Oleh
SARDI
200720018
Oleh
Sardi
200720018
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
iii
iv
RINGKASAN
SARDI. Desain dan Uji Kinerja Alat dan Mesin Pemarut Singkong
(Manihot utilissima Phol) Bertenaga Motor Bakar, dibimbing oleh WILSON
PALELINGAN AMAN, MATHELDA KURNIATY RORENG dan DARMA.
parut yang berbeda ukuran yaitu 15 mm, 20 mm dan 30 mm. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi pelaku Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) dan masyarakat mengenai perancang peralatan pemarut.
Selain itu dilakukan analisis finansial yaitu menentukan biaya pokok produksi alat
pemarut yang dirancang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode perancangan dan
eksperimen untuk mengetahui kinerja peralatan yang dihasilkan dalam memarut
umbi singkong. Parameter penelitian ini antara lain kapasitas efektif pemarut,
rendemen pati dalam hasil parutan dan rendemen pati dalam ampas.
Melalui penelitian ini telah dihasilkan alat dan mesin pemarut umbi
singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil diameter gigi parut
maka akan menghasilkan kapasitas efektif alat yang lebih tinggi. Demikian halnya
dengan rendemen, semakin kecil diameter gigi parut maka rendemen pati dalam
hasil parutan yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun rendemen pati dalam
ampas akan semakin rendah seiring peningkatan rendemen pati dalam hasil
parutan. Untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih baik, perlu dilakukan
penelitian dengan tambahan perlakuan terukur lain seperti lama proses pengujian,
tenaga kerja, dan perlakuan lainnya. Hasil analisis Biaya Pokok Produksi (BPP)
menunjukkan bahwa semakin tinggi kapasitas efektif pemarut maka BPP semakin
rendah.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yang
berjudul Desain dan Uji Kinerja Alat dan Mesin Pemarut Singkong (Manihot
utilissima Phol) Bertenaga Motor Bakar. Tulisan ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, pada Fakultas Pertanian
dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Wilson Palelingan Aman, S.TP, M.Si selaku dosen Pembimbing Utama, Ibu
Mathelda Kurniaty Roreng, S.TP, M.Si selaku dosen Pembimbing kedua dan
Bapak Ir. Darma, M.Si selaku dosen pembimbing ketiga yang telah banyak
memberikan arahan, masukan dan koreksi kepada penulis dalam penelitian dan
penyelesaian skripsi.
Ucapan terima kasih yang sama pula penulis sampaikan kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian beserta staf dosen dan
teknisi di Bengkel Mekanisasi Pertanian atas kesempatan dan segala fasilitas
serta dorongan moril yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan dan
penelitian.
2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian beserta staf pengajar atas segala bantuan
dan dorongan moril selama penulis mengikuti jalannya perkuliahan dan
penulisan skripsi.
3. Dr. Fitryanti Pakiding, S.TP, M.Sc selaku dosen Wali.
viii
4. Abang Dul atas segala bantuan dan arahannya selama penelitian, teman-teman
mahasiswa angkatan 2007, adik tingkat angkatan 2008, 2009 serta adik-adik
remaja Masjid Nurul Qolbi Amban Permai (Yudi, Ulis, Haris), anggota Rental
Kreatif Junior Mandiri (Welllem Wanggai, Supri, Agus Hari Wahyudi dan
Iswahyudi), serta teman-teman pada Program Studi Matematika angkatan 20082009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
5. Kepala Bidang Perencanaan Dinas Sosial Provinsi Papua Barat (Bapak Sutarmo
S.Sos) dan Bendahara Dinas Pertanian Bidang Penyuluhan Kabupaten
Manokwari Bapak Subiyanto.
Penghargaan yang tertinggi penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan
seluruh saudara atas segala doa, dorongan dan kasih sayang selama penulis
menempuh pendidikan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan oleh penulis untuk dapat
menyempurnakan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Sardi
ix
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ......................................................................................................
i
LEMBAR JUDUL ........................................................................................
ii
iii
iv
RINGKASAN ...............................................................................................
vi
viii
xii
xiii
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang.......................................................................................
Permasalahan .........................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Singkong ...............................................................................................
Tapioka..................................................................................................
12
14
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................
15
15
Bahan ...............................................................................................
15
Alat ..................................................................................................
15
16
x
16
20
20
20
21
21
22
23
27
27
29
32
34
38
Saran .....................................................................................................
38
39
LAMPIRAN .................................................................................................
42
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi Kimia Tapioka ...................................................................... 11
2.
11
3.
26
4.
27
35
5.
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
2.
3.
10
16
5.
17
6.
19
7.
23
8.
25
9.
Kapasitas Efektif Alat dan Mesin Pemarut Umbi Singkong (kg/jam) ......
26
10. Rendemen Pati hasil Parutan pada Diameter Gigi Parut yang
Berbeda (%) ...........................................................................................
30
32
33
13. Perubahan Biaya Pokok Produksi pada Berbagai Lama Jam Kerja
Alat untuk Diameter Gigi Parut Sebesar 15 mm .....................................
36
37
4.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
Halaman
42
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Singkong merupakan salah satu umbi-umbian yang memiliki kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan
makanan pokok pengganti beras. Singkong diolah menjadi beranekaragam produk
makanan misalnya tiwul, utri, kerupuk, tape dan gethuk. Disamping itu, singkong
juga dapat diolah menjadi tapioka, yang nantinya dapat dimanfaatkan pada
industri kimia. Penganekaragaman produk pangan singkong sangat penting
artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan
makanan pokok. Hal ini sesuai dengan program pemerintah khususnya dalam
mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, selain beras.
Produksi singkong Provinsi Papua Barat tahun 2011 sebesar 20,440 ton,
dengan jumlah terbesar di Kabupaten Manokwari dengan total produksi yaitu
3,879 ton/tahun (BPS, 2012). Beberapa tahun terakhir produksi singkong di Papua
Barat cenderung meningkat. Dengan peningkatan produksi tersebut, diperlukan
teknologi pengolahan seperti pemarut singkong untuk menghasilkan tapioka dan
onggok yang berkualitas untuk meningkatkan produktivitas pada skala Usaha
Kecil dan Menengah. Tapioka dapat diolah menjadi produk olahan pangan,
kosmetik dan obat-obatan sedangkan onggok dapat diolah menjadi berbagai
produk misalnya obat nyamuk bakar, saos, kerupuk dan pakan ternak.
Proses pengolahan tapioka sampai penepungan dapat dilakukan sebagai
berikut: pengupasan, pencucian, pemarutan, ekstraksi, pengendapan, pengeringan
1
dengan parameter kapasitas efektif alat, rendemen pati dalam parutan serta
rendemen pati dalam ampas.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang alat pemarut singkong dengan
silinder pemarut yang menggunakan diameter gigi pemarut yang berbeda ukuran
yaitu 15 mm, 2 mm dan 3 mm. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sumber informasi bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan masyarakat
mengenai perancangan peralatan pemarut singkong. Dengan demikian diharapkan
dapat terjadi peningkatan produksi tapioka yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan pelaku UKM tapioka.
TINJAUAN PUSTAKA
Singkong
Singkong merupakan tanaman umbi-umbian dengan klasifikasi sebagai
berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
ternak (2%) dan sisanya (4%) menjadi limbah pertanian. Bagian penyusun umbi
singkong dapat dilihat pada Gambar 1.
Epidermis
Kortikal & parenkim
Daun
Floem
Batang
Kambium
Jaringan penyimpanan pati parenkim
Pembuluh xylem
Umbi
Farmasi
Pakan ternak
Biji
Minyak
Bibit
Papan dan kerajinan
Singkong
Batang
Briket
Bahan pakar dan arang
Pakan ternak
Kulit
Umbi
Tepung
Bahan makanan
Bahan makanan
Gaplek
Pellet
Alkohol
Glukosa
Pati
Tapioka
Peart
Dekstrin
Maltosa
Daging
Fruktosa
Etanol
Perekat
Asam organik
Makanan ringan
Sorbitol
Pakan ternak
Onggok
Asam sitrat/Ca
Gari
Obat nyamuk bakar, saos dan kerupuk
Farinha grossa
Fariha de mandioca
Tapioka
Tapioka merupakan bagian dari umbi singkong yang diperoleh dengan cara
pengecilan ukuran lalu diekstrak, diendapkan dan dikeringkan. Hasil endapan
yang dikeringkan ini dikenal dengan nama tapioka. Tapioka diperoleh dengan cara
mengekstraknya dari singkong dengan perantara air sebagai media untuk pelarut
dalam mengendapkan. Pati ini mudah diekstraksi karena rendahnya kandungan
protein dan lemak (Morthy, 2004), sehingga lebih sering digunakan dari pada pati
yang berasal dari serealia (FAO, 2006).
Proses untuk mendapatkan tapioka dapat dilakukan secara tradisional dan
semi-mekanis. Proses tradisional dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia
dan membutuhkan waktu relatif lama. Oleh sebab itu, pengolahan singkong
dengan menggunakan semi-mekanis diharapkan meningkatkan produktivitas hasil
pengolahan dan kualitas tapioka. Adapun cara pembuatan tapioka adalah sebagai
berikut:
1. Pengupasan
Pengupasan dilakukan dengan cara manual, bertujuan untuk memisahkan
daging umbi dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk
memilih umbi berkualitas. Umbi yang kualitasnya rendah tidak diproses
menjadi tapioka melainkan dijadikan pakan ternak.
2. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas umbi
di dalam bak yang berisi air. Proses ini bertujuan memisahkan kotoran pada
umbi, misalnya tanah dan pasir.
8
3. Pemarutan
Pemarut yang digunakan ada dua jenis yaitu:
a. Pemarut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan
tenaga
manusia sepenuhnya.
6. Pengeringan
Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara
menjemur tapioka di atas nampan atau widig atau tambir yang diletakkan di
atas rak-rak bambu selama 1-3 hari (tergantung dari cuaca). Diagram alir
Pembuatan tapioka dapat dilihat Gambar 3.
Pengupasan
Pencucian
Pemarutan
Ekstraksi
Pengendapan
Pengeringan
Pati kasar
Penepungan
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Tapioka (Direktorat Budidaya Umbiumbian, 2003)
Rahman (2007) melaporkan bahwa umbi singkong mempunyai kandungan
karbohidrat berkisar antara 72-82 (% bb) dan kadar abu antara 0,01-0,04 (% bb).
Menurut Morthy (2004), kadar amilosa tapioka berada pada kisaran 20-27% dan
kadar lipid sangat rendah (<0,1%). Karakteristik lain yang akan mempengaruhi
produk yang dihasilkan adalah pH. The Tapioca Institute of America (TIA)
mempunyai standar spesifikasi untuk pH tapioka yaitu sekitar pH 4,5-6,5
(Balagopalan et al., 1998). Sedangkan nilai keasaman tapioka berdasarkan SNI
01-3451-1994 ditetapkan dalam bentuk derajat asam yaitu maksimal sebesar 3
10
Jumlah b
0,50
8,10
0,33
98,54
0,86
0,26
86,90
28,35
-
Sumber: (a) Febriyanti, Wirakartakusumah (1990) & (b) Pangestuti (2010) dalam Balai Penelitian dan
Pengembangan Tapioka Bogor.
Persyaratan
Mutu II
Maks 15
Maks 0, 60
Maks 0,60
Min 92
2,5-3
Mutu III
Maks 15
Maks 0,60
Maks 0,60
< 92
< 2,5
Maks 3
Maks 3
Maks 3
Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg
Maks 1,0
Maks 10
Maks 40
Maks 0,05
Maks 0,5
Maks 1,0
Maks 10
Maks 40
Maks 0,05
Maks 0,5
Maks 1,0
Maks 10
Maks 40
Maks 0,05
Maks 0,5
Koloni/g
Koloni/g
Koloni/g
No
Jenis uji
Satuan
1
2
3
4
5
6
%
%
%
%
Englar
Ml 1 N
NaOH
100g
Derajat asam
7
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Raksa (Hg)
Arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka lempeng
Total
E.coli
Kapang
11
identifikasi kebutuhan, 2)
13
Alat Pemarutan
Pemarutan merupakan bagian proses pengecilan ukuran lazimnya dilakukan
secara mekanis sehingga tidak merubah sifat kimia bahan. Dalam pengecilan
ukuran dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu: 1) kisaran dimensi, yaitu
partikel atau unit yang dapat diukur secara akurat dan mudah dilihat dengan
pengukuran minimal sekitar 0,125 mm, 2) kisaran saringan, yaitu partikel dengan
kisaran minimal 0,125-0,0029 mm, misalnya granula pati dan 3) kisaran
mikroskopis, yaitu partikel dengan dimensi minimum kurang dari 0,0029 mm
termasuk dalam serbuk misalnya debu semen. Jika dilihat ukurannya, tapioka
tergolong kisaran saringan (Henderson dan Perry, 1986).
Alat pemarut singkong pada umumnya ada dua tipe yaitu disc rasper dan
cylindrical rasper (Colon dan
14
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode perancangan dan
eksperimen dalam proses pengujian kinerja alat, dengan perlakuan utama
penggunaan diameter gigi pemarut yang berukuran 1,5 mm, 2 mm dan 3 mm.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a) Pembuatan gambar rancangan alat dan mesin pemarut singkong bertenaga
motor bakar.
Pembuatan gambar rancangan alat dan mesin dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya proses trial and error (coba-coba) dalam proses
perakitan. Hasil rancangan alat dan mesin disajikan melalui Gambar 4.
13
12
10
11
P15
15
1
2
7
14
6
5
4
17
16
Keterangan :
1. Dudukan motor bakar
2. Motor bakar
3. As tempat pulley
4. Pengeluaran tepung
5. Rangka utama
6. V-belt
7. Kunci gilingan tepung
8. Gigi gilingan
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
1
3
2
Kunci bahan
Tempat bahan penepung
Pillow silinder
Penutup atas
As silinder
Hopper pemarut
Silinder yang diberi kawat
Tombol ON/OFF pada motor bakar
Saklar penarik mesin motor bakar
P : 700 mm
T : 750 mm
L : 540 mm
Gambar 4. Rancangan Bangun Alat dan Mesin Pemarut Singkong Bertenaga Motor Bakar
16
Rancangan alat ini terdiri atas dua bagian utama yaitu bagian proses
(fungsional) dan bagian pendukung (struktural). Bagian proses adalah bagian
yang mengerjakan fungsi dari alat tersebut yang berupa silinder pemarut.
Sedangkan bagian pendukung adalah bagian yang mendukung fungsi dari alat
tersebut, antara lain seperti rangka, motor penggerak.
b) Perakitan alat dan mesin sesuai dengan gambar kerja yang dihasilkan.
c) Pengujian kinerja alat dan mesin sesuai dengan perlakuan pengujian variasi
diameter gigi pemarut dan waktu proses.
Tujuan pengujian alat pemarut ini yaitu mengetahui kinerja alat pemarut
singkong. Perlakuan pengujian kinerja alat ini adalah gigi dengan diameter
pemarut yang berukuran 1,5 mm, 2 mm dan 3 mm dengan menghitung
kebutuhan waktu yang dibutuhkan masing-masing perlakuan dalam memarut
umbi singkong sebanyak 8 kg. Perlakuan pengujian meliputi kapasitas
efektif pemarut, rendemen pati dalam hasil parutan dan rendemen pati dalam
ampas. Susunan gigi parut pada silinder disajikan pada Gambar 5.
Diamater kawat 2 mm
15 mm
15 mm
15 mm
15 mm
Diamater kawat 3 mm
15 mm
15 mm
Persiapan bahan dan alat yang diperlukan antara lain umbi singkong,
timbangan, stop watch, ember dan air.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
18
Penimbangan rata-rata
8 kg setiap ulangan
3 perlakuan dan 3 ulangan
dengan jumlah umbi singkong 72 kg
Proses pemarutan
Semi-mekanis dan mencatat waktu
dengan diameter kawat 1,5 mm, 2 mm dan 3 mm
Hasil pemarutan
Penimbangan masing-masing 2 kg perulangan
Ekstraksi
Onggok
Hasil starch milk
Evaluasi terhadap ampas
Penimbangan masingmasing 0,5 kg perulangan
Proses Blender
Air mengalir
Ekstraksi
Onggok
Hasil starch milk
Pengendapan selama 19 jam
Penimbangan pati
19
Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan penelitian pemarut singkong adalah sebagai berikut:
Kapasitas Efektif Pemarut (kg/jam)
Kapasitas efektif pemarut dihitung dengan menimbang secara langsung
umbi singkong yang sudah dikupas (kg) dibagi dengan waktu yang dibutuhkan
selama pemarutan (jam), yang dinyatakan melalui Persamaan 1 (Darma et al.,
2010).
KE =
B (kg)
T (jam)
Keterangan :
KE : Kapasitas efektif pemarut (kg/jam)
B : Massa hasil pemarutan umbi singkong (kg)
T : Waktu (jam)
Rendemen Pati dalam Hasil Parutan (%)
Rendemen pati terhadap hasil parutan umbi singkong dihitung dengan
menimbang hasil parutan umbi singkong sebanyak 2 kg, kemudian diekstrak
dengan air mengalir, diremas-remas dan diperas berkali-kali sampai air hasil
perasan jernih. Hasil perasan (starch milk) diendapkan selama 19 jam, lalu pati
yang diperoleh kemudian dibagi dengan massa umbi yang diparut (kg). Rendemen
pati dalam parutan dihitung dengan menggunakan Persamaan 2 (Darma et al.,
2010).
Rendemen (%) =
Mp (kg)
x100%
M (kg)
Keterangan:
Rendemen : Rendemen pati dalam hasil parutan (%)
20
Mp
M
W (kg)
X 100%
A (kg)
Keterangan:
Q : Rendemen pati dalam ampas (%)
W : Massa pati (kg)
A : Massa ampas yang sudah diekstrak (kg)
BPP =
BTT
BT + jam kerja
KE
21
Keterangan :
BPP : Biaya pokok produksi (Rp/kg)
BT : Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT : Biaya tidak tetap (Rp/jam)
KE : Kapasitas efektif alat (kg/jam)
Analisis Data
Data yang diperoleh melalui hasil penelitian ini, disajikan dalam bentuk
tabel dan gambar, serta dibahas secara deskriptif.
22
Transmisi 1
Silinder pemarut
Transmisi 2
Motor Penggerak
Rangka utama
Hopper pemarut
23
700 mm, lebar 540 mm dan tinggi 750 mm. Penyambungan dengan dilakukan
dengan pengelasan listrik serta menggunakan mur dan baut 17.
Motor bakar adalah motor yang dapat mengubah tenaga panas hasil
pembakaran menjadi tenaga mekanik (Harjosetono et al., 2000). Motor penggerak
berfungsi sebagai sumber tenaga untuk menggerakkan silinder pemarut singkong.
Motor bakar yang digunakan mempunyai daya sebesar 5,5 HP atau setara dengan
4,103 kW, dengan menggunakan bensin sebagai bahan bakar.
Sistem transmisi yang digunakan pada alat ini adalah pulley dan sabuk (vbelt). Sistem transmisi berfungsi untuk menyalurkan daya yang dihasilkan oleh
sumber tenaga penggerak sehingga dapat memutar silinder pemarut singkong.
Pulley yang digunakan pada poros motor penggerak berdiameter 150 mm,
sedangkan pada poros silinder pemarut dan penepung masing-masing berdiameter
100 mm dan 70 mm. Tujuan perbedaan diameter pulley untuk mengurangi
kecepatan dan menambah daya berputar (Pratomo et al., 1983). Adapun sabuk (vbelt) yang digunakan dalam pemarut singkong pada motor bakar adalah tipe 58 A.
Bagian pengumpan pemarut singkong (hopper) berfungsi sebagai tempat
untuk pemasukan/pegumpanan umbi singkong ke bagian silinder pemarut. Bagian
ini terbuat dari plat besi tebal 2 mm, yang terdapat pada bagian atas, bawah serta
samping kanan dan kiri. Pada bagian atas hopper diberi engsel sebagai pintu,
sedangkan bagian bawah sebagai penahan yang membantu bergesernya umbi pada
saat pemarutan. Bagian samping kanan dan kiri berfungsi sebagai penahan pada
saat alat beroperasi sehingga hasil parutan tidak tercecer. Bagian depan hopper
24
Plat besi
Cincin
besi
As poros
Tempat baut 12
25
2
3
4
7
8
Spesifikasi alat
Besi siku tipe A 40 x 40 x 2 mm
Besi plat 2 mm
Panjang
700 mm
Luas
540 mm
Tinggi
750 mm
Sumber tenaga penggerak
Motor Bakar 4 tak 5,5 HP
Sistem transmisi
Pulley 100 mm dan 150 mm
Tipe v-belt 58 A
Pengumpan (hopper)
Besi plat
2 mm
Panjang 315 mm
Lebar
235mm
Tinggi 190 mm
Silinder pemarut
Kayu nangka P 15 12
Diameter kawat 1,5 mm, 2 mm dan 3
mm
Piringan selinder 120 mm
Cincin As 25,4 mm dan baut 12
Berat silinder 1,5 mm 1,055 kg
Berat silinder 2 mm 1,220 kg
Berat silinder 3 mm 1,275 kg
Bagian pengeluaran (unloading) Besi plat
2 mm
Panjang
200 mm
Lebar
237 mm
Berat mesin pemarut
60 kg
Kapasitas
448,28 kg/jam
26
Kapasitas Efektif Pemarut, Rendemen Pati dalam Hasil Parutan dan Rendemen
Pati dalam Ampas.
Diameter
kawat
(mm)
1,5
Kapasitas
efektif pemarutan
(kg/jam)
448,24
Rendemen
pati dalam hasil
parutan (%)
46,67
Rendemen pati
dalam ampas
(%)
10,73
404,84
45,82
13,40
362,48
45,55
14,00
27
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
1.5 mm
2 mm
3 mm
Gambar 9. Kapasitas Efektif Alat dan Mesin Pemarut umbi Singkong (kg/jam)
Hasil penelitian terhadap kapasitas efektif alat dan mesin pemarut (Gambar
9) menunjukkan bahwa penggunaan gigi parut dengan diameter 1,5 mm
menghasilkan kapasitas efektif pemarut tertinggi yaitu sebesar 448,24 kg/jam.
Penggunaan gigi parut berdiameter 2 mm menghasilkan kapasitas efektif pemarut
tertinggi berikutnya yaitu sebesar 404,84 kg/jam. Sedangkan kapasitas efektif
pemarut terendah diperoleh pada penggunaan gigi parut berdiameter 3 mm yaitu
sebesar 362,48 kg/jam. Data hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa
semakin kecil diameter gigi parut maka kapasitas efektif pemarut yang dihasilkan
semakin tinggi.
Pola hubungan antara kapasitas efektif dengan diameter gigi parut tersebut
diduga terjadi karena penggunaan diameter gigi parut yang lebih kecil akan
menghasilkan luas permukaan pemarutan yang lebih besar. Dengan kata lain
ukuran granula hasil parutan umbi singkong akan semakin kecil dengan
penggunaan diameter gigi parut yang kecil pula. Hal tersebut sejalan dengan
28
(%)
46.8
46.6
46.4
46.2
46
45.8
45.6
45.4
45.2
45
1,5 mm
2 mm
3 mm
Gambar 10. Rendemen Pati Hasil Parutan pada Diameter Gigi Parut yang berbeda
(%)
Hasil penelitian terhadap rendemen pati dalam parutan umbi singkong
seperti yang disajikan pada Gambar 10, memperlihatkan bahwa penggunaan gigi
parut dengan diameter 1,5 mm menghasilkan rendemen pati dalam hasil pemarut
yang tertinggi yaitu sebesar 46,67%. Rendemen pati tertinggi berikutnya yaitu
sebesar 45,82%, diperoleh pada penggunaan gigi parut berdiameter 2 mm.
Sedangkan rendemen pati dalam hasil parutan terendah diperoleh pada
penggunaan gigi parut yang diameter 3 mm yaitu sebesar 45,55%. Data hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil diameter gigi parut maka
rendemen pati yang dihasilkan semakin tinggi.
30
Model hubungan antara diameter gigi parut dengan rendemen pati tersebut
terjadi karena semakin kecil diameter gigi parut akan menyebabkan ukuran
granula hasil parutan umbi singkong akan semakin kecil atau semakin halus. Hal
tersebut berarti terjadi kerusakan dinding sel umbi yang semakin besar, akibatnya
pati yang tersimpan dalam sel tersebut akan semakin mudah dikeluarkan melalui
proses ekstraksi. Dengan kata lain, penggunaan diameter gigi parut yang semakin
besar akan menghasilkan ukuran granula parutan yang semakin besar pula, yang
menyebabkan pati yang tersimpan dalam sel lebih sulit diekstrak. Hal tersebut
akan menyebabkan rendemen pati yang dihasilkan akan lebih rendah.
Rendemen pati dalam hasil parutan singkong yang diperoleh melalui hasil
penelitian ini lebih tinggi dengan hasil beberapa hasil penelitian sebelumnya.
Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian yang lain tentang rendemen pati
singkong hasil parutan
terhadap
antara 19-24%.
Penelitian lainnya
menghasilkan pati dalam umbi singkong sebesar 30% (Balagopalan et al., 1988).
Sedangkan Damayanti (2002) melaporkan bahwa kadar pati umbi singkong
sebesar 11,79%.
Selain faktor teknik pengolahan (alat dan mesin) yang digunakan, rendemen
pati singkong juga dipengaruhi oleh faktor umur panen yang optimum. Umur
panen sebelum dan sesudah umur panen optimum dapat menyebabkan kehilangan
sejumlah kadar pati dalam umbi singkong (Damardjati dan Barret, 1985).
31
yang berbeda-beda.
14
12
10
8
6
4
2
0
1,5 mm
2 mm
3 mm
penggunaan gigi pemarut yang berdiameter 1 mm yaitu sebesar 10,73%. Data hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa rendemen pati dalam ampas berbanding
lurus dengan diameter gigi parut. Namun jika dibandingkan dengan rendemen pati
hasil parutan, pada masing-masing diameter gigi parut yang sama, kedua
rendemen tersebut berbanding terbalik (Gambar 12).
Rendamen Pati
dalam Hasil Parutan
(%)
Rendamen Pati
dalam Ampas (%)
50
Rendemen (%)
40
30
20
10
0
1,5 mm
2 mm
Diameter Gigi Parut (mm)
3 mm
Gambar 12. Perbandingan Rendemen Pati dalam Hasil Parutan dan Rendemen Pati
dalam Ampas.
Hubungan antara diameter gigi pemarut dengan rendemen pati dalam ampas
yang berbanding lurus tersebut terjadi karena diameter gigi pemarut yang lebih
besar akan menghasilkan ukuran granula umbi hasil parutan yang lebih besar.
Akibatnya akan lebih banyak pati yang tertinggal dalam granula umbi singkong
dalam hasil parutan sehingga jika diekstrak hanya sebagian pati saja yang
terekstrak.
33
BT + BTT
KE
34
Dimana :
BT
: Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT : Biaya tidak tetap (Rp/tahun)
KE
: Kapasitasefektif alat (kg/jam)
Hasil perhitungan Biaya Pokok Produksi alat pemarut untuk berbagai ukuran
diameter gigi parut, kapasitas efektif alat, pada berbagai jam kerja alat, disajikan Tabel 5.
Tabel 5. Spesifikasi Biaya Pokok Produksi, Kapasitas Efektif Pemarut dan Diameter
Gigi Pemarut yang Berbeda.
No
Spesifikasi pemarut
Diameter gigi
pemarut silinder (mm)
1
1,5
2
2
3
3
Kapasitas efektif
pemarut (kg/jam)
448,24
404,84
362,48
105,30
116,59
130,21
105,75
117,09
130,77
106,43
117,84
131,61
107,01
118,48
132,32
Berdasarkan Tabel 5, untuk ukuran diameter gigi parut yang sama, semakin
sedikit jam kerja alat, maka biaya pokok produksi semakin tinggi. Sebagai contoh
untuk ukuran diameter gigi parut 1,5 mm, menghasilkan biaya pokok produksi
pada 6 jam kerja sebesar Rp 105,30 per kg, sedangkan pada jam kerja 3 jam
menghasilkan biaya pokok produksi sebesar Rp 107,01 per kg. Secara grafis,
perubahan biaya pokok produksi pada berbagai jam kerja alat ukuran diameter gigi
parut tetap tersaji pada Gambar 13.
35
108.00
107.50
BPP (Rp/kg)
107.00
106.50
106.00
105.50
105.00
104.50
104.00
6 jam
5 jam
4 jam
Lama Kerja Alat (Jam)
3 jam
Gambar 13. Perubahan Biaya Pokok Produksi pada Berbagai Lama Jam Kerja
Alat untuk Diamater Gigi Parut Sebesar 15 mm.
Perubahan biaya pokok produksi lainnya adalah akibat dari perubahan
ukuran diameter gigi parut pada kondisi jam kerja yang sama. Melalui Tabel 5
terlihat bahwa semakin besar diameter gigi parut untuk jam kerja alat tetap, maka
biaya pokok produksi akan semakin besar. Untuk jam kerja tetap 6 jam per hari
misalnya, penggunaan diameter gigi parut sebesar 1,5 mm menghasilkan biaya
pokok produksi sebesar Rp 105,30 per kg, sedangkan untuk diameter gigi parut 3
mm pada jam yang sama menghasilkan biaya pokok sebesar Rp 130,21 per kg.
Untuk lebih jelasnya, hubungan keduanya disajikan melalui Gambar 14.
140.00
BPP (Rp/kg)
130.00
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
1.5 mm
2 mm
Diameter Gigi Parut (mm)
3 mm
36
Gambar 14. Perubahan Biaya Pokok Produksi untuk Berbagai Diameter Gigi
Parut pada Jam Kerja Alat Selama 6 Jam per Hari.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Pramudya (2002), yang
mengatakan bahwa semakin lama jam kerja dalam setahun maka biaya produksi
semakin rendah. Untuk mendapatkan keuntungan maksimal, maka biaya pokok
produksi diusahakan serendah mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengusahakan volume kerja mesin tersebut dimaksimalkan dalam setahun,
sehingga mesin tersebut dapat mencapai jam kerja yang tinggi. Dengan demikian
biaya pokok produksi semakin rendah.
Biaya pokok produksi yang dihasilkan melalui penelitian ini terlihat relatif
rendah untuk sebuah alat pengolahan. Rendahnya biaya pokok produksi tersebut
disebabkan karena waktu pengujian dan jumlah bahan uji berupa umbi singkong
yang relatif sedikit, sehingga tidak menunjukkan kapasitas efektif alat yang
sesungguhnya. Selain itu kapasitas efektif pemarut dianggap tetap, belum
memperhitungkan penurunan kapasitas akibat penyusutan alat setiap tahunnya.
Namun demikian, pola hubungan biaya pokok produksi dengan waktu kerja dan
ukuran diameter gigi parut tidak akan mengalami perubahan sekalipun kapasitas
efektif mengalami perubahan.
37
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa
simpulan berikut ini :
1.
2.
1.
Perlu dilakukan pengujian dengan waktu yang lebih lama, misalnya untuk
satu hari kerja (6-8 jam) dengan jumlah bahan yang lebih banyak untuk
mengetahui kapasitas efektif alat yang sesungguhnya.
2.
38
DAFTAR PUSTAKA
`
Arora, J. S. 2004. Introduction to Optimum Design, Academic Press. http://books.
google. com/books?id=FbwVe577xwC&Printsec=Frontcover (12 April
2012).
Badan Standarisasi Nasional, 1994. Syarat Mutu Tapioka SNI 01-3451-1994,
Jakarta.
Balagopalan, C. G. Padmaja, S. K. Nanda, dan S. N. Mouthy. 1988. Cassava in
Food, Feed and Industry. CRC Press Inc, Boca Raton Florida.
Biro Pusat Statistik, 2012. Provinsi Papua Barat dalam Angka 2012, Manokwari.
CIAT, 2009. Gobal Cassava Research and Development. The Cassava Ekonomi of
Asia: Adapting to Ekonomi Change, CIAT.
Colon, F. J. and Annokke. G.J. 1984. Survei of Some Process Route of Sago in:
The Expert Consultation of Sago Palm and Palm Product. BPP Teknologi
dan FAO, Jakarta.
Darma, 2001. Analisis Mekanisme Pemarutan dan Torsi alat Pemarut Sagu
(Metroxylon sp) Tipe Silinder. Tesis Pasca Sarjana Jurusan
KeteknikkanPertanian. Fateta IPB, Bogor.
Darma, Istalaksana dan Andreas, Prototipe Alat Pengekstrak Pati Sagu Mixer
Rotary Blade Bertenaga Motor Bakar. Jurnal Agritech. Volume 30,No.4
November 2010: 204-211.
Damardjati S. D. dan Barrett M. D, 1985. Peningkatan Mutu Hasil Ubi Kayu di
Indonesia. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi.
Damayanti, N. 2002. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung dan Pati Singkong
(Manihot Utilissima Phol) dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi, Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Departemen Pertanian. 2008. Komposisi Kimia Tapioka dan Syarat Mutu Tapioka.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/17/jtptunimus-gdl-s1-2008roikhatulj804-2-bab2.pdf.
Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2003. Strategi dan
Upaya Pengembangan Produksi Dalam Sistem Usaha Agribisnis Umbiumbian (Singkong dan Umbi Jalar) dan Terubusan Pengembangan
Produksi Singkong dan Umbi Jalar. Disampaikan pada Pertemuan
Koodinasi pengembangan Produksi Umbi-umbian (Singkong dan Umbi
Jalar) Dirjen Bina Produksi Tanamanan Pangan dan Teknologi Budidaya
Singkong, Bogor.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Pengembangan
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka. Departemen Pertanian, Jakarta.
39
Soebiyanto, 1993. Singkong sebagai bahan Baku Industri dan UKM dengan
harapan dapat Meningkatkan Nilai Ekonomi Masyarakat. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Daywin, J.F, Sitompul, G.R dan Hidayat, I. MesinMesin Budidaya Pertanian di
lahan Kering. 2008. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Srivastava, A. K., Goering, C. E. dan Rohrbach, R. P, 1993. Engineering
Principles Of Agricultural Machines. Amirican Sociaty of Agricultural
Engineering, USA.
Sumadji, E. 1985. Pengolahan Singkong Menjadi Tepung Tapioka. Gramedia,
Jakarta.
Thaib, A. 1985. Bimbingan Pembuatan Tapioka Konsumen bagi Petani Singkong
Desa Rejosari Kecamatan Siak Kampar-Riau Universitas Riau, Pekan
Baru.
Ulman, D. G. 2002. The Mechanical Design Process. McGraw-Hill Profesional.
http://books.google.com/books?id=if8xpmrOEC&printsec=frontcover. (20
Juni 2013).
41
42
Keterangan
D = Penyusutan (Rp/Tahun)
P = Harga awal (Rp)
S = Harga akhir (Rp)
N = Umur ekonomis alat (Tahun)
=
=
5.000.000 500.000
5
4.500.000
5
= 900.000/
b. Biaya bunga modal/simpanan bunga bank
Rumus
(+1)
2
Keterangan
P = Harga awal (Rp)
i = Total tingkat bunga modal dan asuransi (%/Tahun)
I = Total bunga modal dan asuransi (Rp/Tahun)
N = Umur ekonomis alat (Tahun)
43
1.000.000/ (6 )
10
= 600.000/
Total Biaya Tetap (BT) = 900.000/ + 600.000/
= 1.500.000/
4.3.2 Biaya Tidak Tetap (BTT)
Hari Kerja :
1) - 6 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 6 / 24 /
12 / = 1728 /
a. Biaya Bahan Bakar
0.13 // 5.5 1728 / 6.500/
= 8.030.880/
b. Biaya Oli
5.5 (0.008//100 )(35.000)
= 1.540
c. Biaya Pemeliharaan
= 5% 5.000.000/) = 250.000 /
d. Biaya Operator
120.000// 2 (24 /
12 /)
= 240.000/ 288 /
= 69.120.000/
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 80.062.000/
B = +
= 1.500.000/ + 80.062.000/
= 81.562.000 /
44
=
=
81.562.000 /
448,24 /
81.562.000 /
774.558,7 /
81.562.000 /
448,24 / 1728 /
= 105,30
=
=
81.562.000 /
404,84 /
81.562.000 /
699.563,5 /
81.562.000 /
404,84 / 1728 /
= 116,59
=
=
81.562.000/
362,48 /
81.562.000/
626.365,4/
81.562.000/
362,48 / 1728 /
= 130,21
2) - 5 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 5 / 24 /
12 / = 1440 /
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 66.760.000/
B = +
= 1.500.000/ + 66.760.000/
= 68.260.000/
45
=
=
68.260.000/
448,24 /
68.260.000 /
645.465,6 /
68.260.000 /
448,24 / 1440 /
= 105,75
=
=
68.260.000 /
404,84 /
68.260.000 /
582.969,6 /
68.260.000 /
404,84 / 1728 /
= 117,09
=
=
68.260.000 /
362,48 /
68.260.000 /
521.971,2/
68.260.000 /
362,48 / 1728 /
= 130,77
3) - 4 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 4 / 24 /
12 / = 1152 /
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 53.458.000/
B = +
= 1.500.000/ + 53.458.000/
= 54.958.000/
46
47
=
=
54.958.000/
448,24 /
54.958.000 /
516.372,48/
54.958.000/
448,24 / 1152 /
= 106,43
=
=
54.958.000/
404,84 /
54.958.000/
466.375,68 /
54.958.000/
404,84 / 1152 /
= 117,84
=
=
54.958.000/
362,48 /
54.958.000/
417.576,96/
54.958.000/
362,48 / 1152 /
= 131,61
4) - 3 Jam/Hari
- 24 Hari/Bulan
- 12 Bulan/Tahun
Jumlah Jam Kerja Pertahun = 3 / 24 /
12 / = 864 /
Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 39.941.000/
B = +
= 1.500.000/ + 39.941.000/
= 41.441.000/
48
=
=
41.441.000/
448,24 /
41.441.000 /
387.279.36 /
41.441.000 /
448,24 / 864 /
= 107,01
=
=
41.441.000 /
404,84 /
41.441.000 /
349.781,76 /
41.441.000 /
404,84 / 864 /
= 118,48
=
=
41.441.000 /
362,48 /
41.441.000 /
313.182,72/
41.441.000/
362,48 / 864 /
= 132,32
49