KEPERAWATAN ANAK I
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
POLIOMYELITIS DAN OSTEOMYELITIS
Disusun oleh :
1.
P17320312041
Tingkat II A
banyak
hambatan
dalam
proses
pengerjaannya,
tetapi
kami
dapat
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Poliomyelitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus engan predileksi pada
sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang daninti motorik batang otak,dan akibat
kerusakan bagian sususan saraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta atrofi otot. Di
indonesia penyakit poliomyelitis orng dewasa jarang terjadi. Penyakit poliomyelitis jarang
terdapat pada bayi dibawah umur 6 bulan, diperkirakan masih mempunyai kekebalan dari
ibunya. Penyakit dapat ditularkan oleh karier yang sehat atau oleh kasus yang abortif. Bila
virus prevalen pada suatu daerah, maka penyakit ini dapat dipercepat penyebarannya dengan
operasi seperti tonsilektomi, ekstraksi gigi yang merupakan porte dentree atau penyuntikan.
Di Negara-negara berkembang osteomielitis masih merupakan masalah dalam bidang
ortopedi. Sebelum ditemukannya antibiotik, osteomielitis masih merupakan salah satu
penyebab kematian pada anak-anak. Keberhasilan pengobatan osteomielitis ditentukan oleh
fakor-faktor diagnosis yang dini dan penatalaksanaan pengobatan berupa pemberian
antibiotik atau tindakan pembedahan. Osteomielitis merupakan suatu proses peradangan pada
tulang yang disebabkan oleh invasi mokroorganisme (bakteri dan jamur). Diagnosis perlu
ditegakkan sedini mungkin, terutama pada anak-anak sehingga pengobatan dapat segera
dimulai dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran
infeksi dan kerusakan yang lebih lanjut pada tulang.
B.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
C.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang asuhan
keperawatan pada Klien dengan poliomielitis dan osteomielitis.
2. Tujuan Khusus
a.
b.
c.
BAB II
TINJAUAN TEORI POLIOMYELITIS
A.
Pengertian
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus.
Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh
melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir
ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
B.
Etiologi
Penyakit Polio disebabkan oleh infeksi polio virus yang berasal dari genus Enterovirus dan
family Picorna viridae. Virus ini menular melalui kotoran (feses) atau sekret tenggorokan
orang yang terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga menyebabkan infeksi. Hal
ini dapat terjadi dengan mudah bila tangan terkontaminasi atau benda-benda yang
terkontaminasi dimasukkan ke dalam mulut.
Virus polio masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut dan berkembang biak
ditenggorokan dan usus. Berkembang biak selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan
dikeluarkan melalu tinja selama beberapa minggu kemudian.
C.
Patofisiologi
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring, berkembang biak dalam traktus
digestivus, kelenjar getah bening regional dan sistem retikuloendotelial. Dalam keadaan
timbul :
dinetralisasikan sehingga timbul gejala klinik yang ringan, atau tidak terdapat sama sekali
dan timbul imunitas terhadap virus tersebut.
Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti, maka akan timbul
viremia dan gejala klinik,kemudian virus akan terdapat dalam feses untuk beberapa minggu
lamanya.
E.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari poliomyelitis dapat berupa asimtomatis (silent infection), poliomyelitis
abortif, poliomyelitis non paralitik, dan poliomyelitis paralitik, Poliomielitis yang terbagi
menjadi empat bagian tersebut :
1.
Poliomielitis Asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik,
maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2.
Poliomielitis Abortif
Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus
seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan
nyeri abdomen.
3.
Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan
muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke-2 dengan nyeri otot.
Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak,
ganglion spinal dan kolumna posterior.
4.
Poliomielitis Paralitik
Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan
otot skelet atau kranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria
dan antonia usus.
Masa inkubasi poliomyelitis umumnya berlangsung selama 6-20 hari dengan kisaran 3-35
hari. Respon terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi dan tingkatannya tergantung pada
bentuk manifestasi klinisnya. Sekitar 95% dari semua infeksi polio termasuk sub-klinis tanpa
gejala atau asimtomatis.
F.
Viral Isolation
Poliovirus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena penyakit polio.
Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnostik yang jarang
mendapatkan hasil yang akurat. Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan
yang akut, orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau
pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.
2.
Uji Serology
Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah
ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah
benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat
Klien tersebut sakit.
3.
Cerebrospinal Fluid di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah
sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan kehilangan protein
sebanyak 40-50 mg/100 ml ( Paul, 2004 ).
G.
Penatalaksanaan Medis
Poliomyelitis asimtomatis tidak perlu perawatan. Poliomyelitis abortif diatasi dengan istirahat
7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktivitas dapat dimulai lagi. Sesudah 2 bulan
dilakukan pemeriksaan lebih teliti terhadap kemungkinan kelainan muskuloskeletal.
Poliomyelitis paralitik/ non-paralitik diatasi dengan Istirshat mutlak paling sedikit 2 minggu,
perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralisis pernapasan. Terapi
kausal tidak ada.
Fase akut: Analgetik untuk rasa nyeri otot. Lokal diberi pembalut hangat. Sebaiknya dipasang
footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai
terhadap tungkai. Antipiretik untuk menurunkan suhu. Jika terdapat retensi urine dilakukan
kateterisasi. Bila terjadi paralisis pernapasan seharusnya dirawat di unit perawatan khusus
karena Klien memerlukan bantuan pernapasan khusus (mekanis). Pada poliomielitis tipe
bulbar kadang-kadang refleks menelan terganggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia
aspirasi. Dalam hal ini kepala anak harus diletakan lebih rendah dan dimiringkan ke salah
satu sisi.
Sesudah fase akut: Kontraktur, atrofi dan atoni otot dikurangi dengan fisioterapi. Tindakan ini
dilakukan setelah 2 hari demam hilang. Akupuntur yang dilakukan sedini mungkin segera
setelah diagnosis ditegakkan akan membawa hasil yang memuaskan.
H.
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan untuk mencegah penularan Klien perlu dirawat di kamar isolasi dengan
perangkat lengkap kamar isolasi dan memerlukan pengawasan yang teliti. Mengingat bahwa
virus polio juga terdapat pada feses Klien maka bila membuang feses harus betul-betul ke
dalam lobang WC dan disiram air sebanyak mungkin. Kebersihan WC/sekitarnya harus
diperhatikan dan dibersihkan dengan desinfektan. Masalah Klien yang perlu diperhatikan
bahaya terjadi kelumpuhan, gangguan psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
Menganjurkan klien tidur selama 2 minggu/lebih bergantung pada jenis penyakit bentuk
polio. Karena Klien merasakan sakit pada otot yang sarafnya terkena maka Klien tidak mau
bergerak sendiri. Oleh karena itu Klien ditolong di atas tempat tidur dengan hati-hati
misalnya mau memasang pot, atau bila akan mengubah posisi angkatlah dahulu kaki/anggota
yang sakit dan orang lain memasangkan pot atau membereskan alat tenun.
I.
Prognosis
Bergantung pada beratnya penyakit. Pada bentuk palatik sesuai dengan bagian yang mana
yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat ditolong dengan bantuan
pernafasan buatan. Tipe bulbar prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan
fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Otot-otot yang lumpuh dan
tidak pulih kembali menunjukan paralisis tipe flasid dengan atonia,refleksi dan degenerasi.
Komplikasi residual paralisis tersebut ialah kontraktur terutama sendi sublukasi bila otot yang
terkena sekitar sendi, perubahan trofik oleh sirkulas yang kurang sempurna hingga mudah
terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan pengobatan secara ortopedik.
Penyakit poliomielitis akan selalu menimbulkan kelumpuhan otot yang sarafnya terkena virus
polio tersebut (kecuali yang ringan tidak). Misalnya jenis paralitik, kelumpuhan mengenai
anggota gerak terutama kaki. Kelumpuhan tersebut akibatatrofi otot sehingga menyebabkan
gangguan pernapasan. Bila mengenai saraf pusat pernapasan akan terjadi gagal napas. Pada
bentuk bulbar juga dapat mengenai otot telan sehingga dapat terjadi aspirasi pneumoni. Jika
polio mengenai bayi dapat terjadi kelumpuhan otot abdomen sehingga dapat terjadi gangguan
eliminasi. Untuk mengetahui bagian tubuh mana yang mengalami kelumpuhan, maka Klien
perlu pengawasan secara kontinu.
J.
Komplikasi
1.
Hiperkalsuria
2.
Melena
3.
4.
Hipertensi
5.
Ringan.
6.
Pneumonia.
7.
8.
Psikosis
K.
1.
Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama Klien, No. RM, Tempat Tanggal Lahir, Umur, Agama, Pendidikan, Alamat, Jenis
Kelamin, Penanggung Jawab
b. Riwayat kesehatan
1)
Alergi
2)
Keluhan utama
Tindakan pertama
3)
- Imunisasi
Penyakit keturunan
Penyakit menular
4)
Riwayat Antenatal
ANC
5)
Riwayat Natal
Umur kehamilan
Keadaan bayi
6)
Riwayat Neonatal
Kondisi bayi
TB waktu lahir
7)
- Pernah MRS
- Jenis persalinan
Riwayat Gizi
Makan sehari-hari
8)
Riwayat Psikososial
9)
Mengangkat kepala
Duduk
Merangkak
Berjalan dituntun
Tidak ngompol
c.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan Umum
- Tengkurap
- Berjalan berpegangan
Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung pada
keadaan klien)
Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan paa kasus
Tanda-tanda vital
2) Kepala dan leher : Terdapat nyeri kepala dan otot leher mengalami kram / kaku dan
terdapat nyeri saat menelan.
3) Axila
4) Abdomen
5) Ekstremitas
Pada Bayi
Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk padalutut dan
pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat
tidur.
Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil padatelapak
Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki
Anak besar
Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalamikelumpuhan
Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa
Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan merambat
pada tungkainya.
2.
a.
b.
c.
Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi
1.
Rasional
1x 24 jam.
Kriteria hasil :
- Suhu normal 36,5C- 37,5C.
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160x /menit, RR= 30-40 x/menit)
1.
2.
3.
Hindari mengigil
4.
2.
3.
4.
2.
DS : Klien mengatakan badan Klien lemas disekujur tubuhnya, tungkai kanan sulit
digerakkan
DO : Tidak mampu berdiri dan berjalan, letargi
Tujuan:
Dalam waktu 3 x 24 jam, klien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil :
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan.
- Tidak terjadi kontraktur sendi.
- Bertambahnya kekuatan otot.
- Klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilisasi
2.
3.
1.
Tentukan aktivitas.
meningkatkan mobilitas.
4.
4.
Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah di rencanakan, mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan
analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk kesehatan lainya. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama
seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
5.
a.
Evaluasi
Suhu tubuh normal
d. Nyeri hilang
e.
Pengetahuan meningkat