BAB VI
ANALISIS PRODUKTIVITAS PADA PROSES PRODUKSI SWEETENED
CONDENSED MILK (SCM)
(STUDI KASUS DI PT. FRISIAN FLAG INDONESIA, PLANT CIRACAS,
JAKARTA TIMUR)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
PT. Frisian Flag Indonesia merupakan industri susu yang memiliki skala
pemasaran tingkat nasional. Sebagai industri besar, tentu saja PT. Frisian Flag
Indonesia juga memiliki jumlah dan kapasitas produksi yang sangat besar.
Dengan sendirinya, penggunaan bahan baku dalam pembuatan produk susu
juga dilakukan dalam jumlah yang sangat banyak.
Dalam sebuah industri, termasuk PT. Frisian Flag Indonesia, produktivitas
menjadi hal yang sangat penting. Untuk mencapai angka produktivitas yang
tinggi, diperlukan efektivitas dan efisiensi kerja dalam setiap tahapan
prosesnya. Kecepatan operator dalam bekerja pun menjadi hal yang sangat
penting dalam proses produksi susu khususnya pada tahapan-tahapan yang
masih dilakukan secara manual atau semi-manual. Namun, kecepatan operator
dalam bekerja juga menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan yaitu
adanya losses material yang cukup banyak pada beberapa tahapan seperti
dumping (penuangan bahan baku yang berupa serbuk) dan mixing
(pencampuran bahan pembuat susu dalam tangki). Bahan-bahan yang
terbuang saat proses ini secara tidak langsung akan mengurangi jumlah pada
produk akhir atau output. Jumlah bahan baku yang terbuang ini jika
dikonversi dalam besaran biaya dan dihitung dalam jangka waktu tertentu
akan menghasilkan kerugian yang cukup banyak. Karena itulah, diperlukan
adanya beberapa perubahan metode dalam cara bekerja para operator agar
90
jumlah dari keseluruhan losses material dapat dikurangi dan kerugian dari sisi
finansial dapat diminimalisasi.
2. Perumusan Masalah
Dalam hal ini, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai tingkat
produktivitas berdasarkan losses material pada proses pembuatan sweetened
condensed milk.
3. Batasan Masalah
Dalam hal ini, masalah yang dibahas dibatasi pada :
1) Tempat yang dijadikan objek kajian adalah Sweetened Condensed Milk
(SCM) Processing Department PT. Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas,
terutama pada area dumping, mixing, pasteurizing, dan storage.
2) Objek penelitian merupakan proses produksi Sweetened Condensed Milk
product mulai dari penuangan bahan baku berbentuk serbuk/powder
(dumping) hingga produk susu jadi dan disimpan dalam storage tank,
tidak menyertakan proses packaging dan recovery.
3) Perhitungan luas area produksi, kecepatan perpindahan bahan antar ruang
produksi, dan banyaknya produk yang terbuang di bagian recovery,
diabaikan.
4. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek di PT Frisian Flag Indonesia plant
Ciracas adalah :
1. Mengevaluasi tahapan proses dan aktivitas yang menimbulkan terjadinya
losses material pada proses produksi Sweetened Condensed Milk (SCM)
di PT. Frisian Flag Indonesia.
2. Menghitung berapa banyak losses yang terjadi pada masing-masing
tahapan.
91
1.
92
Material rusak sehingga tidak bisa digunakan dalam proses dan harus
2.
dibuang.
Overfilling
Merupakan material yang terbuang akibat pengisian yang terlalu penuh,
misalnya saat pengisian produk ke dalam kemasan kaleng. Jika terlalu
penuh maka kaleng tidak akan bisa ditutup dan dengan sendirinya akan
3.
93
C. Metode Penelitian.
1. Objek dan Tempat Penelitian.
Objek penelitian ini merupakan kajian mengenai loss material pada Sweetened
Condensed Milk (SCM) Processing Department di PT Frisian Flag Indonesia,
plant Ciracas dengan alamat di JL. Raya Bogor Km. 26.
2. Data yang Diperlukan.
1.
Jumlah total bahan baku powder/serbuk yang digunakan untuk
2.
3.
setiap jenis SCM, yaitu SKM Gold, SKM Coklat. Krimer, dan Omela.
Jumlah bahan baku powder yang terbuang pada proses dumping.
Jumlah input dan output dari intermediate product pada proses
PT. Frisian Flag Indonesia. Data primer didapat melalui dua metode yaitu :
Observasi
94
Data Internal.
Berupa data-data yang diperoleh dari buku-buku atau laporan yang
tersedia di perusahaan, yaitu flowchart proses produksi, jumlah total
bahan baku powder/serbuk yang digunakan untuk setiap jenis SCM, dan
jumlah losses susu pada bagian recovery.
95
gambaran tentang masalah pada objek penelitian dan data-data yang diambil
untuk mendukung penyelesaian masalah tersebut.
b) Mengidentifikasi permasalahan.
Masalah yang diidentifikasi pada penelitian ini terkait dengan losses
material pada SCM processing yang meliputi proses dumping, mixing,
pasteurizing, dan storage.
c) Merumuskan permasalahan.
Perumusan masalah diperlukan untuk memberikan batasan pada penelitian
yang dilakukan. Perumusan permasalahan menggambarkan masalah yang
dihadapi secara umum serta tujuan penelitian yang berkaitan dengan
masalah tersebut.
d) Pengumpulan data-data yang diperlukan.
Data-data yang dikumpulkan meliputi urutan dari tahapan proses pembuatan
SCM,
identifikasi
tahapan
proses
yang
memiliki
kemungkinan
menimbulkan losses, menghitung banyaknya losses yang terjadi pada tahaptahap yang dimungkinkan tersebut, kemudian menghitung seluruh total
losses yang telah didapat dari setiap tahap. Data yang diambil merupakan
data yang tercatat selama bulan Januari 2014 sampai dengan Februari 2014.
e) Pengamatan tahapan proses pembuatan SCM
Pengamatan di lapangan dilakukan berdasarkan flowchart yang sudah
diberikan oleh perusahaan.
f) Perhitungan losses material pada proses dumping.
Data losses material pada tahapan ini didapat dari dua hal. Pertama adalah
mengumpulkan masing-masing bahan baku untuk masing-masing jenis
produk SCM yang berbentuk serbuk seperti bubuk coklat, demin whey
powder, whey permeate, gula, skim milk powder, butter milk powder,
calcium carbonate, edible lactose, gum base, dan modified starch yang
masih tersisa dalam karung setelah dituang ke dalam mesin hopper skim
kemudian menimbangnya, kedua adalah mengumpulkan sisa-sisa material
96
gula yang tercecer di lantai sekitar hopper skim (hopper skim khusus untuk
menuangkan gula) kemudian menimbangnya.
g) Perhitungan losses material pada proses mixing.
Data losses material pada tahapan ini didapat dari menampung susu yang
terbuang dari strainer dan filter ke dalam gelas ukur. Setelah itu, dari hasil
tampungan tadi diambil sampel untuk dihitung total solidnya.
h) Perhitungan total losses material
Total losses material didapat dari menjumlahkan keseluruhan losses pada
proses dumping dengan losses pada proses mixing.
i) Pembahasan.
Pembahasan berupa analisa data dari angka total losses yang telah didapat.
Angka total losses ini kemudian dibandingkan dengan total produksi SCM
yang dihasilkan dan dianalisa kira-kira seberapa besar kerugian perusahaan
dari terbuangnya material ini.
j) Analisis hasil.
Hasil pengaturan dan pembuatan dianalisis agar dapat diketahui tercapainya
tujuan penelitian.
k) Menarik kesimpulan dan saran.
Diagram aliran penelitian yang dilakukan di PT. Frisian Flag Indonesia
dinyatakan dalam Gambar
97
Survey pendahuluan
Identifikasi permasalahan
Perumusan permasalahan
Pengumpulan data
98
99
i.
100
Control untuk Fresh Milk, analisa dilakukan atas standart mutu unsur
utama susu yaitu %TS, Protein, Laktosa, Fat, dll. Apabila mutu tidak
sesuai, maka susu tersebut tidak diterima oleh perusahaan, tetapi
apabila susu sesuai stadart mutu yang telah ditetapkan plant Ciracas
ii.
iii.
<9-14C
sehingga
mampu
memperpannjang
waktu
penyimpanan.
Penyimpanan Fresh Milk (Raw Tank).
Raw Tank adalah stasiun penyimpanan kerja awal, letak Raw Tank
sebenarnya diluar Ruang Produksi, dan di lantai 2, ini dikarenakan
ruang produksi sudah tidak lagi mencukupi untuk menempatkan Raw
Tank didalamnya yang memiliki kapasitas hingga 10 Ton. Tetapi
seluruh proses kerja yang mendukung stasiun kerja ini berada di lantai
1 dan didalam ruang produksi, sehingga proses kerja ini masih
merupakan satu kesatuan kerja pada proses produksi produk susu cair
iv.
di Plant Ciracas.
Pasteurisasi.
Stasiun kerja ini terdiri atas berbagai mesin dan proses, yaitu sebagai
berikut
Pre-Heating
(Plate
Heating
exchanger),
Wesfalia
101
stasiun kerja ini terjadi proses Pasteurisasi secara berkala dan berulang
dengan kondisi yang selalu terkendali sehingga, keseluruhan alat sudah
terhubung untuk menciptakan proses pasteurisasi yang sempurna pada
bahan susu. Proses pasteurisasi dilakukan dengan pembersihan partikel
kotoran pada wesfalia separator kemudian dilakukan penaikan suhu
secara berkala agar tidak terjadi kerusakan pada bahan baku susu, hingga
kemudian mencapai suhu tinggi (90C) untuk membunuh mikrobia
pathogen dalam susu, selain itu juga dilakukan homogenisasi untuk
memecah globula lemak dalam susu dan di akhir proses dilakukan proses
v.
vii.
102
proses selanjutnya.
Balancing (Balance Tank).
Stasiun kerja yang tidak begitu besar ini menjadi tersendiri
dikarenakan pada proses ini dilakukan analisa kembali oleh operator
terhadap debit aliran produk dalam pipa agar selalu terkendali dan
stabil, sehingga produk dapat didistribusikan ke proses-proses
selanjutnya yang cenderung berada di ketinggian 4-8 m diatasnya.
Ultra High Temperature (UHT).
Pada stasiun kerja ini terjadi proses akhir pengolahan produk susu cair
ix.
yaitu proses Ultra High Temperature (UHT), proses ini terjadi dengan
pemberian suhu tinggi mencapai > 125C secara singkat, hal ini
dilakukan secara cepat dengan tekanan cukup tinggi pada pipa
berbentuk melingkar yang diletakkan didalam tangki besar dengan
ketinggian 5 m dan diberikan panas berupa aliran steam.
b. Ruang produksi lantai 2 (Second Floor).
Ruang produksi ini berisikan satu stasiun kerja utama dan satu stasiun
kerja pendukung, yaitu stasiun kerja Ultra Clean yang dilengkapi Ultra
Clean Tank, dan Dumping.Layout Secong Floor Liquid Mixing and
Processing dinyatakan dalam Gambar 6.3.
103
104
ii.
I.
105
106
Gambar 6.4 Diagram Aliran Bahan Lantai 1 ruang produksi Liquid Process.
107
Gambar 6.5 Diagram Aliran Bahan lantai 2 ruang produksi Liquid Process.
108
II.
109
42,562 m menuju keStandart Tank, disini terjadi inspeksi terhadap mutu produk,
disaat ada mutu produk yang tidak sesuai maka stasiun kerja dumping dan
vitamin yang akan melengkapinya dengan melakukan pencampuran ulang pada
triblender yang berjarak 17,143 meter dari dumping area, tetapi jarak perpindahan
ini tidak ikut hitungan dikarenakan jarang terjadi dan jika terjadi tidak semua
produk ikut dialirkan.
Produk setengah (1/2) jadi yang sudah terstandarisasi di dalam Standart Tank
kemudian dialirkan menuju Balance Tank UHT 3 untuk kemudian dikendalikan
debit aliran produknya sebelum mengalami proses UHT, jarak perpindahannya
adalah 49,476 m. Setelah tekanan pada Balance Tank dikendalikan, susu
mengalami proses akhir yaitu proses Ultra High Temperature (UHT). Proses UHT
dilakukan pada Tangki UHT 3, perpindahan bahan berjarak hanya 2,460 m, jarak
Balance Tank dengan UHT Tank selalu berdekatan, ini dikarenakan agar debit
aliran produk saat melakukan proses UHT selalu terkendali dengan tekanan
tinggi, sehingga memenuhi prinsip proses UHT yaitu memberikan suhu sangat
tinggi pada produk dengan waktu yang singkat. Produk susu sudah 90% jadi,
kemudian dialirkan menuju proses cooling dan penyimpanan akhir pada Ultra
Clean Tank (UCT), jarak perpindahannya adalah 38,342 m, pada tangki ini
produk akhir susu dijaga keaseptisan dan suhunya, sehingga produk menjadi jauh
lebih tahan lama disimpan. Saat produk sudah siap untuk dikemas baik kemasan
botol maupun carton pack, produk dialirkan dari UCT menuju proses filling di
stasiun Bottling and Carton Packing, jarak perpindahannya adalah 47,835 m.
Total jarak perpindahan pada layout sekarang dari bahan baku hingga menjadi
produk siap kemas adalah 346,688 meter.
III.
Analisa Peta Keterkaitan Kegiatan dan Diagram Keterkaitan Kegiatan.
Analisa dilanjutkan menggunakan PKK dan DKK berdasarkan aliran bahan di
setiap stasiun kerja menggunakan analisa jarak perpindahan bahan,layout, dan
diagram alirruang produksi Liquid Processing.
Dari layoutruang produksi Liquid Processing dapat dilakukan analisis
mengenai hubungan keterkaitan antar stasiun kerja (Proses Kerja). Analisis
110
hubungan kedekatan antar stasiun kerja disusun dalam Peta Keterkaitan Kegiatan
(PKK) yang menjelaskan derajat kedekatan antar stasiun kerja beserta alasan
kedekatannya.Derajat hubungan kedekatan ditunjukkan dengan kode angka dan
huruf pada gambar 6.6.
Analisa derajat hubungan kedekatan antar stasiun kerja dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut :
Analisa derajat hubungan kedekatan antar stasiun kerja dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut, dengan Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) ruang
produksi Liquid Process dinyatakan dalam Gambar 6.6.
1. Penerimaan Susu Segar (PSS).
Stasiun kerja PSS memiliki derajat keterkaitan A-6 dengan stasiun kerja
pembersihan karena merupakan aliran kerja yang berurutan sehingga
mutlak harus saling berdekatan. Selain itu juga memiliki derajat
keterkaitan E-3 dengan stasiun kerja pencucian dan perebusan karena
menggunakan ruang produksi yang sama sehingga penting untuk saling
berdekatan. Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya memiliki
derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara langsung
sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
2. Deaerasi dan Filtrasi.
Stasiun kerja Deaerasi dan Filtrasi memiliki derajat keterkaitan A-6
dengan stasiun kerja PSS dan Penyimpanan Fresh Milk (Raw Tank)
karena merupakan aliran kerja yang saling berurutan sehingga mutlak
harus saling berdekatan. Sedangkan dengan beberapa stasiun kerja lainnya
memiliki derajat keterkaitan U-10 karena tidak saling berkaitan secara
langsung sehingga tidak penting untuk saling berdekatan.
111
112
Gambar 6.6 Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) ruang produksi Liquid Process.
113
114
115
dan
UHTkarena
memiliki
keterkaitan
kegiatan
dan
116
dan permasalahan yang ada dalam perusahaan sehingga didapatkan rancangan tata
letak baru yang lebih optimal. Tata letak baru tersebut diusulkan ke perusahaan
sebagai alternatif untuk merancang ulang lintasan perpipaan atau memperbaiki
tata letak pabrik yang sudah ada sehingga lebih efektif dan efisien untuk
meminimalkan biaya produksi.Diagram Keterkaitan Kegiatan (DKK) ruang
produksi Liquid Process dinyatakan dalam Gambar 6.7.
117
118
ada peralatan yang tidak terpakai disimpan didalam ruangan, yaitu peralatan CIP
yang sudah tidak terpakai.Sehingga ada penggunaan space yang kurang
fungsional.Oleh sebab itu mahasiswa mengusulkan adanya penggunaan peralatan
CIP tak terpakai untuk di fungsionalkan kembali dalam mengakomodir kegiatan
CIP.Disisi lain pemanfaatan Sumber Daya Air untuk kegiatan CIP dirasa kurang
effisien, terutama disaat-saat kebutuhan masyarakat akan air bersih juga
meningkat, dan perusahaan dituntut untuk menggunakan segala Sumber Daya
sehemat mungkin. Berikut adalah penjelasan permasalahan yang ada melalui
diagram sebab-akibat (diagram ishikawa), yaitu dinyatakan dalam Gambar 6.8.
119
No.
1.
Faktor
Manusia
Metode.
Mesin.
Masalah
kurangnya
kepedulian.
hanya mengikuti SOP
yang sudah ada.
bekerja
dengan
komputerisasi.
air steril langsung
dibuang ke drainasi.
kurangnya
pengecekan berkala.
tidak ada SOP untuk
analisa
Time
Displacement.
peralatan
yang
digunakanotomatisasi
.
dikendalikan secara
komputerisasi.
Solusi
setiap orang harus ditanamkan rasa
kepedulian terhadap penggunaan air.
perlu adanya perbaikan SOP untuk
menutupi kekurangan yang ada.
perlu
mengetahui
proses
manual
terjadinya suatu tahapan kegiatan.
air steril dapat ditampung dahulu untuk
digunakan pada CIP kembali.
perlu diadakan pengecekan berkala untuk
improvement yang berkelanjutan.
Perlu ada SOP untuk analisa Time
displacement sehingga terstandarisasi.
mesin diadakan setting manual.
120
IV.
Material.
kurangnya
pemanfaatan
peralatan yang tidak
digunakan.
air steril dianggap
berlimpah.
Proses CIP.
Proses CIP seperti yang di terangkan dalam PKK dan DKK, memiliki
UHT 2
UHT 3
UHT 4
UHT 5
UHT 6
250
250
250
250
806
600
600
200
600
560
Acid
time
600
600
600
600
560
drain
600
121
Final Flush
150
300
150
200
300
200
Final Drain
300
300
200
280
200
250
Total
1800
2050
1800
1530
1950
2376
Dari tabel diatas kemudian diperoleh data total kebutuhan air untuk CIP pada
setiap line yang dirangkum dalam sebuah kolom atau diagram batang yang
dinyatakan dalam Gambar 6.9.
122
Data flow rate diperoleh dari dokumen perusahaan dan data operator Liquid
Processing UHT Unit, berikut adalah flow rate pada setiap line UHT :
Tabel 6.3 Flow Rate water supply in Liquid Processing UHT Unit
No.
Tangki (line)
UHT 1
5500
1,5278
UHT 2
5500
1,5278
UHT 3
5500
1,5278
UHT 4
12000
3,333
UHT 5
5500
1,5278
UHT 6
12000
3,333
Dari data tersebut, diketahui flowrate cairan tiap detiknya untuk kemudian
melengkapi data berikutnya dalam memperoleh jumlah air terbuang ke drainase
dengan %TS 0-0,5.
C. Lama Waktu drainase.
Lama waktu drainasi air diperoleh dari observasi dan data perusahaan
dengan kondisi %TS air 0-0,5, dilakukan evaluasi terhadap data asli
perusahaan yang %TSnya belum terkontrol, yaitu UHT 1 250s, UHT 2
300s, UHT 3 325s, UHT 4 280s, UHT 5 100s, dan UHT 6 536s, sehingga
diperoleh data sebagai berikut :
123
Tangki (line)
Waktu (sec)
Total (Lt)
UHT 1
235
359,033
UHT 2
210
336,116
UHT 3
325
496,535
UHT 4
280
933,24
UHT 5
55
84,029
terbuang
UHT 6
536
1786
pada
Kemudian
data
dikombinasikan dengan
flow rate air yang telah
diperoleh
sehingga
sebelumnya
didapat
data
drainase
saat
water
displacement.
Kegiatan CIP ini berlangsung beriringan dengan kegiatan produksi, hal ini
dilakukan untuk menciptakan proses produksi selalu dengan kondisi steril, karena
bahan yang digunakan adalah susu yang sangat dikenal sebagai media
pertumbuhan yang sangat baik bagi mikrobia baik pathogen maupun tidak. Maka
untuk mencegahnya, kegiatan CIP dilakukan setiap saat.Berikut adalah data rerata
frekuensi kegiatan water puge to drain untuk sirkulasi dan CIP di start proses
UHT per hari dari hasil perhitungan dan observasi data perusahaan, yaitu :
UHT 1 frekuensinya adalah 1,2857142 kegiatan perhari, UHT 2 frekuensinya
adalah 2,2857 kegiatan perhari, UHT 3 frekuensinya adalah 1,42857 kegiatan
perhari, UHT 4 frekuensinya adalah 3,142857 kegiatan perhari, UHT 5
frekuensinya adalah 2,857 kegiatan perhari, dan UHT 6 frekuensinya adalah
3,142857 kegiatan perhari.
Kemudian untuk memperoleh data volume air yang dapat digunakan kembali
(Reuse) untuk kegiatan CIP, seluruh data kegiatan perhari dikombinasikan dengan
total volume air terbuang dalam kegiatan drainase (tabel 6.4). Dari hasil
pengolahan data diperoleh sebagai berikut :
Tabel 6.5 LiterWater Saving.
124
No.
Tangki (line)
Total (Lt)
UHT 1
359,033
1,2857142
461,6138264
UHT 2
336,116
2,2857
768,2603412
UHT 3
496,535
1,42857
709,335005
UHT 4
933,24
3,142857
2.933,039867
UHT 5
84,029
2,857
240,070853
UHT 6
1786
3,142857
5.613,142602
Total
10.725,46249
Dari data tersebut diketahui jumlah air yang dapat disimpan adalah sebanyak
10.725,46249 Lt perhari dengan %TS air terkontrol 0-0,5.
Untuk setiap harinya perusahaan juga mampu menghemat biaya penggunaan
air CIP yang bersumber dari PDAM Jakarta Timur, Jakarta.Sesuai dengan
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2007 Tanggal 15
Januari 2007, untuk kel. Khusus (V) biaya penggunaan air adalah Rp 14,650 per
m untuk industry besar dan badan usaha. Efisiensi Biaya yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :
Tangki (line)
UHT 1
UHT 2
Total (Lt)
359,033
Rerata kegiatan/hari
1,2857142
Cost (Rp)
6.762,6426
336,116
2,2857
11.255,014
UHT 3
496,535
1,42857
10.391,7578
UHT 4
933,24
3,142857
42.969,0341
UHT 5
84,029
2,857
3.517,038
UHT 6
1786
3,142857
81.671,2249
125
Total
156.566.7114
Efisiensi cost perhari yang dapat dilakukan perusahaan perhari adalah sebesar
Rp.156.566,7114. Oleh sebab manfaatnya yang cukup besar untuk efisiensi dan
efektifitas produksi di Liquid Processing UHT Unit, maka dibutuhkan adanya
plant tersebut yang dinamakan Water Recoverykarena mampu memanfaatkan
kembali air yang sudah digunakan (reuse) dengan kondisi terkendali dan
terstandart dan dengan memanfaatkan peralatan CIP yang sudah tidak terpakai
tetapi masih layak pakai.
V. Kebutuhan Ruang dan Peralatan untuk Fasilitas Water Recovery.
Peralatan CIP yang tak terpakai adalah sebagai berikut :
1.
2.
126
Untuk mengakomodir area kerja UHT yang terpisah yaitu UHT 1, 2, 3, dan 5
dengan UHT 4, dan 6 seperti yang ada pada layout Perusahaan di dalam gambar
6.4, maka dibutuhkan adanya 2 fasilitas Water Recovery yang saling terintegrasi.
Water Recovery 1 akan melayani UHT 1, 2, 3, dan 5, sedangkan Water Recovery
2 untuk UHT 4, dan 6.
VI.
Analisa Akhir.
Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kerja yang optimal maka dilakukan
perbaikkan lintasan produksi sebagai media transportasi bahan dan produk, serta
pemanfaatan area kerja untuk pengadaan Fasilitas Water Recovery.Dari hasil
analisis menggunakan PKK dan DKK diperoleh diagram alir ruang produksi baru
yang diusulkan ke perusahaan sebagai alternatif dalam perancangan ulang atau
perbaikan tata letak yang sudah ada (optimasi), selain itu juga diperoleh area
untuk fasilitas baru di dalam perusahaan. Area tersebut memanfaatkan space yang
sudah ada namun belum termanfaatkan. Dimensi space tersebut adalah dengan
panjang 3,96 m, lebar 3,6 m, dan tinggi 6,04 m. Space tersebut terletak di sebelah
barat dari area standarisasi dan STD Tank, dan sebelah timur dari area kerja
Mixing Susu Kental Manis. Berikut ini adalah layout dengan jalur perpindahan
susu usulan dan pengadaan serta penempatan fasilitas Water Recovery CIP yang
dinyatakan dalam gambar 6.10.
127
Ga
128
mbar 6.10 Layout Usulan DAB dan pengadaan Fasilitas Water Recovery PT FFI Plant
Ciracas.
menjadi
terletak
didalam
ruang,
sehingga
mempersingkat
129
11,028
x100% 3,18%
346,688
Efisiensi perpindahan bahan juga terjadi saat proses CIP. Dengan adanya
fasilitas Water Recovery CIP, perpindahan air sebagai media utama proses CIP
yang awalnya untuk mencapai UHT 4, dan 6 berjarak 31,26 meter menjadi 13,333
meter, terdapat pengurangan sebesar 17,927 meter, efisiensi jarak perpindahan
dapat dihitung sebagai berikut.
17,927
x100% 57,34%
31,26
Dan pada perpindahan air untuk CIP UHT 1, 2, 3, dan 5 yang awalnya
berjarak 74,8175 meter dari department Utility Engineering menjadi 16,769
meter, terdapat pengurangan jarak perpindahan air sebesar 58,0485 meter,
efisiensi perbandingan jarak perpindahan dapat dihitung sebagai berikut.
58,0485
x100% 72,24%
74,8175
Selain itu terdapat efisiensi penggunaan air dengan adanya fasilitas baru
berupa Water Recovery CIP, Dengan volume air yang dapat disimpan dengan
kondisi %TS yang terkendali sebanyak 10.725,46249 Lt, perusahaan mampu
melakukan efisiensi penggunaan air CIP dari 24.631,135 Lt kebutuhan total untuk
rerata kegiatan satu kali perhari. Efisiensi penggunaan air sebelum dan sesudah
adanya fasilitas dapat dihitung sebagai berikut.
10725,46249
x100% 43,544%
24631,135
Selain itu dengan adanya fasilitas tersebut dengan efisiensi sebesar
penggunaan air 43,544% lebih efisien, perusahaan mampu melakukan Cost
130
Saving
sebesar
Rp
156.566,7114
atau
dalam
sebulan
sebesar
Rp
4.697.001,342(empat juta enam ratus sembilan puluh tujuh ribu satu rupiah).
Adanya pengurangan jarak dan pengadaan fasilitas Water Recovery CIP
tersebut tentu dapat mempercepat proses produksi dan proses CIP. Dengan
demikian diharapkan perusahaan mampu mengurangi biaya produksi dengan
efisiensi penggunaan dana dalam kegiatan penunjang produksi.
E. KESIMPULAN DAN SARAN.
1. Kesimpulan.
a)
Tata letak (Layout)ruang produksi Liquid Processing PT Frisian Flag
Indonesia, plant Ciracaskurang optimal karena masih terdapat aliran (line)
system perpipaan produksi yang memutar, yaitu pada stasiun kerja
Standarisasi menuju Balancing, dan Ultra High Temperature (UHT). Serta
jarak perpindahan air sebagai media utama CIP yang terlalu jauh dari ruang
produksi, sehingga memakan cukup banyak waktu untuk kegiatan CIP.
b)
Jarak total pemindahan bahan pada tata letak yang semula sebesar
346,688 meter, sedangkan jarak perpindahan bahan pada layout usulan
berupa
air
saat
kegiatan
CIP
berlangsung
sebanyak
131
132
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Y dan Machfud. 1978. Perencanaan Tata Letak pada Industri Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
American Institute of Baking. 1979. Basic Food Plant Sanitation Manual. American
Institute of Baking, Kansas.
Apple, J.M. 1977. Plan Layout and Material Handling, Penterjemah :
Nurhayati, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Terjemahan
Nurhayati, Mardiono, M.T. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Baners, R.M. 1980. Motion and Time Study : Design and Measurement of Work
Seventh Edition. Jhon Wiley and Sons. Singapore
Dairy
Food
Safety
Victoria.
2006.
CIP
(Cleaning
In
Place)
System.
esvc000142.wic029u.serverweb.
com/pdf/DFSNote5_CleaningInPlaceSystems_6Nov2006.pdf [18 Mei 2013]
Dunsmore, D.G., Twomey, A., Whittlestone, W.G., Morgan, H.W.1981Design and
performance of systems for cleaning product contact surfaces of food
equipment: a review.Journal of Food Protection, 44, 220240.
Fellows, P.J. 2000.Food Processing technology: Principles and Practices. 2nd Edition.
Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
Forsythe, S.J. dan Hayes, P.R. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP.
Aspen Publisher Inc, Maryland.
Elliot, R. Paul. 1980. Cleaning and Sanitizing. Di dalam Katsuyama, A.M., J.P.
Stratchan (eds). Principle of Food Processing Sanitation. The Food
Processors Institute, Washington.
133
Laksmi, Fina Amreta. 2008. Studi Komprehensif Proses CIP pada Industri Susu
Kental Manis Sachet di PT. Indolakto studi kasus: Optimasi Bahan Pembersih
Untuk Sanitasi Jalur, Hopper Tank, dan Filling Sachet. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Marriott, N.G. 1999. Principle of Food Sanitation. 4th edition. Aspen Publisher,
Inc.,Gaithtersbug, Maryland.
Reksodiprojo, S. 1981. Dasar-Dasar Manajemen. Balai Pengembangan
Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.
Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Jakarta: Bhatara Aksara.
Sutalaksana, A. T. 1979. Teknik Tata Cara kerja. Keluarga Mahasiswa Teknologi
Industri. ITB. Bandung.
Sutalaksana, A.T, R. Anggawisastra, dan J.H. Tjakraatmadja. 1982. Teknik Tata Cara
Kerja. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak dan Pemindahan Bahan. Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya
Wilkins, B. A. 1993. Mastering Milk Quality Basics of Dairy Sanitation. http://
www.agf.gov.bc.ca/dairy/publications/documents/93-02.pdf [16 Mei 2013]