Anda di halaman 1dari 11

PENYELESAIAN KREDIT MACET

TUGAS MATA KULIAH : HUKUM BISNIS


Dosen : Prof. Dr. Faisal Santiago, SH, MM

Oleh : Aldo Kayas


No. Pokok : 15700057

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR
JAKARTA, 2016
1

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN

......................................................................................

A. Latar Belakang Masalah

........................................................................

B. Permasalahan ...........................................................................................

II. PEMBAHASAN ............................................................................................ 2


A. Penyelesaian Kredit Macet ....................................................................
B. Akibat Hukum Kredit Macet .................................................................

2
5

III. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................................. 8
B. Saran ......................................................................................................... 8

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sampai saat ini pendapatan
bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar
pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun
kebanyakan bank-bank di dunia
Dalam kredit terkandung pengertian tentang Degree of Risk yaitu suatu
tingkat resiko tertentu, oleh karena pelepasan kredit mengandung suatu risiko,
baik risiko bagi pemberi kredit maupun bagi penerima kredit. Bagi penerima
kredit, risiko yang mungkin timbul adalah jika ia tidak dapat mengembalikan
pinjaman tersebut, ia akan kehilangan modal. Bagi pihak pemberi kredit, salah
satu resiko yang dapat terjadi adalah jika pihak penerima kredit tidak dapat
melunasi kewajibannya pada waktu yang telah diperjanjikan atau dengan kata lain
jika terjadi apa yang disebut dengan kredit macet. Keadaan yang demikian dalam
hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui
bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat
membayar lunas utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.
Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seseorang nasabah tidak mampu
membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. Suatu kredit digolongkan
sebagai kredit bermasalah ialah kredit-kredit yang tergolong sebagai kredit kurang
lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Istilah kredit bermasalah telah
digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebagai terjemahan problem loan yang
merupakan istilah yang sudah lazim digunakan di dunia internasional. Istilah
dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai juga bagi istilah kredit bermasalah
adalah nonperforming loan.

Menurut Sutojo, suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana :


a. Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan
kredit diragukan; atau
b. Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21
bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi
pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
c. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah
diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit
Bank dalam memberikan kredit, wajib mempunyai kenyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, serta harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat karena
kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko. Dalam praktek perbankan
untuk adanya pemberian kredit dari bank, maka pihak bank harus mengadakan
perjanjian didalam penyerahan uang terhadap debitur seperti yang telah disepakati
bersama. Karena biasanya dituangkan dalam suatu perjanjian kredit yang dibuat
sebelum dilakukan penyerahan uang, sehingga perjanjian kredit ini merupakan
perjanjian perdahuluan dari penyerahan uang.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang disampaikan diatas maka yang menjadi permasalahan adalah :
1. Bagaimakah bentuk Penyelesaian kredit Macet ?
2. Apakah Akibat Hukum Kredit Macet ?

II. PEMBAHASAN
A. Penyelesaian Kredit Macet
Secara operasional penanganan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh
melalui beberapa cara diantaranya :

a. Penjadwalan Kembali (rescheduling). Perubahan syarat kredit yang


menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa
tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak.
b. Persyaratan Kembali (reconditioning). Perubahan sebagian atau seluruh
syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran,
jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut
perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari
pinjaman menjadi penyertaan bank.
c. Penataan Kembali (restructuring). Perubahan syarat-syarat kredit berupa
penambahan dana bank dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan
bunga menjadi pokok kredit baru dan atau konversi seluruh atau sebagian
dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.
Restrukturisasi kredit berdasarkan SK.Dir. BI 31/150/KEP/DIR/1998 adalah
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat
memenuhi kewajibannya, antara lain melalui: penurunan suku bunga kredit,
pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit,
perpanjangan jangka waktu kredit, penambahan fasilitas kredit, pengambilalihan
aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penanganannya lebih banyak ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih
bersifat pemakaian kelembagaan hukum, diantaranya :
a. Melalui Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara
Mekanisme penanganan piutang negara oleh PUPN yaitu apabila utang
negara tersebut telah diserahkan pengurusan kepadanya oleh pemerintah
atau bank milik negara tersebut kemudian setelah dirundingkan oleh
panitia dengan penanggung utang dan diperoleh kata sepakat tentang
jumlah utang yang harus dibayar termasuk bunga uang, denda serta biaya
yang bersangkutan dengan piutang ini oleh ketua panitia dan penanggung
utang/penjamin utang dibuat surat pernyataan bersama yang memuat

jumlah dan kewajiban penanggung utang untuk melunasinya. Pelaksanaannya


dilakukan oleh ketua panitia.
b. Melalui badan peradilan
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya, setiap kreditur dapat
mengajukan gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan. Peradilan
yang dapat menangani kredit bermasalah yaitu peradilan umum melalui
gugatan perdata dan peradilan niaga melalui gugatan kepailitan.Apabila
sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang kemudian mempunyai kekuatan
hukum untuk dilaksanakan atas dasar perintah dan dengan pimpinan ketua
pengadilan negeri yang memeriksa gugatannya pada tingkat pertama,
menurut ketentuan-ketentuan HIR pasal 195 dan selanjutnya. Atas perintah
ketua pengadilan ketua pengadilan tersebut dilakukanlah penyitaan harta
kekayaan debitur, untuk kemudian dilelang dengan perantara kantor lelang.
Dari hasil pelelangan itu kreditur memperoleh pelunasan piutangnya.
c. Melalui arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Dilakukan melalui lembaga arbitrase, yaitu suatu badan yang dipilih oleh
para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup
mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil, para pihak dapat
menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya, serta proses
dan tempat penyelenggaraan arbitrase, serta putusan arbitrase.
d. Melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional
Dilakukan melalui tindakan pemantauan kredit, peninjauan ulang, pengubahan,
pembatalan, pengakhiran dan atau penyempurnaan dokumen kredit dan
jaminan, restrukturisasi kredit, penagihan piutang, penyertaan modal pada
debitur, memeberikan jaminan atau penanggungan, pemberian atau
penambahan fasilitas pembiayaan dan atau penghapusbukuan piutang.

Penanganan kredit macet oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional,


diantaranya melalui penyertaan modal sementara (pasal 15 Peraturan
Pemerintah No.17 tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan
Nasional) yaitu bahwa dalam rangka penyehatan perbankan dan atau
pengelolaan kekayaan yang berbentuk portofolio kredit. Penyertaan modal
sementara dilakukan secara langsung atau melalui pengkonversian tagihan
Badan Penyehatan Perbankan Nasional menjadi penyertaan modal.
Badan Penyehatan Perbankan Nasional dalam menangani kredit bank
dalam penyehatan sesuai dengan ketentuan pasal 53 Peraturan Pemerintah
No.17 tahun 1999 dilakukan melalui:
1)

Tindakan Pemantauan Kredit

2)

Peninjauan ulang

3)

Pengubahan

4)

Pembatalan

5)

Pengakhiran dan atau penyempurnaan dokumen kredit dan jaminan

6)

Restrukturisasi kredit

7)

Penagihan piutang

8)

Penyertaan modal pada debitur

9)

Memberikan jaminan atau penanggungan

10) Pemberian atau penambahan fasilitas pembiayaan dan atau penghapusbukuan piutang.
B. Akibat Hukum Kredit Macet.
Bahwa dalam pasal 8 UU Perbankan yang menyatakan bahwa dalam rangka
pemberian kredit kepada nasabah bank, maka bank harus menerapkan prinsip
kehati-hatian dengan cara melakukan analisis yang mendalam atas nasabah
tersebut dan diterapkannya pedoman perkreditan yang sehat.

Dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Anggota Dewan Komisaris


Bank, Anggota Direksi Bank dan Pegawai Bank berpegang pada pedoman pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan intern bank Yaitu
diantaranya tentang kewenangan pemberian kredit kepada calon nasabah Debitur
bagi setiap jenjang jabatan, sehingga yang menetapkan besarnya pinjaman adalah
sesuai dengan tingkatan jabatan dan nilai nominal yang diberikan kepada debitur.
Dalam setiap melakukan kegiatan operasional harus menggunakan prinsip
kehati-hatian sesuai Pasal 29 ayat (1) UU Perbankan. Demikian pula halnya dalam
rangka penyaluran dana masyarakat, maka ketentuan yang terkait dengan hal
tersebut adalah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan UU No.10 Tahun 1998, antara lain pada Pasal 15 jo Pasal 8, yakni
bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Secara umum pertimbangan pejabat bank memberikan besarnya pinjaman
kepada calon debitur adalah dari hasil analisis terhadap kemampuan debitur untuk
mengembalikan kreditnya. Dengan tidak memperhatikan hal tersebut dapat
menimbulkan kredit macet dimana kredit macet dapat disebabkan dari faktor
intern bank, faktor intern debitur dan faktor ekternal kondisi usaha oleh karena itu
kesalahan bank harus dilihat dari penyebab kredit macet misalnya :
a. Kemacetan disebabkan karena faktor kondisi usaha debitur atau kondisi
perekonomian yang memburuk, kondisi kemacetan tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai kelalaian bank,
b. Kredit macet yang diakibatkan faktor intern bank misalnya bank
melakukan rekayasa ataupun diciptakan debitur/perusahaan fiktif sehingga
kredit tersebut menjadi macet maka hal tersebut dapat dibebankan sebagai
kelalaian pengurus atau pegawai bank,

Karena secara umum timbulnya kredit macet adalah :


a. Proses analisis pemberian kredit yang tidak memadai yaitu dimana
Bank tidak mampu meyakini kemampuan debitur untuk dapat
mengembalikan kredit,
b. Penyalahgunaan kredit dimana pemanfaatan kredit yang diberikan
kepada debitur tidak sesuai dengan tujuan permohonan kredit.
c. Kondisi usaha debitur tidak mampu memenuhi kewajiban angsuran
kepada Bank.
Sehingga dalam ranggka untuk menjaga kesehatan perbankan khususnya
dalam penyaluran kredit maka bank menerapkan prinsip kehati-hatian adalah
menghindari penyimpangan praktik perbankan yang tidak sehat dan untuk
meminimalisasi kerugian yang terjadi pada bank sehingga selalu dalam kondisi
mampu menghasilkan laba / keuntungan sehingga dapat menjaga kelangsungan
hidupnya dan fungsi intermediasi tetap berjalan meliputi :
a. Kebijakan Perkreditan Yang Sehat
b. Pemenuhan kecukupan modal minimum.
c. Pemenuhan kebutuhan likuiditas.
Terkadang masih ada pegawai bank yang masih mengabaikan prinsip kehatihatian dan tidak memerdulikan resiko pada dirinya karena ketidak hatihatinnya pejabat bank/pegawai dapat dikenakan sanksi administratif sampai
dengan sanksi pidana perbankan karena Pegawai bank/pejabat bank dianggap
telah mengabaikan prinsip kehati-hatian sejak saat yang bersangkutan (pegawai/
pejabat bank) melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku
bagi bank maupun ketentuan intern bank itu sendiri.
Dan Yang dimaksud dengan aturan yang berlaku bagi bank adalah peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan terkait dengan perbankan yakni antara lain
UU Perbankan, Peraturan Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia,
ketentuan intern (sistem dan prosedur) bank maupun ketentuan lain yang terkait

dengan kegiatan usaha perbankan antara lain bidang Perpajakan, Penjaminan dan
Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Perseroan Terbatas
Sanksi hukum terhadap pejabat bank yang mengabaikan prinsip kehati-hatian
dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 ayat (2) No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998
Selanjutnya sepanjang terdapat bukti yang cukup serta memenuhi unsur-unsur
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, maka pelanggaran
atas prinsip kehati-hatian dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang
perbankan.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dengan terjadinya kredit macet maka bank sebaiknya lebih hati-hati dan
selektif dalam pemberian kredit kepada nasabah.
2. Penyelesaikan kredit macet dapat ditempuh dua cara yaitu penyelamatan kredit
dan penyelesaian kredit. penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan sedangkan penyelesaian kredit
adalah suatu langkah penyelesaian melalui lembaga hukum.
B. Saran
Bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan
mengenai kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya.
untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang
seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur,
agar kasus kredit macet dapat di minimalisir.

10

DAFTAR PUSTAKA

Dendawijaya, Lukman., 2001, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Bandung;


Gatot Supramono, 2009. Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan Yuridis.
Djambatan: Jakarta.
Projodikoro, Wirjono, 1985, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung
Simatupang, Richard Burton, 2007, Aspek Hukum dalam Bisnis, Rineka Abadi,
Jakarta
Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta;
Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum Perbankan pada Bank, Alfabeta, Jakarta;
Sutan Remi Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia (Segi Hukum
Perbankan). Institut Bankir Indonesia: Jakarta.
Setiawan, Rachmad dan J. Satrio, 2010, Penjelasan Hukum Tentang Cessie, Nasional
Legal Reform Program, Jakarta.
Thomas Suyatno. 1995. Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia: Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai