AAfsx
detrusor yang mengalami peregangan/dilatasi yang berlebihan untuk waktu
lama
- Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi)
cedera /gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equina.
- Hambatan pada jalan keluar:
kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca)
striktura uretra
batu uretra
kerusakan uretra (trauma)
gumpalan darah didalam lumen buli-buli (clot retention) dll.
C. PHATWAY
Cedera saraf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Olfaktori
Optikus
Okulomotor
Troklearis
Trigeminalis
Abdusens
Fasialis
Vestibulokokle
ar
9. Glosofaringeu
s
10.Vagus
11.Assesorius
spinal
Kerusakan
Bagian
otak
1.Lobus
frontalis
2. Lobus
paretalis
3. Lobus
temporali
s
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam
proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi
dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma
yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian
besar daerah otak.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi.
Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus
(jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal
yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat
kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala
yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala.
Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera
intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian
langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul
kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari
intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan
hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi
menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan
terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan
otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar
darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak,
gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan
radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
biasanya
mengalami
tekanan
yang
menyebabkan
pada
nervus
cranialis
sehingga
mengakibatkan
Jenis fungsi
Sensorik
Respons
Sensorik
bau
Ketajaman
Motorik
lapang pandang
Pergerakan mata, elevasi
kelopak
Troklearis
Trigeminalis
Fungsi
dan intepretasi
visual
mata,
dan
kontriksi
Motorik
Sensorik,
kedalam
Sensasi pada wajah, kulit
motorik
kepala,
kornea,
dan
Vestibulokoklear
Glossofaringeus
Motorik
Sensorik,
untuk mengunyah
Pergerakan mata ke lateral
Rasa pada 2/3 anterior lidah,
Motorik
pergerakan
wajah,
penutupan
mata,
Sensorik
Sensorik
keseimbangan
Rasa pada 1/3 posterior
lidah,
refleks
tersedak
Motorik
Assesorius
Motorik
karotis
Pergerakan otot trapezius
Hipoglossus
Motorik
dan sternokleidomastoideus
Pergerakan
lidah
saat
Vagus
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala seperti berikut :
Tanda tanda klinis untuk mendiagnosa adalah :
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga diatas
b.
c.
d.
e.
osmastoid)
Hemotipanum (perdarahan didaerah membran timpani telinga)
Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
Rhinorrhoe (Cairan serobrospinal keluar dari hidung)
Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
kemudian sembuh
Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
Mual muntah
Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun
Perubahan kepribadian diri
Letargik
dinilai antara lain; proses membuka mata (Eye opening), Reaksi gerak motorik
ektremitas (Best motor response), Reaksi bicara (Best verbal response)
Eye Opening
Mata Terbuka dengan spontan
Mata membuka setelah diperintah
Mata membuka setelah diberi
rangsang nyeri
Tidak membuka mata
Best Motor Response
Menurut perintah
Menghindari nyeri
Fleksi (dekortikasi)
Ekstensi (decerebrasi)
Tidak ada gerakan
Best Verbal Response
Menjawab pertanyaan dengan benar
Salah menjawab pertanyaan
Mengeluarkan kata kata yang tidak
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
sesuai
Mengeluarkan suara yang tidak ada
artinya
Tidak ada jawaban
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas :
1. Trauma kapitis Ringan, SKG 14 15
2. Trauma kapitis Sedang, SKG 9 13
3. Trauma kapitis Berat, SKG 3 8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang
biasa
dilakukan
pada
trauma
kepala
E. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian primer
Adapun data pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007 :
a. Airway
Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
b. Breathing
Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman
c.
nafas.
Circulation
Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi,
d.
sianosis, capilarrefil.
Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan
refleks, pupil anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer. Et
all. 2000 penilaian GCS beerdasarkan pada tingkat keparahan
e.
cidera :
Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat.
Pengkajian sekunder
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan
keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan
pada organ-organ vital (Marilyn, E Doengoes. 2000)
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda
:
Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik
2. Sirkulasi
Gejala :
Perubahan darah atau normal (hipertensi)
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi bradikardia disritmia).
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang
Tanda
atau dramatis)
: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung depresi dan impulsif.
4.
Eliminasi
Gejala
: Inkontenensia
kandung
kemih/
usus
atau
Gejala
Tanda
menarik
pada
8. Pernapasan
Tanda :
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara
umum mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
10. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang.
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral,
hipoksia cerebral
jaringan otak
dapat mempertahankan
2. 2. Pantau status
kriteria hasil :
TTV stabil :
Te - TD : 120/80 mmHg,
-
Intervensi
1. Tentukan factor yang berhubungan
- HR: 60-100x/menit
-Tidak
ada
disritmia
5. 5. Pantau irama nafas, adanya dispnea
tanda
6. 6. Evaluasi keadaan pupil
peningkatan TIK.
Intervensi
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek
gag/menelan dan kemampuan pasien
untuk melindungi jalan napas
sendiri. Pasang jalan napas sesuai
indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai
aturannya, posisi miirng sesuai
indikasi.
4. Ajarkan pasien untuk melakukan
napas dalam yang efektif bila pasien
sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra
hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik. Catat karakter, warna dan
kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak normal
misal: ronkhi, wheezing, krekel.
7. Pantau analisa gas darah, tekanan
oksimetri
8. Lakukan rontgen thoraks ulang.
9. Berikan oksigenasi.
10. Lakukan fisioterapi dada jika ada
indikasi.
krekels
dapat mempertahankan
tambahan
atau bibir
7. 7. Observasi karakteristik batuk, mis
Intervensi
1. Berikan perawatan aseptik
dan antiseptik, pertahankan
tehnik cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat
invasi, catat karakteristik
dari drainase dan adanya
inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara
teratur, catat adanya demam,
menggigil, diaforesis dan
5. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas b/d gagal
nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakandan meningkatnya tekanan
intrakranial
1.
Intervensi
1. kaji airway, breathing, circulasi.
bernafas,
veterbra.
-Pernafasan dalam batas normal 1. pastikan jalan nafas tetap terbukan dan
-Jalan nafas paten
usaha
dalam bernafas
4. Bila tidak ada frktur sevikal berikan
posisi kepala sedikit ekstensi dan
tinggikan 15-30 derajat
5. Pemberian oksigen sesuai program
Intervensi
1. Evaluasi / pantau secara teratur perubahan
piker.
-Kesadaran CM
-Persepsi sensori tidak mengalami
gangguan
Intervensi
1. Bantu pasien mengidentifikasi
rasa
Berikan
berapa
antisipasi
nyeri.
nyeri
informasi
lama
2. Menejemen
tentang
berlangsung,
ketidaknyamanan
nyeri
dengan
pendekatan
yang
klien
terhadap
Intervensi
1. Kaji nafsu makan, kemampuan
Kriteria hasil :
-Kenaikan BB secara bertahap.
-Input dan output seimbang
2.
DAFTAR PUSTAKA
Pierce.A Grace, Neil R. Borley. 2006. At a Glance ILMU BEDAH, Ed 3.
Jakarta: Erlangga.
George Dewanto. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
Penyakit Syaraf. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : buku saku
untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC
Elistam, Michael. 1998. Penuntun Keperarawatan Medis, Ed 5. Jakarta:
EGC