatkan tekanan darah.
Untuk alasan ini ADH juga disebut vasopressin.

14

4. Atrial natriuretic peptide (ANP)


Dikeluarkan oleh sel-sel di atrium jantung, ANP menurunkan tekanan
darah dengan cara menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan ekskresi
garam dan air dalam urin sehingga mengurangi volume darah.
2.33 Autoregulasi
Perubahan lokal yang terjadi pada kapiler dapat menyebabkan perubahan
pada tonus vaskular. Kemampuan jaringan untuk secara otomatis menyesuaikan
aliran darah sesuai dengan kebutuhan metabolik disebut sebagai autoregulasi.4
Pada jantung dan otot rangka, di mana kebutuhan untuk oksigen dan
nutrisi dapat meningkat sebanyak sepuluh kali lipat selama aktivitas fisik,
autoregulasi merupakan kontributor penting untuk meningkatkan aliran darah
melalui jaringan. Autoregulasi juga mengontrol aliran darah di otak.4
Terdapat dua jenis rangsangan yang dapat menyebabkan perubahan
autoregulasi aliran darah:4
1. Perubahan fisik
Suhu panas menyebabkan vasodilatasi, dan dingin menyebabkan
vasokonstriksi. Selain itu, otot polos di dinding arteriol memiliki sifat
miogenik, sehingga kontraksi meningkat pada saat terjadi regangan. Pada
saat aliran darah melalui arteri menurun maka peregangan dinding arteri
berkurang. Hal ini menyebabkan otot polos untuk relaksasi dan
menghasilkan vasodilatasi, yang meningkatkan aliran darah.
2. Bahan kimia yang menyebabkan vasodilatasi dan vasokonstriksi
Beberapa macam sel seperti pada sel darah putih, trombosit, serat otot
polos serat, makrofag, dan sel endotel menghasilkan berbagai bahan kimia
yang dapat mengubah diameter pembuluh darah. Bahan kimia yang
dilepaskan oleh sel-sel jaringan yang aktif secara metabolik seperti
termasuk K+, H+, asam laktat (laktat), dan adenosin (dari ATP)
menyebakan vasodilatasi. Vasodilator penting lainnya yang dikeluarkan
oleh sel endotel adalah nitric oxide (NO). Trauma jaringan atau
15

peradangan menyebabkan pelepasan vasodilator kinins dan histamin.


Vasokonstriktor termasuk tromboksan A2, radikal superoksida, serotonin
(dari trombosit), dan endotelin (dari sel endotel).

BAB III
HYPOTENSIVE AGENTS
Obat ideal yang digunakan untuk menginduksi hipotensi diharapkan memiliki
karakteristik sebagai berikut :2

cara pemberian yang mudah


memiliki efek dose-dependent
onset kerja cepat serta pemulihan dari efek obat yang cepat

16

cepat tereliminasi dari sistem tubuh tanpa menghasilkan metabolit yang

beracun
memiliki efek minimal pada aliran darah ke organ vital.
tidak meningkatkan ukuran otak atau mempengaruhi autoregulasi serebral
selama prosedur pembedahan saraf

Walaupun belum terdapat obat yang memenuhi seluruh kriteria diatas, banyak
obat anestesi serta obat-obat vasoaktif yang digunakan untuk menurunkan tekanan
darah, seperti contohnya :
1. anestesi spinal dan epidural
2. anestesi volatile
3. Anestesi Intravena
4. Muscle Relaxant
5. Nitrovasodilator
6. obat -adrenergic receptor antagonist
7. obat -adrenergic receptor antagonist
8. combined - and -adrenergic receptor antagonist
9. calcium channel entry blocking drugs
10. angiotensin-converting enzyme inhibitor

3.1 Anestesi Spinal dan Epidural


Secara umum, obat anestesi lokal berikatan secara reversibel dengan subunit dari voltage-gated Na channel pada saraf, mencegah terjadinya influx dari
ion Na+ sehingga tidak terjadi depolarisasi dari saraf dan konduksi impuls saraf
jadi melambat. Bergantung pada jumlah konsentrasi yang diberikan, hal ini dapat
menyebabkan terjadinya blocking dari potensial aksi yang bertanggung jawab
untuk konduksi saraf. Pada anestesi spinal dan epidural terjadi blokade pada akar
saraf bagian anterior dan posterior yang menyebabkan blokade dari sistem
autonomik dan somatik. Gangguan autonomik selevel thorakolumbar
menyebabkan efek simpatektomi. Terjadi vasodilatasi dari pembuluh darah yang
menyebabkan SVR menurun. Selain itu juga terjadi blood pooling di vena

17

sehingga aliran darah balik ke jantung dan juga curah jantung untuk menurun. Hal
ini menyebabkan terjadinya hipotensi.3
3.2 Anestesi Volatile
Halotane
Halotane adalah obat anestesi inhalasi berhalogen yang pertama digunakan
dalam praktek klinis. Ini merupakan agen ampuh yang biasa digunakan untuk
maintenance anestesi. Halotan tidak berbau menyengat dan karena itu dapat
ditoleransi dengan baik untuk induksi inhalasi anestesi.3,5
Halotan menyebabkan pengurangan tekanan darah arteri yang tergantung
dengan dosis. Tekanan arteri rata-rata biasanya menurun sekitar 20% sampai 25%
pada konsentrasi MAC halotan. Penurunan tekanan darah terutama adalah hasil
dari depresi miokard yang menyebabkan penurunan curah jantung. Depresi
miokard terjadi akibat gangguan pada pertukaran antara natrium-kalsium dan
pemanfaatan kalsium intraseluler yang menyebabkan peningkatan tekanan pada
atrium kanan. Halotan juga menyebabkan vasodilatasi pada arteri koroner
sehingga aliran darah koroner menurun. Perfusi miokard yang memadai biasanya
tetap dipertahankan oleh karena kebutuhan oksigen yang juga menurun. Halotan
menumpulkan refleks baroreseptor dan menyebabkan perlambatan konduksi pada
sinoatrial node yang mengakibatkan timbulnya bradikardia. Perubahan tekanan
darah serta denyut jantung umumnya menghilang setelah beberapa jam
administrasi halotan, mungkin karena stimulasi simpatis secara progresif.3,5
Isoflurane
Isoflurane adalah anestesi inhalasi yang umum digunakan di seluruh dunia.
Isoflurane biasanya digunakan untuk maintenance anestesi setelah induksi dengan
agen lain karena baunya yang menyengat. Induksi dapat dicapai dalam waktu
kurang dari 10 menit dengan konsentrasi inhalasi dari 3% isoflurane di O2;
konsentrasi ini dikurangi menjadi 1-2% untuk maintenance anestesi. Penggunaan

18

obat-obatan lain seperti opioid atau nitrous oxide mengurangi konsentrasi


isoflurane yang diperlukan untuk anestesi. 3
Isoflurane menstimulasi reseptor -adrenergik dan menyebabkan
vasodilatasi sehingga aliran darah terutama pada otot rangka meningkat dan
menurunkan SVR yang kemudian menurunkan tekanan darah arteri. Penurunan
tekanan darah pada penggunaan isoflurane bergantung pada konsentrasi.
Konsentrasi yang meningkat pesat menyebabkan peningkatan denyut jantung,
tekanan darah serta level norepineftrin dalam plasma. Isoflurane adalah
vasodilator koroner yang poten sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah
koroner dan penurunan konsumsi O2 dari miokard. Hal ini membuat isoflurane
aman digunakan pada pasien dengan penyakit jantung iskemik. Pada konsentrasi
yang lebih tinggi, efek vasodilatasi dari isoflurane mendominasi dan dapat
menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak dan autoregulasi terganggu.5
Desflurane
Desflurane memiliki struktur yang hampir sama dengan isoflurane.
Desflurane memiliki solubilitas rendah dalam darah yang menyebabkan terjadinya
induksi serta emergence yang sangat cepat pada anestesi. Efek dari desflurane
mirip dengan isoflurane dimana peningkatan konsentrasi menyebabkan penurunan
dari SVR dan juga tekanan darah. Konsentrasi yang tinggi juga memiliki efek
peningkatan denyut jantung, tekanan darah serta level norepineftrin dalam plasma,
yang lebih jelas dibandingkan dengan isoflurane.3,5
Sevoflurane
Seperti desflurane, sevoflurane juga memiliki solubilitas yang rendah
dalam darah sehingga dapat meningkatkan MAC dengan cepat. Efek dari
sevoflurane sama dengan pada desflurane dan isoflurane yaitu menurunkan
tekanan darah dengan cara menurunkan SVR. Perbedaannya adalah, sevofluran
tidak menyebabkan takikardia sehingga merupakan agen yang lebih dipilih pada
pasien beresiko mengalami iskemia miokard.3

19

3.3 Anestesi Intravena


Anestesi intravena dapat diberikan untuk induksi dan maintenance pada
anestesi general juga untuk sedasi. Obat-obatan yang digunakan untuk anestesi
intravena seperti golongan barbiturat, benzodiazepine dan propofol dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah.3
Barbiturat
Barbiturat menekan Reticular Activating System di batang otak, yang
mengontrol kesadaran. Barbiturat berikatan dengan reseptor -aminobutyric acid
tipe A (GABA A) dan mempotensiasi aksi GABA dalam meningkatkan durasi
bukaan dari chloride-specific ion channel.3
Barbiturat menyebabkan depresi dari medullary vasomotor center
menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga meningkatkan blood
pooling yang memberi kesan seakan-akan volume darah berkurang. Hal ini
menyebabkan penurunan tekanan darah. Akibat penumpulan respon vagal oleh
barbiturat serta aktivasi dari baroseptor reflex sebagai kompensasi tubuh,
kontraktilitas jantung dan juga detak jantung meningkat (takikardia) sehingga
cardiac output masih dapat dipertahankan dalam batas normal.3
Pada kondisi seperti hipovolemia atau gagal jantung kongestif, terjadi
refleks baroreseptor berkurang sehingga tekanan darah dan juga cardiac output
dapat menurun secara drastis.3
Benzodiazepine
Benzodiazepine berikatan dengan reseptor GABA-A dan meningkatkan
frekuensi bukaan dari chloride ion channel. Mekanisme kerja benzodiazepine
sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah sama seperti pada golongan
barbiturat.3
Propofol

20

Induksi anestesi dengan propofol melibatkan fasilitasi dari penghambatan


neurotransmisi yang dimediasi oleh reseptor GABA A reseptor. Propofol
meningkatkan afinitas dari GABA untuk berikatan dengan GABA A reseptor.
Penurunan tekanan darah yang terjadi pada propofol disebabkan oleh penurunan
SVR, preload dan kontraktilitas jantung.3
3.4 Muscle Relaxant/ Neuromuskular blocking agent
Neuromuskular blocking agent dibagi menjadi dua kelas yaitu depolarisasi
dan nondepolarisasi. 2,3
Struktur dari Depolarizing muscle relaxants sangat menyerupai Ach dan
mudah berikatan dengan reseptor ACh, dan menghasilkan aksi potensial pada
otot.3 Namun, obat ini tidak dimetabolisme oleh acetylcholinesterase, sehingga
konsentrasi obat ini dalam celah sinaptik bertahan lama dan menyebabkan
depolarisasi berkepanjangan dari muscle end-plate.2,3 Obat ini merangsang semua
reseptor otonom kolinergik yaitu reseptor nicotinic di simpatik dan parasimpatis
ganglia serta reseptor muscarinic di sinus node jantung. Dalam dosis rendah, obat
ini menimbulkan efek inotropik dan kronotropik negatif. Sedangkan dalam dosis
tinggi menimbulkan efek sebaliknya.2,3
Nondepolarizing muscle relaxants berikatan dengan reseptor ACh tetapi
tidak mampu menyebabkan perubahan konformasi yang diperlukan untuk
membuka saluran ion.3 Agen ini mencegah Ach untuk berikatan dengan reseptor,
sehingga tidak terbentuk aksi potensial pada end plate. Hipotensi yang timbul
pada penggunaan obat ini terutama disebabkan oleh karena sekresi histamin
sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu obat ini juga dapat
menyebabkan vagal block sehingga menimbulkan takikardia.2,3
3.5 Nitrovasodilator
Mekanisme kerja utama dari nitrovasodilator adalah melalui pelepasan
nitric oxide. Nitric oxide nantinya akan mengaktivasi guanylyl siklase, enzim
yang bertanggung jawab dalam sintesis cyclic guanosine 3',5'-monophosphate

21

(cGMP), yang mengontrol fosforilasi dari beberapa protein, termasuk yang


terlibat dalam mengatur kontraksi otot polos.3
NO merupakan vasodilator poten yang dikeluarkan oleh sel endotel dan
memiliki peran penting dalam mengatur tonus vaskular pada seluruh tubuh. Waktu
paruhnya yang sangat pendek (<5 detik) membuatnya sensitif dalam mengontrol
aliran darah.5
Sodium nitroprusside
Sodium nitroprusside merupakan nitrovasodilator yang memiliki efek
antihipertensi kuat. Sodium nitroprusside biasanya diencerkan hingga mencapai
konsentrasi 100 mcg / mL dan diberikan secara infus kontinyu dengan rate 0,5-10
mcg / kg / menit.3 Obat ini memiliki onset yang sangat cepat yaitu sekitar 1-2
menit. Sodium nitroprusside menyebabkan dilatasi vena dan arteriol sehingga
menurunkan preload, afterload dan SVR. Curah jantung biasanya tidak
terpengaruh pada pasien normal, namun pada pasien dengan gagal jantung
kongestif, regurgitasi mitral, atau regurgitasi aorta menurunnya afterload dapat
meningkatkan curah jantung. Sebagai respon dari penurunan tekanan darah arteri,
kontraktilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi. Sodium nitroprusside juga
menyebabkan dilatasi pembuluh darah serebral dan menganggu autoregulasi
cerebral. Akibatnya aliran darah ke otak dapat meningkat dan menyebkan
peningkatan tekanan intrakranial. Dalam menanggapi penurunan tekanan darah
arteri, terjadi pelepasan renin dan katekolamin. Ginjal tetap dapat berfungsi
dengan baik walaupun terdapat penurunan tekanan darah serta perfusi ke ginjal.3,5
Sodium nitroprusside adalah molekul tidak stabil yang dapat terurai dalam
kondisi basa kuat atau ketika terkena cahaya. Onset kerjanya adalah dalam waktu
30 detik; efek hipotensif puncak terjadi dalam waktu 2 menit, dan ketika infus
obat dihentikan, efek akan menghilang dalam waktu 3 menit.5
Sodium nitroprusside memasuki sel darah merah, di mana ia menerima
elektron dari besi (Fe 2+) pada oksihemoglobin. Transfer elektron ini
menghasilkan nitroprusside yang tidak stabil radikal dan methemoglobin (Hb Fe
22

3+). Nitroprusside kemudian terurai membentuk lima ion sianida dan NO . Ion
sianida dimetabolisme oleh enzim rhodanase di hati membentuk tiosianat, yang
kemudian dieksresikan hampir seluruhnya dalam urin. 3,5
Nitrogliserin
Nitrogliserin melemaskan otot polos pembuluh darah, dan menyebabkan
vasodilatasi vena yang lebih mendominasi dibandingkan dengan vasodilatasi
arteri.3 Mekanisme kerjanya diduga mirip dengan natrium nitroprusside.
Pemberian nitrogliserin umumnya diencerkan hingga konsentrasi 100 mcg / mL
dan diberikan sebagai infus intravena kontinu dengan rate 0,5-10 mcg / kg /menit.
Nitrogliserin bisa juga diberikan secara sublingual (mencapai efek puncak dalam
4 menit) atau transdermal. Pemberian jangka panjang dapat menyebabkan
toleransi akibat berkurangnya reaktan yang diperlukan untuk pembentukan NO,
adanya sekresi vasokonstriktor sebagai respon kompensasi atau ekspansi
volume.3
Nitrogliserin mengurangi kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan
pasokan oksigen miokard oleh beberapa mekanisme:3

Blood pooling pada vena mengurangi aliran balik darah sehingga


mengurangi preload. Hal ini diikuti dengan penurunan EDV yang
kemudian mengurangi kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan

perfusi endokard.
Vasodilatasi mengurangi afterload sehingga menurunkan ESV serta

kebutuhan oksigen.
Nitrogliserin mendistribusikan aliran darah koroner ke daerah iskemik dari

subendokardium.
Mengurangi spasme arteri koroner
Efek dari nitrogliserin pada aliran darah otak dan tekanan intrakranial

mirip dengan sodium nitroprusside. Sakit kepala yang disebabkan akibat


pelebaran pembuluh serebral merupakan efek samping yang umum ditemukan
pada nitrogliserin.2

23

Nitrogliserin mengalami hidrolisis reduktif oleh glutathione-organic


nitrate reductase di dalam hati dan darah. Salah satu produk metabolitnya adalah
nitrit, yang dapat mengkonversi hemoglobin menjadi methemoglobin.5
Hydaralazine
Hydralazine menyebabkan relaksasi pada otot polos arteriol. Mekanisme
yang menyebakan efek ini masih tidak jelas, tetapi diperkirakan melibatkan
penurunan konsentrasi kalsium intraseluler. Hydralazine menyebabkan
vasodilatasi pada arteriol namun tidak pada arteri koroner maupun otot polos
vena. Penurunan tekanan darah setelah pemberian hydralazine dikaitkan dengan
penurunan resistensi pembuluh darah di sirkulasi koroner, otak, ginjal, dengan
efek yang lebih kecil di kulit dan otot. Karena dilatasi terjadi pada arteriol dan
tidak pada vena, maka hipotensi postural jarang terjadi. Hydralazine merupakan
vasodilator serebral yang poten dan juga dapat menginhibisi autoregulasi aliran
darah otak sehingga penggunaan hydralazine menyebabkan peningkatan aliran
darah otak serta kenaikan tekanan intrakranial. Aliran darah ginjal biasanya
dipertahankan dalam batas normal atau meningkat.3
Penurunan tekanan darah oleh hydralazine memicu respon kompensasi
tubuh yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas,
peningkatan aktivitas renin plasma, dan retensi cairan.3
Hydralazine diabsorpsi dengan baik di saluran cerna dan di metabolisme di
hati. Hydralazine mencapai konsentrasi puncak dalam plasma dalam waktu 30120 menit setelah konsumsi. Meskipun waktu paruhnya dalam plasma berkisar
sekitar satu jam, durasi efek hipotensif dari hydralazine dapat bertahan hingga
selama 12 jam.5
3.5 -adrenergic Receptor Antagonist
Reseptor adrenergik dibagi menjadi dua kategori umum yaitu dan .
Masing-masing memiliki subtipe yaitu, -1, -2, dan -1, -2, dan -3. Reseptor
-1 merupakan adrenoseptor postsynaptic yang terletak pada otot polos seluruh

24

tubuh seperti di mata, paru-paru, pembuluh darah, rahim, usus, dan sistem
genitourinari. Aktivasi reseptor ini meningkatkan konsentrasi ion kalsium
intraseluler, yang menyebabkan kontraksi otot polos. Miokardium memiliki
reseptor -1 yang memiliki efek inotropik positif. Efek dari stimulasi reseptor -1
pada sistem kardiovaskular adalah vasokonstriksi, yang meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer, afterload ventrikel kiri serta tekanan darah arteri.3
Berbeda dengan -1 reseptor, -2 reseptor terletak terutama pada
presynaptic. Aktivasi adrenoseptor ini menghambat aktivitas adenilat siklase
sehingga mengurangi jumlah ion kalsium yang memasuki terminal saraf, yang
kemudian mengurangi sekresi dari norepinefrin. Dengan demikian, -2 reseptor
berperan dalam menciptakan umpan balik negatif yang menghambat sekresi lanjut
norepinefrin dari neuron. Selain itu, otot polos pembuluh darah juga memiliki
postsynaptic -2 reseptor yang menyebabkan vasokonstriksi.3
Obat-obatan adrenergik antagonis berikatan dengan adrenoseptor dan
menginhibisi kerja dari adrenergik agonis.

Phentolamine
Phentolamine adalah antagonis reseptor -1 adrenergik yang memiliki
afinitas yang sama untuk kedua reseptor -1 dan -2. Antagonisme dari reseptor
-1 dan relaksasi otot polos menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan
tekanan darah arteri. Penurunan tekanan darah menimbulkan refleks takikardia.
Refleks takikardia ini ditingkatkan oleh efek antagonisme dari -2 reseptor dalam
jantung yang meningkatkan pelepasan norepinefrin dan menghilangkan umpan
balik negatif.3,5
Efek kardiovaskular ini biasanya dapat terlihat dalam waktu 2 menit dan
berlangsung hingga 15 menit. Seberapa besar respon dari blokade reseptor ini
tergantung pada derajat tonus simpatis yang ada sebelumnya. Adanya refleks
takikardia dan hipotensi postural membatasi kegunaan phentolamine dalam

25

pengobatan hipertensi yang disebabkan oleh stimulasi -reseptor yang berlebihan


misalnya pada kondisi pheochromocytoma, clonidine withdrawal.3,5
Phentolamine diberikan intravena secara bolus intermiten atau secara infus
kontinyu dengan dosis 1-5 mg pada orang dewasa. Untuk mencegah terjadinya
nekrosis jaringan oleh setelah ekstravasasi cairan intravena yang mengandung agonis (misalnya, norepinefrin), dapat diberikan 5-10 mg phentolamine dalam 10
ml normal saline.3
Prazosin dan Obat Terkait (Terazosin, Doxazosin, Alfuzosin, Tamsulosin)
Prazosin merupakan antagonis selektif dari -1 reseptor. Efek utama dari
prazosin dihasilkan dari blokade reseptor -1 di arteriol dan vena. Hal ini
menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan venous return ke
jantung. Pemberian prazosin biasanya tidak meningkatkan detak jantung oleh
karena prazosin tidak memiliki efek terhadap reseptor -2 sehingga prazosin tidak
menyebabkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis dalam jantung.
Selain itu, prazosin juga menurunkan preload jantung dan cenderung sedikit
meningkatkan curah jantung. Prazosin juga dapat bekerja pada SSP untuk
menekan aliran simpatis dan menekan fungsi baroreflex pada pasien hipertensi.
Prazosin dan obat terkait dalam kelas ini juga memiliki efek menguntungkan pada
serum lipid, dimana mereka dapat menurunkan lipoprotein low-density (LDL) dan
trigliserida serta meningkatkan konsentrasi high density lipoprotein (HDL). 5
Prazosin diserap dengan baik setelah pemberian oral, dan bioavailabilitas
adalah sekitar 50-70%. Puncak konsentrasi prazosin dalam plasma umumnya
tercapai dalam 1-3 jam setelah dosis oral. Obat ini berikatan erat dengan protein
plasma, dan hanya 5% yang berada bebas dalam sirkulasi. Prazosin dimetabolisme
di hati dan diekskresikan oleh ginjal. Waktu paruh dalam plasma adalah sekitar 23 jam (dapat memanjang hingga 6-8 jam pada gagal jantung kongestif). Durasi
kerja obat biasanya adalah 7-10 jam dalam pengobatan hipertensi.5
3.6 -adrenergic Receptor Antagonist

26

Reseptor memiliki 3 subtipe yaitu -1, -2 dan 3. Katekolamin seperti


norepinefrin dan epinefrin memiliki potensi yang sama pada -1 reseptor, tetapi
epinefrin memberikan efek yang lebih kuat pada -2 reseptor dibandingkan
dengan norepinefrin.3
Reseptor -1 terletak pada membran postsinaptik dalam jantung. Stimulasi
reseptor ini mengaktifkan adenilat siklase, yang mengubah adenosine triphosphate
menjadi adenosin monofosfat siklik dan memulai kaskade fosforilasi kinase.
Inisiasi dari kaskade ini memiliki efek kronotropic (meningkatkan detak jantung),
dromotropic (meningkatkan konduksi), dan inotropik (meningkat kontraktilitas).3
Reseptor -2 terletak terutama pada postsynaptic di otot polos dan sel-sel
kelenjar. Mereka memiliki mekanisne kerja yang sama dengan reseptor -1 yaitu
aktivasi dari adenilat siklase. Stimulasi dari reseptor -2 menyebabkan relaksasi
otot polos, mengakibatkan bronkodilatasi, vasodilatasi, dan relaksasi rahim
(tokolisis), kandung kemih, dan usus. Selain itu glikogenolisis, lipolisis,
glukoneogenesis, dan pelepasan insulin juga dirangsang oleh aktivasi reseptor 2. Rangsangan -2 agonis juga mengaktifkan pompa kalium-sodium, yang
mendorong kalium kedalam sel dan dapat menginduksi hipokalemia dan
disritmia.3
Reseptor -3 dapat ditemukan di kantong empedu, otak dan jaringan
adiposa dan berperan dalam lipolisis dan thermogenesis pada lemak coklat.3
Banyak -blocker memiliki intrinsic sympathomimetic activity (ISA)
meskipun tidak memberikan efek seperti agen -agonis. -blocker dengan ISA
kurang menguntungkan dalam mengobati pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Efek terapi utama dari penggunaan -reseptor antagonis adalah pada sistem
kardiovaskular. -reseptor antagonis memperlambat denyut jantung dan
menurunkan kontraktilitas miokard. -reseptor antagonis juga mengurangi sinus
rate, menurunkan tingkat spontan depolarisasi dari pacemaker, memperlambat
konduksi dalam atrium dan AV node, dan meningkatkan periode refrakter
fungsional pada nodus AV.3,5
27

Propanolol
Propranolol berinteraksi dengan reseptor -1 dan -2 dengan afinitas yang
sama, tidak memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidak memblokir
reseptor. Tekanan darah arteri diturunkan oleh beberapa mekanisme seperti
penurunan kontraktilitas miokard, menurunkan denyut jantung, dan mengurangoi
sekresi renin. Curah jantung dan kebutuhan oksigen miokard juga berkurang.
Propranolol memperlambat konduksi atrioventrikular dan menstabilkan membran
miokard. 3
Propranolol berikatan dengan protein dan dimetabolisme oleh hati. Waktu
paruh berkisar sekitar 100 menit. Efek samping dari propranolol antara lain adalah
bronkospasme (-2 antagonism), gagal jantung kongestif, bradikardia, dan blok
jantung atrioventrikular (-1 antagonisme).5
Untuk pengobatan hipertensi dan angina, dosis awal propranolol umumnya
adalah 40 sampai 80 mg per hari per oral.5 Dosis kemudian dapat dititrasi secara
perlahan hingga mencapai respon yang optimal. Untuk pengobatan angina, dosis
dapat ditingkatkan pada interval kurang dari 1 minggu. Pada hipertensi, respon
penurunan tekanan darah terlihat dalam beberapa minggu. Pada pasien dengan
anestesi propanolol dapat diberikan dengan dosis awal sebesar 0,5 mg, dapat
ditambahkan 0,5 mg setiap 3-5 menit. Total dosis tidak melebihi 0,15 mg / kg.3
Esmolol
Esmolol merupakan obat selektif -1 reseptor antagonis yang memiliki
durasi kerja singkat. Esmolol mengurangi denyut jantung dan tekanan darah.
Esmolol telah berhasil digunakan untuk mencegah takikardi dan hipertensi yang
terjadi akibat respon terhadap rangsangan perioperatif, seperti intubasi, stimulasi
bedah, dan saat emergence. Esmolol 0,5-1 mg / kg dapat menurunkan kenaikan
tekanan darah dan denyut jantung yang biasanya menyertai terapi
electroconvulsive, tanpa secara signifikan mempengaruhi durasi kejang. Esmolol
memiliki efektifitas seimbang dengan propranolol dalam mengendalikan denyut

28

ventrikel pada pasien dengan atrial fibrilasi atau flutter. Pada dosis tinggi esmolol
dapat menghambat -2 reseptor di bronkus dan pembuluh darah otot polos.3,5
Onset kerja serta hilangnya efek dari blokade -reseptor pada penggunaan
esmolol sangat cepat; Efek puncak terjadi dalam 6-10 menit setelah pemberian
loading dose, dan efek menghilang dalam waktu 20 menit setelah obat
diberhentikan.5
Untuk terapi jangka pendek seperti untuk melemahkan respon
kardiovaskular pada saat laringoskopi atau intubasi, esmolol dapat diberikan
sebagai bolus dengan dosis 0,2-0,5 mg / kg. Pengobatan jangka panjang biasanya
dimulai dengan dosis muatan 0,5 mg / kg diberikan dalam 1 menit, diikuti dengan
infus kontinu dengan dosis 50 mcg / kg / menit untuk mempertahankan efek
terapi. Jika ini gagal untuk menghasilkan respon yang cukup dalam 5 menit, dosis
muatan dapat diulang dan infus dinaikkan dengan pertambahan 50 mcg / kg /
menit setiap 5 menit hingga dosis maksimal 200 mcg / kg / menit.5
Metoprolol
Metoprolol adalah selektif -1 reseptor antagonis tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik. Tersedia dalam bentuk oral dan intravena. Dapat
diberikan intravena secara bertahap dengan dosis 2-5 mg setiap 2-5 menit,
dititrasi sesuai dengan tekanan darah dan detak jantung. Untuk pengobatan
hipertensi, dosis awal yang biasa diberikan adalah 100 mg per hari, dibagi dalam
dua dosis. Dosis dapat ditingkatkan dalam interval seminggu hingga mencapai
kontol tekanan darah yang optimal. Kondisi seperti infark miokard akut, denyut
jantung < 45 x/ menit, first degree heart block, tekanan darah sistolik <100 mm
Hg, atau gagal jantung merupakan kontraindikasi dari pemberian metoprolol.2,5
Nebivolol
Nebivolol adalah -blocker generasi baru yang memiliki afinitas tinggi
terhadap -1 reseptor. Obat ini memiliki kemampuan untuk menyebabkan

29

vasodilatasi langsung melalui stimulasi NO sintase pada endotel. Baru tersedia


dalam bentuk oral dengan dosis rekomendasi sebsar 5-40 mg per hari.5
3.7 Combined - and -adrenergic receptor antagonist
Obat yang memiliki efek - and -adrenergic reseptor antagonis yang
sering digunakan adalah labetalol. Labetalol memblokir -1 , -1, dan -2
reseptor. Rasio dari -blokade dengan -blokade diperkirakan sekitar 1: 7 setelah
pemberian intravena. Blokade campuran ini mengurangi resistensi vaskuler perifer
dan tekanan darah arteri. Denyut jantung dan curah jantung biasanya sedikit
menurun atau tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, labetalol
menurunkan tekanan darah tanpa refleks takikardia sehingga menguntungkan
untuk pasien dengan penyakit arteri koroner. Keuntungan penting lainnya dari
labetalol adalah tidak terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Efek puncak
biasanya terjadi dalam 5 menit setelah dosis intravena.3,5
Dosis rekomendasi awal labetalol adalah 2.5-10 mg intravena dalam dari
2 menit. Dosis dapat diulang dua kali dalam interval 10-menit hingga mencapai
tekanan darah yang diinginkan. Labetalol juga dapat diberikan secara infus
kontinu lambat dengan rate 0,5-2 mg / menit. Namun, karena memiliki waktu
paruh eliminasi yang panjang (> 5 jam), pemberian infus berkepanjangan tidak
dianjurkan.3
3.8 Calcium Channel Blocker
Voltage-sensitive Ca2+ channels memediasi masuknya Ca2+ ekstraseluler ke
dalam otot polos dan miosit jantung, sinoatrial (SA) node dan atrioventrikular
(AV) node pada saat terjadinya depolarisasi. Dalam otot polos dan miosit jantung,
Ca2+ memicu kontraksi otot. Ca2+ channel antagonist, juga disebut sebagai Ca2+
channel blocker, menghambat fungsi dari Ca2+ channel. Di otot polos pembuluh
darah, hal ini menyebabkan relaksasi, terutama pada arteri. Obat ini juga dapat
menghasilkan inotropik dan efek chronotropic negatif pada jantung.5
Terdapat 5 kelas senyawa dari Ca2+ channel blocker, yaitu :5

30

Phenylalkylamines (verapamil)

Dihidropiridin (nifedipine, amlodipine, felodipin, isradipin,


nicardipine, nisoldipin, dan nimodipine)

Benzothiazepines (diltiazem)

Diphenylpiperazines

Diarylaminopropylamine (bepridil)

Dihidropiridin calcium channel blockers memiliki efek minimal pada


konduksi jantung dan kontraktilitas ventrikel. Calcium channel blockers mengikat
L-type calcium channel dan menganggun masuknya kalsium ke otot polos
pembuluh darah. L-type calcium channel lebih banyak terdapat pada pembuluh
arteri daripada vena sehingga vasodilatasi terjadi terutama pada arteri. Obat ini
tidak terlalu mempengaruhi preload sehingga penurunan pada tonus vaskular
menyebabkan peningkatan curah jantung.5
Berbeda dengan dihidropiridin, verapamil memiliki efek vasodilatasi yang
lebih lemah. Penurunan tekanan darah pada penggunaan verapamil disebabkan
oleh efek negatif chronotropic, dromotropic, dan inotropic sehingga menurunkan
kontraktilitas dan konduksi jantung.5
3.9 angiotensin-converting enzyme inhibitor
ACE inhibitor kerja dengan menghambat angiotensin-converting enzyme
dan menyebabkan berkurangnya kadar angiotensin II dan aldosteron sehingga
meningkatkan ekskresi dari natrium dan air yang menyebabkan volume darah
berkurang dan menurunkan tekanan darah. Selain itu ACE inhibitor juga
meningkatkan vasodilator endogen dari golongan kinin. 5

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Hall J, Guyton A. Guyton and Hall textbook of medical physiology. 11th
ed. Philadelphia. Elsevier Inc; 2006
2. Ronald D. Miller. Miller: Anesthesia. 5th ed. Philadelphia. Churchill
Livingstone, Inc.; 2000

3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology. 5th ed. USA. McGraw-Hill Education; 2013
4. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed.
USA. John Wiley & Sons, Inc; 2009
5. Goodman L, Gilman A, Brunton L, Lazo J, Parker K. Goodman &
Gilman's the pharmacological basis of therapeutics. 11th ed. New York:
McGraw-Hill; 2006.

32

Anda mungkin juga menyukai