Anda di halaman 1dari 26

BAB I

KINETIKA REAKSI

A. Pengertian
Dalam kimia fisik, kinetika kimia atau kinetika reaksi adalah ilmu yang
mempelajari laju reaksi dalam suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh
berbagai kondisi reaksi terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai
mekanisme reaksi dan keadaan transisi dari suatu reaksi kimia.
Pada tahun 1864, Peter Waage merintis pengembangan kinetika kimia
dengan memformulasikan hukum aksi massa, yang menyatakan bahwa kecepatan
suatu reaksi kimia proporsional dengan kuantitas zat yang bereaksi.
1. LAJU REAKSI KIMIA
Laju atau kecepatan mengacu pada sesuatu yang terjadi dalam satuan
waktu. Sebuah mobil yang bergerak dengan kecepatan 60 mph, misalnya
menempuh jarak 60 mil dalam satuan jam. Untuk reaksi kimia laju reaksi
mendeskripsikan seberapa cepat konsentrasi reaktran atau produk berubah dengan
waktu. Sebagai ilustrasi, mari kita lihat reaksi yang terjadi segera setelah ion Fe 3+
dan Sn2+ secara serempak dimasukkan ke dalam larutan berair.
2 Fe3+(aq) + Sn2+(aq) 2 2 Fe2+(aq) + Sn4+(aq) ..........(1.1)
Andaikan 38,5 s sesudah reaksi dimulai, [Fe2+] ternyata 0,0010 M. Selama
kurun waktu tersebut, t = 38,5 s, perubahan konsentrasi Fe2+ yang kita nyatakan
sebagai [Fe2+] adalah [Fe2+] = 0,0010 M 0 = 0,0010 M. Laju rerata
pembentukan Fe2+ di bagi perubahan waktu

Laju pembentukan Fe2+ =

Fe 2+

-5

M s -1

Bagaimana konsentrasi Sn4+ berubah selama 38,5 s kita memantau Fe2+ ?


dapatkah anda melihat bahwa dalam 38,5 s, [Sn 4+] akan menjadi 0,00050 M 0
= 0,00050 M ? berhubung hanya satu ion Sn 4+ dihasilkan untuk setiap dua ion Fe2+
, maka penumpukan [Sn4+] hanya setengah dari [ Fe2+]. Akibatnya laju
pembentukan Sn4+ adalah 1,3 x 10-5 mol per liter per detik.
Laju pembentukan Sn4+ = 1,3 x 10-5 M s-1
Kita juga dapat mengikuti jalannya reaksi dengan memantau konsentrasi
reaktan awal. Jadi, banyaknya Fe3+ yang dikonsumsi sama dengan banyaknya
Fe2+ yang diproduksi. Perubahan konsentrasi Fe3+ adalah [ Fe3+] = -0,0010 M.
Laju rerata hilangnya Fe3+ dalam reaksi diberikan melalui rumus;

Laju hilangnya Fe3+ =

Fe 3+

-5

M s -1

Laju hilangnya spesies adalah kuantitas negatif karena konsentrasi


menurun dengan waktu konsentrasi pada akhir periode waktu lebih kecil
dibandingkan pada awal periode. Dengan cara yang sama kita mengaitkan laju
pembentukan Sn4+ dengan laju pembentukan Fe2+. Artinya laju hilangnya Sn2+
adalah setengah hilangnya Fe3+, menghasilkan :
Laju hilangnya Sn2+ = -1,3 x 10-5 M s-1
Ketika kita merujuk laju reaksi (1.1) mana dari keempat kuantitas yang
dideskripsikan di sini yang harus digunakan? Untuk menghindari kebingungan
dalam hal ini IUPAC menyarankan agar kita menggunakan laju umum reaksi.
Untuk reaksi hipotesis yang dinyatakan dengan persamaan setara,
aA + bB gG + hH
laju reaksinya adalah

1 [ A ] 1 [B] 1 [G] 1 [H ]
laju reaksi = a t = b t = g t = h t
dalam rumus ini, kita mengambil nilai negatif dari laju kehilangan, nilai positif dari laju
pembentukan, dan membagi semua laju dengan koefisien stoikiometrik yang bener dari
persamaan yang setara. Hasilnya adalah kuantitas tunggal bernilai positif yang kita sebut
laju reaksi. Jadi, untuk reaksi (1.1) kita dapat menuliskan

laju reaksi =

Fe 3+

Sn 2+

2
Fe 2+

Sn 4+

= 1,3 x 10-5 M s-1

Contoh soal
1. Andaikan pada suatu saat tertentu dalam reaksi
A+3B2C+2D
[B] = 0,9986 M dan 13,20 menit berikutnya [B] = 0,9746 M. Berapa laju rerata
reaksi selama periode waktu tersebut, dinyatakan dalam M s -1 ?
Penyelesaian:
Laju hilangnya B adalah perubahan molaritas, [B] dibagi dengan interval waktu
t sewaktu perubahan ini berlangsung, [B] = 0,9746M 0,9986 M = -0,0240 M,
dan t = 13,20 menit, dan

1 [B] 1 0,0240 M
=
x
Laju reaksi =
3 t
3 13,20 menit

= 6,06 x 10-4 M min-1

= 1,01 x 10-5 M s-1

2. EFEK KONSENTRASI PADA LAJU REAKSI: HUKUM LAJU


Salah satu tujuan dalam kajian kinetika kimia adalah menurunkan
persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi hubungan antara laju reaksi
dan konsentrasi reaktan. Persamaan yang ditetapkan secara percobaan ini disebut
hukum laju (rate law) atau persamaan laju ( rate equation).

Lihat reaksi hipotesis berikut ini:


aA + bB ... gG + hH...
dengan a, b, ... berarti koefisien dalan persamaan setara. Kita sering dapat
menyatakan laju reaksi seperti ini sebagai

laju reaksi = k[A]m[B]n...


suku [A], [B], ... menyatakan molaritas reaktan. Eksponen yang diperlukan
m, n, ... biasanya merupakan angka bulat, positif, kecil, meskipun dalam beberapa
kasus dapat berupa nol, pecahan, atau negatif. Eksponen harus ditentukan secara
percobaan dan biasanya tidak berkaitan dengan koefisien stoikiometrik a, b,...
artinya, sering m a, n b dan seterusnya.
Istilah orde dikaitkan dengan eksponen dalam hukum laju dan digunakan
dalam dua cara:
1) Jika m = 1, kita mengatakan reaksi berorde pertama untu A. Jika n = 2,
reaksi berorde kedua untuk B, dan seterusnya

2) Orde-reaksi ( order of reaction ) keseluruhan adalah jumlah semua


eksponen: m + n + ... konstanta proporsionalitas k menghubungkan laju
reaksi dengan konsentrasi reaktan dan dinamakan konstanta laju (rate
constan) reaksi tersebut. Nilainya tergantung pada reaksi spesifik,
keberadaan katalis (jika ada), dan suhu. Semakin besar nilai k, semakin
cepat reaksi berjalan. Orde reaksi menentukan bentuk umum hukum laju
dan satuan k yang benar (artinya bergantung pada nilai eksponen).
Dengan hukum laju untuk suatu reaksi, kita dapat
-

Menghitung laju reaksi untuk konsentrasi reaktan yang diketahui


Menurunkan persamaan yang menyatakan konsentrasi reaktan sebagai
fungsi waktu

Metode Laju Awal


Sweperti tersirat pada namanya, metode ini mensyaratkan kita bekerja
dengan laju awal reaksi. Contohnya, mari kita melihat reaksi spesifik antara
merkurium(II) klorida dan ion oksalat.
2 HgCl2(aq) + C2O42-(aq) 2 Cl-(aq) + 2 CO2(g) Hg2Cl2(s)
Hukum laju tentatif yang dapat kita tulis untuk reaksi ini adalah
Laju reaksi = k[HgCl2]m[C2O42-]n
Kita dapat mengikuti reaksi dengan mengukur kuantitas Hg2Cl2(s) yang
terbentuk sebagai fungsi waktu. Berapa data yang mewakili diberikan pada tabel
yang dapat kita asumsikan berdasarkan laju pembentukan Hg 2Cl2 atau laju
hilangnya C2O42-. Pada contoh ini kita akan menggunakan beberapa data ini untuk
mengilustrasikan metode laju awal.

Tabel

Data kinetika untuk reaksi


2 HgCl2(aq) + C2O42-(aq) 2 Cl-(aq) + 2 CO2(g) Hg2Cl2(s)

percobaan
1
2
3

[C2O42-], M
[C2O42-]1 = 0,15
[C2O42-]2 = 0,30
[C2O42-]3 = 0,30

[HgCl2], M
[HgCl2]1 = 0,105
[HgCl2]2 = 0,105
[HgCl2]3 = 0,052

Laju awal, M min-1


1,8 x 10-5
7,1 x 10-5
3,5 x 10-5

Contoh soal
Menentuka orde reaksi dengan metode laju awal. Gunakan data dari tabel untuk
menetapkan orde reaksi, untuk HgCl2 dan untuk C2O42- dan juga orde keseluruhan
reaksi.

Penyelesaian
Kita perlu menentukan nila m dan n dalam persamaan
Laju reaksi = k[HgCl2]m[C2O42-]n
Dalam membandingkan percobaan 2 dan percobaan 3, perhatikan bahwa pada
dasarnya [HgCl2] berlipat dua (0,105 M = 2 x 0,052 M) sementara [C 2O42-]
dipertahankan konstan (pada 0,30 M). Perhatikan juga bahwa R2 = 2 x R3 (7,1 x
10-5 = 2 x 3,5 x 10 -5). Bukannya menggunakan konsentrasi aktual dan laju dalam
persamaan laju berikut, mari kita menggunakan equivalen simboliknya.
m
n
R2 = k x [HgCl2] 2 x [C2O42-] 2
m
n
R3 = k x [HgCl2] 2 x [C2O42-] 2

n
k x (2 x [HgCl2]3)m x [C2O42-] 3

R2 2 xR3
=
=2=
R3
R3

k x 2 m[ HgCl2] m
2 2
2 [C O ]
2 2 =2
[C O ]
K X [HgC 1 ] m
2

Agar 2m = 2, m =1
Untuk menentukan nilai n, kita dapat membentuk rasio R2/R1. Sekarang,
[C204

2-

] dilipatduakan dan [HgC12] dibuat konstan. Saat ini, mari kita

menggunakan konsentrasi aktual, bukan ekuivalen simbolik. Juga, kita sekarang


mempunyai nilai m = 1.

n
R2 = k x [HgCl2] x [C2O42-] 2

k x (0,105)1 x (2 x 0,15)n

n
R1 = k x [HgCl2] x [C2O42-] 2

k x (0,105)1 x (0,15)n

k x ( 0,105 ) 1 x 2 x ( 0,15 )
R 7,1 x 105
=
4=
=2
R 1,8 x 10
k x ( 0,105 ) 1 x (0,15)
Agar 2n = 4, n = 2
Ringkasnya,reaksi ini mempunyai orde pertama untuk HgC12 (m = 1), orde
kedua untuk C2042-(n = 2), dan orde ketiga untuk keseluruhan (m + n = 1+ 2 = 3).
Kita membuat pengamatan penting pada Contoh 14-3: Jika reaksi adalah Orde
pertama untuk salah satu reaktan, pelipatduaan konsentrasi awal dari reaktan itu
mengakibatkan laju awal reaksi menjadi berlipat dua. Berikut ini adalah efek umum
pelipatduaan konsentrasi awal dari reaktan tertentu (dengan konsentrasi reaktan lain
dipertahankan konstan).

Orde ke-nol untuk reaktan tidak ada efek pada laju awal reaksi.
Orde pertama untuk rektan laju awal reaktan berlipat dua.
Orde kedua untuk reaktan laju awal reaktan berlipat empat.
Orde ketiga untuk reaktan laju awal reaktan meningkat delapan kali.

Seperti telah dikemukakan, orde reaksi, sebagaimana diindikasikan


melalui hukum laju, menentukan satuan konstanta laju, k. Artinya, jika pada sisi
kiri hukum laju reaksi mempunyai satu M (waktu) -1, di sebelah kanan, satuan k
harus menghasilkan peniadaan sehingga juga memberikan M (waktu)-1. Jadi,
untuk hukum laju yang ditetapkan pada contoh.

Hukum laju:

laju reaksi =

kx

[HgC12] x [C2O42-]2

Satuan:

M min-1

M-2 min-1

M2

Begitu kita mempunyai eksponen dalam persamaan laju, kita dapat


menentukan nilai konstanta laju, k.Untuk melakukannya, apa yang kita perlukan
adalah laju reaksi yang berkaitan dengan konsentrasi awal yang diketahui pada
reaktan

3. REAKSI ORDE KE-NOL


Reaksi orde ke-nol (zero-order reaction) keseluruhan mempunyai hukum
laju yang jumlah eksponennya, m+n sama dengan 0. Sedangkan contoh, kita
ambil reaksi dengan reaktan tunggal A yang terdekomposisi menjadi produk.
A

produk

Jika reaksi mempunyai orde ke-nol, hukum lajunya adalah


Laju reaksi = k[A]0 = k = konstan
[A]0
8

(1,2)

Waktu

Ciri lain reaksi orde ke-nol adalah

Grafik konsentrasi-waktu merupakan garis lurus dengan kemiringan

negatif(Gambar 14-3)
Laju reaksi, yang sama dengan k dan tetap konstan di sepanjang reaksi,

adalah negatif dari kemiringan garis ini


Satuan k sama dengan satuan laju reaksi: mol L -1 (waktu)-1, misalnya mol L-1
s-1, atau M s-1.
Persamaan (1.2) adalah hukum laju untuk reaksi orde ke-nol. Persamaan

lain yang berguna, yang disebut hokum laju terintegrasi, menyatakan konsentras
ireaktan sebagai fungsi waktu. Persamaan ini dapat ditentukan dengan agak lebih
mudah dari grafik pada gambar. Mari kita mulai dengan persamaan umum untuk
garis lurus
y = mx + b
dan mensubtitusikan y = [A], (konsentrasi A pada waktu t); x = t (waktu); b = [A] 0
(konsentrasi awal A pada waktu t = 0); dan m = -k (m, kemiringan garis lurus,
diperoleh sebagaimana dinyatakan pada keterangan gambar.
[A]t = -kt + [A]0

4. REAKSI ORDE PERTAMA


Suatu reaksi orde pertama (first-order reaction) keseluruhan memiliki
hukum laju dengan jumlah eksponen, m + n . Sama dengan 1. Jenis yang sangat
umum dari reaksi orde pertama, dan satu-satunya jenis yang akan kita bahas,
9

adalah reaksi dengan satu reaktan terdekomposisi menjadi beberapa produk.


Reaksi dekomposisi H2O2 yang kita deskripsikan pada bahasan ini adalah reaksi
orde pertama.
H2O2(aq) H2O(l) +

1
2

O2(g)

Laju reaksi bergantung pada konsentrasi H2O2 dipangkatkan satu, artinya,


Laju reaksi = k[H2O2]
Mudah untuk menetapkan bahwa reaksi tersebut adalah reaksi orde
pertama melalui metode laju awal, akan tetapi ada cara lain untuk mengenali
reaksi orde pertama.

5. WAKTU PARUH
Meski pun sampai sekarang kita hanya menggunakan konsentrasi molar
dalam persamaan kinetika, kadang kita dapat bekerja langsung dengan massa
reaktan. Kemungkinan lain adalah bekerja dengan fraksi reaktan yang
terkonsumsi, sebagaimana dilakukan dengan konsep waktu paruh.
Waktu paruh (half-life) reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk
terkonsumsinya setengah reaktan. Ini adalah waktu ketika banyaknya reaktan atau
konsentrasinya menurun menjadi setengah dari nilai awalnya. Artinya, pada t =

t1/2, [A]t =

1
2 [A]0. Pada saat ini, persamaan ini mengambil bentuk
1
[ A]0
[ A]t
1
2
ln [ A ] 0 = ln
= ln 2 = -ln 2 = -k x t1/2
[ A]0

10

t1/2 =

ln 2
k

0,693
k

6. REAKSI ORDE KEDUA


Reaksi orde kedua (second-order reaction) keseluruhan mempunyai hukum
laju dengan jumlah eksponen, m + n ,sama dengan 2. Seperti pada reaksi orde
ke-nol dan reaksi orde pertama, pembahasan kita akan dibatasi pada reaksi yang
melibatkan dekomposisi satu reaktan
A produk
Yang mengikuti hukum laju
Laju reaksi = k[A]2
Untuk waktu paruh orde kedua dapat diperoleh
1
t1/2 = k [ A ] 0
Contoh soal
Penguraian berkatalis H2O2 H2O + O2 diketahui merupakan orde ke 1. Tetapan
laju pada T tertentu = 2,4 x 10-4 s-1.
a. Hitung t1/2 dalam per detik
Penyelesaian
a. t1/2 =

0,693
k
0,693
2,4 x 104 s1

= 2887,5 s

11

7. MODEL TEORITIS UNTUK KINETIKA KIMIA


Aspek praktis dari kinetika reaksi hukum laju, konstanta laju dapat
dideskripsikan tanpa mempertimbangkan perilaku molekul secara individual.
Namun, pemahaman mengenai proses yang terlibat memerlukan pemeriksaan
pada tingkat molekul.
Misalnya, percobaan menunjukkan bahwa dekomposisi H2O2 adalah orde
pertama.

8. TEORI TABRAKAN
Dalam pembahasan kita mengenai teori kinetik-molekl, penekanan kita
adalah pada kelajuan molekul. Aspek lebih lanjut dari teori yang relevan dengan
kinetika kimia adalah frekuensi tabrakan (collision frequency), yaitu banyak nya
tabraka nmolekul per satuan waktu.
Dalam reaksi yang melibatkan gas, frekuensi tabrakan terhitung adalah
pangkat dari 1030 tabrakan per detik. Jika setiap tabrakan yang terjadi
menghasilkan molekul, laju reaksi akan sekitar 106 M s-1, laju yang sangat cepat.
Reaksi fase-gas umumnya berlangsung pada laju yang jauh lebih lambat, mungkin
pangkat dari 10-4 M s-1.
Secara umum, ini harus berarti bahwa hanya sebagian dari tabrakan di
antara molekul-molekul gas yang menghasilkan reaksi kimia. Ini merupakan
kesimpulan yang masuk akal; kita tidak dapat berharap setiap tabrakan
menghasilkan reaksi.
Agar reaksi dapat terjadi setelah ada tabrakan di antara molekul, mesti ada
redistribusi energi yang member icukup energy kedalam ikatan kunci tertentu
untuk memutuskannya. Kita tidak akan berharap dua molekul yang bergerak
lambat membawa energi kinetik yang cukup dalam tabrakannya yang
12

mengakibatkan putusnya ikatan. Namun kita akan berharap 2 molekul yang


bergerak cepatlah yang dapat mengakibatkan putusnya ikatan, atau mungkin satu
molekul yang bergerak sangat cepat bertabrakan dengan satu molekul yang
bergeraklambat.
Energi aktivasi (activation energy) suatu reaksi adalah energy minimum di
atas energy kinetic rerata yang harus dimiliki molekul agar tabrakannya
menghasilkan reaksi kimia.
Teori kinetic-molekul dapat digunakan untuk menentukan fraksi molekul
dalam campuran yang memiliki energy kinetic tertentu.

9. TEORI KEADAAN TRANSISI


Dalam teori yang diajukan Henry Eyring (1901-1981) dan lainnya,
penekanan khusus diberikan pada spesies hipotesis yang dipercaya ada dalam
keadaa-antara yang terletak diantara reaktan dan produk. Kita menamakan
keadaan ini keadaan transisi (transition state) dan spesies hipotesis ini dinamakan
kompleks teraktifkan (activated complex). Kompleks teraktifkan yang terbentuk
melalui tabrakan, dapat terdisosiasi kembali menjadi reaktan asalnya atau
membentuk molekul produk. Kita dapat menyatakan kompleks teraktifkan untuk
reaksi dengan cara ini.

N N O + N O N N O N O
reaktan

kompleks teraktifkan

NN + ONO
produk

Dalam reaktan, tidak ada ikatan antara atom O dari N 2O dan atom N dan
NO. Dalam kompleks teraktifkan, atom O secara parsial terputus dari molekul
N2O dan secara parsial terikat ke molekul NO, sebagaimana dinyatakan oleh

13

ikatan parsial. Pembentukan kompleks teraktifkan adalah proses reversibel. Begitu


terbentuk, sebagian molekul kompleks teraktifkan dapat terdisosiasi kembali
menjadi reaktan, tetapi molekul kompleks teraktifkan lainnya dapat terdisosiasi
menjadi molekul produk; ikatan parsial dari atom O pada N2O telah putus dan
ikatan parsial antara atom O dan NO telah menjadi ikatn sempurna.

10. EFEK SUHU PADA LAJU REAKSI


Dari pengalaman sehari-hari, kita menduga reaksi kimia berjalan lebih
cepat pada suhu yang lebih tinggi. Untuk mempercepat reaksi biokimia yang
terlibat dalam pemasakan, kita menaikkan suhu, dan untuk melambatkan reaksi
lainnya, kita menurunkan suhunya, seperti memasukkan susu ke dalam lemari
pendingin agar tidak basi.
Pada tahun 1889 Stave Arrhenius menunjukkan bahwa konstanta laju
banyak reaksi kimia bervariasi dengan suhu sesuai dengan rumus
k = Ae-Ea/RT
dengan mengambil logaritma alami di kedua sisi persamaan ini, kita
mendapatkan rumus berikut
ln k = -

Ea
RT

+ ln A

grafik ln k versus 1/T adalah suatu garis lurus sehingga memberikan


metode grafis untuk menentukan energi aktivasi suatu reaksi. Kita dapat juga
menurunkan suatu variasi penting dari persamaan ini dengan menuliskan dua kali
masing-masing dengan nilai k berbeda dan suhunya dan kemudian mengeliminasi
konstanta ln A. Hasilnya, dinamakan juga persamaan Arrhenius, adalah

ln k =

k2
k1

Ea
R

( T11 T12 )
14

Dari persamaan di atas, T1 dan T2 adalah suhu Kelvin; k2 dan k1 adalah


konstanta laju pada suhu tersebut; dan Ea adalah energi aktivasi dalam joule per
mol. R adalah konstanta gas yang dinyatakan sebagai 8,3145 J mol-1 K-1.

11. MEKANISME REAKSI


NO2(g) diketahui memainkan peran kunci dalam pembentukan absolut
fotokimia, tetapi tampaknya tidak masuk akal bahwa sangat banyak dari gas
initerbentuk di atmosfer melalui reaksi langsung
2 NO(g0 + O2(g) 2 NO2(g)
Agar reaksi ini berlangsung dalam satu langkah dengan cara yang
disarankan oleh persamaan di atas, tiga molekul harus bertabrakan secara
serempak, atau sangat nyaris demikian. Tabrakan tiga molekul adalah kejadian
yang tidak mungkin. Reaksi tampaknya mengikuti mekanisme atau lintasan yang
berbeda. Salah satu tujuan utama dalam menentukan hukum laju reaksi kimia
adalah mengaitkanya dengan mekanisme reaksi yang mungkin.
Suatu mekanisme reaksi (reaction mechanism) adalah deskripsi rinci
langkah demi langkah suatu reaksi kimia. Setiap langkah dalam mekanisme
dinamakan proses elementer (elementary procces), yang mendeskripsikan setiap
kejadian molekular yang secara signifikan mengubah energi atau geometri
molekul atau menghasilkan molekul baru. Dua syarat bagi mekanisme reaksi yang
masuk akal adalah harus :
-

Konsisten dengan stoikiometri reaksi keseluruhan.


Menjelaskan hukum laju yang ditentukan secara percobaan.

12. PROSES ELEMENTER

15

Adapun ciri proses elementer adalah sebagai berikut:


1. Proses elementer bersifat unimolekular proses satu molekul terdisosiasi
atau bimolekular proses yang melibatkan tabrakan dua molekul. Proses
termolekular, yang melibatkan tambrakan serempak tiga molekul, relatif
jarang sebagai proses elementer.
2. Eksponen pada suku konsentrasi dalam hukum laju untuk proses elementer
adalah sama seperti koefisien stoikiometrik dalam persamaan setara untuk
proses itu. ( perhatikan bahwa ini tidak sama seperti hukum laju
keseluruhan, yang eksponennya tidak selalu berkaitan dengan koefisien
stoikiometrik dalam persamaan keseluruhan)
3. Proses elementer bersifat reversibel dan berapa di antaranya dapat
mencapai kondisi kesetimbangan dengan laju yang sama pada proses maju
dan proses balik
4. Spesies tertentu dihasilkan dalam satu proses elementer dan terkonsumsi
pada proses elementer lainnya. Dalam suatu mekanisme reaksi yang
diajukan, intermedit (zat antara) seperti ini tidak boleh muncul dalam
persamaan kimia keseluruhan atau hukum laju keseluruhan
5. Satu proses elementer dapat berlangsung jauh lebih lambat dibandingkan
proses elementer lainnya dan dalam beberapa kasus dapat menentukan laju
reaksi keseluruhan. Proses ini dinamakan langkah penentu laju ( ratedetermining step)
13. MEKANISME DENGAN LANGKAH LAMBAT DIIKUTI DENGAN
LANGKAH CEPAT
Reaksi antara gas iodin monoklorida dan gas hidrogen menghasilkan iodin
dan hidrogen klorida sebagai produk gas.
H2(g) + 2 ICl(g) I2(g) + 2 HCl(g)
Hukum laju yang ditentukan secara percobaan untuk reaksi ini adalah
Laju reaksi = k[H2] [ICl]

16

Mari kita mulai dengan mekanisme yang tampaknya masuk akal, seperti
mekanisme dua langkah berikut
(1) Lambat:
(2) Cepat:

H2 + ICl HI + HCl
HI + ICl I2 + HCl

Keseluruhan H2 + 2 ICl I2 + 2 HCl


Skema ini tampaknya masuk akal berdasrkan dua alasan:
1. Jumlah dua langkah ini menghasilkan reaksi keseluruhan yang teramati
secara percobaan
2. Sebagaimana kita ingat, proses elementer unimolekular dan proses
bimolekular adalah yang paling masuk akal dan setiap langkah dalam
mekanisme di atas adalah bimolekular.
Berhubung setiap langkah adalah proses elementer, kita dapat menuliskan
Laju (1) = k1 [H2] [Cl]

dan

laju (2) = k2 [HI] [ICl]

Sekarang, perhatikan bahwa mekanisme ini mengusulkan langkah (1)


terjadi lambat tetapi langkah (2) terjadi cepat. Ini menyiratkan bahwa HI
terkonsumsi dalam langkah kedua secepat HI terbentuk pada proses pertama.
Langkah pertama adalah langkah penentu laju dan laju reaksi keseluruhan
ditentukan hanya oleh laku ketika HI terbentuk dalam langkah pertama, artinya
oleh laju ini menjelaskan mengapa hukum laju yang teramati untuk reaksi netto
adalah laju reaksi = k [H2] [Cl]

14. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI


1. Konsentrasi

17

Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zatzat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi
makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makin besar kemungkinan
terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya
reaksi.
2. Sifat zat yang bereaksi
Sifat zat yang mudah atau sukar bereaksi akan menentukan kecepatan
berlangsungnya suatu reaksi. Secara umum dinyatakan bahwa: Reaksi antara
senyawa ion umumnya berlangsung cepat. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya
tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan.
Contoh:
Ca2+(aq)+CO32+(aq)CaCO3(s)
Reaksi ini berlangsung dengan cepat. Reaksi antara senyawa kovalen umumnya
berlangsung lambat. Hal ini disebabkan oleh reaksi yang berlangsung tersebut
membutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat
dalam molekul zat yang bereaksi.
Contoh:
CH4(g) + Cl2(g) -> CH3Cl(g) + HCL(g)
Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi,
misalnya; cahaya matahari.
3. Suhu
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan.
Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi
akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama
atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat
mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih

18

besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap
suhu dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS.
4. Katalisator
Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi yang
mempunyai tujuan memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat
dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan
kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan
jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.
Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat
reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan
dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi
pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat.
Halaman ini menitikberatkan pada perbedaan tipe-tipe katalis (heterogen dan
homogen) beserta dengan contoh-contoh dari tiap tipe, dan penjelasan bagaimana
mereka bekerja. Anda juga akan mendapatkan deskripsi dari satu contoh
autokatalis reaksi dimana hasil produk juga turut mengkatalis.
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada
suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri
(lihat pula katalisis). Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai
pereaksi ataupun produk.
Katalis

memungkinkan

reaksi

berlangsung

lebih

cepat

atau

memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya
terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi
yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya reaksi.
Katalis dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: katalis homogen
dan katalis heterogen.

19

1. Katalis Homogen
Katalis homogen adalah suatu jenis dari katalisis di mana katalis
menempati fase yang sama dengan reaktan
Katalis homogen adalah senyawa yang ada dalam fase yang sama (gas atau
cair) sebagai reaktan, sedangkan katalis heterogen tidak berada dalam fase yang
sama dengan reaktan. Biasanya, katalisis heterogen melibatkan penggunaan
katalis padat ditempatkan dalam campuran reaksi cair.

Catatan: energi aktivasi menurunkan dari jalur Dikatalisis

Contoh Katalis Homogen


Katalisis asam, katalis organologam, dan katalisis enzimatik adalah contoh katalis
homogen. Paling sering, katalis homogen melibatkan pengenalan katalis fase cair
ke dalam larutan reaktan. Dalam kasus tersebut, asam dan basa sering katalis
sangat efektif, karena mereka dapat mempercepat reaksi dengan mempengaruhi
polarisasi ikatan.
Keuntungan dari katalis homogen adalah bahwa katalis lebih cepat
bercampur ke dalam campuran reaksi, yang memungkinkan tingkat yang sangat
tinggi dari interaksi antara molekul katalis dan reaktan. Namun, berbeda dengan

20

katalisis heterogen, katalis homogen sering tidak bisa kembali ke bentuk awal
ketika reaksi telah berjalan sampai selesai.
Katalis homogen digunakan dalam berbagai aplikasi industri, karena
memungkinkan untuk peningkatan laju reaksi tanpa peningkatan suhu.
2. Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan fase zat
yang bereaksi maupun zat hasil reaksi.
Contoh sederhana katalisis heterogen adalah katalis menyediakan suatu
permukaan dimana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap.
Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sehingga memadai terbentuknya
produk baru. Ikatan antara produk baru dan katalis lebih lemah sehingga akhirnya
terlepas
Mekanisme katalisis heterogen :
1. Difusi molekul-molekul pereaksi menuju permukaan
2. Adsorpsi molekul-molekul pereaksi pada permukaan
3. Reaksi pada permukaan
4. Desorpsi hasil dari permukaan
5. Difusi hasil dari permukaan menuju badan sistem

a. Katalis Pendukung
Katalis heterogen biasanya membutuhkan pendukung (support), karena
pendukung katalis memiliki kekuatan mekanik, tahan panas, mempunyai
21

kerapatan ruah yang optimal, dan kemampuan pelarutan fase aktif. Pendukung
juga meningkatkan luas permukaan, memiliki pori serta ukuran partikel yang
optimal, dan peningkatan fungsi kimiawi seperti perbaikan aktivitas. Pemilihan
pendukung didasarkan pada beberapa hal :

Keinertan

Sifat mekanik yang diinginkan, termasuk ketahanan terhadap kikisan,

kekerasan dan ketahanan terhadap tekanan.

Kestabilan pada kondisi reaksi dan regenerasi.

Luas permukaan, diutamakan yang memiliki luas permukaan besar agar

semakin banyak sisi aktif katalis yang terdistribusi.

Porositas, meliputi ukuran pori rata-rata dan distribusi ukuran pori

Sifat ekonomis bahan.


Padatan pendukung juga memiliki beberapa fungsi lain, yaitu untuk

mendispersikan sisi aktif, menstabilkan pendispersian serta memberikan kekuatan


mekan
Reaksi

Katalis

C4H10 > Butena dan C4H6

Cr2O3-Al2O3

CH4 atau hidronium lain + H2O > CO + H2

Ni Support

C2H2 + 2H2 > C2H6

Pd dalam Al2O3 atau padatan pendukung NiSulfida

Hidro Cracking

Logam (seperti Pd) pada Zeolit

CO + 2H2 > CH3OH

Cu-ZnO dengan Cr2O3 atau Al2O3

Contoh

22

Contoh reaksi dari C2H2 + 2H2 > C2H6 dengan menggunakan katalis heterogen
Pd/Al2O3 telihat secara sederhana pada gambar

Sumber : Chemistry the Central of Science

15. ENZIM SEBAGAI KATALIS


Komponen Enzim
Enzim merupakan senyawa organik berupa protein yang berfungsi sebagai
katalis dalam metabolisme tubuh, sehingga disebut juga biokatalisator.

23

Komponen penyusun enzim terdiri dari :


1. Apoenzim, yaitu bagian enzim aktif yang tersusun atas protein yang
bersifat labil (mudah berubah) terhadap faktor lingkungan, dan
2. Kofaktor,yaitu komponen non protein yang berupa :
a. Ion-ion anorganik (aktivator)
b. Berupa logam yang berikatan lemah dengan enzim, Fe, Ca, Mn, Zn, K,
Co. Ion klorida, ion kalsium merupakan contoh ion anorganik yang
membantu enzim amilase mencerna karbohidrat (amilum)
c. Gugus prostetik
Berupa senyawa organik yang berikatan kuat dengan enzim, FAD (Flavin
Adenin Dinucleotide), biotin, dan heme merupakan gugus prostetik yang
mengandung zat besi berperan memberi kekuatan ekstra pada enzim terutama
katalase, peroksidae sitokrom oksidase.

24

d. Koenzim
Berupa

molekul

organik

non

protein

kompleks,

seperti

NAD

(Nicotineamide Adenine Dinucleotide), koenzim-A, ATP, dan vitamin yang


berperan dalam memindahkan gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke
enzim lain.
Enzim yang terikat dengan kofaktor disebut holoenzim.
Enzim diproduksi oleh sel-sel yang hidup, sebagian besar enzim bekerja di
dalam sel dan disebut enzim intraseluler, contohnya enzim katalase yang
berfungsi menguraikan senyawa peroksida (H2O2) yang bersifat racun menjadi air
(H2O) dan oksigen (O2). Enzim-enzim yang bekerja di luar sel (ekstraseluler)
contohnya : amilase, lipase, protease dll.

25

DAFTAR PUSTAKA
Petrucci et al. 2013. Kimia Dasar Jilid 2 Edisi 9. Erlangga. Jakarta.
Wikipedia. Diakses minggu, 19 April 2015

26

Anda mungkin juga menyukai