Anda di halaman 1dari 15

Paper Aplikasi Bioteknologi Industri

PRODUKSI DAN APLIKASE LIPASE DARI ACINETOBACTER SP PADA


INDUSTRI KEJU

Disusun oleh
KELOMPOK 4:

Ayu Mayzuhroh

101710101004

Astriani

101710101009

Septian Indra Dwi Y

101710101059

Sabrina Arindhani

101710101061

A.M.Aghil Ibrahim

101710101068

Ahib Assadam

101710101104

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

I. Sumber Enzim Lipase


Enzim yang dikaji dalam paper ini adalah enzim lipase. Sumber penghasil
enzim lipase yang akan diproduksi adalah mikroorganisme spesies Acinetobacter
sp. Acinetobacter Sp. merupakan mikroba yang mudah dijumpai di lingkungan
dan telah banyak di isolasi dari berbagai substrat miasalnya produk makanan,
beragam tanah, air baik air murni maupun air yang tercemar, bahkan kulit
manusia.
Tabel 1. Sumber Substrat dan Jenis strain Acinetobacter Sp.

Acinetobacter adalah bakteri aerobik, berbentuk coccobacillus Gram negatif yang mudah dijumpai di lingkungan sekitar. Genus ini terkenal karena
kemampuannya untuk bioremediasi alkana dan hidrokarbon aromatik, serta
mampu memproduksi heteropolisakarida yang memiliki berat molekul tinggi yang
bertindak sebagai pengemulsi kuat. Mikroba ini memiliki potensi untuk diteliti
karena metabolitnya sangat bermanfaat. Selain itu Acinetobacter sp. memiliki
kemampuan untukk menghasilkan enzim esterolytic dan enzim lipase yang
mampu menghidrolisis ikatan ester pada senyawa lipid.

Berikut merupakan klasifikasai Acinetobacter Sp. :


Kingdom : Bakteri
Filum
: Protobakteria
Kelas
: Gammaprotobacteria
Ordo
: Pseudomonadales
Famili
: Moraxalaceae
Genus
: Acinetobacter
Spesies
: Asinetobacter Sp.
Berdasarkan studi molekuler, 32 spesies Acinetobacter kini telah diakui,
22 dari mereka telah menetapkan nama-nama yang valid, sedangkan spesies lain
yang digambarkan sebagai "genomik" kelompok. Genus Acinetobacter merupakan
bakteri

nonmotile,

katalase-positif,

indole-negatif,

oxidase-negatif,

non-

fermentasi. Acinetobacter sp. Memiliki Diameter 0,9-1,6 m dan panjang 1,5


sampai 2,5 m, sering berpasangan atau dirakit menjadi rantai yang lebih panjang.
Acinetobacter sp. Merupakan mikroba yang mudah dibiakkan dan dapat tumbuh
pada standar media laboratorium.
Bakteri Acinetobacter sp. yang dikaji dalam paper ini diisolasi dari limbah
minyak dari makanan berminyak (oily food). kemudian diinokulasi pada media
Tryptic Soy Broth (TSB) dengan campuran gliserol yang dipanaskan pada suhu
80C, selanjutnya diinkubasi selama 8 jam pada suhu 29 C dengan kecepatan
agitasi 150 rpm. Keunikan lipase yang dihasilkan dari mikroba ini adalah stabil
terhadap panas.

Gambar 1. Acinetobacter Sp.

Tabel 2. Karakteristik acinetobacter yang telah teridentifikasi

II. Produksi Enzim Lipase menggunakan Acinetobacter sp.


a. Fermentasi Padat (Solid State Fermentation)
Produksi enzim lipase dengan bantuan bakteri dapat menggunakan substrat
padat atau lebih dikenal dengan fermentasi padat (Solid State Fermentation).
Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam
substrat tidak larut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir
bebas. Solid State Fermentation mempunyai kandungan nutrisi yang cukup.
Produksi enzim ini dapat dilakukan dengan bantuan Acinetobacter sp.. Substrat
yang digunakan adalah Coconut oil cake (COC) atau bungkil minyak kelapa.
COC ini mempunyai harga yang murah, merupakan byproduct (limbah), tersedia
nutrisi untuk bakteri Acinetobacter sp. berupa gula terlarut 1,6%, pati 29%, TAG

(triacilglicerol) 6,6% dan kadar air 9%., mempunyai luas permukaan yang tepat
untuk pertumbuhan dan aerasi. Proses produksi enzim lipase dimulai dengan
sterilisasi substrat Coconut oil cake (COC). Sebanyak 10 gram COC ditambah
dengan 250 ml air destilat sehingga diperoleh kadar air sampai 90% kemudian
dilakukan sterilisasi menggunakan suhu 1210C selama 20 menit. Selanjutnya
substrat yang telah disterilisasi, ditambah 2% inokulum per gram substrat,
kemudian diinkubasi pada suhu 300C selama 81,5 jam.
Selama proses inkubasi, Acinetobacter sp. akan mendegradasi substrat
(coconut oil cake) untuk metabolismenya dan secara langsung menghasilkan
metabolit berupa enzim lipase. TAG (triacilglicerol) pada COC dapat berfungsi
sebagai substrat untuk produksi enzim lipase.
Setelah inkubasi selesai, enzim kasar merupakan enzim ekstraseluler
karena dapat diekstrak dengan penambahan buffer phosphat 5 mL/g sampai pH
mencapai 7.0. Dilakukan pengadukan menggunakan rotary shaker dengan suhu
300C dan kecepatan 200 rpm selama 1 jam. Kemudian setelah itu dilakukan
pengepresan pada sampel untuk memisahkan fase padat-cair. Fase padat-cair
disentrifugasi pada 2000g (3300 rpm) selama 2 menit. Endapan yang diperoleh
melalui sentrifugasi disebut dengan supernatan. Supernatan ini kemudian dikenal
sebagai enzim kasar.
III. Pemurnian Enzim Lipase
Pemurnian enzim lipase dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
pemurnian enzim pada umumnya, namun tentunya hal ini disesuaikan berdasarkan
sifat-sifat dan karakteristik tertentu dari enzim yang digunakan serta dari kondisi
enzim tersebut apakah itu intraseluler atau ekstraseluler. Pada bahasan ini, enzim
yang diproduksi adalah enzim lipase yang berasal dari Acinetobacter sp. Adapun
dalam jurnal utama yang kami gunakan, tahap pemurnian tidak dilakukan,
melainkan hanya tahap pre-pemurnian yang berupa filtrasi dengan menggunakan
filter asetat selulosa dengan ukuran pori-pori 0,22 m.
Namun, secara umum, pemurnian enzim perlu dilakukan karena hal ini
berguna untuk memahami struktur 3-D dan hubungan struktur-fungsi dari protein.

Pemurnian ini dilakukan pun harus disesuaikan dengan karakteristk enzim


tersebut. Enzim lipase ini termasuk dalam jenis ekstraseluler, sehingga
pemurniannya pun harus disesuaikan dengan kondisi tersebut. Adapun sebelum
dimurnikan, umumnya enzim diberi perlakuan pre-pemurnian yaitu dengan cara
yaitu ultrafiltrasi, prsipitasi dengan amonium sulfat atau ekstraksi dengan
menggunakan pelarut organik untuk memisahkan sel dari media kultur. Berikut
merupakan penjelasan dari tahap pre-pemurnian dari enzim:
a. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi

(UF)

dirancang

sebagai

proses

pemisahan

dengan

menggunakan membran dengan pori berukuran 5. 10-2 m 5 m, dijalankan


dengan menggunakan perbedaan tekanan. Adapun proses pemisahan ini
digunakan untuk memurnikan dan memekatkan campuran molekul makro 103
106 Da. Pemisahan komponen-komponen cairan didasarkan atas ukuran dan
strukturnya. Konfigurasi sistem filtrasi membran yang biasa digunakan adalah
aliran silang.
b. Presipitasi dengan Amonium Sulfat
Fraksinasi dengan amonium sulfat merupakan salah satu cara pemurnian
protein melalui proses pengendapan garam. Pada proses ini protein dipisahkan
dari komponen nonprotein yang terdapat di dalam larutannya. Penambahan garam
amonium sulfat akan menurunkan kelarutan protein karena terjadinya kompetisi
antara ion garam yang ditambahkan dengan protein yang terlarut sehingga terjadi
efek salting out.
c. Ekstraksi Pelarut
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara meredam serbuk simplisia
dalam cairan pencari yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, cairan ppencari akan masuk ke dalam sel melewati dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalm
sel dengan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan pencari dengan konsentrasi rendah. Hal ini terjadi berulang
kali hingga tercapai keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan dalam
sel. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

Kemudian, setelah dilakukakan tahap pre-pemurnian, maka dilakukan


tahap pemurnian. Tahap pemurnian tersebut secra umum dapat dilakukan dengan
menggunakan kolom kromatografi. Berikut merupakan macam-macam dari
metode kromatografi yang digunakan dalam pemurnian enzim :
a. Kromatografi Kolom Gel Filtrasi
Pemisahan protein enzim pada metode ini didasarkan atas perbedaan
ukuran molekul protein melalui sebuah kolom yang dinamakan sephadex.
Sephadex terbuat dari protein berhidrat tinggi dengan pori-pori yang sangat halus.
Molekul protein yang kecil dapat menembus pori-pori dan tertahan selama aliran
ke bawah kolom. Molekul protein yang lebih besar akan terelusi lebih dahulu oleh
pelarutnya disusul molekul yang lebih kecil, sehingga dapat terjadi pemisahan
fraksi berdasarkan ukuran molekul. Kecepatan aliran molekul protein tergantung
dari kemampuannya memasuki pori-pori.
b. Kromatografi Penukar Ion
Menurut Lehninger (1988), kromatografi penukar ion merupakan metode
yang paling banyak dipergunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan
menghitung jumlah tiap-tiap asam amino di dalam suatu campuran. Kromatografi
penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas molekul bermuatan di dalam
larutan senyawa tidak reaktif yang berfungsi sebagai pengisi kolom yang
bermuatan berlawanan. Golongan senyawa ini merupakan polimer yang bersifat
elastik, yang mengandung kerangka resin sintetik. Proses yang terjadi selama
pertukaran ion secara umum dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah
tahap penyeimbangan, pada tahap ini larutan

penyangga A dipompa melalui

kolom hingga pH dan konsentrasi garam mencapai kondisi yang diinginkan.


Selanjutnya adalah tahap aplikasi dan penyerapan contoh. Pada tahap tersebut,
molekul terlarut membawa muatan yang sesuai untuk menggantikan penukar ion
dan mengikat secara dapat balik kepada gel. Senyawa yang tidak terikat akan
tercuci keluar menggunakan larutan penyangga awalan.
Tahap ketiga adalah elusi gradien, senyawa dihilangkan dari kolom
dengan mengubah kepada kondisi elusi yang tidak cocok untuk ikatan ion
molekul terlarut. Tahap ini dicapai dengan meningkatkan gradien konsentrasi
garam dan molekul terlarut tadi dikeluarkan dari kolom menurut kekuatan

pengikatannya. Menurut Winarno (1997), ion Na+ berkompetisi dengan protein


untuk berikatan dengan gugus pada kolom dan secara bertahap ion Na+ mengganti
kedudukan protein. Tahap terakhir sistem kromatografi ion ini adalah regenerasi,
yaitu komponen bermuatan yang masih terdapat dalam kolom dicuci keluar
sehingga kondisinya kembali seperti semula.
c. Kolom Kromatografi Interaksi Hidrofobik
Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan

metode

pemisahan

berdasarkan perbedaan hidrofobisitas pada permukaan protein. Hal ini bergantung


pada interaksi hidrofobik antara permukaan protein dengan gugus hidrofobik yang
terikat secara kovalen pada matriks. Pada kondisi kekuatan ion yang tinggi,
protein atau enzim akan terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik.
Matriks yang umum digunakan bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa yakni
fenil sefarosa atau butil sefarosa. Suatu campuran protein dimasukkan ke dalam
kolom interaksi hidrofobik dalam kondisi ionik yang tinggi. Pada kekuatan ion
yang tinggi protein terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik.
Semakin hidrofob suatu protein, maka semakin kuat ikatannya. Protein
yang terikat pada matriks dapat terlepas jika dielusi dengan eluen yang kekuatan
ionnya semakin menurun yaitu dengan konsentrasi garam dari tinggi ke yang
lebih rendah.
Selain itu, dapat dilakukan pula teknik imobilisasi enzim. Dikenal
beberapa teknik imobilisasi enzim seperti ikatan silang, penjebakan, dan
pengikatan secara kovalen pada bahan pendukung. Bahan pendukung yang
digunakan untuk imobilisasi enzim antara lain : glutaraldehid, polifenol, chip
silikon, naflon, poli-o-diamino benzena dan poli-vinil piridin (Davis dkk., 1995).
Aktivitas enzim imobil ditentukan oleh bahan pendukung yang digunakan. Silika
gel merupakan sebuah polimer anorganik disusun oleh siloksan (Si-O-Si) dan
distribusi silanol (Si-OH) pada permukaan senyawa. Modifikasi kimia dapat
terjadi dengan adanya polimer dari kelompok silanol (Lee dkk., 2006).
Mekanisme imobilisasi enzim lipase murni dengan metode adsorpsi
menggunakan silika gel (Nawani dkk., 2006). Sebanyak 2,5 ml enzim lipase
murni ditambahkan dengan 0,5 gram silika gel, lalu campuran di shaker selama

waktu tertentu (0 120) menit pada suhu kamar. Selanjutnya disentrifugasi


selama 5 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Berikut adalah diagram alir proses
imobilisasi enzim lipase:

2,5 ml enzim lipase murni

Pemasukan dalam tabung reaksi

Penambahan 0,5 gram


silika gel

Pengadukan dalam shaker


t: 0 120) menit, T: 280C

sentrifugasi 1000 rpm, 5 menit

Enzim terimobilisasi

Karakteristik aktivitas enzim lipase imobil sangat dipengaruhi tingkat pH


dan suhu lingkungan. Aktivitas enzim lipase bebas (tidak terimobilisasi)
menunjukkan bahwa pada pH 7,0 rendah, kemudian terjadi peningkatan sampai
pH 8,2. Pada pH 8,2, aktivitas enzim lipase bebas memberikan aktivitas
maksimum, dimana pada kondisi ini aktivitas relatif enzim lipase bebas mencapai
100%. Pada pH 8,4 aktivitas enzim lipase mulai menurun sampai pada pH 9,0.
Hal yang sama terjadi pada enzim lipase imobil, sehingga baik enzim lipase bebas
maupun imobil mempunyai pH optimum sama yaitu 8,2. Aktivitas enzim lipase
bebas sedikit lebih besar dari imobil, ini disebabkan karena enzim lipase imobil
terikat pada matriks silika gel sehingga kecepatan untuk kontak dengan substrat
lebih kecil.
Penelitian Dosanjh dan Kaur (2002) menunjukkan bahwa enzim lipase
imobil pada beraktivitas optimum pada pH 8,0 dan suhu optimum 54 0C. Aktivitas
lipase bebas mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan suhu dari 200C sampai
35 0C. Pada suhu diatas 35 0C aktivitas enzim lipase bebas mengalami penurunan.
Aktivitas tertinggi terjadi pada suhu 35 0C dengan aktivitas relatif 100%.
Peningkatan suhu sampai pada suhu optimum akan meningkatkan laju reaksi
enzimatik, tetapi peningkatan suhu diatas suhu optimum akan menurunkan laju
reaksi enzimatik. Uji aktivitas enzim lipase imobil mempunyai suhu optimum 45
0

C, sedangkan enzim lipase bebas 35 0C. Hal tersebut menunjukkan bahwa

matriks silika gel mampu melindungi enzim lipase imobil terhadap panas
sehingga enzim lipase imobil mampu bertahan pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan enzim lipase bebas.
Kestabilan termal enzim lipase imobil dan enzim lipase bebas terdapat
perbedaan. Enzim lipase bebas pada suhu optimumnya yaitu 35 0C hanya dapat
bertahan sampai dengan pemanasan selama 60 menit dengan aktivitas relatif
tinggal 20%. Penurunan aktivitas mulai terjadi pada pemanasan selama 40 menit
sampai 100 menit dimana aktivitas relatif tinggal 5%. Enzim lipase imobil pada
suhu optimumnya 45 0C mampu bertahan dengan pemanasan selama 80 menit dan
jumlah aktivitas yang tersisa relatif konstan sampai pemanasan 120 menit.
Penurunan aktivitas mulai terjadi pada waktu inkubasi 40 menit sampai 80 menit

dimana aktivitas relatif tinggal 38%. Bila dibandingkan dengan enzim lipase
bebas maka enzim lipase imobil lebih baik stabilitas termalnya.
Operasional enzim lipase imobil dapat digunakan berulangkali. Semakin
banyak penggunaan berulang aktivitas enzim lipase semakin menurun. Enzim
lipase imobil mampu digunakan sebanyak enam kali pemakaian berulang, dan
pada penggunaan keenam kali, aktivitas katalitiknya masih sekitar 37,50% (Silva
dkk., 2007), enzim lipase imobil pada matriks kitin efektif tiga kali penggunaan
berulang (Wulan dkk., 2008). Enzim lipase bebas hanya dapat digunakan satu
kali, karena enzim lipase bebas akan tercampur dengan produk reaksi sehingga
harus dilakukan proses perusakan untuk memisahkan enzim lipase dari produk
reaksi. Pada aplikasinya hal tersebut sangat tidak ekonomis mengingat enzim
lipase mahal harganya. Penurunan aktivitas setelah penggunaan berulang
disebabkan karena lemahnya ikatan antara enzim lipase dengan adsorben
pendukung, karena hanya didukung oleh ikatan Van der Waals, ikatan hidrogen
dan interaksi hidrofobik (Suhartono, 1989). Jika terdapat gangguan seperti halnya
penggunaan berulang, ikatan ini dapat rusak menyebabkan enzim terlepas dari
adsorben.
IV. Pemanfaatan Enzim Lipase dalam Industri Pangan
Lipase merupakan enzim yang bekerja mengkatalis proses hidrolisis lipid
menjadi senyawa lebih sederhana yaitu asam lemak dan gliserol melalui
pemotongan ikatan ester. Produk yang dihasilkan dari reaksi enzimatis lipase ini
adalah asam lemak bebas atau asam lemak nonesterifikasi. Berikut ini merupakan
gambaran reaksi esterifikasi oleh Lipase:

Lipase merupakan bagian tidak terpisahkan dari industri mulai dari makanan,
susu, obat-obatan, kimia dan deterjen, industri teh, kosmetik dan lain-lain.
Dalam bidang bioteknologi ada banyak aplikasi industri untuk
menghasilkan produk biotek yang kita gunakan sehari-hari. Beberapa di antaranya
adalah ilmu pangan aplikasi yang memanfaatkan enzim untuk menghasilkan atau
membuat peningkatan kualitas makanan yang berbeda. Lipase memiliki aplikasi
besar dalam industri makanan seperti keju pematangan, pengembangan rasa.
Lipase digunakan untuk menghasilkan rasa, dan memodifikasi struktur dengan
inter atau

transesterifikasi, untuk mendapatkan produk meningkat nilai gizi.

Lipase juga telah digunakan untuk tambahan dalam makanan untuk memodifikasi
rasa dan aroma oleh sintesis ester asam lemak rantai pendek.
Mekanisme Lipase dalam Proses Pematangan Keju
Pada proses pembuatan keju ipase ditambahkan pada susu sebelum
mengalami koagulasi. Sehingga jika ingin membuat keju segar (rennet dan starter
dicampurkan) terlebih dahulu tambahkan enzim lipase. Dalam hal ini lemak
memiliki peranan penting untuk membentuk flavor dan tekstur dalam keju, yakni
pada proses pematangan (ripening) keju. Lemak berperan daam pembentukan
flavor dengan tiga cara:
1. Lemak adalah kumpulan asam lemak, khususnya asam lemak dengan rantai
pendek, yang memiliki karakteristik flavor yang kuat. Asam lemak dapat
dihasilkan dalam proses lipolisis yang melibatkan enzim.

2.

Asam Lemak, khususnya Polyunsaturated fatty acids (PUFA) mengalami


oksidasi, sehingga menyebabkan pembentukan senyawa aldehid tak jenuh dan
menyebabkan flavor pada mayoritas makanan rusak atau dikenal sebagai
ketengikan, namun pada proses pembuatan keju ini senyawa aldehid tersebut

justru dibutuhkan untuk membentuk flavor


3. Lemak berfungsi sebagai pelarut untuk senyawa aromatik yang dihasilkan
tidak hanya dari lipid tetapi juga dari protein dan laktosa.
Selama proses pematangan keju FFA dibebaskan pada proses lipolisis dan
memberikan kontribusi langsung dalam pembentukan flavor keju, terutama rantai
pendek dan sedang dari FFA itu sendiri. Proporsi ikatan C6:0 bebas sampai C18:3
keju merupakan senyawa aromatik Cheddar tampak mirip dengan lemak susu.
Berikut merupakan gambaran secara lengkap reaksi katabolisme Triacylglyceride
oleh lipase menjadi FFA dan senyawa lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas,
A.
2013.
Pemurnian
Enzim
Kitinase.
http://akbarcules46.blogspot.com/2013/05/pemurnian-enzim-kitinase.html
[diakses 24 November 2013].
Constantiniu, S., Romaniuc, A., Iancu, L.A., Filimon, R., Tarai, I. 2004. Cultural
And Biochemica Characteristics Of Acinetobacter Spp. Strains Isolated
From Hospital Units. The Journal Of Preventive Medicine 2004; 12 (3-4):
35-4235.
Davis, J. Vaughan, D.H., and Cordasi, M.F. 1995. Element of Biosensor
Construction. Enzyme and Microbial Technology. 17 : 1030-1035.
Dosanjh, N.S., and Kaur, J. 2002. Immobilization, Stabillity and Esterification
Studies of Lipase from a Bacillus sp. Biotechnol. Appl. Biochem. 36: 712.
El Hofi. M, et al. 2011. Industrial Application of Lipases in Cheese Making: A
review. Internet Journal of Food Safety. Vol.13 p.293-302.
Gupta, R., Gupta, N., Rathi, P. 2004. Bacterial Lipases : An Overview of
Production, Purification, and Biochemical Properties. Appl Microbiol
Biotechnol (2004) 64: 763781.
Khoramnia, A., et al. 2011. Production of a Solvent, Detergent, and
Thermotolerant Lipase by a Newly Isolated Acinetobacter sp. in Submerged

and Solid-State Fermentations, Journal of Biomedicine and Biotechnology.


Vol. 2011, article ID 702179.
Lee, D.H., Park, C.H., Yeo, J.M., and Kim, S.W. 2006. Lipase Immobilization on
Silica Gel Using a Cross-linking Method. J. Ind. Eng. Chem. 12 (5) 777782.
Mutiah, D. 2005. Ultrafiltrasi, Presipitasi Bertingkat dan Kromatografi Penukar
Ion sebagai Tahapan Pemurnian Enzim Protease Bacillus megaterium MS961. Bogor : Institut Pertaian Bogor.
Nawani, N. Singh, R. and Kaur, J. 2006. Immobilization and Stability Studies of
Lipase from Thermophilic Bacillus sp: The Effect of Process Parameters
on Immobilization of Enzyme. Electronic Journal of Biotechnology. 9 :
559-565.
Raka, L., Mulliqi-Osmani, G., Begolli, L., Kurti, A., Lila, G., Bajrami, R., JakaLoxha, A. 2013. Acinetobacter. http://dx.doi.org/10.5772/55618 [diakses 23
November 2013].
Satwika, R.A. 2010. Kombinasi Metode Sonikasi, Pemanasan dan Fraksinasi
Ammonium Sulfat untuk Ekstraksi Enzim Fosfolipase-A2 dari Acanthaster
planci. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia.
Saxena, R.X, Sheoran, A., Giri, B., Davidson, W. S. 2003. Purification Strategis
for Microbial Lipases : Review. Journal of Microbiological Methods 52
(2003) 1 18.
Silva, V. D. M., De Marco, L.M., Afonso, W.O., Lopes, D.C.F., and Silvestre
M.P.C. 2007. Comparative Study of the Immobilization of Pancreatin and
Papain on Activated Carbon and Alumina, Using Whey as Protein
Substrate. World Applied Sciences Journal. 2 (3):175-183.
Snellman, E.A.dan Colwell, R. Acinetobacter Lipases: Molecular Biology,
Biochemical Properties And Biotechnological Potential. J Ind Microbiol
Biotechnol (2004) 31: 391400 DOI 10.1007/s10295-004-0167-0.
Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. 172-220.
Wulan, P.P.D.K., Rejoso, M. T., dan Hermansyah, H. 2008. Reaksi Hidrolisis
Minyak Zaitun Menggunakan Lipase Rhizopus oryzae yang Diimobilisasi
Melalui Metode Adsorpsi. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, Depok.

Anda mungkin juga menyukai