Anda di halaman 1dari 22

UTS

Nama : MASRIKAN
NIM : 202 133 069
Mata Kuliah : Metodologi Penelitian

A. Jenis penelitian berdasarkan fungsi


Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian Terapan, karena menyelidiki fenomena
yang terjadi untuk mengetahui penyebab yang terjadi dengan menerapkan ilmu yang
telah dipelajari dan diuji.

B. Jenis Penelitian berdasarkan metode


Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian kuantitatif berlandaskan
pada filsafat positivisme, dipakai untuk meneliti pada populasi ataupun sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan alat ukur (instrumen) penelitian, analisa
data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji dan membuktikan
hipotesis yang telah dibuat/ditetapkan.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


Penelitian ini menggunakan data-data pengolahan pada stasiun sterilizer pabrik kelapa
sawit PT. Kimia Tirta Utama selama 6 bulan terahir.
PROPOSAL TUGAS AKHIR

PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE


DENGAN MENGGUNAKAN METODE
OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS
(STUDI KASUS DI PT. KIMIA TIRTA UTAMA)

Oleh:
MASRIKAN
NIM. 202 133 069

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN


SEKOAH TINGGI TEKNOLOGI PEKANBARU
PEKANBARU
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 2
C. Tujuan Penelitian 2
D. Batasan Masalah Penelitian 3
E. Tinjauan Pustaka 3
F. Metodologi Penelitian 15
G. Jadwal Rencana Penelitian 17
H. Daftar Pustaka 17
I. Lampiran 19
A. Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan Teknologi (IPTEK) di


Indonesia, sektor industri merupakan salah satu usaha yang didukung pemerintah.
Sesuai dengan keadaan di Indonesia, perkebunan kelapa sawit didukung tenaga
kerja yang cukup banyak dan berpotensial yang memungkinkan Negara Indonesia
menjadi salah satu penghasil minyak. Kebutuhan akan minyak nabati didalam
negeri sebagian berasal dari minyak kelapa. Sehubungan dengan laju
pertumbuhan produksinya lamban dan tingkat kebutuhan akan minyak kelapa
sawit sebagai salah satu keperluan rumah tangga yang cukup tinggi, maka untuk
mencukupi kebutuhan didalam negeri harus dipenuhi dengan minyak kelapa sawit
dan inti sawit.
Proses produksi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimulai dengan mengolah
bahan baku sampai menjadi produk, yang bahan bakunya adalan Tandan Buah
Segar (TBS) kelapa sawit. Pengolahan (TBS) kelapa sawit di pabrik bertujuan
untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut
cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan
TBS atau brondolan dari tempat pengangkutan hasil sampai dihasilkan minyak
sawit dan hasil-hasil samping lainnya seperti inti sawit (kernel).
Pada prinsipnya salah satu peralatan yang sangat berperan penting dalam
proses pengolahan yaitu Sterilizer. Baik buruknya mutu dan jumlah hasil olahan
suatu pabrik kelapa sawit terutama ditentukan oleh keberhasilan rebusan yang
dilakukan oleh sterilizer tersebut. Oleh sebab itu merebus buah harus sesuai
dengan ketentuan yang ada dan merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan.
Selama proses perebusan diharapkan tekanan uap yang diterima oleh sterilizer
harus sesuai sehingga panas dapat menembus masuk ke dalam daging buah
sehingga dapat menghasilkan mutu minyak dan kondisi sterilizer yang baik.
Namun dalam prosesnya, sterilizer terkadang mengalami berbagai
permasalah yang menyebabkan tingkat produksinya tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah untuk mencegah atau
mengatasi masalah yang sering terjadi pada sterilizer. Dalam hal ini penulis

1
melakukan perhitungan nilai OEE (Overall Equipment Effektiveness) untuk
melihat seberapa besar tingkat efektifitas peralatan di bagian sterilizer PT. Kimia
Tirta Utama, sebagai salah satu pabrik pengolah TBS kelapa sawit di Kab. Siak.

B. Perumusan Masalah

Setiap perusahaan perlu melakukan pemeliharaan terhadap peralatan


produksinya agar peralatan tersebut beroperasi dengan baik, timbulnya kerusakan
pada peralatan produksi tentunya akan mengakibatkan terhentinya kegiatan
produksi, terganggunya jadwal produksi serta mengakibatkan meningkatnya biaya
perbaikan-perbaiakan mesin tersebut karena kondisi kerusakan mesin semakin
meningkat. Mengingat pentingnya stasiun perebusan (sterilizer) sebagai peralatan
yang tidak dapat dipisahkan dalam proses produksi TBS kelapa sawit, dimana
stasiun ini terdapat pada awal proses produksi kelapa sawit yang jika mengalami
kerusakan akan mengakibatkan terhentinya proses produksi. Oleh karena itu
perlu dilakukan perhitungan nilai OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada
stasiun sterilizer untuk melihat effektivitas mesin tersebut dan upaya untuk
meningkatkannya.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah :
1. Dapat mengetahui prinsip kerja sterilizer pada stasiun perebusan
diproses pengolahan minyak kelapa sawit.
2. Dapat mengetahui nilai OEE (Overall Equipment Effectiviness) Stasiun
Sterilizer di PT. Kimia Tirta Utama
3. Dapat merumuskan langkah yang diambil untuk meningkatkan nilai
OEE (Overall Equipment Effectiviness) Stasiun Sterilizer di PT. Kimia
Tirta Utama

2
D. Batasan Masalah Penelitian

Begitu luas permasalahan yang terdapat pada proses pengolahan TBS


kelapa sawit, maka penulis memberi batasan masalah yang akan dibahas pada
tugas akhir ini yaitu :
1. Penelitian hanya difokuskan kepada Statiun Sterilizer

2. Penelitian ini hanya menggunakan metode OEE (Overall


Equipment Effectiveness)
3. Data yang digunakan adalah data olah TBS Januari – Juni 2021

E. Tinjauan Pustaka
Sterilizer adalah bejana uap bertekanan yang digunakan untuk merebus
tandan buah segar dengan uap (steam). Steam yang digunakan adalah saturated
steam. Penggunaan uap jenuh memungkinkan terjadinya proses
hidrolisa/penguapan terhadap air didalam buah, jika menggunakan uap kering
akan dapat menyebabkan kulit buah hangus sehingga menghambat penguapan air
dalam daging buah dan dapat mempersulit proses pengempaan. Oleh karena itu,
pengontrolan kualitas uap yang dijadikan sebagai sumber panas perebusan
menjadi sangat penting agar diperoleh hasil perebusan yang sempurna.

1. Prinsip Kerja Sterilizer


Prinsip kerja dari sterilizer adalah merebus dengan sistem triple peak
(tiga puncak). Target yang harus dicapai distasiun ini adalah tekanannya 2.8 -
3.0 kg/cm² dengan suhu 130-135° C. Dengan perebusan 3 puncak, maka
panas dapat masuk dengan baik sehingga perebusan dapat matang secara
merata. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan hasil rebusan TBS yang
sempurna, mengingat kerapatan berondolan dalam tandan buah semakin
padat atau solid.
Untuk mencapai kematangan perebusan berondolan bagian dalam
diperlukan panas yang cukup. Pembuangan air kondensat dan udara pada
puncak I dan II harus benar-benar sampai habis, karena air dan udara

3
merupakan penghantar panas yang buruk. Pada puncak 3, perebusan
dilaksanakan selama 45 menit, Waktu yang digunakan untuk perebusan
adalah 95 menit. Pada proses perebusan digunakan alat pengangkut TBS
adalah Lory yang dilengkapi dengan rel pada jalur keluar masuk ketel
rebusan.

Dalam proses perebusan diharapkan losses minyak sekecil mungkin,


pada dasarnya losses minyak tidak dapat dihindari dalam proses perebusan.
Pada sterilizer horizontal ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah
losess minyak yang tinggi, penyebab tersebut adalah terjadinya kelukaan
pada buah pada saat proses penuangan buah dari loading ramp menuju lory
selain itu pada proses perebusan akan menyebabkan losses minyak semakin
tinggi pada air kondensat hal ini disebabkan buah yang mulai mereka setelah
direbus.Menurut standar PKS losses minyak pada air kondensat sebesar 0,8 -
1,0% , semakin tinggi nilai losses maka akan mempengaruhi mutu minyak
kelapa sawit.
Untuk mendapatkan hasil yang bagus sesuai dengan prosedur
perebusan harus dijalankan dengan baik tanpa melanggar satu aturan apapun,
harus diperhatikan faktor- faktor dalam proses perebusan :

1. Pembuangan Udara (Daerasi)


Pembuangan udara yang terdapat dalam ketel rebusan, karena udara adalah
pengantar panas yang buruk. Udara merupakan penghantar panas yang buruk
dan berpengaruh negatif terhadap proses perebusan. Udara yang terdapat
dalam rebusan akan menurunkan tekanan dan menghambat steam masuk
kedalam buah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa udara yang terdapat
dalam bejana hendaknya dikeluarkan terlebih dahulu dan cara ini disebut
dengan daerasi.

2. Pembuangan air kondensat


Uap air yang terkondensasi berada di dasar bejana rebusan merupakan
penghambat dalam proses perebusan. Air yang terdapat dalam rebusan akan

4
mengabsorbsi panas yang diberikan sehingga jumlah air semakin bertambah.
Pertambahan ini yang tidak diimbangi dengan pengeluaran air kondensat
akan memperlambat usaha pencapaian tekanan puncak. Material balance air
kondensat 12 % dari TBS yang diolah, sehingga oleh beberapa pabrik
dilakukan blow down terus menerus melalui pipa kondensat. Cara ini
menunjukkan buah rebus yang kering dan lebih mudah diolah dalam screw
press.

3. Pembuangan Uap (Exhaust)


Pembuangan uap dilakukan sesuai dengan sistem perebusan yang dilakukan.
Uap dibuang melalui pipa exhaust dan cerobong atas. Pada umumnya ukuran
pipa pembuang uap lebih besar dari pipa uap masuk sehingga pembuangan
uap dapat terlaksana dengan cepat sehingga buah lebih mudah lepas dari
tangkainya.Pembuangan uap sebelum akhir perebusan pada triple peak
dilakukan bersamaan dengan pembuangan air kondensat, dengan maksud
agar penurunan tekanan dapat berlangsung dengan cepat.Pada akhir
perebusan, sebelum pembuangan uap (blow up), air kondensat dibuang
terlebih dahulu sehingga buah yang direbus kering.

4. Waktu perebusan
Apabila waktu perebusan terlalu lama maka akan membuat buah menjadi
lembek dan lewat matang, akan banyak minyak keluar dari buah dan terikut
oleh kondensat dan akan menyebabkan banyak losses. Waktu perebusan yang
efektif adalah 90-95 menit.

5
Sketsa Sterilizer bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 5.1 Sketsa Sterilizer dan bagiannya Sumber : Tarmizi.2018

Keterangan Gambar :
1. Rail Track Pintu 8. Ketel Rebusan
2. Pintu Pemasukan Lory 9. Pintu Keluar Lory
3. Manometer 10. Rail Track didalam Rebusan
4. Lory 11. Pondasi (Kaki Rebusan)
5. Pipa Pemasukan Uap 12. Pipa Pembuangan Air
Kondensat
6. Pipa Pengeluaran Uap
7. Safety Valve

2. Tujuan Perebusan
Keberhasilan dalam proses perebusan akan mendukung kemudahan-
kemudahan dalam proses selajutnya, baik di stasiun Thresing, Press, Digester dan
lain-lain. Fungsi dari Sterilizer untuk melakukan proses perebusan buah TBS
sebelum diproses menjadi minyak dengan tujuan adalah :

1. Menghentikan Aktifitas Enzim


Buah yang dipanen mengandung enzim lipase dan oksidasi yang tetap bekerja
didalam buah sebelum enzim tersebut dihentikan. Enzim Lipase bertindak

6
sebagai katalisator dalam pembentukan asam lemak bebas (ALB) sedangkan
enzim oksidasi berperan dalam pembentukan peroksida yang kemudian
berubah menjadi gugus aldehide dan kation. Senyawa tersebut bila teroksidasi
akan membentuk asam lemak bebas. Jadi asam lemak bebas yang terdapat
dalam minyak kelapa sawit merupakan hasil kerja enzim lipase dan oksidasi.
Aktifitas enzim semakin tinggi apabila buah TBS mengalami kememaran
(luka). Enzim umumnya tidak aktif lagi bila dipanaskan sampai suhu >50 ºC.
Maka perebusan dengan suhu >130 ºC sekaligus menghentikan kegiatan enzim.

2. Melepaskan Buah dari Tandannya


Minyak dan inti sawit terdapat dalam buah, dan untuk mempermudah proses
ekstraksi minyak, buah perlu dipisahkan dari tandannya. Pelepasan buah dari
tandannya karena adanya hidrolisa pectin ini terjadi di pangkal buah. Jadi
hidrolisa pectin ini telah terjadi secara alam dilapangan yang menyebabkan
buah memberondol. Hidrolisa pectin dapat pula terjadi didalam Sterilizer,
dengan adanya reaksi yang dipercepat oleh pemanasan. Panas dan uap didalam
sterilizer akan meresap kedalam buah dengan adanya tekanan.hidrolisa pectin
dalam tangkai tidak seluruhnya menyebabkan pelepasan buah oleh karena itu
perlu dilakukan proses perontokan buah didalam mesin Thresing.
3. Menurunkan Kadar Air

Proses sterilisasi buah dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti,
yaitu dengan cara penguapan baik dari dalam saat direbus maupun saat
sebelum dimasukkan ke Thresing. Interaksi penurunan kadar air dan panas
dalam buah akan menyebabkan minyak sawit dari antara sel dapat bersatu dan
mempunyai viskositas yang rendah sehingga mudah dikeluarkan dalam proses
pengempaan (proses ekstraksi minyak).

7
4. Melunakkan Buah Sawit
Perikarp (kulit buah) yang mendapatkan perlakuan panas dan tekanan akan
menunjukkan sifat, dimana serat yang mudah lepas antara serat yang satu dengan
yang lain. Hal ini akan memepermudah proses didalam Digester dan Depericarper
Polishing. Karena adanya panas dan tekanan tersebut maka air yang terkandung
dalam inti akan menguap lewat mata biji sehingga proses pemecahan biji lebih
mudah dalam Ripple Mill.

5. Melepaskan Serat dan Biji


Perebusan buah yang tidak sempurna dapat menimbulkan kesulitan pelepasan
serat dan biji dalam polishing drum, yang menyebabkan pemecahan biji lebih sulit
dalam alat pemecah biji. Penetrasi uap yag cukup baik akan membantu proses
pemisahan serat perikarp dan biji, yang dipercepat oleh proses hidrolisis.

6. Membantu Proses Pelepasan Inti dari Cangkang


Perebusan yang sempurna akan menurunkan kadar air biji hingga 15% kadar air
biji yang turun hingga 15% akan menyebabkan inti susut sedangkan tempurung
biji tetap, maka terjadi inti yang lekang dari cangkang. Hal ini akan membantu
proses fermentasi didalam Nut Silo, sehingga pemecahan biji dapat berlangsung
dengan baik, demikian juga pemisahan inti dan cangkang dalam proses pemisahan
kering atau basah dapat menghasilkan inti yang mengandung kotoran yang lebih
kecil.

8
3. Total Productive Maintenance

Total Productive Maintenance (TPM) merupakan sebuah pendekatan


yang bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas dari suatu fasilitas yang
digunakan dalam bisnis. Tidak hanya berfokus pada maintenance, tetapi
mencakup semua aspek operasi dan instalasi fasilitas tersebut dan dapat
memotivasi orang – orang yang bekerja di dalam perusahaan. TPM adalah suatu
pendekatan inovatif terhadap maintenance yang mengoptimalkan keefektifan
mesin, mengeliminasi breakdown, dan perawatan mandiri yang dilakukan oleh
operator mesin. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi serta
meningkatkan moral tenaga kerja dan kepuasan kerjanya (Nakajima, 1988).
Tujuan utama dari TPM adalah zero breakdown dan zero defect. Apabila
kerusakan dapat dihilangkan maka dapat meningkatkan tingkat pengoperasian
alat, ongkos menurun, produktivitas tenaga kerja meningkat, dan inventory dapat
dikurangi. Implementasi TPM ini dapat menghemat biaya yang cukup besar
dengan meningkatkan produktivitas dari mesin atau peralatan. Ketika dalam satu
line produksi terdapat satu peralatan/mesin yang mengalami breakdown, maka
akan berdampak pada proses keseluruhan. Mesin selalu mengalami breakdown
dari waktu ke waktu dan salah satu tujuan dari TPM adalah mengeliminasi
breakdown.

4. Overall Equipment Effectiviness


Overall Equipment Effectiviness (OEE) adalah suatu nilai yang
disajikan dalam bentuk rasio antara output actual dibagi dengan ouput maksimum
dari peralatan yang digunakan dalam kondisi kinerja terbaik. OEE bertujuan untuk
menghitung efektivitas dan performansi dari suatu mesin atau proses produksi.
Dengan menghitung OEE, maka dapat diketahui 3 komponen penting yang
mempengaruhi efektivitas mesin yaitu availability atau ketersediaan mesin,
performance rate atau efisiensi produksi, dan Quality rate atau kualitas output
mesin.Standar dunia untuk masing – masing faktor berbeda – beda. Berikut adalah

9
standar dunia dari masing – masing variabel (Vorne Industri Inc, 2016):

Availability 90%
Performance 95%
Quality 99%
Overall Equipment Efectiveness 85%

Gambar 5. 2 world class OEE

Hubungan dari ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada rumus berikut
ini (Nakajima, 1988):
OEE= Availability x Performance Rate x Quality Rate
Untuk menghitung nilai OEE, maka perlu diketahui nilai masing – masing
komponen tersebut.
1. Availability
Availability adalah suatu rasio yang menunjukan waktu yang tersedia
untuk mengoperasikan mesin. Availability mempertimbangan berbagai
kejadian yang dapat menghentikan proses produksi yang sudah
direncanakan sebelumnya. Dalam menghitung availability, diperlukan
data operation time yaitu lamanya waktu proses produksi bagi mesin
untuk menghasilkan output. Operation time didapatkan dari loading time
atau kapasitas waktu y ang tersedia untuk mesin berproduksi dikurangi
dengan waktu downtime. Loading time sendiri didapatkan dari running
time atau jumlah jam kerja untuk proses produksi dikurangi dengan
downtime yang telah direncanakan seperti istirahat, set up dan lain
sebagainya.

Dimana: Operation time = loading time – downtime

Loading time = running time – planned downtime

10
2. Performance Rate
Performance rate mempertimbangkan faktor yang menyebabkan proses
produksi tidak sesuai dengan kecepatan maksimum yang seharusnya
ketika di operasikan. Contohnya adalah ketidakefisiensian operator
dalam menggunakan mesin. Performance rate didapatkan dengan
mengalikan jumlah produksi dengan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu unit produk di bagi dengan waktu operasi. Kemudian
diubah kedalam bentuk persentase.

3. Quality Rate
Quality rate merupakan perbandingan antara produk yang baik dibagi
dengan jumlah total produksi. Jumlah produk yang baik ini didapatkan
dengan mengurangkan jumlah produksi dengan jumlah produk defect
atau cacat. Kemudian setelah itu diubah ke dalam bentuk persentase.

Tujuan utama dari TPM dan OEE adalah untuk mengurangi six big losses
yang menjadi penyebab terjadinya kerugian efisiensi saat proses manufactur
Dalam setiap komponen tersebut terdapat 6 kerugian yang dapat
mempengaruhi efektivitas dari peralatan. Dalam availability terdapat
breakdown losses dan setup and adjustment losses, sedangkan dalam
performance rate terdapat reduced speed losses dan idling/minor stopages
losses, dan yang terakhir dalam quality rate terdapat defect/rework losses
dan yield/scrap losses Setelah diketahui Overall Equipment Efectiveness,
maka dapat diketahui pada komponen efektivitas mana yang memiliki nilai

11
paling rendah kemudian di analisis penyebabnya. Pengertian dari masing –
masing losses adalah sebagai berikut:
1. Breakdown Losses
Kerugian yang disebabkan oleh kecacatan peralatan dan
membutuhkan perbaikan. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:

2. Set up and adjustment losses


Kerugian waktu yang disebabkan oleh set up mesin
sebelum memulai proses produksi. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:

3. Idling and minor stoppage losses


Kerugian yang disebabkan karena mesin berhenti dalam waktu yang
singkat dan harus di restart dan tidak diperlukan perbaikan. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:

4. Reduced Speed losses


Kerugian yang disebabkan karena mesin bekerja lebih lambat dari
yang seharusnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

12
5. Quality Defect and Rework
Kerugian yang disebabkan karena produk tidak di produksi dengan benar
dari awal proses. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

6. Yield/scrap Losses
Kerugian yang disebabkan karena adanya kecacatan di awal proses
produksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

5. Alat Pemecahan Masalah


Dalam penelitian ini alat pemecahan masalah yang digunakan adalah diagram
pareto dan fishbone diagram. Berikut adalah penjelasan dari masing – masing alat
pemecahan masalah tersebut:
1. Diagram Pareto

Pareto Diagram adalah alat yang mengatur item dalam urutan berdasarkan
besarnya kontribusi mereka, sehingga dapat mengidentifikasi dengan
mengerahkan beberapa item pada item yang memiliki pengaruh maksimal. Alat
ini digunakan pada SPC dan peningkatan kualitas untuk memprioritaskan
proyek-proyek untuk perbaikan, memprioritaskan pembentukan tindakan
korektif untuk memecahkan masalah, mengidentifikasi produk yang paling
dikeluhkan, mengidentifikasi sifat keluhan yang paling sering terjadi,
mengidentifikasi penyebab yang paling sering dari penolakan atau untuk tujuan
lain yang sejenis. Diagram pareto merupakan diagram yang berbentuk batang
yang tingginya menggambarkan biaya atau frekuensi. Batang paling tinggi
diletakkan di sebelah kiri dan diurutkan kekanan hingga paling pendek.
Penggunaan diagram pareto dapat dilakukan dalam beberapa keadaan seperti :

1. Diagram pareto digunakan ketika menganalisis data frekuensi

13
permasalahan atau penyebab permasalahan dalam suatu proses.
2. Diagram pareto digunakan ketika terdapat banyak permasalahan
sedangkan perusahaan ingin memfokuskan pada permasalahan yang
paling signifikan.
3. Diagram pareto digunakan ketika akan menghubungkan permasalahan
dengan data.
Analisis pareto berdasarkan prinsip 80% masalah berasal dari 20%
penyebab. Contohnya adalah 80% ketidakpuasan pelanggan suatu
produk disebabkan karena 20% cacat pada produk tersebut. Urutan
pembuatan diagram pareta adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi penyebab masalah kemudian melakukan pengumpulan


data
2. Membuat daftar yang berisikan frekuensi kejadian masalah yang sedang
diteliti.
3. Mengurutkan frekuensi kejadian tersebut dari besar ke kecil dan
menghitung frekuensi kumulatif serta presentasenya.
4. Membuat histogram berdasarkan frekuensi kejadian yang telah diurutkan
5. Menggambar kurva kumulatif

Gambar 5. 3 Contoh diagram pareto Sumber: ilmumanajemenindustri.

2. Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat adalah untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan
penyebab permasalahan. Diagram sebab akibat bisa juga disebut dengan

14
Fishbone diagram atau Ishikawa diagram. Diagram ini digunakan untuk
menggambarkan identifikasi akar masalah dari suatu outcome. Diagram ini
bisa digunakan untuk mendesain fase dari proses produksi yang bertujuan
untuk mengidentifikasi akar penyebab permasalahan. Dalam membangun
fishbone diagram, langkah pertama adalah menentukan efek yang akan di
analisis. Kemudian mengumpulkan data yang dapat mempengaruhi efek
tersebut. Kemudian langkah ketiga mengkategorikan data yang telah didapat
kedalam kategori berikut:
a. Metode kerja
b. Mesin/peralatan
c. Manusia Material
d. Alat pengukuran
e. Lingkungan
Penyebab utama tersebut dapat dikembangkan dengan cara
brainstorming dengan orang yang lebih paham dengan permasalahan
yang di analisis.

Gambar 5. 4 contoh fishbone diagram

F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif. Penelitian
kuantitatif merupakan suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan
data berupa angka sebagai alat menganalisa keterangan mengenai apa yang ingin
diketahui. Penelitian ini menerapkan Total Productive Maintenance (TPM) dengan

15
metode Overall Equipment Efectiveness. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana kondisi maintenance mesin pada saat ini, apakah sudah baik
atau perlu peningkatan, kemudian memberikan alternatif solusi yang bisa
diterapkan oleh perusahaan. Beberapa data yang diperlukan adalah data perawatan
dan kerusakan mesin terkait pada line produksi perusahaan.

Mulai

Studi
Literatur

Survey

Pengumpulan Data
1. Data Primer (Observasi langsung)
 Proses Produksi
 Mesin dan Peralatan

2. Data Sekunder ( Dokumen Perusahaan)


 Data Waktu Kerusakan Mesin
 Data waktu operasi

Pengolahan
Data

Analisa Pemecahan
Masalah

Hasil

Kesimpulan dan
Saran

Selesai

16
G. Jadwal Rencana Penelitian
Berikut ini adalah jadwal rencana penelitian
Bulan
Desember
No Kegiatan Juli 2021 Agustus-21 Sep-21 Okt 2021 Nop 2021
2021
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penetapan
1
Judul
Rancangan
2
Proposal
Seminar
3
Proposal
Observasi
4
Lapangan
Penulisan
5
Skripsi
Revisi dan
6
Asistensi
Sidang
7
Skripsi

H. Daftar Pustaka
Sunarko. 2009. Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit. Jakarta: PT
AgroMedia Pustaka
Dinar, Darman Dapersal. 2004. Manajemen Perawatan. Padang: PNP
Mobley, R. Keith. 2008. Maintenance Engineering Handbook: Seventh Edition. Mc
Graw: Hill Companies
Miftakhurrizal. 2017. Total Produktive Maintenance (online). Available at :
<http://miftakhurrizal.lecture.ub.ac.id/files/2017/09/Total-Productive-Maintenance-
TPM.pdf> [accessed date 01 Agustus 2021]
Kho Budi. 2017. Pengertian Total Produktive Maintenance (online). Available at:
<https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-total-productive-maintenance-tpm/>
[accessed date 01 Agustus 2021]
Kho Budi. 2018. Cara Menghitung OEE (online). Available at:
<https://ilmumanajemenindustri.com/cara-menghitung-oee-overall-equipment-
effectiveness-tpm/> [accessed date 03 Agustus 2021]

17
Nursubiyantoro, Eko., Puryani., Rozaq, Muhammad Isnaini. 2016. Implementasi
TPM Dalam Penerapan Overall Equipment Effectiveness (OEE). Jurnal Optimasi
Sistem Industri [online]. Available at:
http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/opsi/article/view/2169/1907 [accesssed date 19
Agustus 2021]

18
I. Lampiran

Layout PKS PT. Kimia Tirta Utama

Station Sterilizer PT. Kimia Tirta Utama

19

Anda mungkin juga menyukai