Anda di halaman 1dari 45

89

BAB VI
ANALISIS PRODUKTIVITAS PADA PROSES PRODUKSI SWEETENED
CONDENSED MILK (SCM)
(STUDI KASUS DI PT. FRISIAN FLAG INDONESIA, PLANT CIRACAS,
JAKARTA TIMUR)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
PT. Frisian Flag Indonesia merupakan industri susu yang memiliki skala
pemasaran tingkat nasional. Sebagai industri besar, tentu saja PT. Frisian Flag
Indonesia juga memiliki jumlah dan kapasitas produksi yang sangat besar.
Dengan sendirinya, penggunaan bahan baku dalam pembuatan produk susu
juga dilakukan dalam jumlah yang sangat banyak.
Dalam sebuah industri, termasuk PT. Frisian Flag Indonesia, produktivitas
menjadi hal yang sangat penting. Untuk mencapai angka produktivitas yang
tinggi, diperlukan efektivitas dan efisiensi kerja dalam setiap tahapan
prosesnya. Kecepatan operator dalam bekerja pun menjadi hal yang sangat
penting dalam proses produksi susu khususnya pada tahapan-tahapan yang
masih dilakukan secara manual atau semi-manual. Namun, kecepatan operator
dalam bekerja juga menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan yaitu
adanya losses material yang cukup banyak pada beberapa tahapan seperti
dumping (penuangan bahan baku yang berupa serbuk) dan mixing
(pencampuran bahan pembuat susu dalam tangki). Bahan-bahan yang
terbuang saat proses ini secara tidak langsung akan mengurangi jumlah pada
produk akhir atau output. Jumlah bahan baku yang terbuang ini jika
dikonversi dalam besaran biaya dan dihitung dalam jangka waktu tertentu
akan menghasilkan kerugian yang cukup banyak. Karena itulah, diperlukan
adanya beberapa perubahan metode dalam cara bekerja para operator agar

90

jumlah dari keseluruhan losses material dapat dikurangi dan kerugian dari sisi
finansial dapat diminimalisasi.
2. Perumusan Masalah
Dalam hal ini, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai tingkat
produktivitas berdasarkan losses material pada proses pembuatan sweetened
condensed milk.

3. Batasan Masalah
Dalam hal ini, masalah yang dibahas dibatasi pada :
1) Tempat yang dijadikan objek kajian adalah Sweetened Condensed Milk
(SCM) Processing Department PT. Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas,
terutama pada area dumping, mixing, pasteurizing, dan storage.
2) Objek penelitian merupakan proses produksi Sweetened Condensed Milk
product mulai dari penuangan bahan baku berbentuk serbuk/powder
(dumping) hingga produk susu jadi dan disimpan dalam storage tank,
tidak menyertakan proses packaging dan recovery.
3) Perhitungan luas area produksi, kecepatan perpindahan bahan antar ruang
produksi, dan banyaknya produk yang terbuang di bagian recovery,
diabaikan.
4. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek di PT Frisian Flag Indonesia plant
Ciracas adalah :
1. Mengevaluasi tahapan proses dan aktivitas yang menimbulkan terjadinya
losses material pada proses produksi Sweetened Condensed Milk (SCM)
di PT. Frisian Flag Indonesia.
2. Menghitung berapa banyak losses yang terjadi pada masing-masing
tahapan.

91

3. Memberikan solusi terhadap proses yang memiliki aktivitas penyebab


adanya losses material.
4. Keuntungan dari solusi yang diterapkan dibandingkan dengan metode
yang sudah diterapkan sebelumnya.
5. Manfaat.
Pelaksaan kerja praktek ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Perusahaan dapat mengurangi losses material yang muncul dalam proses
produksi sweetened condensed milk (SCM)
2. Perusahaan dapat melakukan saving on raw material dengan minimalisasi
losses material.
B. Landasan Teori.
1. Produktivitas
Yang dimaksud dengan produktivitas adalah asdfghjkl
2. Raw Materials Losses
Losses merupakan selisih jumlah input dengan output pada proses produksi.
Selisih ini terjadi karena terdapat bahan-bahan yang terbuang selama proses
produksi. Losses dapat terjadi pada setiap tahap proses produksi mulai dari
unloading, storage, transport, processing, packing, dan loading. Material
losses dapat berupa raw materials losses, semi-finished products losses,
packing materials losses, dan finished products losses. Material losses

1.

merupakan salah satu parameter dalam pengukuran produktivitas.


Secara garis besar, penyebab dari raw materials losses ada 3 hal, yaitu:
Wastage
a. Spilling
Material terbuang karena tumpah pada saat melakukan suatu proses.
b. Start-up/cleaning
Pada saat pembersihan mesin, akan ada sisa-sisa material yang
menempel pada mesin dan ikut terbuang bersama air yang digunakan
dalam proses pembersihan tersebut.
c. Damaged/spoiled

92

Material rusak sehingga tidak bisa digunakan dalam proses dan harus
2.

dibuang.
Overfilling
Merupakan material yang terbuang akibat pengisian yang terlalu penuh,
misalnya saat pengisian produk ke dalam kemasan kaleng. Jika terlalu
penuh maka kaleng tidak akan bisa ditutup dan dengan sendirinya akan

3.

menjadi produk rejected yang harus di-reprocess.


Content/specs
a. Total solids
Total solids adalah jumlah keseluruhan kandungan bahan yang berupa
padatan dalam suatu bahan yang dinyatakan dalam persen. Setiap
produk memiliki standar dan batas kontrol total solidnya masingmasing. Semakin banyak persentase total solid dan semakin besar
penyimpangannya dari standar yang telah ditetapkan, maka losses dari
produk tersebut semakin besar karena semakin banyak material yang
terpakai secara sia-sia.
b. Moisture content
Beberapa aktivitas yang memungkinkan terjadinya milk raw material losses
antara lain:
1. Dumping
Proses dumping adalah proses penuangan bahan-bahan yang berwujud
powder atau serbuk ke dalam mixing tank melalui mesin hopper skim.
Kemungkinan losses yang terjadi adalah terdapat sisa-sisa material yang
masih berada di dalam karung karena proses penuangan tidak maksimal
dan juga terdapatnya material yang tumpah dan tercecer di lantai.
2. Start-up
Proses start-up ini merupakan proses penyiapan mesin di mana tangki dan
saluran-saluran antar tahapan proses dibilas dengan air dalam jumlah
besar. Dengan sendirinya, material susu yang tersisa di dalam tangki dan
pipa-pipa saluran ikut terbilas dan terbuang bersama air.
3. Standardization
Accuracy of TS
4. Processing/packing

93

Tahapan proses pembuatan dan pengemasan merupakan tahapan yang


sangat rawan terhadap terjadinya losses karena pasti akan ada material
yang tumpah dan tercecer di beberapa tempat.
5. Filling
Pada tahapan filling, kemungkinan losses yang terjadi adalah karena
pengisian pada kemasan yang terlalu penuh sehingga kemasan tidak bisa
disegel dan digolongkan dalam produk yang reject.
6. Cleaning
Sama halnya seperti tahapan start-up, proses pembersihan dengan air akan
menyebabkan sisa-sisa material turut terbuang bersama air.
7. Handling
Handling apaan ya definisinya ._.
(Saving on Raw Milk Material, Friesland Dairy Foods Conference 1995)

C. Metode Penelitian.
1. Objek dan Tempat Penelitian.
Objek penelitian ini merupakan kajian mengenai loss material pada Sweetened
Condensed Milk (SCM) Processing Department di PT Frisian Flag Indonesia,
plant Ciracas dengan alamat di JL. Raya Bogor Km. 26.
2. Data yang Diperlukan.
1.
Jumlah total bahan baku powder/serbuk yang digunakan untuk
2.
3.

setiap jenis SCM, yaitu SKM Gold, SKM Coklat. Krimer, dan Omela.
Jumlah bahan baku powder yang terbuang pada proses dumping.
Jumlah input dan output dari intermediate product pada proses

mixing, pasteurizing, dan storage.


4.
Jumlah losses susu pada bagian recovery.
3. Metode pengumpulan data.
Data yang diambil dari penelitian ini berupa dua macam data yaitu data primer
dan data sekunder.
a) Data primer.
Data primer adalah data yang diambil dari pengamatan secara langsung di
i.

PT. Frisian Flag Indonesia. Data primer didapat melalui dua metode yaitu :
Observasi

94

Yaitu pengumpulan data yang didasarkan pada pengamatan langsung di


lapangan. Data yang diambil dari observasi adalah tahapan proses
dumping, mixing, pasteurizing, dan storage, serta jumlah bahan baku
powder yang terbuang pada proses dumping yang didapat dengan cara
melakukan penimbangan menggunakan neraca analitik.
ii. Wawancara.
Suatu metode pengambilan data yang dilakukan dengan menggunakan
wawancara langsung dengan narasumber. Hal ini dimaksudkan untuk
mendukung dan menjelaskan data yang diperoleh dari pengamatan secara
langsung di lapangan. Data yang diambil dari wawancara adalah jumlah
input dan output dari intermediate product pada proses mixing,
pasteurizing, dan storage.
b) Data Sekunder.
Data sekunder diperoleh dari :
i.

Data Internal.
Berupa data-data yang diperoleh dari buku-buku atau laporan yang
tersedia di perusahaan, yaitu flowchart proses produksi, jumlah total
bahan baku powder/serbuk yang digunakan untuk setiap jenis SCM, dan
jumlah losses susu pada bagian recovery.

ii. Data Eksternal.


Berupa data-data yang diperoleh berdasarkan literatur atau referensi
lainnya yang berada di luar perusahaan.
4. Tahapan Penelitan.
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yang menentukan arah dan
tujuan penelitian. Adapun langkah-langkah yang diterapkan dalam pelaksanaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Melakukan survei pendahuluan.
Survei pendahuluan dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang ditemui
pada objek penelitian. Dengan survey pendahuluan dapat diketahui

95

gambaran tentang masalah pada objek penelitian dan data-data yang diambil
untuk mendukung penyelesaian masalah tersebut.
b) Mengidentifikasi permasalahan.
Masalah yang diidentifikasi pada penelitian ini terkait dengan losses
material pada SCM processing yang meliputi proses dumping, mixing,
pasteurizing, dan storage.
c) Merumuskan permasalahan.
Perumusan masalah diperlukan untuk memberikan batasan pada penelitian
yang dilakukan. Perumusan permasalahan menggambarkan masalah yang
dihadapi secara umum serta tujuan penelitian yang berkaitan dengan
masalah tersebut.
d) Pengumpulan data-data yang diperlukan.
Data-data yang dikumpulkan meliputi urutan dari tahapan proses pembuatan
SCM,

identifikasi

tahapan

proses

yang

memiliki

kemungkinan

menimbulkan losses, menghitung banyaknya losses yang terjadi pada tahaptahap yang dimungkinkan tersebut, kemudian menghitung seluruh total
losses yang telah didapat dari setiap tahap. Data yang diambil merupakan
data yang tercatat selama bulan Januari 2014 sampai dengan Februari 2014.
e) Pengamatan tahapan proses pembuatan SCM
Pengamatan di lapangan dilakukan berdasarkan flowchart yang sudah
diberikan oleh perusahaan.
f) Perhitungan losses material pada proses dumping.
Data losses material pada tahapan ini didapat dari dua hal. Pertama adalah
mengumpulkan masing-masing bahan baku untuk masing-masing jenis
produk SCM yang berbentuk serbuk seperti bubuk coklat, demin whey
powder, whey permeate, gula, skim milk powder, butter milk powder,
calcium carbonate, edible lactose, gum base, dan modified starch yang
masih tersisa dalam karung setelah dituang ke dalam mesin hopper skim
kemudian menimbangnya, kedua adalah mengumpulkan sisa-sisa material

96

gula yang tercecer di lantai sekitar hopper skim (hopper skim khusus untuk
menuangkan gula) kemudian menimbangnya.
g) Perhitungan losses material pada proses mixing.
Data losses material pada tahapan ini didapat dari menampung susu yang
terbuang dari strainer dan filter ke dalam gelas ukur. Setelah itu, dari hasil
tampungan tadi diambil sampel untuk dihitung total solidnya.
h) Perhitungan total losses material
Total losses material didapat dari menjumlahkan keseluruhan losses pada
proses dumping dengan losses pada proses mixing.
i) Pembahasan.
Pembahasan berupa analisa data dari angka total losses yang telah didapat.
Angka total losses ini kemudian dibandingkan dengan total produksi SCM
yang dihasilkan dan dianalisa kira-kira seberapa besar kerugian perusahaan
dari terbuangnya material ini.
j) Analisis hasil.
Hasil pengaturan dan pembuatan dianalisis agar dapat diketahui tercapainya
tujuan penelitian.
k) Menarik kesimpulan dan saran.
Diagram aliran penelitian yang dilakukan di PT. Frisian Flag Indonesia
dinyatakan dalam Gambar

97

Survey pendahuluan
Identifikasi permasalahan

Perumusan permasalahan

Pengumpulan data

Pengamatan tahapan yang


berpotensi menghasilkan
losses
Penghitungan losses pada
proses dumping

Penghitungan losses pada


proses mixing

Penghitungan total loss


material dengan
menggunakan rumus
Pembahasan
Analisis hasil
Menarik kesimpulan dan
saran

Gambar 6.1 Diagram Alir Penelitian.

98

D. Hasil Dan Pembahasan.


Controlling yang dilakukan oleh operator cukup intense, ini dikarenakan
penggunaan mesin yang cukup sering untuk memenuhi volume produksi yang
kecil-kecil, tetapi fungsi control ini diatasi oleh pihak perusahaan dengan
melakukan instalasi software pengenendali mesin jarak jauh, system tersebut
adalah SCADA(Supervisory Control And Data Acquisition). SCADA terdiri atas
kendali jarak jauh berupa system Valve yang dikombinasikan dengan alat
produksi utama, dan software SCADA sebagai system yang memudahkan
operator mengendalikan melalui computer. SCADA digunakan untuk melakukan
kendali jarak jauh pada kegiatan produksi sehingga standarisasi kualitas dan
kuantitas mutu produk yang sudah ditetapkan dapat dengan mudah dikendalikan
oleh operator melalui layar computer dalam mengendalikan seluruh proses yang
terjadi baik di lantai 1 atau lantai 2 ruang produksi.
a. Ruang Produksi Lantai 1 (First floor).
Ruang Produksi lantai 1 pada department ini merupakan ruang pengolahan
utama dari kegiatan produksi susu cair, ini dikarenakan hampir seluruh
proses pengolahan susu segar menjadi produk susu kemasan terjadi di
lantai 1, ruang ini terdiri dari 9 stasiun kerja utama atau lebih sering
disebut sebagai proses kerja utama, ini dikarenakan hampir seluruh proses
dikerjakan secara otomatisasi melalui SCADA, dan juga didukung oleh
proses-proses kerja lain sebagai satu kesatuan kerja dari stasiun kerja
tersebut. Kesepuluh stasiun kerja tersebut adalah Penerimaan Susu Segar,
Filter dan Deaerator, Raw Tank, Pasteurisasi, Pasteur Tank, Triblender,
Standarisasi, Balance Tank, dan Ultra High Temperature (UHT).Layout
First floor Liquid Mixing and Processing dinyatakan dalam Gambar 6.2.

99

Gambar 6.2 Layout First Floor Liquid Mixing and Processing.


Analisa untuk setiap stasiun kerja yang ada di lantai 1 Departement Liquid
Mixing and Processing adalah sebagai berikut :
Peneriamaan Susu Segar (PSS).
Pada stasiun kerja ini dilengkapi oleh pompa penerimaan susu dan

i.

sprayer pump yang digunakan dalam kegiatan permbersihan area kerja


dan tangki susu truk pengantar susu. Pada stasiun kerja ini dilakukan
pekerjaan analisa kualitas susu yang diterima dengan melakukan
sampling bahan baku yang kemudian di analisa oleh pihak Quality

100

Control untuk Fresh Milk, analisa dilakukan atas standart mutu unsur
utama susu yaitu %TS, Protein, Laktosa, Fat, dll. Apabila mutu tidak
sesuai, maka susu tersebut tidak diterima oleh perusahaan, tetapi
apabila susu sesuai stadart mutu yang telah ditetapkan plant Ciracas
ii.

maka susu langsung dipompa menuju stasiun kerja berikutnya.


Deaerasi dan Filtrasi (DeaeratordanFilter).
Stasiun kerja ini terdiri atas 2 alat utama yaitu yaitu Deaerator dan
Filter dengan fungsi untuk melakukan penyaringan dan pembersihan
awal pada Fresh Milk, Deaerator berfungsi untuk melakukan
pembersihan terhadap adanya busa dan gelembung udara pada susu
yang mampu meningkatkan kemungkinan kerusakan susu segar, dan
filter untuk membersihkan susu dari partikel-partikel padat yang ikut
terbawa saat penerimaan susu segar. Sedangkan alat lain yang
digunakan dalam stasiun kerja ini adalah Balance Tank yang
digunakan untuk mengendalikan kecepatan pompa agar selalu stabil,
dan Cooler yang digunakan untuk membuat susu tetap pada suhu
dingin

iii.

<9-14C

sehingga

mampu

memperpannjang

waktu

penyimpanan.
Penyimpanan Fresh Milk (Raw Tank).
Raw Tank adalah stasiun penyimpanan kerja awal, letak Raw Tank
sebenarnya diluar Ruang Produksi, dan di lantai 2, ini dikarenakan
ruang produksi sudah tidak lagi mencukupi untuk menempatkan Raw
Tank didalamnya yang memiliki kapasitas hingga 10 Ton. Tetapi
seluruh proses kerja yang mendukung stasiun kerja ini berada di lantai
1 dan didalam ruang produksi, sehingga proses kerja ini masih
merupakan satu kesatuan kerja pada proses produksi produk susu cair

iv.

di Plant Ciracas.
Pasteurisasi.
Stasiun kerja ini terdiri atas berbagai mesin dan proses, yaitu sebagai
berikut

Pre-Heating

(Plate

Heating

exchanger),

Wesfalia

Separator,Recovery,Heating,Holding Cell, Homogenizer, danCooling. Di

101

stasiun kerja ini terjadi proses Pasteurisasi secara berkala dan berulang
dengan kondisi yang selalu terkendali sehingga, keseluruhan alat sudah
terhubung untuk menciptakan proses pasteurisasi yang sempurna pada
bahan susu. Proses pasteurisasi dilakukan dengan pembersihan partikel
kotoran pada wesfalia separator kemudian dilakukan penaikan suhu
secara berkala agar tidak terjadi kerusakan pada bahan baku susu, hingga
kemudian mencapai suhu tinggi (90C) untuk membunuh mikrobia
pathogen dalam susu, selain itu juga dilakukan homogenisasi untuk
memecah globula lemak dalam susu dan di akhir proses dilakukan proses

v.

penurunan suhu kembali secara berkala hingga mencapai suhu 8-12C.


Penyimpanan Pasteur Milk (Pasteur Milk).
Sama dengan Raw Tank, letak Pasteur Tank juga berada diluar ruang

produksi, hanya saja masih termasuk kedalam department Liquid


Mixing and Processing pada plant Ciracas. Di stasiun ini bahan baku
susu yang sudah mengalami proses pasteurisasi dikumpulkan baik
vi.

untuk produk susu cair maupun susu SKM Gold.


Triblending dan Mixing (Triblender).
Proses pencampuran dari stasiun dumping yang berupa skim, dan
butter (SMP dan BMP) bubuk, dan gula terjadi pada tahapan ini,
seluruh bahan berupa bubuk dilarutkan dengan menggunakan air,
prosesnya bersifat kontinyu hingga seluruh bahan tercampur homogen.
Selain itu juga dilakukan kombinasi kelengkapan nutrisi produk susu,
hal ini dilakukan oleh pihak stasiun kerja Vitamin. keduastasiun ini
bekerja untuk produk SKM dan poduk susu cair, sehingga letaknya
berada di tengah kedua department yang berada di dalam satu ruang
yang sama.
Pada stasiun kerja ini juga dilakukan penambahan rasa untuk produk

vii.

susu rasa seperti Coklat, strawberry, dll.


Standarisasi.
Setelah dilakukan pencampuran pada stasiun kerja Triblender atau
pada SKM disebut Mixing, Stasiun standarisasi bertugas melakukan

102

pengecekan kualitas dan kuantitas susu yang sudah dihasilkan sebelum


kemudian dilanjutkan pada proses pengolahan selanjutnya. Di stasiun
ini susu melalui proses filtrasi dan plate heating excharger untuk
mengendalikan kondisi susu tetap hangat, dan proses standarisasi
dilakukan oleh operator secara manual dengan mengambil sampling
produk menggunakan botol yang kemudian dianalisa oleh pihak
Quality Control Produk yang berada di lantai 2 di gedung yang sama
dengan department Liquid Mixing and Processing. Setelah sudah
ditetapkan mutu produk sesuai standart maka produk diteruskan ke
viii.

proses selanjutnya.
Balancing (Balance Tank).
Stasiun kerja yang tidak begitu besar ini menjadi tersendiri
dikarenakan pada proses ini dilakukan analisa kembali oleh operator
terhadap debit aliran produk dalam pipa agar selalu terkendali dan
stabil, sehingga produk dapat didistribusikan ke proses-proses
selanjutnya yang cenderung berada di ketinggian 4-8 m diatasnya.
Ultra High Temperature (UHT).
Pada stasiun kerja ini terjadi proses akhir pengolahan produk susu cair

ix.

yaitu proses Ultra High Temperature (UHT), proses ini terjadi dengan
pemberian suhu tinggi mencapai > 125C secara singkat, hal ini
dilakukan secara cepat dengan tekanan cukup tinggi pada pipa
berbentuk melingkar yang diletakkan didalam tangki besar dengan
ketinggian 5 m dan diberikan panas berupa aliran steam.
b. Ruang produksi lantai 2 (Second Floor).
Ruang produksi ini berisikan satu stasiun kerja utama dan satu stasiun
kerja pendukung, yaitu stasiun kerja Ultra Clean yang dilengkapi Ultra
Clean Tank, dan Dumping.Layout Secong Floor Liquid Mixing and
Processing dinyatakan dalam Gambar 6.3.

103

Gambar 6.3 Layout Second Floor Liquid Mixing and Processing.


Berikut adalah fungsi dari setiap stasiun kerja di lantai 2 yaitu :
i.
Dumping.
Stasiun ini adalah pendukung dari kegiatan triblender yang ada di
lantai satu ruang produksi, dan pada kegiatan produksi di lantai dua
tidak lagi dilakukan pencampuran. Pencampuran yang dilakukan untuk
produk susu cair adalah penambahan Skim Milk Powder (SMP), dan
Butter Milk Powder (BMP) untuk meningkatkan konsentrasi protein
susu dan fat pada beberapa produk.

104

ii.

Ultra Clean (UCT).


Merupakan stasiun penyimpanan akhir produk yang sudah siap kemas,
dalam prosesnya, produk yang sudah mengalami proses UHT akan
mengalam proses cooling pada cooler saat menuju ke Ultra Clean,
sehingga saat penyimpanan, suhu susu sudah mencapai 8-14C. Ultra
Clean Tank (UCT) merupakan tangki terkendali yang suhu dalamnya
selalu dimonitor oleh operator, UCT mampu menjaga suhu produk
didalamnya sehingga saat dialirkan menuju ke department Bottling,

I.

suhu produk tetap dingin.


Diagram Aliran Bahan produk susu cair.
Analisa pertama terhadap ruang produksi Liquid Processing adalah pada
aliran bahan produk susu cair. Layout ruang produksi di plant Ciracas mengacu
pada Proses layout yang mengutamakan produksi dengan volume tinggi
menggunakan mesin dengan jenis general purpose, hampir seluruh perpindahan
bahan bersifat otamatisasi, dengan dikendalikan oleh operator melalui SCADA
pada komputer. Tata letak ruang produksi susu cair plant Ciracas secara umum
sudah menunjukkan tata letak yang cukup baik dimana aliran proses produksinya
sudah terencana dengan baik. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya masih sering
timbul masalah yang menyebabkan proses produksi kurang efisien dan efektif,
yang dapat dilihat sebagai berikut :
i.
Adanya lintasan perpipaan yang tidak efektif dan efisien.
ii. Kurang optimalnya penggunaan ruang produksi.
Diagram Aliran Bahan susu cair dapat dinyatakan pada gambar 6.4 yaitu
ruang produksi lantai 1, dan gambar 6.5 yaitu ruang produksi lantai 2, sebagai
berikut :

105

106

Gambar 6.4 Diagram Aliran Bahan Lantai 1 ruang produksi Liquid Process.

107

Gambar 6.5 Diagram Aliran Bahan lantai 2 ruang produksi Liquid Process.

108

II.

Jarak Perpindahan Bahan.


Dari layout yang sudah dibuat dapat dianalisa jarak perpindahan bahan sesuai
dengan layout yang telah dibuat dan berdasarkan observasi serta wawancara
langsung pada pihak perusahaan. Perpindahan bahan dilakukan pada Liquid
Processing dengan mengikuti jalur (Line) yang paling sering digunakan oleh
pihak perusahaan dalam memproduksi produk susu cair baik untuk kemasan botol
maupun carton pack. Berikut ini adalah line tersebut yang dimulai dari
penerimaan susu segar pada fresh milk, kemudian ke deaerasi dengan jarak 3,145
m, dan filtrasi dengan jarak perpindahan 2,45 m. Susu dari deaerasi dan filtrasi
mengalami proses selanjutnya disimpan dalam Raw Tank yaitu penyimpanan
bahan baku susu segar, jarak perpindahannya yaitu 18,018 m. Setelah kegiatan
produksi siap dilakukan, susu dialirkan dari Raw Tank menuju ke proses
Pasteurisasi yang dimulai dari perpindahan bahan ke Pre-Heating (Plate Heating
exchanger) dan Balance Tank dengan jarak 12,908 m untuk dilakukan proses
pemanasan dan inspeksi aliran susu, kemudian dilanjutkan dengan proses
homogenisasi pada Wesfalia Separatordan homogenizer dengan jarak 3,9 m, lalu
proses berlanjut ke proses Heating, Holding Cell, dan cooling berjarak 8,23 m,
dan dilakukan inspeksi kembali dilakukan pada Balance Tank berjarak 13,213 m
untuk mengatur kecepatan alir dan suhu produk. Akhir dari proses pasteurisasi
adalah produk yang sudah mengalami proses pasteurisasi, disimpan dalam Pasteur
Tank yang berjarak 20,023 m.
Susu yang hasil pasteurisasi kemudian dialirkan menuju proses pembuatan
variasi produk pada bagian triblending di triblender tank dan standarisasi, pada
bagian ini produk mulai mengalami pembedaan berdasarkan produk susu yang
dibuat baik produk susu strawberry, coklat, vanilla, LAD, atau produk susu cair
lainnya. Perpindahan produk tersebut terjadi dari Pasteur Tank menuju Triblender
untuk dilakukan pencampuran, jarak perpindahan adalah 43,391 m, kemudian
produk yang sudah setengah jadi dialirkan munuju proses standarisasi di Standart
Tank, jarak perpindahannya adalah 40,735 m menuju filter standarisasi, dan

109

42,562 m menuju keStandart Tank, disini terjadi inspeksi terhadap mutu produk,
disaat ada mutu produk yang tidak sesuai maka stasiun kerja dumping dan
vitamin yang akan melengkapinya dengan melakukan pencampuran ulang pada
triblender yang berjarak 17,143 meter dari dumping area, tetapi jarak perpindahan
ini tidak ikut hitungan dikarenakan jarang terjadi dan jika terjadi tidak semua
produk ikut dialirkan.
Produk setengah (1/2) jadi yang sudah terstandarisasi di dalam Standart Tank
kemudian dialirkan menuju Balance Tank UHT 3 untuk kemudian dikendalikan
debit aliran produknya sebelum mengalami proses UHT, jarak perpindahannya
adalah 49,476 m. Setelah tekanan pada Balance Tank dikendalikan, susu
mengalami proses akhir yaitu proses Ultra High Temperature (UHT). Proses UHT
dilakukan pada Tangki UHT 3, perpindahan bahan berjarak hanya 2,460 m, jarak
Balance Tank dengan UHT Tank selalu berdekatan, ini dikarenakan agar debit
aliran produk saat melakukan proses UHT selalu terkendali dengan tekanan
tinggi, sehingga memenuhi prinsip proses UHT yaitu memberikan suhu sangat
tinggi pada produk dengan waktu yang singkat. Produk susu sudah 90% jadi,
kemudian dialirkan menuju proses cooling dan penyimpanan akhir pada Ultra
Clean Tank (UCT), jarak perpindahannya adalah 38,342 m, pada tangki ini
produk akhir susu dijaga keaseptisan dan suhunya, sehingga produk menjadi jauh
lebih tahan lama disimpan. Saat produk sudah siap untuk dikemas baik kemasan
botol maupun carton pack, produk dialirkan dari UCT menuju proses filling di
stasiun Bottling and Carton Packing, jarak perpindahannya adalah 47,835 m.
Total jarak perpindahan pada layout sekarang dari bahan baku hingga menjadi
produk siap kemas adalah 346,688 meter.
III.
Analisa Peta Keterkaitan Kegiatan dan Diagram Keterkaitan Kegiatan.
Analisa dilanjutkan menggunakan PKK dan DKK berdasarkan aliran bahan di
setiap stasiun kerja menggunakan analisa jarak perpindahan bahan,layout, dan
diagram alirruang produksi Liquid Processing.
Dari layoutruang produksi Liquid Processing dapat dilakukan analisis
mengenai hubungan keterkaitan antar stasiun kerja (Proses Kerja). Analisis

110

hubungan kedekatan antar stasiun kerja disusun dalam Peta Keterkaitan Kegiatan
(PKK) yang menjelaskan derajat kedekatan antar stasiun kerja beserta alasan
kedekatannya.Derajat hubungan kedekatan ditunjukkan dengan kode angka dan
huruf pada gambar 6.6.
Analisa derajat hubungan kedekatan antar stasiun kerja dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut :
Analisa derajat hubungan kedekatan antar stasiun kerja dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut, dengan Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) ruang
produksi Liquid Process dinyatakan dalam Gambar 6.6.
1. Penerimaan Susu Segar (PSS).
Stasiun kerja PSS memiliki derajat keterkaitan A-6 dengan stasiun kerja
pembersihan karena merupakan aliran kerja yang berurutan sehingga
mutlak harus saling berdekatan. Selain itu juga memiliki derajat
keterkaitan E-3 dengan stasiun kerja pencucian dan perebusan karena
menggunakan ruang produksi yang sama sehingga penting untuk saling
berdekatan. Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki
derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara langsung
sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
2. Deaerasi dan Filtrasi.
Stasiun kerja Deaerasi dan Filtrasi memiliki derajat keterkaitan A-6
dengan stasiun kerja PSS dan Penyimpanan Fresh Milk (Raw Tank)
karena merupakan aliran kerja yang saling berurutan sehingga mutlak
harus saling berdekatan. Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya
memiliki derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara
langsung sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.

3. Penyimpanan Fresh Milk (Raw Tank).

111

Stasiun kerja Penyimpanan Fresh Milk (Raw Tank)memiliki derajat


keterkaitan A-6 dengan stasiun kerja Deaerasi dan Filtrasi karena
merupakan aliran kerja yang saling berurutan sehingga mutlak harus
saling berdekatan. Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya
memiliki derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara
langsung sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
4. Pasteurisasi.
Stasiun kerja Pasteurisasi memiliki derajat keterkaitan A-6 dengan stasiun
kerja Penyimpanan Fresh Milk (Raw Tank) dan Penyimpanan Pasteur
Milk(Pasteur Tank) karena merupakan aliran kerja yang saling berurutan
sehingga mutlak harus saling berdekatan. Sedangkan dengan beberapa
stasiun kerja lainnya memiliki derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling
berkaitan secara langsung sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.

112

Gambar 6.6 Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) ruang produksi Liquid Process.

113

5. Penyimpanan Pasteur Milk (Pasteur Tank).


Stasiun kerja Penyimpanan Pasteur Milk (Pasteur Milk) memiliki
derajatketerkaitan A-6 dengan stasiun kerja Pasteurisasi, dan Triblending
dan Mixing karena merupakan aliran kerja yang saling berurutan sehingga
mutlak harus saling berdekatan. Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja
lainnya memiliki derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan
secara langsung sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
6. Triblending dan Mixing.
Stasiun kerja Triblending dan Mixing memiliki derajat keterkaitan A-6
dengan stasiun kerja Penyimpanan Pasteur Milk (Pasteur Milk) dan
Standarisasi karena merupakan aliran kerja yang saling berurutan sehingga
mutlak harus saling berdekatan. Selain itu juga memiliki hubungan derajat
keterkaitan E-1 karena adanya penggunaan catatan dan informasi yang
sama dengan stasiun kerja tersebut, sehingga sangat penting untuk saling
berdekatan.Stasiun ini juga memiliki derajat keterkaitan I-1 dengan stasiun
kerja Balancing karena penggunaan catatan yang sama saat adanya
inspeksi mutu produk menuju proses akhir UHT, oleh karena itu penting
berdekatan.Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki
derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara langsung
sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
7. Standarisasi.
Stasiun kerja Standarisasi memiliki derajat keterkaitan A-6 dengan stasiun
kerja Triblending dan Mixing, dan Balancing, karena merupakan aliran
kerja yang saling berurutan sehingga mutlak harus saling berdekatan.
Selain itu memiliki derajat keterkaitan I-8 dengan stasiun kerja CIP karena
menggunakan peralatan yang sama, sehingga penting untuk berada
berdekatan. Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki

114

derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara langsung


sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
8. Balancing.
Stasiun kerja Balancing memiliki derajat keterkaitan A-6 dengan stasiun
kerja Standarisasi dan UHT karena merupakan aliran kerja yang saling
berurutan sehingga mutlak harus saling berdekatan. Selain itu memiliki
derajat keterkaitan I-8 dengan stasiun kerja CIP karena menggunakan
peralatan yang sama, sehingga penting untuk berada berdekatan.
Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki derajat
keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara langsung sehingga
tidak penting untuk saling berdekatan.
9. Ultra High Temperature (UHT).
Stasiun kerja UHT memiliki derajat keterkaitan A-6 dengan stasiun kerja
Balancing dan Penyimpanan Produk Akhir karena merupakan aliran kerja
yang saling berurutan sehingga mutlak harus saling berdekatan. Selain itu
memiliki derajat keterkaitan I-8 dengan stasiun kerja CIP karena
menggunakan peralatan yang sama, sehingga penting untuk berada
berdekatan.Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki
derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara langsung
sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
10. Penyimpanan Produk Akhir (Ultra Clean Tank).
Stasiun kerja Penyimpanan Produk Akhir (UCT) memiliki derajat
keterkaitan A-6 dengan stasiun kerja UHT karena merupakan aliran kerja
yang berurutan sehingga mutlak harus saling berdekatan. Sedangkan
dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki derajat keterkaitan U-10
karena tidak saling berkaitan secara langsung sehingga tidak penting untuk
saling berdekatan.

115

11. Cleaning In Place (CIP).


Stasiun kerja CIP memang bukan bukan aliran kerja dari kegiatan
produksi susu cair, tetapi stasiun kerja ini memiliki keterkaitan langsung
dengan stasiun kerja produksi lainnya. Kerja dari stasiun ini adalah
pembersihan peralatan produksi setelah dilakukannya kegiatan pengolahan
produk selesai, karena hampir seluruh peralatan produksi di ruang
produksi Liquid Processing merupakan peralatan terintegrasi yang sudah
menjadi satu kesatuan, dan akan memakan banyak waktu apabila
permbersihan dilakukan dengan COP (Cleaning Out Place), Stasiun ini
memiliki derajat keterkaitan I-8 dengan stasiun kerja Standarisasi,
Balancing,

dan

UHTkarena

memiliki

keterkaitan

kegiatan

dan

menggunakan peralatan yang sama sehingga penting saling berdekatan.


Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki derajat
keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara langsung sehingga
tidak penting untuk saling berdekatan.
12. Dumping.
Stasiun kerja Dumping memiliki keterkaitan langsung dengan proses
produksi susu di ruang produksi Liquid Processing, akan tetapi stasiun
kerja ini tidak tidak menambah jarak perpindahan bahan, karena bahan
atau produk tidak melewati stasiun kerja ini secara langsung. Stasiun ini
memiliki derajat keterkaitan E-1 dengan stasiun kerja Triblending dan
Mixing, karena proses pencampuran yang dilakukan menggunakan catatan
yang sama, sehingga untuk meminimalisir perpindahan informasi, letak
keduanya sangat penting untuk berdekatan. Sedangkan dengan beberapa
stasiun kerja lainnya memiliki derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling
berkaitan secara langsung sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
Data-data dalam PKK tersebut digunakan untuk membuat Diagram
Keterkaitan Kegiatan (DKK) yang menjelaskan hubungan kedekatan dalam
bentuk diagram balok. Pembuatan DKK didasarkan pada lembar kerja dari PKK

116

dan permasalahan yang ada dalam perusahaan sehingga didapatkan rancangan tata
letak baru yang lebih optimal. Tata letak baru tersebut diusulkan ke perusahaan
sebagai alternatif untuk merancang ulang lintasan perpipaan atau memperbaiki
tata letak pabrik yang sudah ada sehingga lebih efektif dan efisien untuk
meminimalkan biaya produksi.Diagram Keterkaitan Kegiatan (DKK) ruang
produksi Liquid Process dinyatakan dalam Gambar 6.7.

117

Gambar 6.7 Diagram Keterkaitan Kegiatan (DKK) ruang produksi


Liquid Process.
Permasalahan yang terjadi tidak hanya pada efektifitas lintasan aliran
produksi, tetapi juga pada peralatan kerja yang ada didalam ruang
produksi.Seperti yang diketahui pada gambar 6.4, didalam keterangang point K,

118

ada peralatan yang tidak terpakai disimpan didalam ruangan, yaitu peralatan CIP
yang sudah tidak terpakai.Sehingga ada penggunaan space yang kurang
fungsional.Oleh sebab itu mahasiswa mengusulkan adanya penggunaan peralatan
CIP tak terpakai untuk di fungsionalkan kembali dalam mengakomodir kegiatan
CIP.Disisi lain pemanfaatan Sumber Daya Air untuk kegiatan CIP dirasa kurang
effisien, terutama disaat-saat kebutuhan masyarakat akan air bersih juga
meningkat, dan perusahaan dituntut untuk menggunakan segala Sumber Daya
sehemat mungkin. Berikut adalah penjelasan permasalahan yang ada melalui
diagram sebab-akibat (diagram ishikawa), yaitu dinyatakan dalam Gambar 6.8.

119

Gambar 6.8 Diagram ishikawa Recovery CIP Water.


Dengan penjelasan diagram sebagai berikut :

Tabel 6.1 Tabel Ishikawa.

No.
1.

Faktor
Manusia

Metode.

Mesin.

Masalah
kurangnya
kepedulian.
hanya mengikuti SOP
yang sudah ada.
bekerja
dengan
komputerisasi.
air steril langsung
dibuang ke drainasi.
kurangnya
pengecekan berkala.
tidak ada SOP untuk
analisa
Time
Displacement.
peralatan
yang
digunakanotomatisasi
.
dikendalikan secara
komputerisasi.

Solusi
setiap orang harus ditanamkan rasa
kepedulian terhadap penggunaan air.
perlu adanya perbaikan SOP untuk
menutupi kekurangan yang ada.
perlu
mengetahui
proses
manual
terjadinya suatu tahapan kegiatan.
air steril dapat ditampung dahulu untuk
digunakan pada CIP kembali.
perlu diadakan pengecekan berkala untuk
improvement yang berkelanjutan.
Perlu ada SOP untuk analisa Time
displacement sehingga terstandarisasi.
mesin diadakan setting manual.

perlu adanya pengamatan langsung secara


untuk mengawasi kinerja mesin.

120

IV.

Material.

kurangnya
pemanfaatan
peralatan yang tidak
digunakan.
air steril dianggap
berlimpah.

gunakan kembali peralatan seperti tangki


yang tidak digunakan dan masih dapat
dimanfaatkan.
perlunya penanaman kesadaran pada
setiap individu untuk menghemat air dan
cost yang dikeluarkan untuknya.

Proses CIP.
Proses CIP seperti yang di terangkan dalam PKK dan DKK, memiliki

keterkaitan langsung dengan proses kerja di stasiun kerja standarisasi, Balancing,


dan UHT, karena proses pembersihan yang terjadi terutama di ketiga stasiun
tersebut dilakukan dengan CIP. Analisa terhadap kebutuhan data hingga
pengolahannya dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung, data yang
dianalisa adalah pada proses pre-rinse drain, lye-drain, acid drain, final flush, dan
final drain, ini karena pada kelima proses tersebut terjadi pembuangan air ke
drainase setelah digunakan. Berikut ini adalah tabel lama waktu untuk kegiatan
CIP pada kelima proses tersebut yaitu :
Tabel 6.2Time schedule and step process CIP yang membutuhkan water
supply di Liquid Processing UHT.
Time supply (Sec)
Step
UHT 1

UHT 2

UHT 3

UHT 4

UHT 5

UHT 6

Pre rinse drain


150
time

250

250

250

250

806

Lye drain time 600

600

600

200

600

560

Acid
time

600

600

600

600

560

drain

600

121

Final Flush

150

300

150

200

300

200

Final Drain

300

300

200

280

200

250

Total

1800

2050

1800

1530

1950

2376

Dari tabel diatas kemudian diperoleh data total kebutuhan air untuk CIP pada
setiap line yang dirangkum dalam sebuah kolom atau diagram batang yang
dinyatakan dalam Gambar 6.9.

Volume suplai air yang dibutuhkan (Lt)


Volume
(Lt)
Volume air (Lt)

Gambar 6.9 Diagram Suplai Air CIP.


Sehingga total kebutuhan air untuk seluruh line dengan rerata kegiatan CIP
satu kali perhari adalah 24.631,135 Lt. Kemudian dilakukan observasi lebih
mendalam pada saat Product Push Water To Drain, untuk memperoleh data %TS
air, lama waktu drainasi, dan debit aliran air CIP.
A. %TS.
Dari wawancara yang dilakukan, dan data hasil penelitian yang juga
dilakukan terhadap proses CIP di PT FFI, plant Ciracas, standart %TS
untuk air adalah 0-0,5. Pada %TS ini kadar COD masih pada kondisi
minimal yaitu 0-6.856 mg/Lt sehingga air tersebut masih dapat digunakan
kembali untuk kegiatan CIP.
B. Flow Rate water supply in Liquid Processing UHT Unit.

122

Data flow rate diperoleh dari dokumen perusahaan dan data operator Liquid
Processing UHT Unit, berikut adalah flow rate pada setiap line UHT :
Tabel 6.3 Flow Rate water supply in Liquid Processing UHT Unit
No.

Tangki (line)

flow rate (Lt/jam)

flow rate (Lt/sec)

UHT 1

5500

1,5278

UHT 2

5500

1,5278

UHT 3

5500

1,5278

UHT 4

12000

3,333

UHT 5

5500

1,5278

UHT 6

12000

3,333

Dari data tersebut, diketahui flowrate cairan tiap detiknya untuk kemudian
melengkapi data berikutnya dalam memperoleh jumlah air terbuang ke drainase
dengan %TS 0-0,5.
C. Lama Waktu drainase.
Lama waktu drainasi air diperoleh dari observasi dan data perusahaan
dengan kondisi %TS air 0-0,5, dilakukan evaluasi terhadap data asli
perusahaan yang %TSnya belum terkontrol, yaitu UHT 1 250s, UHT 2
300s, UHT 3 325s, UHT 4 280s, UHT 5 100s, dan UHT 6 536s, sehingga
diperoleh data sebagai berikut :

123

Tabel 6.4 Waktu dan Jumlah air ke drainase.


No.

Tangki (line)

Waktu (sec)

Total (Lt)

UHT 1

235

359,033

UHT 2

210

336,116

UHT 3

325

496,535

UHT 4

280

933,24

UHT 5

55

84,029

terbuang

UHT 6

536

1786

pada

Kemudian

data

dikombinasikan dengan
flow rate air yang telah
diperoleh
sehingga

sebelumnya
didapat

data

total jumlah air yang


ke

drainase

saat

water

displacement.
Kegiatan CIP ini berlangsung beriringan dengan kegiatan produksi, hal ini
dilakukan untuk menciptakan proses produksi selalu dengan kondisi steril, karena
bahan yang digunakan adalah susu yang sangat dikenal sebagai media
pertumbuhan yang sangat baik bagi mikrobia baik pathogen maupun tidak. Maka
untuk mencegahnya, kegiatan CIP dilakukan setiap saat.Berikut adalah data rerata
frekuensi kegiatan water puge to drain untuk sirkulasi dan CIP di start proses
UHT per hari dari hasil perhitungan dan observasi data perusahaan, yaitu :
UHT 1 frekuensinya adalah 1,2857142 kegiatan perhari, UHT 2 frekuensinya
adalah 2,2857 kegiatan perhari, UHT 3 frekuensinya adalah 1,42857 kegiatan
perhari, UHT 4 frekuensinya adalah 3,142857 kegiatan perhari, UHT 5
frekuensinya adalah 2,857 kegiatan perhari, dan UHT 6 frekuensinya adalah
3,142857 kegiatan perhari.
Kemudian untuk memperoleh data volume air yang dapat digunakan kembali
(Reuse) untuk kegiatan CIP, seluruh data kegiatan perhari dikombinasikan dengan
total volume air terbuang dalam kegiatan drainase (tabel 6.4). Dari hasil
pengolahan data diperoleh sebagai berikut :
Tabel 6.5 LiterWater Saving.

124

No.

Tangki (line)

Total (Lt)

Rerata kegiatan/hari volume (Lt)

UHT 1

359,033

1,2857142

461,6138264

UHT 2

336,116

2,2857

768,2603412

UHT 3

496,535

1,42857

709,335005

UHT 4

933,24

3,142857

2.933,039867

UHT 5

84,029

2,857

240,070853

UHT 6

1786

3,142857

5.613,142602

Total

10.725,46249

Dari data tersebut diketahui jumlah air yang dapat disimpan adalah sebanyak
10.725,46249 Lt perhari dengan %TS air terkontrol 0-0,5.
Untuk setiap harinya perusahaan juga mampu menghemat biaya penggunaan
air CIP yang bersumber dari PDAM Jakarta Timur, Jakarta.Sesuai dengan
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2007 Tanggal 15
Januari 2007, untuk kel. Khusus (V) biaya penggunaan air adalah Rp 14,650 per
m untuk industry besar dan badan usaha. Efisiensi Biaya yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :

Tabel 6.6 Cost Saving.


No.
1

Tangki (line)
UHT 1

UHT 2

Total (Lt)
359,033

Rerata kegiatan/hari
1,2857142

Cost (Rp)
6.762,6426

336,116

2,2857

11.255,014

UHT 3

496,535

1,42857

10.391,7578

UHT 4

933,24

3,142857

42.969,0341

UHT 5

84,029

2,857

3.517,038

UHT 6

1786

3,142857

81.671,2249

125

Total

156.566.7114

Efisiensi cost perhari yang dapat dilakukan perusahaan perhari adalah sebesar
Rp.156.566,7114. Oleh sebab manfaatnya yang cukup besar untuk efisiensi dan
efektifitas produksi di Liquid Processing UHT Unit, maka dibutuhkan adanya
plant tersebut yang dinamakan Water Recoverykarena mampu memanfaatkan
kembali air yang sudah digunakan (reuse) dengan kondisi terkendali dan
terstandart dan dengan memanfaatkan peralatan CIP yang sudah tidak terpakai
tetapi masih layak pakai.
V. Kebutuhan Ruang dan Peralatan untuk Fasilitas Water Recovery.
Peralatan CIP yang tak terpakai adalah sebagai berikut :

1.

Stainless Centrifugal Pump dengan

kapasitas 1000 Lt/menit sejumlah 2


buah.

2.

CIP Tank dengan kapasitas 4 Ton atau

4000 Lt sejumlah 3 buah dengan

diameter tangki 2,2 m, tinggi tangk


1,8 m, dan tinggi kaki 1,16 m.

126

Untuk mengakomodir area kerja UHT yang terpisah yaitu UHT 1, 2, 3, dan 5
dengan UHT 4, dan 6 seperti yang ada pada layout Perusahaan di dalam gambar
6.4, maka dibutuhkan adanya 2 fasilitas Water Recovery yang saling terintegrasi.
Water Recovery 1 akan melayani UHT 1, 2, 3, dan 5, sedangkan Water Recovery
2 untuk UHT 4, dan 6.
VI.

Analisa Akhir.
Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kerja yang optimal maka dilakukan
perbaikkan lintasan produksi sebagai media transportasi bahan dan produk, serta
pemanfaatan area kerja untuk pengadaan Fasilitas Water Recovery.Dari hasil
analisis menggunakan PKK dan DKK diperoleh diagram alir ruang produksi baru
yang diusulkan ke perusahaan sebagai alternatif dalam perancangan ulang atau
perbaikan tata letak yang sudah ada (optimasi), selain itu juga diperoleh area
untuk fasilitas baru di dalam perusahaan. Area tersebut memanfaatkan space yang
sudah ada namun belum termanfaatkan. Dimensi space tersebut adalah dengan
panjang 3,96 m, lebar 3,6 m, dan tinggi 6,04 m. Space tersebut terletak di sebelah
barat dari area standarisasi dan STD Tank, dan sebelah timur dari area kerja
Mixing Susu Kental Manis. Berikut ini adalah layout dengan jalur perpindahan
susu usulan dan pengadaan serta penempatan fasilitas Water Recovery CIP yang
dinyatakan dalam gambar 6.10.

127

Ga

128

mbar 6.10 Layout Usulan DAB dan pengadaan Fasilitas Water Recovery PT FFI Plant
Ciracas.

Evaluasi dan pemberian alternatif perancangan ulang ini hanya dilakukan


pada ruang kerja lantai 1, dikarenakan ruang kerja lantai 1 yang mengalami
banyak proses pengolahan dan perpindahan bahan, sedangkan ruang kerja lantai 2
hanya terdiri atas dua proses dan 2 perpindahan bahan, dan aliran proses di lantai
2 sudah di rasa efektif dan efisien. Dengan dimanfaatkannya area didalam ruang
produksi untuk Fasilitas Water Recovery, maka ini akan mempersingkat
perpindahan air kebutuhan water recovery yang awalnya dari Departement Utility
Engineering

menjadi

terletak

didalam

ruang,

sehingga

mempersingkat

perpindahan air untuk kegiatan CIP. Pengadaan untuk Fasilitas di R1 diperlukan


adanya 1 CIP Tank kapasitas 4 Ton 4000Lt, dan 1 pompa sentrifugal kapasitas
1000Lt/menit, begitu juga untuk Fasilitas di R2 diperlukan adanya 1 CIP Tank
kapasitas 4 Ton atau 4000Lt , dan 1 pompa sentrifugal kapasitas 1000Lt/menit
yang kemudian dua fasilitas tersebut di integrasikan dengan jalur pemipaan
produksi dan CIP.
VII.
Efisiensi Hasil Usulan.
Dari perancangan ulang tata letak ruang produksi yang ditunjukkan dengan
layoutdiagram alir dan seluruh analisa proses CIP, dapat dijelaskan bahwa aliran
pemindahan bahan dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan ruang yang ada,
sehingga kegiatan lain yang mampu mengurangi besarnya cost dalam kegiatan
produksi dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pengadaan Fasilitas Water
Recovery CIP.
Jarak perpindahan bahan pada layout ruang produksi Liquid Processing PT
FFI, plant Ciracas saat ini sebesar 346,688 meter, sedangkan jarak perpindahan
bahan pada layout usulan ruang produksi Liquid Processing PT FFI, plant Ciracas
sebesar 335,66 meter. Berdasarkan perbandingan jarak perpindahan bahan
tersebut, diperoleh pengurangan jarak sebesar 11,028 meter. Efisiensijarak
perpindahan bahan dapat dihitung sebagai berikut.

129

11,028

x100% 3,18%
346,688
Efisiensi perpindahan bahan juga terjadi saat proses CIP. Dengan adanya
fasilitas Water Recovery CIP, perpindahan air sebagai media utama proses CIP
yang awalnya untuk mencapai UHT 4, dan 6 berjarak 31,26 meter menjadi 13,333
meter, terdapat pengurangan sebesar 17,927 meter, efisiensi jarak perpindahan
dapat dihitung sebagai berikut.
17,927

x100% 57,34%
31,26

Dan pada perpindahan air untuk CIP UHT 1, 2, 3, dan 5 yang awalnya
berjarak 74,8175 meter dari department Utility Engineering menjadi 16,769
meter, terdapat pengurangan jarak perpindahan air sebesar 58,0485 meter,
efisiensi perbandingan jarak perpindahan dapat dihitung sebagai berikut.

58,0485

x100% 72,24%
74,8175
Selain itu terdapat efisiensi penggunaan air dengan adanya fasilitas baru
berupa Water Recovery CIP, Dengan volume air yang dapat disimpan dengan
kondisi %TS yang terkendali sebanyak 10.725,46249 Lt, perusahaan mampu
melakukan efisiensi penggunaan air CIP dari 24.631,135 Lt kebutuhan total untuk
rerata kegiatan satu kali perhari. Efisiensi penggunaan air sebelum dan sesudah
adanya fasilitas dapat dihitung sebagai berikut.

10725,46249

x100% 43,544%
24631,135
Selain itu dengan adanya fasilitas tersebut dengan efisiensi sebesar
penggunaan air 43,544% lebih efisien, perusahaan mampu melakukan Cost

130

Saving

sebesar

Rp

156.566,7114

atau

dalam

sebulan

sebesar

Rp

4.697.001,342(empat juta enam ratus sembilan puluh tujuh ribu satu rupiah).
Adanya pengurangan jarak dan pengadaan fasilitas Water Recovery CIP
tersebut tentu dapat mempercepat proses produksi dan proses CIP. Dengan
demikian diharapkan perusahaan mampu mengurangi biaya produksi dengan
efisiensi penggunaan dana dalam kegiatan penunjang produksi.
E. KESIMPULAN DAN SARAN.
1. Kesimpulan.
a)
Tata letak (Layout)ruang produksi Liquid Processing PT Frisian Flag
Indonesia, plant Ciracaskurang optimal karena masih terdapat aliran (line)
system perpipaan produksi yang memutar, yaitu pada stasiun kerja
Standarisasi menuju Balancing, dan Ultra High Temperature (UHT). Serta
jarak perpindahan air sebagai media utama CIP yang terlalu jauh dari ruang
produksi, sehingga memakan cukup banyak waktu untuk kegiatan CIP.
b)
Jarak total pemindahan bahan pada tata letak yang semula sebesar
346,688 meter, sedangkan jarak perpindahan bahan pada layout usulan

ruang produksi Liquid Processing PT FFI, plant Ciracas sebesar 335,66


meter. Berdasarkan perbandingan jarak perpindahan bahan tersebut,
diperoleh pengurangan jarak sebesar 11,028 meter. Sehingga diperoleh
efisiensi jarak untuk perpindahan bahan sebesar 3,18% lebih efisien
dibandingkan perpindahan bahan saat ini. Pada kegiatan CIP efisiensi
perpindahan air yang dihasilkan sebesar 57,34% lebih efisien dibandingkan
kondisi saat ini dan CIP di UHT 4, dan 6, sedangkan untuk perpindahan air
di UHT 1, 2, 3, dan 5 terdapat efisiensi jarak perpindahan air sebesar
72,24% lebih efisien dibandingkan kondisi saat ini.
c)
Keuntungan yang diperoleh dengan adanya fasilitas Water Recovery
CIP ini yaitu mampu melakukan efisiensi penggunaan Sumber Daya Alam
(SDA)

berupa

air

saat

kegiatan

CIP

berlangsung

sebanyak

131

10.725,46249dari total 24.631,135 Lt kebutuhan dasar perusahaan untuk


CIP perhari, dengan begitu diperoleh efisiensi sebesar 43,544% lebih
efisien dari penggunaan air saat ini. Dan diperoleh Cost Saving sebesar Rp
4.697.001,342(empat juta enam ratus sembilan puluh tujuh ribu satu
rupiah) dalam sebulan.
2. Saran.
a) Layout akan lebih efektif apabila dilakukan kembali penataan sistem
perpipaan ruang yaitu pengurutan pipa, pipa yang menuju ke proses yang
sama diurutkan sejajar dan melewati area-area yang sama, sehingga apabila
terjadi kerusakan mudah ditemukan sumbernya, dan membuat ruang
produksi menjadi lebih rapi.
b) Apabila PT Frisian Flag Indonesia plant Ciracasmelakukan perancangan
ulang atau perbaikan ruang produksi Liquid Processing, rancangan tata
letak usulan (baru)ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif yang
dapat digunakan untuk mengembangkan pabrikdan diharapkan dapat
mengurangi biaya produksi, energi dan meningkatkan produktivitas
perusahaan.

132

DAFTAR PUSTAKA
Agung, Y dan Machfud. 1978. Perencanaan Tata Letak pada Industri Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
American Institute of Baking. 1979. Basic Food Plant Sanitation Manual. American
Institute of Baking, Kansas.
Apple, J.M. 1977. Plan Layout and Material Handling, Penterjemah :
Nurhayati, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Terjemahan
Nurhayati, Mardiono, M.T. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Baners, R.M. 1980. Motion and Time Study : Design and Measurement of Work
Seventh Edition. Jhon Wiley and Sons. Singapore
Dairy

Food

Safety

Victoria.

2006.

CIP

(Cleaning

In

Place)

System.

esvc000142.wic029u.serverweb.
com/pdf/DFSNote5_CleaningInPlaceSystems_6Nov2006.pdf [18 Mei 2013]
Dunsmore, D.G., Twomey, A., Whittlestone, W.G., Morgan, H.W.1981Design and
performance of systems for cleaning product contact surfaces of food
equipment: a review.Journal of Food Protection, 44, 220240.
Fellows, P.J. 2000.Food Processing technology: Principles and Practices. 2nd Edition.
Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
Forsythe, S.J. dan Hayes, P.R. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP.
Aspen Publisher Inc, Maryland.
Elliot, R. Paul. 1980. Cleaning and Sanitizing. Di dalam Katsuyama, A.M., J.P.
Stratchan (eds). Principle of Food Processing Sanitation. The Food
Processors Institute, Washington.

133

Laksmi, Fina Amreta. 2008. Studi Komprehensif Proses CIP pada Industri Susu
Kental Manis Sachet di PT. Indolakto studi kasus: Optimasi Bahan Pembersih
Untuk Sanitasi Jalur, Hopper Tank, dan Filling Sachet. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Marriott, N.G. 1999. Principle of Food Sanitation. 4th edition. Aspen Publisher,
Inc.,Gaithtersbug, Maryland.
Reksodiprojo, S. 1981. Dasar-Dasar Manajemen. Balai Pengembangan
Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.
Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Jakarta: Bhatara Aksara.
Sutalaksana, A. T. 1979. Teknik Tata Cara kerja. Keluarga Mahasiswa Teknologi
Industri. ITB. Bandung.
Sutalaksana, A.T, R. Anggawisastra, dan J.H. Tjakraatmadja. 1982. Teknik Tata Cara
Kerja. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak dan Pemindahan Bahan. Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya
Wilkins, B. A. 1993. Mastering Milk Quality Basics of Dairy Sanitation. http://
www.agf.gov.bc.ca/dairy/publications/documents/93-02.pdf [16 Mei 2013]

Anda mungkin juga menyukai