Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

“TEKNOLOGI ENZIM DAN BIOPROSES”

DOSEN PENGAMPU : Ahmad Shafwan S Pulungan, S.Pd., M.Si.

DISUSUN :

KELOMPOK 5

ANGELIA TIOLINA BERNADETTA SINAGA (4202151001) - ANNISA DELIA


SYAHFITRI (4203151003) - NAZLI ASHFIA NASUTION (4203351015) - YESI LETARE
PARDEDE (4203151012)

KELAS : PENDIDIKAN IPA A 2020

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
TEKNOLOGI ENZIM DAN BIOPROSES

A. Teknologi Enzim
1. Pengertian Enzim
Enzim merupakan biomolekul organik kompleks biasanya tersusun atas
polipeptida (protein globuler). Enzim yang memiliki bentuk (konformasi) spesifik hanya
berikatan dengan substrat yang berbentuk spesifik juga. Enzim bersifat spesifik sebab
memiliki tempat aktif yang mengakomodasi substratnya. Enzim memiliki peran sebagai
biokatalisator dalam perubahan substansi kimia. Enzim sebagai biokatalisator berperan
mempercepat terjadinya suatu reaksi tetapi tidak ikut bereaksi. Zat yang dikerjakan oleh
enzim disebut substrat, sedangkan hasilnya disebut dengan produk. Pada prinsipnya, jika
enzim tidak berperan sebagai biokatalisator maka tidak dapat menghasilkan produk.
Sebagai contoh, dalam metabolisme glukosa yaitu perubahan glukosa menjadi
alkohol atau asam laktat melibatkan berbagai jenis enzim yang terdapat dalam mikroba
fermentor (wadah silinder tertutup yang mendukung aktivitas biokimia dan kimia oleh
mikroorganisme untuk membawa konversi bahan mentah menjadi produk yang
bermanfaat). Selain itu, produk dari reaksi awal digunakan sebagai substrat reaksi enzim
berikutnya dan seterusnya sampai dihasilkan produk akhir. Perkembangan ipteks
khususnya biokimia telah dapat diidentifikasi berbagai jenis enzim dalam makhluk hidup
dan cara kerjanya. Beberapa peran enzim adalah memecah ikatan molekul-molekul zat
makanan dari rantai panjang menjadi rantai pendek. Pada umumnya enzim pencernaan
bekerja sebagai enzim hidrolitik (hidrolase).
Teknologi enzim memiliki pengertian penggunaan enzim dalam berbagai proses
industri. Teknologi enzim meliputi :
a. Purifikasi adalah proses pemurnian atau pemisahan enzim dari komponenkomponen
selain enzim.
b. Isolasi enzim dilakukan menggunakan sentrifuga dingin untuk memisahkan enzim
dari campuran sel. Pemurnian enzim dilakukan dengan fraksinasi menggunakan
ammonium sulfat dan dialisis.
c. Produksi enzim bisa meningkat, karena mikroorganisme bisa direkayasa untuk
perbaikan sifat.
d. Immobilisasi enzim artinya melokalisir enzim, sehingga enzim dapat digunakan
secara berkelanjutan.
e. Penggunanan enzim pada sistem reactor suatu reaktor enzym yang dilengkapi dengan
membran flltrasi aliran melintang bioreaktor dengan serat berongga digunakan untuk
menghidrolisis.
Kontribusi teknologi enzim dalam produksi makanan, preserve yang artinya
pemeliharaan, penjagaan, serta pengawetan enzim dan juga sortasi energi atau
pemilihan enzim dan meningkatkan kualitas lingkungan. Teknologi baru ini berasal
dari biokimia, dan kontribusi mikrobiologi, kimia, dan rekayasa. Kedepan, teknologi
enzim dan rekayasa genetika akan sangat diperlukan untuk ini.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah:
 Derajat keasaman (pH). Enzim dapat bekerja optimal pada pH tertentu yang
sesuai sebab untuk mengubah ionisasi substrat atau residu asam amino dalam
enzim. Kebanyakan enzim bekerja pada cairan buffer (larutan penyangga atau
larutan untuk mempertahankan dan menjaga keseimbangan asam atau pH ) untuk
mencegah perubahan pH selama proses berlangsung.
 Suhu. Pada umumnya pada suhu yang semakin meningkat aktivitas enzim juga
semakin meningkat sampai pada batas suhu maksimal. Jika sudah mencapai suhu
batas maksimal, maka enzim akan mengalami kerusakan (denaturasi) karena
panas sehingga aktivitasnya berkurang. Aktvitas enzim menjadi optimal pada
suhu tertentu tergantung enzimnya yang disebut suhu optimal. Enzim menjadi
stabil (inaktif) pada suhu penyimpanan biasanya di bawah 0 derajat C.
 Konsentrasi substrat. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
mengikuti persamaan Michaelis-Menten (merupakan bentuk persamaan
yang menggambarkan laju reaksi enzimatik, dengan menghubungkan laju reaksi atau laju
pembentukan produk terhadap, konsentrasi substrat S). Kurvanya berbentuk parabola.
3. Sifat-Sifat Enzim
Enzim mempunyai peran yang penting bagi tubuh manusia dan atas berlangsungnya
kehidupan suatu organisme. Oleh karena itu, kita harus memahami sifat enzim. Berikut
ini adalah beberapa sifat enzim antara lain:
 Sebagai Katalisator
Sifat enzim yang pertama yaitu berperan sebagai katalisator. Enzim merupakan
katalis yang bisa merubah laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Tanpa adanya enzim,
sebuah reaksi sangat sulit terjadi, sedangkan dengan adanya enzim, kecepatan
reaksinya bisa meningkat.
 Enzim Bekerja Secara Selektif dan Spesifik
Sebuah enzim akan bekerja secara spesifik, itu artinya enzim tertentu hanya bisa
mengadakan perubahan pada zat tertentu juga. Dengan kata lain, enzim hanya
bisa mempengaruhi satu reaksi dan tidak bisa mempengaruhi reaksi lainnya yang
bukan bidangnya. Satu enzim akan khusus untuk satu substrat saja.
 Enzim Memiliki Sifat Bolak-balik
Sifat enzim berikutnya yaitu dapat bekerja bolak-balik karena bisa ikut bereaksi
tanpa mempengaruhi hasil akhir dan akan terbentuk lagi di hasil reaksi sebagai
enzim. Saat ikut serta untuk bereaksi, maka struktur kimia enzim juga akan
berubah. Namun di akhir reaksi, struktur kimia enzim akan terbentuk kembali
seperti semula.
 Seperti Protein
Enzim mempunyai sebagian besar sifat protein yang dipengaruhi oleh suhu dan
pH. Pada suhu rendah, protein enzim akan mengalami koagulasi dan pada suhu
tinggi akan mengalami denaturasi. Karena enzim tersusun dari komponen protein,
maka sifat enzim tergolong koloid. Enzim sendiri mempunyai permukaan antar
partikel yang sangat besar sehingga bidang kegiatannya juga besar.
4. Aplikasi Enzim
Telah sejak lama enzim digunakan sebagai suatu cara untuk mengolah produk
minuman atau makanan dengan menggunakan enzim mikroba yang belum dikenali.
Proses fermentasi memerlukan enzim dari mikroba terutama jamur.
Kekurangan fermentasi menggunakan mikroba:
 Sebagian besar substrat diubah menjadi biomasa.
 Terjadi produk tidak bermanfaat.
 Kondisi untuk pertumbuhan organisme kemungkinan tidak sama dengan produk
 Isolasi dan purifikasi produk yang diinginkan dari cairan fermentasi
kemungkinan sangat sulit.
Keterbatasan tersebut memunculkan ide isolasi dan purifikasi, kemudian
imobilisasi enzim. Kedepannya model tradisional akan digantikan dengan model terbaru
yaitu multienzim reaktor yang memiliki efisiensi tinggi dalam penggunaan substrat, hasil
yang lebih tinggi, dan hasil yang seragam.
Pemanfaatan enzim murni:
 Proses industri
 Kedokteran klinis
 Laboratorium praktis
 Detergen biologis, proteinase (dihasilkan oleh ekstraseluler bakteri), digunakan
untuk merendam dan diberikan langsung pada cairan.
5. Prosedur imobilisasi enzim
Prosedur imobilisasi enzim (melokalisir enzim, sehingga enzim dapat digunakan secara
berkelanjutan) dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
 Pengikatan enzim secara kovalen pada zat padat pendukung Pengikatan enzim
dilakukan dengan cara mengikat enzim secara kovalen ke permukaan bahan yang
tak larut dalam air. Sedikitnya prosedur ini terdiri dari dua tahap, yaitu aktivasi
zat pendukung dan pengikatan enzim.
 Penjebakan enzim dalam Gel Penjebakan (entrapment) enzim dalam gel
dilakukan dengan cara menjebak enzim ke dalam suatu matrik atau gel yang
permiabel (yang dapat dilalui) terhadap enzim. Dalam hal ini enzim tetap berada
dalam bentuknya yang asli tanpa resiko adanya penutupan bagian aktif, gugus
atau molekul enzim oleh ikatan kimia. Bahan yang biasa digunakan sebagai
penjebak adalah silika gel, karet silikon, pati, dan poliakrilamid. Cairan yang
digunakan antara lain: kolagen, gelatin, agar karagenan, dll. Penggabungan antara
akrilamid sel dengan monomer akrilamid dan agen polimerizer seperti n-n
metilenebisakrilamid serta potassium persulfat yang berfungsi untuk memulai
polimerisasi yang dimana beta-dimetil amino propinil mampu meningkatkan
proses terjadinya polimerisasi, sesudah 30 – 60 menit pada suhu ambient
membentuk gel yang keras dan dapat dibentuk butir-butir untuk ukuran yang
sesuai, kemudian dipak dalam kolom dan dicuci dengan garam untuk
menghilangkan residu bahan kimianya.
 Enkapsulasi enzim (Pelapisan Enzim)
Metode enkapsulasi ini menggunakan membran semipermiabel. Membran ini
tidak permiabel terhadap enzim dan makro molekul yang lain, namun permiabel
terhadap substrat dan produk yang mempunyai berat molekul yang tinggi.
 Adsorpsi enzim pada permukaan zat padat
Metode physical binding ini terhitung metode yang paling sederhana, makanya
banyak digunakan. Enzim dicampur dengan adsorbent kemudian dipacking dalam
sebuah kolom (wadah). Kondisi adsorpsi tidak melibatkan spesies yang reaktif
dan tidak ada modifikasi enzim. Adsorban yang banyak dipakai seperti: alumina,
selulose, tanah liat, kaca, hidroksilapatit (bentuk mineral yang terdapat di alam
dari kalsium apatit dengan rumus Ca₅(PO₄)₃, namun biasanya ditulis sebagai
Ca₁₀(PO₄)₆(OH)₂ untuk menyatakan bahwa sel satuan kristal terdiri dari dua
entita), karbon dan berbagai bahan silika.
 Pengikat-silangan dengan bahan bergugus ganda
Metode cross linking ini dilakukan dengan cara pengikat-silangan dengan bahan
yang cocok untuk menghasilkan partikel yang larut. Enzim dapat diimmobilisasi
dengan cara pengikatan dengan dua atau lebih reagen fungsional seperti senyawa
glutaraldehid atau toluenadiisosinat, atau dapat juga diikat pada cairan yang tidak
larut yakni menggunakan reagen yang sama. Senyawa yang dapat digunakan
dalam pengikat-silangan ini seperti: diamin alifatik, dimentil adipimat, dimetil
suberimidat, dan terutama glutaraldehida. Retensi yang baik dapat diperoleh
dengan metode ini, namun hal ini dapat disertai dengan hilangnya aktivitas enzim
secara lebih luas.
Manfaat Enzim Terimobilisasi
Ada beberapa manfaat enzim terimobilisasi (suatu enzim yang dilekatkan pada
suatu bahan yang inert dan tidak larut seperti sodium alginate), antara lain:
1. Imobilisasi mencegah difusi enzim ke dalam campuran reaksi dan
memperoleh kembali enzim tersebut dari aliran produk dengan teknik
pemisahan padat/cair yang sederhana.
2. Imobilisasi enzim digunakan untuk meningkatkan proses yang sudah ada atau
menghasilkan sesuatu yang baru. Hingga tahun 1983 penerapan imobilisasi
enzim terbatas pada 7 (tujuh) glukosa isomerase, 4 (empat) penisilin amidase,
3 (tiga) amino asilase dan laktase, 2 (dua) glukoamilase, 1 (satu) aspartase,
dan 1 (satu) fumarase.
3. Penggunaan lebih lanjut dari imobilisasi enzim dapat dilakukan untuk analisis
dan penerapan medis dan dihasilkan lebih banyak dari ide baru.

B. Pengertian Bioproses
Bioproses adalah proses untuk menghasilkan suatu produk dengan menggunakan konsep-
konsep utama berupa bioteknologi, biologi, dan teknik rekayasa proses. Teknologi bioproses
adalah teknologi yang berkaitan dengan segala operasi dan prosesyang memanfaatkan
organisme baik dalam fase hidup, maupun produk enzimnya untuk menghasilkan suatu
produk. Bioproses tidak hanya membahas mengenai teori bagaimana membuat suatu produk
dengan menggunakan mikroorganisme. Lebih luas lagi, teknik bioproses memegang kendali
dalam desain bioreaktor, studi fermentasi, kondisi operasi,kualitas produk, keamanan produk,
dan penunjang produksi lain. Ilmu dalam bioproses memegang peran penting mulai dari
skala laboratorium, hingga skala pabrikan, mulai dari rekayasa genetika sel
mikroorganismenya, hingga rekayasa proses produksinya.
Aplikasi industri bioproses umumnya menggunakan sel hidup untuk menghasilkan
perubahan kimia atau fisik agar sesuai keinginan. Proses biologis memiliki kelebihan dan
kekurangan dibanding industri teknik kimia tradisional.
Beberapa kelebihannya di antaranya:
 Kondisi operasi yang standard. Kondisi reaksi untuk bioproses adalah standar. Secara
umum hanya diperlukan suhu kamar, tekanan atmosfir, dan pH netral. Sebagai hasilnya
didapatkan fasilias pabrik yang lebih sederhana dan kecelakaan kerja yang minim
dibanding pabrik kimia.
 Spesifik. Katalis enzim umumnya memiliki spesifikasi yang tinggi dan bereaksi dengan
satu reaksi kimia. Banyaknya varietas enzim memungkinkan produk yang dihasilkan
semakin banyak dan seragam.
 Efektivitas. Kecepatan katalis enzim biasanya lebih cepat dari katalis non biologis.
Kebutuhan konsentrasi enzim lebih kecil.
 Sumber terbarukan. Material baru untuk bioprosesn adalah biomassa yang keberadaannya
sangat luas.
 Rekombinan teknologi DNA. Perkembangan rekombinan DNA (merupakan metode yang
digunakan untuk membuat replika genetik dari satu segmen DNA, sel atau organisme
secara keseluruhan) memungkinkan proses biologis lebih baik.
Beberapa kekurangan:
 Hasil produksi kompleks. Terkadang produk memiliki kontaminan seperti sel lain,
banyak terjadi metabolisme hasil samping, dan terkadang terjadi reaksi enzimatis yang
tidak diinginkan.
 Kondisi lingkungan yang encer. Komponen dari produk komersial biasanya diproduksi
dalam jumlah terbatas dalam medium cair. Oleh karena itu separasi menjadi mahal.
Karena umumnya produk bioproses memiliki sensitivitas tinggi terhadap panas, maka
separasi tradisional tidak bisa diterapkan. Diperlukan metode separasi yang lebih baik
dan lebih modern.
 Kontaminasi. Sistem fermentor dapat terkontaminasi dengan mudah, karena banyak
bakteri dan jamur yang tumbuh di lingkungan sekitar. Problem umum yang sering
dihadapi adalah pertumbuhan sel menjadi lambat karena adanya kontaminan.
 Variabilitas. Sel lebih cenderung bermutasi karena perubahan lingkungan dan terjadi
perubahan karakteristik sel. Selain itu reaksi enzimatis lebih sensitif dan tidak stabil, serta
terkadang membutuhkan penanganan khusus.

Namun demikian, bioproses masih tetap menjadi teknik dalam produksi yang
keberadaannya cenderung tidak bisa digantikan oleh teknik lain karena beberapa hal seperti
yield yang tinggi, keefektifan proses, dan faktor ekonomis.

Ada dua komponen penting dalam bioproses, yaitu biokatalis (berupa enzim atau sel
makhluk hidup) dan kondisi lingkungan. Untuk berlangsungnya setiap reaksi metabolisme
sel dibutuhkan enzim spesifik yang bertindak sebagai biokatalis. Bahan penyusun utama
biokatalis berupa protein, yang dapat berfungsi pada lingkungan yang sesuai. Lingkungan
optimal dapat dicapai dengan menempatkan biokatalis dalam wahana yang disebut
bioreaktor.

Bioproses atau bioteknologi fermentasi meliputi :


1. Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Mikroba
Dinamika pertumbuhan mikroba dapat dipahami dari kurva pertumbuhannya,
yang dibuat dengan cara mengukur tingkat pertumbuhan tiap selang waktu tertentu
kemudian mengalurkan hasil pengukurannya dalam sebuah grafik yang menunjukkan
hubungan antara biomasa pada suhu y versus periode waktu pengukuran pada sumbu x.
Kurva pertumbuhan dalam sejumlah medium terbatas akan mengalami fase-fase
sebagai berikut :
a. Fase lag (adaptasi)
Fase lag adalah fase penyesuaian bakteri dengan lingkungannya yang baru. Durasi
berlangsungnya fase ini bervariasi dan ditentukan dari komposisi media, pH, suhu,
aerasi, jumlah sel, dan sifat fisiologis.
b. Fase eksponensial
Fase eksponensial merupakan fase pertumbuhan yang kedua. Fase ini dibuktikan
dengan terjadinya periode pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhan bakteri
pada fase eksponensial dipengaruhi oleh kondisi suhu, pH, nutrient dalam media
dan sifat genetik mikroba.
c. Fase stasioner
Fase stasioner adalah fase ketika laju pertumbuhan sama dengan laju kematian
mikroba, sehingga hasilnya jumlah mikroba tersebut secara keseluruhan akan tetap.
d. Fase kematian
Fase kematian adalah fase yang dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah
laju kematian yang melebihi jumlah laju pertumbuhan.
Selanjutnya selain mengetahui fase pertumbuhan juga dapat dihitung waktu
generasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk penggandaan jumlah sel dari jumlah awal
yang diinokulasikan.Jumlah sel mikroba sangat banyak sehingga untuk memasukkan
datanya dalam kurva pertumbuhan, digunakan angka hasil konversi logaritmik. Jika
datanya tidak dikonversikan ke nilai log, kurva pertumbuhan dapat dibuat pada kertas
logaritma.
Penentuan atau penghitungan jumlah sel dapat dilakukan dengan metode langsung
atau metode spektrofotometri dengan mengukur nilai OD (optical density = kepadatan
bakteri yang terlihat sebagai kekeruhan medium). Waktu generasi dapat ditentukan
menggunakan metode tak langsung dengan ekstrapolasi sederhana dari kurva
pertumbuhan. Setelah kurva pertumbuhan terbentuk, pilihlah dua titik pada sumbu y
(ordinat) yang merupakan nilai kelipatan dua, misalnya 0,2 dan 0,4.
2. Bioreaktor
Bioreaktor merupakan komponen utama dalam komersialisasi produk bioproses.
Kesalahan dalam mendesain bioreaktor akan berakibat fatal dalam hasil yang
diperoleh.Umumnya desain bioreaktor diserahkan oleh insinyur teknik kimia yang
terbiasa menangani desain unit operasi, hanya saja kondisi operasinya harus
disesuaikan dengan kaidah bioproses seperti pemilihan material, neraca massa dan
panas, pengadukan, transfer panas, fenomen perpindahan, dan sebagainya.
Bioreaktor memberikan lingkungan fisik sehingga sel atau biokatalis dapat
melakukan interaksi dengan lingkungan dan nutrisi yang dimasukkan ke dalamnya.
Bioreaktor sebagai wahana bioproses memegang peranan penting untuk
mendayagunakan reaksi-reaksi biokimiawi yang dilakukan oleh enzim atau
sel(mikroba, tanaman, dan hewan).
Pemilihan bioreaktor sangat ditentukan oleh jenis makhluk hidup yang digunakan,
sifat media tumbuh makhluk hidup tersebut, parameter bioproses yang akan dicapai,
dan faktor-faktor produksi. Optimasi bioproses dalam bioreaktor dapat dicapai dengan
memasok sumber energi, nutrisi, inokulum sel atau makhluk hidup yang unggul, dan
kondisi fisiko kimiawi yang optimal.Fungsi utama dari bioreaktor adalah menyediakan
lingkungan yang dapat dikontrol untuk mendapatkan pertumbuhan optimal dan
pembentukan produk sesuai keinginan.
Secara umum, kata fermenter juga sering disebut sebagai pengganti bioreaktor,
keduanya memiliki persamaan makna. Namun secara umum bioreaktor tidak selalu
memiliki fungsi sebagai fermentor, tempat terjadinya fermentasi. Dalam industri
mikroalga, bioreactor sering digunakan sebagai tempat budidaya mikroalga, tanpa
melalui proses fermentasi.
3. Rancangan Media Untuk Proses Fermentasi
Medium untuk fermentasi biasa disebut substrat. Biasanya pada teknologi
fermentasi digunakan bahan dasar yang mengandung karbon. Oleh karena itu,
kebanyakan berasal dari tumbuhan dan sedikit dari produk hewani. Sebagai contoh;
biji-bijian (grain), susu (milk). Natural raw material berasal dari hasil pertanian dan
hutan. Karbohidrat; gula, pati (tepung), selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
 Gula, bahan makanan yang mengandung gula mudah dan relatif mudah
didapatkan untuk proses biotek.
 Pati, jagung, padi, ganum, kentang, dan pohong (kassava) didegradasi menjadi
gula sederhana (monosakarida) dengan hidrolisis sebelum fermentasi. Pati juga
dapat digunakan sebagai bahan bakar non minyak (etanol).
 Selulosa
 Substrat dari limbah industri: Molase (tetes tebu), mengandung 50 % gula sebagai
substrat untuk produksi antibiotik, asam organik. Whey (air dadih), Damen dan
ampas tahu, bahkan urine hewan ternak.
Berdasarkan bentuknya substrat dapat dibedakan menjadi:
 Substrat cair sebagai contoh air untuk pembuatan anggur. Media ini digunakan
untuk menambah biomassa sel pada pertumbuhan bakteri, ragi dan mikroalga.
 Substrat semi cair sebagai contoh media untuk pembuatan yoghurt. Media ini
digunakan untuk pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan kandungan air
dan hidup anaerobic untuk menambah biomassa sel.
 Substrat padat sebagai contoh media yang digunakan untuk produksi tempe,
oncom, kecap, kompos dsb. Solid substrate fermentation (Fermentasi keadaan
padat (SSF) adalah teknik umum untuk produksi metabolit mikroba. Proses
SSF dilakukan pada substrat padat dengan kadar air rendah, dengan
keunggulan konsentrasi produk yang tinggi tetapi hanya membutuhkan energi
yang relatif rendah), melibatkan jamur berfilamen, yeast atau Streptomyces.
Media padat umumnya dipergunakan untuk menumbuhkan bakteri, jamur
dalam peremajaan dan pemeliharaan kultur murni dalam bentuk agar miring.
Substrat dari limbah industri seperti: Molase (tetes tebu), mengandung 50 %
gula sebagai substrat untuk produksi antibiotik, asam organik. Whey (air
dadih), Damen dan ampas tahu, bahkan urine hewan ternak.
Adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan mikroba
 Media mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroba.
 Media mempunyai tekanan osmosa dan derajat keasaman yang sesuai untuk
mikroba.
 Media harus dalam keadaan steril
4. Fermentasi
Fermentasi adalah proses terjadinya penguraian senyawa-senyawa organik untuk
menghasilkan energi serta terjadi pengubahan substrat menjadi produk baru oleh
mikroba. Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan.
Fermentasi merupakan pengolahan subtrat menggunakan peranan mikroba (jasad
renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Produk fermentasi berupa
biomassa sel, enzim, metabolit primer maupun sekunder atau produk transformasi
(biokonversi).
Proses fermentasi mendayagunakan aktivitas suatu mikroba tertentu atau
campuran beberapa spesies mikroba. Mikroba yang banyak digunakan dalam proses
fermentasi antara lain khamir, kapang dan bakteri. Teknologi fermentasi merupakan
salah satu upaya manusia dalam memanfaatkan bahan-bahan yang berharga relatif
murah bahkan kurang berharga menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi dan
berguna bagi kesejahteraan hidup manusia.
Berdasarkan produk yang dihasilkan, fermentasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
 Homofermentatif, yaitu fermentasi yang produk akhirnya hanya berupa asam
laktat. Contoh homofermentatif adalah proses fermentasi yang terjadi dalam
pembutaan yoghurt.
 Heterofermentatif, yaitu fermentasi yang produk akhirnya berupa asam laktat dan
etanol sama banyak. Contoh heterofermentatif adalah proses fermentasi yang
terjadi dalam pembuatan tape.
Berdasarkan penggunaan oksigen, fermentasi dibagi menjadi fermentasi aerobic
dan anaerobik. Fermentasi aerobik adalah fermentasi yang memerlukan oksigen,
sedangkan fermentasi anaerobik tidak memerlukan oksigen.
Berdasarkan proses yang dihasilkan oleh mikroba, fermentasi dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
 Fermentasi yang memproduksi sel mikroba (biomass). Produksi komersial dari
biomass dapat dibedakan menjadi produksi yeast untuk industri roti, dan produksi
sel mikroba untuk digunakan sebagai makanan manusia dan hewan.
 Fermentasi yang menghasilkan enzim dari mikroba. Secara komersial, enzim
dapat diproduksi oleh tanaman, hewan, dan mikroba, namun enzim yang
diproduksi oleh mikroba memiliki beberapa keunggulan yaitu, mampu dihasilkan
dalam jumlah besar dan mudah untuk meningkatkan produktivitas bila
dibandingkan dengan tanaman atau hewan.
 Fermentasi yang menghasilkan metabolit mikroba. Metabolit mikroba dapat
dibedakan menjadi metabolit primer dan metabolit sekunder. Produk metabolisme
primer yang dianggap penting contohnya etanol, asam sitrat, polisakarida, aseton,
butanol, dan vitamin. Sedangkan metabolit sekunder yang dihasilkan mikroba
contohnya antibiotik, pemacu pertumbuhan, inhibitor enzim, dan lain-lain.

Keberhasilan fermentasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

 Keasaman (pH)
Makanan yang mengandung asam bisanya tahan lama, tetapi jika oksigen cukup
jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus, maka
daya awet dari asam tersebut akan hilang. Tingkat keasaman sangat berpengaruh
dalam perkembangan bakteri. Kondisi keasaman yang baik untuk bakteri adalah
4,5-5,5.
 Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan kultur murni yang dihasilkan di
laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan.
 Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama
fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan yang
maksimal, suhu pertumbuhan minimal, dan suhu optimal yaitu suhu yang
memberikan terbaik dan perbanyakan diri tercepat.
 Oksigen
Udara atau oksigen selama fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap mikroba
membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau
membentuk sel-sel baru dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti
(Saccharomycess cereviseae) akan tumbuh lebih baik dalam keadaan aerobik,
tetapi keduanya akan melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat dengan
keadaan anaerobik.
 Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, bakteri akan membelah sekali setiap 20
menit. Untuk beberapa bakteri memilih waktu generasi yaitu selang waktu antara
pembelahan, dapat dicapai selama 20 menit. Jika waktu generasinya 20 menit
pada kondisi yang cocok sebuah sel dapat menghasilkan beberapa juta sel selama
7 jam.
5. Fermentasi Zat Padat
Fermentasi padat a sering disebut SSF (solid state fermentation). Fermentasi ini
memanfaatkan substrat dalam bentuk padatan seperti pulp kayu, biji-bijian, dedaunan,
ampas tebu, dan beberapa sampah organik lain dalam bentuk padat.
Keunggulan fermentasi ini adalah substrat dapat diperoleh dari limbah organik
berupa biomassa sehingga mudah direcycle. Selain itu, teknik ini dapat mengkontrol
kehilangan nutrien selama proses fermentasi. Pada teknik fermentasi ini, substrat
dimanfaatkan dalam laju yang sangat lambat dan steady state, sehingga dibutuhkan
waktu yang relatif lama.
SSF adalah teknik fermentasi yang sangat cocok digunakan untuk meningkatkan
inokulum fungi dan organisme yang membutuhkan moisture yang rendah. Fermentasi
ini jarang digunakan untuk fermentasi yang menggunakan bakteri. Contoh teknik
SSF yang paling sering ditemui adalah fermentasi tempe, oncom, miso, natto, dan
tape.
6. Kultur Jaringan
 Kultur jaringan tanaman (mikropropagasi) merupakan teknik perbanyakan
(propagasi) tumbuhan secara vegetatif dengan memanipulasi jaringan somatik
dengan menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau
organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik kultur jaringan dicirikan
dengan kondisi yang aseptik atau steril dari segala macam bentuk kontaminan,
menggunakan media kultur yang memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan
menggunakan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang tempat pelaksanaan
kultur jaringan diatur suhu dan pencahayaannya.
Kultur Jaringan membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang
mempunyai sifat sama dengan induknya. Teori yang menjadi dasar kultur jaringan
adalah teori totipotensi sel, yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, bahwa
bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, jika dibudidayakan di
lingkungan yang sesuai, dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.
Tanaman dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu :
a. Seksual (generatif), dengan biji.
b. Aseksual (vegetatif), dengan bagian dari tanaman selain biji

Kultur Jaringan sering dilakukan pada tanaman-tanaman yang mempunyai


kendala dimana perbanyakan generatif tidak mungkin dapat dilakukan, sehingga
perbanyakan vegetatif merupakan alternatifnya.

 Kultur Jaringan Hewan


Pada mulanya (sekitar tahun 1910), kultur jaringan/sel hewan (animal tissue/cell
culture) merupakan metode untuk mempelajari tingkah laku atau sifat-sifat sel
hewan dalam keadaan fisiologis maupun dalam kondisi artifisial karena suatu
perlakuan (treatment). Pada awalnya yang digunakan untuk kultur adalah jaringan
sehingga kembangkan kultur jaringan menjadi istilah yang digunakan.
Kultur jaringan (tissue culture) dalam arti luas menyangkut pengertian umum
yang meliputi: kultur organ (organ culture), kultur jaringan (explant culture), dan
kultur sel (cell culture). Padahal sebenarnya, batasan mengenai kultur organ
adalah kultur dari organ utuh atau sebagian organ yang secara histologis seperti
halnya in vivo. Sedangkan kultur jaringan dan/atau kultur sel merupakan kultur
dispersi sel (sel yang telah dipisahkan) yang berasal atau yang didapat dari
jaringan orisinal setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi)
secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis).
Kultur sel yang didapat dari jaringan secara langsung disebut kultur sel primer,
sedangkan kultur sel yang telah mengalami penanaman berulang-kali (passage)
disebut kultur cell line atau sel strain. Kultur jaringan merupakan suatu metode
untuk memperbanyak jaringan/sel yang berasal atau yang didapat dari jaringan
orisinal tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan
(disagregasi) secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro (dalam
tabung kaca).
Kultur sel hewan adalah metode perbanyakan sel secara in vitro Kelebihan dan
Kekurangan Kultur Sel yaitu, penggunaan kultur jaringan/sel (in vitro) memiliki
beberapa kelebihan dan keuntungan dibanding dengan menggunakan hewan hidup
(in vivo) antara lain sebagai berikut:
 Pengambilan kesimpulan relatif lebih mudah dengan menggunakan populasi
sel yang homogen.
 Kultur sel primer tetap memiliki integritas morfologi dan biokimiawi dalam
jangka waktu lama, dengan demikian memungkinkan melakukan penelitian
ulang (reproducible) dan terkontrol.
 Kultur sel tidak terdapat pengaruh sistemik.

Meskipun demikian penggunaan KSG memiliki beberapa kekurangan antara lain:

 Dalam kasus kultur sel telah mengalami perubahan sifat aslinya, maka hasil
pengamatan yang diperoleh akan menyimpang.
 Tidak ada pengaruh sistemik dan kerjasama antar-sel yang berbeda dalam
suatu jaringan yang kemungkinan memegang peran penting dalam aktivitas
fisiologis.

Pinsip dasar yang harus diperhatikan dalam membuat kultur jaringan hewan,
antara lain:

 Aseptik dan steril


 Seleksi dan preparasi sel
 Kloning (perbanyakl dan hasilnya sama persis)
 Propagasi (perbanyakan)
 Preservasi sel ( pengawetan / memeliharanya dengan disimpan)
Manfaat kultur jaringan hewan:
a. Dalam bidang penelitian :
 Menganalisis kromosom untuk mengetahui kelainan genetic dari bayi dalam
kandungan.
 Mengetahui efek toksik dari komponen obat
b. Dalam bidang industri :
 Produksi virus yang kemudian dibuat vaksin.
 Produksi antibody monoklonala
7. Rekayasa Metabolisme
Proses produksi bioetanol dapat dilakukan melalui konversi bahan baku dengan
memanfaatkan mikroba yang sesuai. Selama ini mikroba yang dipergunakan dalam
proses fermentasi umumnya adalah kultur tunggal (monokultur) Saccharomyces
cerevisiae. Penggunaan kultur tunggal S. cerevisiae memiliki kelemahan dalam hal
waktu proses yang lebih lama, karena sebelum proses fermentasi diperlukan proses
hidrolisis pati dengan menggunakan enzim-enzim hidrolase. Tahap hidrolisis pati
diawali dengan tahap likuifikasi menggunakan enzim.
α-amilase untuk mengubah pati ubikayu menjadi dekstrin. Proses ini memerlukan
waktu 1 jam pada suhu 100 derajat C. Setelah proses likuifikasi diperlukan proses
sakarifikasi menggunakan enzim amiloglukosidase untuk mengubah dekstrin menjadi
glukosa. Proses ini memakan waktu 3 hari pada suhu 55-60 derajat C. Setelah
terbentuk glukosa, dilanjutkan dengan proses fermentasi menggunakan S. cerevisiae
untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol. Proses ini memerlukan waktu 3 sampai 4
hari. Jadi dengan menggunakan kultur tunggal untuk memproduksi bioetanol akan
memerlukan waktu sekitar 7 hari. Lamanya waktu proses produksi juga disebabkan
oleh ketidak mampuan dari S. cerevisiae untuk menghasilkan enzim-enzim hidrolase
yang memecah pati menjadi glukosa, sehingga secara umum akan memerlukan
enzim-enzim komersial penghidrolisis pati. Kondisi ini juga berakibat pada mahalnya
proses produksi karena enzim-enzim komersial sampai saat ini harganya sangat
mahal.
Saat ini terdapat beberapa teknologi proses produksi bioetanol yang telah
dikembangkan seperti proses hidrolisis dan fermentasi secara bertahap, proses
sakarifikasi fermentasi dimana proses sakarifikasi fermentasi simultan adalah proses
kombinasi antara hidrolisis secara enzimatik dengan fermentasi gula yang
berkelanjutan sehingga menghasilkan produk akhir berupa etanol. secara simultan dan
proses hidrolisis ko-fermentasi dimana fermentasi ko-kultur merupakan strategi yang
pada saat ini dikembangkan untuk meningkatkan laju hidrolisis selulosa, memperkaya
penggunaan substrat dan meningkatkan hasil produksi melalui kombinasi jalur
metabolisme yang berbeda untuk mereduksi efek negatif dari inhibitor.
8. Down Stream Proses
Proses Menghilir (Downstreaming Process) Merupakan suatu proses pemurnian
bahan baku sebelum dimasukkan dalam bioreaktor untuk proses fermentasi. Terdiri
dari 2 proses:
a. Proses pemurnian bahan baku: Menghilangkan kotoran-kotoran atau bahan
pengganggu yang terkandung dalam media kultur seperti pada proses fermentasi
alkohol, dilakukan proses pemisahan kandungan Ca dan Mg yang terkandung
dalam gula dengan menggunakan H2SO4 dengan reaksi sbb :
 Ca + H2SO4 → CaSO4 ↓ + H2O
 Mg + H2SO4 → MgSO4 ↓ + H2O
 Setelah diperoleh endapan CaSO4 dan MgSO4 dipisahkan menggunakan
separator sentrifugal.
b. Proses sterilisasi: Mematikan mikroorganisme lainnya yang dianggap
mengganggu proses fermentasi dengan cara pemanasan sampai suhu 120 derajat.
c. Aplikasi Kultur Curah:
 Digunakan untuk memproduksi biomassa, metabolit primer dan metabolit
sekunder.
 Untuk produksi biomassa : digunakan kondisi kultivasi yang mendukung
pertumbuhan biomassa, sehingga mencapai maksimal.
 Untuk prodiksi metabolit primer : kondisi kultivasi harus dapat
memperpanjang fase eksponensial yang dibarengi dengan sintesis produk.
 Untuk produksi metabolit sekunder : kondisi kultivasi harus dapat
memperpendek fase eksponensial dan memperpanjang fase stasioner.
DAFTAR PUSTAKA

Arnata, I. W. (2013). Rekayasa Bioproses Produksi Bioetanol dari Ubi Kayu dengan Teknik

Ko-Kultur Ragi Tape dan Saccharomyces Cerevisiae. Agrointek, Vol 7 No 1.

Chen, P. (1997). Microorganisms and Biotechnology. London: John Murray Ltd.

Elisa Herawati, Okid Parama Astirin, Agung Budiharjo, Shanti Listyawati, Tetri Widiyani.

(2020). Praktek Dasar Kultur Jaringan Mamalia untuk Meningkatkan Wawasan

Bioteknologi di MAN 2 Surakarta. Prosiding PKM-CSR, Vol (3): 811-815.

Hadiyanto dan Maulana Azim. (2016). Dasar-Dasar Bioproses. Semarang: EF Press Digimedia.

Sa'id. (1991). Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: PT Meiyatama Sarana

Perkasa

Anda mungkin juga menyukai