Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL SKRIPSI

PROGRAM SARJANA KEDOKTERAN FK UKRIDA


UNTUK KEPERLUAN SEKRETARIAT

Mahasiswa/i

Nama : Budi Hartono

NIM : 102013079

Pembimbing Tim pembimbing skripsi tidak boleh melebihi dua orang

Nama : Monica Puspa Sari

Gelar : dr. ,M. Biomed

Nama : Wani Devita Gunardi

Gelar : dr. ,Sp.MK

Judul Skripsi

Harus informatif dan singkat jangan. melebihi 20 kata

Identifikasi Telur Cacing pada Lalapan Daun Kubis pada Warung Pecel Lele di
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat

Kata Kunci 3-5 kata kunci (key words)

Telur Cacing

Cacing

Lalapan Pecel Lele

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Persetujuan Pembimbing

Nama

Tanda Tangan

Tanggal

Nama

Tanda Tangan

Tanggal

Persetujuan Penilai Proposal

Nama Penilai & Gelar

Institusi

Tanggal dan Tanda tangan

Penilaian (mohon diberi tanda )

Diterima tanpa perbaikan


Diterima dengan perbaikan
( mohon diberikan komentar)

Tidak diterima
(mohon diberikan komentar)

2
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Komentar Penilai (apabila tidak mencukupi dapat dituliskan di lembar tambahan)

3
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Latar Belakang Jangan melebihi 2 halaman yang disediakan. Gunakan

spasi tunggal (12 pts Font )

Manusia memerlukan konsumsi zat-zat gizi untuk menciptakan tubuh yang sehat. Zat-zat gizi tersebut
antara lain kalori, karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral yang berfungsi untuk pertumbuhan
dan kesehatan tubuh. Zat-zat gizi tersebut tidak diperoleh dari satu macam bahan makanan saja melainkan
dari beberapa bahan makanan yang berupa makanan pokok, lauk pauk, buah, susu maupun sayuran.
Sayuran merupakan makanan pendamping makanan pokok yang kaya gizi. Di dalam sayuran pun
terkandung protein, vitamin dan mineral. Sayuran dalam bidang hortikultura dapat diartikan bagian dari
tunas, daun, buah dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian dalam
keadaan segar atau mentah (lalapan) atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan berpati dan daging.1
Di Indonesia kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan memakan sayur mentah (lalapan) jika
sedang makan di warung pecel lele. Kebiasaan memakan lalapan perlu diperhatikan terutama jika
pencucian sayur kurang baik yang memungkinkan telur cacing masih berada pada sayuran tersebut. Jika
dilihat dapur untuk mencuci sayur tersebut kurang higienis ditambah kurangnya kesadaran pedagang dan
masyarakat akan bahaya akibat infeksi cacing ini.2
Kubis merupakan salah satu lalapan yang banyak disajikan penjual makanan pedagang kaki lima seperti
penjual pecel lele. Kubis termasuk salah satu sayuran daun yang digemari oleh hampir setiap orang,
dengan cita rasanya enak dan lezat. Kubis merupakan sumber penting vitamin C dan beberapa mineral. 3
Kubis juga berkhasiat sebagai antioksidan, pencahar, melindungi tubuh dari bahaya radiasi (seperti sinar
x, komputer, microwave, dan televisi berwarna), dan merangsang sistem imun tubuh. Kubis digunakan
juga dapat membantu mengatasi gatal akibat jamur Candida dan mengatasi sulit buang air besar.4
Prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah / Soil Transmitted Helmints (STH) di daerah
tropik masih cukup tinggi. Di Indonesia nematoda usus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
seperti Ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan Trichuris trichiura. Sedangkan cara masuknya
nematode usus dalam menginfeksi tubuh manusia yaitu melalui mulut (fecal oral) dan kulit. Telur-telur
tersebut dapat masuk diantaranya melalui tidak bersihnya mencuci tangan, sayuran yang tidak dicuci
dengan bersih, atau sayur yang mentah / tidak dimasak.5
Hasil penelitian Siti pada tahun 2010 didapatkan beberapa spesies telur nematoda usus pada sayuran
kubis, diketahui terdapat beberapa spesies telur nematoda usus. Diantaranya adalah telur Ascaris
lumbricoides, pada 4 contoh uji sayuran kubis yang diperiksa, spesies telur Trichuris trichiura, pada 3
contoh uji sayuran kubis yang diperiksa dan telur cacing tambang, pada 1 contoh uji sayuran kubis yang
diperiksa. Dari 7 contoh uji (sampel) sayuran kubis yang diketahui spesies telur nematoda ususnya,
sebagian besar merupakan kontaminasi tunggal sedangkan untuk kontaminasi campuran ditemukan pada
satu contoh uji sayuran kubis yang diperiksa, yaitu berupa kontaminasi campuran telur Ascaris
lumbricoides dengan telur Trichuris trichiura.5
Penelitian kasus kecacingan di kota Palu pada semua golongan umur adalah 51,7%. hal ini mungkin
disebabkan sering mengkonsumsi lalapan. Hasil penelitian dibeberapa wilayah di Indonesia 80% penyakit

4
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

kecacingan ditularkan melalui makanan/minuman atau kulit.2 Pada penelitian yang dilakukan Dyah di
kelurahan Warungboto kota Yogyakarta, dari 26 sampel uji yang diteliti, terdapat 6 sampel sayuran kubis
(23,1%) terkontaminasi telur nematoda usus, sedangkan yang tidak terkontaminasi telur nematoda usus
sebesar 20 sampel sayuran kubis (76,9%). Dan penelitian ini ingin mengetahui jenis telur cacing STH
yang ditemukan pada kubis dan mentimun yang termasuk sayuran lalapan pada pedagang pecel lele di
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.

5
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Permasalahan Cantumkan juga hipotesis (bila ada) atau pertanyaan penelitian.

Masalah:
Dalam proses pencucian sayur mentah/lalapan menggunakan air yang menggenang.
Ditemukan telur cacing pada sayuran yang ada di warung pecel lele

Hipotesis:
Terdapat kontaminasi telur cacing pada sayuran lalapan di penjual pecel lele.

6
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

10

Tujuan Penelitian Uraikan tujuan khusus dan makna penelitian harus diuraikan dengan jelas.

Tujuan Umum:
Mengetahui jenis-jenis telur cacing STH pada lalapan
Memperoleh telur cacing pada lalapan pedagang pecel lele di kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta
Barat

Tujuan Khusus:
Mengidentifikasi jenis jenis telur cacing yang ada pada lalapan
Mengetahui teknik pencucian di warung pecel lele
Mengetahui kondisi hygiene warung pecel lele

Manfaat Penelitian :
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan dalam rangka meningkatkan upaya
upaya pencegahan penyakit cacingan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat
terlebih dibagian sanitasi lingkungan

7
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

11

Tinjauan Pustaka

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kebersihan dalam pengolahan dan pemanfaatan
sayuran yang dikonsumsi oleh manusia, seperti cara mencuci dan teknik mencuci merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Penggunaan air mengalir dianjurkan daripada menggunakan air yang menggenang
atau air dalam wadah yang digunakan untuk mencuci sayuran secara berulang. Selama periode
penanaman sayur juga terdapat pengaruh lingkungan yang memungkinkan terjadinya ketidakamanan
pangan dan terdapat sisa-sisa kotoran. Sehingga pencucian mutlak diperlukan sebelum sayur dikonsumsi.
Penggunaan air sebagai media untuk mencuci sayuran dimungkinkan memiliki pengaruh terhadap
terjadinya kontaminasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kodijat pada tahun 1988, menunjukkan bahwa sumber
kontaminasi juga berasal dari air dan lumpur yang berasal dari PLTA Bandung, yang sepanjang alirannya
dipakai untuk menyiram, mencuci dan memupuk sayuran. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
air (36,8%) dan lumpur (21,0%) telah tercemar dengan telur A. lumbricoides, T.trichiura dan cacing
tambang juga ditemukan adanya larva rhabditiform dan larva filariform. Hal yang sama juga ditunjukkan
oleh penelitian yang dilakukan oleh Fauzan pada tahun 1992, bahwa sumber pencemaran telur nematoda
usus yakni melalui penyiraman sayuran. 5 Kualitas air yang digunakan untuk membersihkan mutlak
diperlukan. Karena air juga sangat mempengaruhi keberadaan telur cacing pada saat pencucian sayuran.
Menurut Astawan bahwa pencucian yang benar adalah dengan air mengalir sehingga dapat
membersihkan sisa kotoran dengan 10 maksimal.2
Beberapa spesies dari nematoda hidup sebagai parasit didalam saluran pencernaan tubuh manusia,
dan didalam suatu kasus tertentu kemungkinan juga dapat ditemukan pada faeces (kotoran) manusia.
Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan
melalui tanah dan disebut soil transmitted helminthes diantaranya adalah Ascaris lumbricoides,
Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides stercolaris dan beberapa
spesies Trichostrongylus. Nematoda usus lainnya yang penting bagi manusia adalah Oxyuris vermicularis
dan Trichinella spiralis.5
1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut askariasis. Manusia merupakan hospes
satu-satunya dari cacing ini. Survei yang dilakukan di beberapa tempat di Indonsesia menunjukkan bahwa
prevalensi A.lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Stadium dewasa hidup di rongga usus
kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, terdiri atas telur yang
dibuahi dan yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia, akan
menetas di usus halus. Larva akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, lalu akan dialirkan ke jantung dan mengikuti aliran darah ke paru-paru. Larva di paru menembus
dinding pembuluh darah lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus. Trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring.
Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke
usus halus. Di usus halus larva akan berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai
menjadi cacing dewasa diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan
karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada organ yang rentan terjadi perdarahan kecil di
dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam dan pneumonitis eosinofilik
(Loeflers syndrome).6 Cacing dewasa jarang menimbulkan gejala akut, tetapi infeksi kronis pada anakanak dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan. Infeksi berat menyebabkan rasa sakit pada abdomen
dan sumbatan pada usus.7
8
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2. Cacing tambang
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale merupakan salah satu spesies dari cacing
tambang. Kedua parasite ini diberi nama cacing tambang karena pada zaman dulu cacing ini ditemukan
pada pekerja pertambangan di Eropa yang belum memiliki fasilitas sanitasi yang baik. Cacing Necator
americanus menyebabkan necatoriasis sedangkan Ancylostoma duodenale menyebabkan ankilostomiasis.
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa
dinding usus. Cacing betina N.americanus mengeluarkan telur 5.000-10.000 butir. Sedangkan
A.duodenale menghasilkan 10.000-25.000 butir per harinya. Bentuk badan cacing N.americanus biasanya
menyerupai huruf S sedangkan cacing A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua cacing ini
besar, N.americanus biasanya memiliki benda kitin, sedangkan A.duodenale ada dua pasang gigi.
Telur dikeluarkan bersama tinja dan setelah dalam waktu 1-1,5 hari, keluarlah larva rabditiform.
Dalam waktu 3 hari larva akan tumbuh menjadi bentuk filariform, yang dapat menembus kulit dan
dapat hidup hingga 7-8 minggu di tanah. Jika larva filariform menembus kulit, larva akan ke kapiler darah
dan menuju jantung kanan, lalu ke paru menuju bronkus, ke trakea dan laring lalu menuju usus halus.
Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga dapat terjadi dengan
menelan larva filariform.6
Gejala umum pada infeksi cacing tambang adalah anemia kekurangan zat besi karena cacing
mengisap darah pada mukosa usus tempat perlekatan cacing, gangguan sistem pencernaan, dan gangguan
nutrisi. Manifestasi local (ground itch) dapat terjadi selama penetrasi larva filariform ke dalam kulit,
sedangkan gangguan respirasi terjadi selama migrasi larva ke paru.7
Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, khususnya di
perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung berkontak dengan tanah akan mendapat infeksi
lebih dari 70%. Dan kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam
penyebaran infeksi, dimana larva akan tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur.
3. Cacing cambuk
Cacing cambuk atau Trichuris trichiura menyebabkan penyakit yang disebut trikuriasis. Panjang
cacing betina kira-kira 5 cm sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti
cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh.. Bagian posteriorbentuknya lebih gemuk,
pada cacing betina bentuknya membulat tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu
spikulum. Seekor cacing betina diperkirakan mengeluarkan telur setiap hari antara 3.000 20.000 telur
butir.
Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub.
Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi
dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut akan matang dalam waktu 3-6 minggu dalam tanah
yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara
infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur
dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing akan turun ke usus bagian distal dan
masuk ke daerah kolon terutama ke sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa
pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur 30-90 hari.6
Trikuriasis seringkali tidak menimbulkan gejala klinis. Namun, infeksi berat, terutama pada anakanak, dapat menyebabkan gangguan pencernaan berupa rasa pada abdomen, diare, prolapses rekti, dan
gangguan pertumbuhan.
Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar 30-90%. Pemakaian tinja sebagai
pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Didaerah yang sangat endemis infeksi dapat dicegah dengan
pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik, pendidikan tentang sanitasi dan
kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, dan mencuci sayuran yang
dimakan mentah sangat penting apalagi di negeri yang menggunakan tinja sebagai pupuk.6
9
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

4. Strongyloides stercoralis
Strongyloides stercoralis menyebabkan penyakit yang disebut strongiloidiasis. Pada cacing ini,
hanya cacing betina saja yang dapat hidup sebagai parasite di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing
betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya 2 mm. Telur bentuk parasitic diletakkan
di mukosa usus, kemudian telur akan menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta
dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini memiliki tiga macam daur hidup:
1. Siklus langsung
Sesudah 2-3 hari di tanah, larva rabditiform yang berukuran 225 x 16 mikron, berubah
menjadi larva filariform berbentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya
700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam
peredaran darah vena, kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasite
yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah
sampai di laring akan terjadi reflek, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus
halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan 28
hari sesudah infeksi. Siklus ini sering terjadi di negara yang beriklim lebih dingin dengan
keadaan yang kurang menguntungkan untuk melakukan siklus tidak langsung.
2. Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
betina bentuk bebas. Bentuk bebas lebih gemuk dari bentuk parasitic. Cacing betina
berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyari
ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan terjadi, cacing betina akan
menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam
waktu beberapa hari dapat menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam
hospes baru, atau larva rabditiform tersebut mengulangi fase hidup bebas. Siklus ini terjadi
bilamana keadaan lingkungan sekitarnya mendukung, misalnya di negeri tropic dengan
iklim lembab.
3. Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau daerah sekitar anus
(perianal). Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi
daur perkembangan di dalam hospes. Autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis
menahun pada penderita yang hidup di daerah nonendemik.
Jika larva filariform menembus kulit dalam jumlah yang banyak, akan timbul kelainan kulit
creeping eruption disertai rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus
halus. Infeksi Strongiloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospes karena bersifat asimptomatik.
Infeksi sedang apat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak
menjalar. Mungkin ada mual dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian. Infeksi berat
strongiloidiasis dapat menyebabkan kematian.
Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan cacing
Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva
ialah tanah gembur, berpasir dan humus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar 10-15%, sekarang
jarang ditemukan.
5. Enterobius vermicularis
Cacing kremi atau Enterobius vermicularis telah diketahui sejak dahulu yang dapat menyebabkan
penyakit enterobiasis atau oksiuriasis. Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior
ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga
mempunyai sayap dan ekor yang melingkar sehingga bentuknya seperti tanda tanya (?), spikulum pada
10
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar dan di usus halus
yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanan cacing ini ialah isis usus hospes.
Cacing betina yang gravid dapat mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah
perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur jarang dikeluarkan di usus,
karena itu telur cacing ini tidak ditemukan di dalam tinja. Bentuk telur lonjong dan lebih datar pada satu
sisi (asimetris). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. Telur
menjadi matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan dan telur ini juga tahan terhadap desinfektan dan
udara dingin. Cacing jantan akan mati setelah kopulasi sedangkan cacing betina mati setelah bertelur.
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang menetas di
daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Setelah telur matang yang tertelan, telur akan menetas
di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali sebelum menajdi dewasa di jejunum dan ileum
bagian atas. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan.
Enterobiasis seringkali bersifat asimtomatis. Gejala klinis yang sering ditemui antara lain rasa
gatal di sekitar anus (pruritus ani), terutama pada malam hari, yang selanjutnya menimbulkan eksoriasis
dan infeksi bacterial. Pada wanita, infeksi kadang-kadang mengenai saluran genital dan pelvis yang
menyebabkan vulvovaginitis atau granuloma pada peritoneal. Gejala lainnya adalah anoreksia, perasaan
menjadi sensitive, dan rasa sakit pada abdomen. Cacing sering ditemukan di apendiks tapi jarang
menimbulkan apendisitis. Beberapa gejala yang lain adalah kurangnya nafsu makan, berat badan turun,
aktifitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggertak, insomnia dan masturbasi tetapi kadangkadang sukar untuk membuktikan hubungan sebab dengan cacing kremi.

11
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

12

Metodologi Penelitian

Uraikan dengan jelas tetapi ringkas strategi umum dari penelitian yang diusulkan
serta pendekatan khusus dan metode yang akan digunakan. Apabila diperlukan fasilitas di institusi lain, tunjukan
bahwa lembaga yang bersangkutan telah dihubungi dan memberikan persetujuan. Jangan melebihi 3 halaman spasi
tunggal (12 pts Font)

12
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

12.1 Desain Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui angka terdapatnya telur cacing pada
lalapan. Untuk mengetahui perilaku mencuci lalapan dengan cara tanya jawab dan kondisi higiene
warung.
12.2 Tempat dan Waktu penelitian
Pengumpulan sampel dilaksanakan di daerah sekitar Grogol Petamburan Jakarta Barat dan penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Penelitian dan pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan April - Oktober tahun 2016.
Di Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat
12.3 Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh warung pecel lele yang ada di sekitar Grogol Petamburan Jakarta
Barat sedangkan subjek atau sampelnya adalah warung di Grogol Petamburan Jakarta Barat. Informed
consent dilakukan setelah diinformasikan tujuan dari penelitian. Lalapan yang telah diperiksa
menggunakan metode langsung dengan larutan NaCl 0,9%. Metode ini dapat menemukan telur cacing
dan jenis cacingnya, tetapi tidak dapat diperiksa kadar atau tingkat infeksi.
12.4 Sampling (menyebutkan teknik sampling dan menghitung besar sampel dengan rumus yang
sesuai)
12.5 Bahan, alat dan cara pengambilan data
12.6.1 Bahan Penelitian
Daun kubis
NaCl jenuh
Aquades
12.6.2 Alat Penelitian
Beaker glass
Obyek glass
Pinset
Tabung reaksi
Kaca penutup (deck glass)
Mikroskop

12.6.3 Cara

12.6 Parameter yang diperiksa :


12.7 Variabel penelitian
Variabel terikat:
Variabel bebas:
12.8 Dana Penelitian
Perkiraan dana penelitian

13
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

12.9 Analisis Data


12.10 Definisi Operasional:

14
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

13

N
o
1

2
3
4

Jadwal Penelitian Cantumkan lama penelitian dan rincian jadwal secara skematis.

Kegiatan
Studi
pustaka
Persiapan
alat dan
bahan
penelitian
Penelitian
Penulisan

Me
i

Juni

Juli

Bulan (Tahun)
Agu Se De Mare
s
pt
s
t

Aprl

Mei

Juni

15
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

14

Persyaratan Etik Bagian dibawah ini harus diisi apabila penelitian yang diusulkan berkaitan dengan
eksperimentasi pada manusia dan hewan. Metode yang digunakan harus memenuhi ketentuan etik penelitian pada
manusia dan hewan (Human and Animal Ethics). Persyaratan ini dianut oleh semua jurnal ilmiah berbobot.

Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahn etik
yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik
termasuk (a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.

Implikasi Etik Eksperimental pada Hewan

15

Daftar Pustaka Harus relevan dengan usulan.


16
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

1. Hubungan perilaku mencuci dengan kontaminasi telur nematoda usus pada sayuran kubis(Brassica
oleracea) pedagang pecel lele di kelurahan warungboto kota yogyakarta. Dyah Suryani.
Yogyakarta. 2011
2. Prevalensi dan jenis telur cacing soil transmitted helmints (STH) pada sayuran kemangi pedagang
ikan bakar di kota palu, Junus Widjaja, Leonardo Taruk Lobo, Oktaviani, Puryadi. Palu. 2014
3. Identifikasi telur cacing usus pada lalapan daun kubis yang dijual pedagang kaki lima di kawasan
simpang lima kota semarang. Rahayu Astuti, Siti Aminah. Semarang
4. Khasiat buah & sayur . Setiawan Dalimartha, Felix Adrian. Penebar Swadaya. Depok. 2011 hal
128, 136-137
5. Identifikasi kontaminasi Telur Nematoda Usus pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea) Warung
Makan Lesehan Wonosari Gunungkidul Yogyakarta Tahun 2010. Cahyono Nugroho, Sitti Nur
Djanah, Surahma Asti Mulasari. Yogyakarta. 2010
6. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran ed.keempat
7. Atlas Parasitologi Kedokteran. Sri Hidajati B.S., Yoes Prijatna Dachlan, Subagyo Yotopranoto.
2014. EGC. Jakarta

17
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Anda mungkin juga menyukai