Oleh:
Delfiana Sandi Permana
NPM.B1011511RB5009
E. Teori Dukungan
1. Konsep Dasar Lean
Konsep lean manufacturing pertama kali dikenalkan oleh Taiichi Onho
pada tahun 1950an dari Toyota yaitu Toyota Production System atau Toyota
Way didalamnya berisikan tentang proses perbaikan secara berkelanjutan
(continuous improvement) yang bertujuan untuk mengeliminasi kegiatan-
kegiatan yang tidak menguntukan dana atau mendatangkan kerugian guna
meningkatkan produktivitas. Menurut Vincent Gaspersz, lean manufacturing
merupakan suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi
dan menghilangkan Waste atau non value-added activities melalui perbaikan
secara terus-menerus (continuous improvement) dengan cara mengalirkan
produk dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari internal dan
eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan (Gaspersz &
Fontana, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries, 2007).
2. Pemborosan (Waste)
Tujuan utama system lean adalah mengurangi pemborosan (Waste).
Waste merupakan segala hal yang tidak bernilai tambah. Waste dianggap
sebagai suatu hal yang dapat menurunkan produktivitas dan mengurangi profit
bagi perusahaan. Menurut Vincent Gaspersz (2007) menyatakan terdapat dua
jenis Waste yaitu Type One and Type Two Waste. Type One Waste adalah
segala aktivitas yang tidak bernilai tambah namun dibutuhkan dalam proses
produksinya sehingga tidak dapat dihilangkan. Sedangkan Type Two Waste
adalah segala aktivitas yang tidak bernilai tambah dan dapat dihilangkan dari
proses produksi maka harus segera di identifikasi dan dihilangkan karena
Waste tipe ini akan menurunkan produktivitas perusahaan.
Terdapat tujuh jenis pemborosan yang didefinisikan oleh Shiego Shingo
(Shingo, 1989) diantaranya sebagai berikut:
1) (O) Overproduction – memproduksi atau menghadirkan barang terlalu
banyak melebihi kebutuhan pelanggan atau memproduksi lebih cepat
daripada waktu kebutuhan pelanggan yang menyebabkan kelebihan
inventory.
2) (I) Unnecessary Inventory – kelebihan penyimpanan dan delay material
maupun produk sehingga mengakibatkan peningkatan biaya dan
penurunan kualitas pelayanan terhadap pelanggan.
3) (D) Defect – merupakan cacat baik berupa kesalahan dokumentasi,
permasalahan kualitas produk yang dihasilkan atau delivery performance
yang buruk.
4) (M) Unnecessary Motion – segala pergerakan dari manusia atau mesin
yang tidak menambah nilai terhadap produk tetapi hanya menambah
biaya dan waktu. Atau keadaan tempat kerja yang kurang (tidak
ergonomis) yang menyebabkan pekerja melakukan gerakan yang tidak
perlu.
5) (T) Excessive Transportation – berupa waktu, tenaga biaya dan aliran
informasi dan atau material produk. Dapat dikatakan pula sebagai
pemborosan yang terjadi karena tata letak (layout) yang buruk,
pengorganisasian yang kurang tepat sehingga memerlukan pemindahan
material.
6) (P) Inappropriate Processing – merupakan kegiatan yang
mengakibatkan kesalahan dalam proses produksi bisa diakibatkan karena
kesalahan mempergunakan tools saat bekerja.
7) (W) Waiting – tidak beraktivitasnya (menunggu) pekerja, informasi dan
atau barang dalam waktu yang lama yang berdampak terhadap buruknya
aliran proses dan bertambahnya lead times.
3. Waste Assesment Model (WAM)
Waste Assesment Model (WAM) merupakan suatu model yang
digunakan untuk memudahkan dan menyederhanakan proses pencarian
permasalahan Waste. Waste Assessment Model (WAM) terdiri dari Seven
Waste Relationship (SWR), Waste Relationship Matrix (WRM) dan Waste
Assessment Questionnaire (WAQ).
a. Seven Waste Relationship (SWR)
Setiap waste memiliki hubungan satu sama lain, dimana hubungan ini
disebabkan oleh pengaruh tiap waste dapat muncul secara langsung maupun
tidak langsung. Seperti saat terjadi overproduction maka hal ini otomatis
akan mempengaruhi unnecessary inventory. Penjelasan keterkaitan antar
waste dapat dilihat pada lampiran. Hubungan antar jenis waste memiliki
bobot yang berbeda-beda. Maka dibutuhkan penilaian untuk mengetahui
bobot dari setiap pola yang terjadi diantara waste tersebut. Untuk
menghitung kekuatan waste relationship dikembangkan suatu pengukuran
dengan kuesioner. Hubungan antar waste yang satu dengan yang lainnya
dapat disimbolkan dengan menggunakan huruf pertama pada tiap waste
(Rawabdeh, 2005).
3. Fishbone Diagram
Diagram tulang ikan atau fishbone adalah salah satu metode / tool di
dalam meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan diagram
Sebab-Akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah seorang ilmuwan
jepang pada tahun 60-an. Bernama Dr. Kaoru Ishikawa, ilmuwan kelahiran
1915 di Tikyo Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas Tokyo.
Sehingga sering juga disebut dengan diagram ishikawa. Metode tersebut
awalnya lebih banyak digunakan untuk manajemen kualitas yang
menggunakan data verbal (non-numerical) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa
juga ditengarai sebagai orang pertama yang memperkenalkan 7 alat atau
metode pengendalian kualitas (7 tools). Yakni fishbone diagram, control
chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, dan flowchart.
Dikatakan Diagram Fishbone (Tulang Ikan) karena memang berbentuk
mirip dengan tulang ikan yang moncong kepalanya menghadap ke kanan.
Diagram ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah
permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. Efek atau akibat dituliskan
sebagai moncong kepala. Sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-sebab sesuai
dengan pendekatan permasalahannya. Dikatakan diagram Cause and Effect
(Sebab dan Akibat) karena diagram tersebut menunjukkan hubungan antara
sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram
sebab-akibat dipergunakan untuk untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab
(sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor
penyebabitu.
Diagram Fishbone telah menciptakan ide cemerlang yang dapat membantu
dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan dalam
menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kebiasaan untuk
mengumpulkan beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian
memadai menyangkut problem yang dihadapi oleh perusahaan Semua anggota
tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua
pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat
diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat dan pandangan
setiap individu. Jadi sebenarnya dengan adanya diagram ini sangatlah
bermanfaat bagi perusahaan, tidak hanya dapat menyelesaikan masalah
sampai akarnya namun bisa mengasah kemampuan berpendapat bagi orang –
orang yang masuk dalam tim identifikasi masalah perusahaan yang dalam
mencari sebab masalah menggunakan diagram tulang ikan.
Identifikasi Masalah
1. Perumusan Masalah
2. Tujuan Masalah
3. Batasan Masalah
Pembuatan Kuesioner
Pengumpulan Data
1. Data Primer:
Wawancara dan Kuesioner
2. Data Sekunder:
Literatur Pendukung
Pengolahan Data
a. Seven Waste Relationship
b. Waste Relationship Matrix
c. Waste Assessment Questionnaire
d. Fishbone Diagram
Selesai
Studi pustaka dilakukan untuk mencari materi dan teori yang berhubungan
dengan penelitian ini dan memudahkan dalam menentukan proses yang akan
dilakukan selama penelitian. Studi pustaka meliputi lean manufacturing, waste
dan waste assessment model. Sedangkan studi lapangan digunakan untuk
mencocokkan kajian teoritis dengan keadaan sebenarnya yang terjadi
diperusahaan.
4. Pembuatan Kuesioner
Pada tahap ini penulis menyusun dua jenis kuesioner yaitu kuesioner Seven
Waste Reationship (SWR) untuk menunjukkan tingkat hubungan waste satu sama
lain, dimana hubungan ini disebabkan oleh pengaruh tiap waste dapat muncul
secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya pembuatan kuesioner Waste
Assessment Quetionnaire (WAQ) digunakan untuk mengidentifikasi dan
mengalokasikan waste yang terjadi pada lini produksi. Hasil dari WAQ akan
didapatkan jumlah waste yang paling dominan atau sering terjadi diperusahaan.
5. Pengumpulan Data
Pada tahap ini penulis mengolah data-data hasil rekapitulasi kuesioner dan
wawancara dengan menggunakan rumus-rumus yang terdapat pada Waste
Assessment Model.
7. Analisis dan Pembahasan
Pada tahap ini penulis menganalisis hasil dari Waste Assessment Model yang
menunjukkan jenis waste tertinggi apa yang terjadi diperusahaan. Setelah
menganalisis jenis waste tertinggi tahap selanjutnya adalah menganalisis
penyebab waste terjadi dengan diagram fishbone.
8. Kesimpulan dan Saran